Mendengar ini, Wira pun tertawa terbahak-bahak. Dia menyahut, "Ya, aku tentu mengerti. Kalau begitu, aku harus menjelaskannya kepadamu dulu."Taufik mengangguk mendengarnya. Dia berucap, "Boleh saja, tapi biarkan aku berbicara sebentar. Kali ini, Kerajaan Monoma mengerahkan 50.000 pasukan. Kalau pasukanku nggak menarik perhatiannya Prabu, kamu nggak mungkin bisa menang semudah itu. Benar begitu?"Wira mengangguk sambil membalas, "Ya, benar seperti itu.""Oke. Pasukanku menahan Prabu, juga memancingnya keluar, makanya kamu punya peluang untuk menguasai Provinsi Suntra. Apa ini benar?" tanya Taufik."Ya, itu juga benar," sahut Wira yang mengangguk dan tersenyum lagi.Taufik merasa puas melihat ini. Kemudian, dia meneruskan, "Karena kami membantumu mengalihkan perhatian Prabu dan menahannya, meskipun jasa kami nggak sampai 50%, setidaknya ada 30% dong? Kamu setuju?""Hahaha! Ya, ya, aku setuju!" balas Wira yang tergelak setelah mendengarnya.Taufik tersenyum dan berucap, "Bagus kalau kamu
"Bagaimana kalau aku menyerang kalian saat pertarungan sedang sengit? Bagaimana kalau aku baru turun tangan setelah Kerajaan Monoma kehilangan 20.000 atau 30.000 pasukan? Kalau seperti itu, kalian bukan hanya akan gagal menguasai Provinsi Suntra, tapi juga kehilangan kekuatan tempur, 'kan?""Jadi, para tentara yang selamat itu adalah keuntungan yang kuberikan kepadamu, juga keuntungan yang bisa kuberikan dari kerja sama ini," jelas Wira seraya tersenyum.Hanya saja, Taufik yang mendengarnya merasa sangat geram, bahkan tidak bisa membantah karena semua ini memang fakta.Jika Taufik yang berada di posisi Wira, dia pasti akan mengambil tindakan setelah kedua belah pihak menderita kerugian besar hingga kehilangan kekuatan tempur.Namun, Wira tidak berbuat seperti itu. Dia juga tidak memanfaatkan pasukan Taufik dan berinisiatif untuk melepaskan mereka."Wira, kamu benar-benar licik. Kamu mengembalikan tentaraku sebagai hadiah untukku. Sepertinya, hanya kamu yang bisa melakukan hal seperti i
Setelah Taufik pergi, Farrel tiba di depan markas Yudha. Yudha sedang berada di tenda komandan dan memikirkan cara untuk menerobos pertahanan musuh. Tiba-tiba, seorang tentara datang untuk melapor, "Jenderal, ada yang ingin menemuimu. Katanya dari Keluarga Barus."Yudha tertegun sebelum membalas, "Keluarga Barus, ya? Hehe, suruh dia masuk."Tanpa perlu dipikirkan, Yudha sudah tahu siapa orang yang datang. Tentu saja Farrel! Bagaimanapun, wanita ini sangat ambisius. Selain Farrel, tidak ada lagi orang yang akan mencarinya untuk membahas cara menerobos pertahanan musuh.Tentara itu mengangguk, lalu bergegas keluar. Tidak berselang lama, Farrel masuk sembari menyapa dengan tersenyum, "Yudha, lama nggak ketemu."Yudha meliriknya sekilas, lalu ikut tersenyum dan berkata, "Duduklah." Kemudian, dia menyeduh teh dan menuangkannya untuk Farrel, juga menyuruh para bawahannya untuk keluar.Farrel menatap Yudha sambil berucap, "Saat kita bertemu waktu itu, kamu jelas-jelas terlihat begitu lemas da
Yudha tahu Farrel masih sedang mengujinya. Wanita ini memang sangat licik sehingga dia harus menanggapi dengan hati-hati."Ya, mungkin akan seperti itu. Sayangnya, aku nggak tertarik dengan hal-hal seperti ini," ujar Yudha.Farrel pun merasa bingung mendengarnya. Dia bertanya, "Yudha, apa maksudmu?"Barusan pria ini bilang ingin menjadi pejabat paling berkuasa di Kerajaan Nuala, tetapi sekarang bilang tidak tertarik?Yudha langsung menjelaskan, "Kamu seharusnya tahu kondisiku. Raja Bakir telah wafat, tugasku yang sekarang hanya menjamin keluargaku hidup dengan tenang. Jadi, aku nggak tertarik dengan hal lain.""Jujur, aku memimpin pasukan untuk menyingkirkan Keluarga Juwanto hanya karena wasiat ayahku. Ayahku nggak ingin melihat Kerajaan Nuala hancur. Karena aku masih mampu, aku tentu nggak bisa diam begitu saja. Tapi, setelah masalah ini berakhir, aku lebih memilih untuk berdiam di rumah," jelas Yudha.Tebersit kesedihan pada sorot mata Yudha saat berbicara. Dia telah berjanji pada Ra
Farrel memperhatikan perubahan ekspresi Yudha. Sesudah termangu sesaat, dia segera bertanya, "Apa isi surat itu?"Yudha meletakkan surat itu, lalu tersenyum sambil menjawab, "Aku sudah punya cara supaya Kumar menyerah!"Farrel terkejut mendengarnya. Dia buru-buru bertanya lagi, "Cara apa?""Kamu sudah tahu tentang kejadian di Provinsi Suntra, 'kan?" tanya Yudha balik.Farrel sontak tercengang. Dia langsung memahami maksud Yudha. "Maksudmu Wira? Jangan-jangan Prabu sudah kalah?"Farrel memercayai kehebatan Wira, tetapi baru satu hari berlalu. Sulit untuk dipercaya jika Wira telah berhasil mengalahkan Prabu!Bagaimanapun, Farrel tahu seberapa hebatnya Keluarga Juwanto. Meskipun Prabu hanya membawa 30.000 tentara, kekuatan mereka sudah cukup untuk mengalahkan 60.000 tentara!Lantas, masa Wira sudah berhasil mengalahkan mereka dalam satu hari? Dari mana dia mendapatkan pasukan sebanyak itu?Yudha mengangguk sambil menjelaskan, "Tuan Wahyudi memang luar biasa. Hanya dalam sehari, dia sudah
Baru satu hari saja sudah kalah? Bahkan jika pasrah dibantai pun tidak mungkin bisa kalah dalam satu hari. Apalagi, Wira mana ada pasukan sebanyak itu?"Jangan-jangan Wira punya pasukan rahasia? Kalau mau mengalahkan 30 ribu pasukan keluarga Juwanto dalam sehari, setidaknya dia harus punya 50 ribu pasukan! Mana mungkin dia punya pasukan sebanyak itu?" tanya Sigra buru-buru.Mendengarnya, Farrel menggelengkan kepalanya. "Wira tidak mungkin punya pasukan sebanyak itu. Menurutku, dia pasti meminjam kekuatan dari Monoma."Sigra mengangguk mendengar analisis Farrel. "Sepertinya memang begitu. Tapi, aku tetap nggak bisa percaya dia berhasil mengalahkan Prabu .... Orang ini pasti punya kemampuan yang luar biasa. Alangkah bagusnya kalau Keluarga Barus bisa mempekerjakannya!"Farrel hanya tersenyum. "Ayah tenang saja. Wira berteman baik denganku, kita nggak akan jadi musuhnya kelak!"Sigra menatap putrinya lekat-lekat sebelum berkata, "Masih belum cukup kalau hanya berteman baik. Lumayan juga k
Di tengah hutan belantara, Prabu membawa sisa pasukannya yang telah kalah, menelusuri jalan setapak untuk melarikan diri. Prabu menunggangi kudanya untuk memimpin jalan, sementara sekelompok bawahannya mengikuti dari belakang dengan cepat.Wakil jenderal Prabu yang berada di sampingnya, berkata dengan suara berat, "Tuan, bagaimana kita sekarang ini? Kita harus ke mana sekarang?"Wajah Prabu dipenuhi debu, dia tampak kotor dan sangat mengenaskan. Setelah melihat di sekeliling dan ragu cukup lama, dia baru memilih sebuah jalan. "Ke arah sini!"Para bawahan yang mengikutinya juga ikut menyusul. Wakil jenderal Prabu malah merasa ragu-ragu, lantas dia bertanya dengan suara pelan, "Tuan, kita sudah nggak ada jalan keluar lagi sekarang. Apa yang harus kita lakukan ...."Ekspresi Prabu tampak kecut saat mendengar ucapannya. Dengan ragu-ragu, dia baru berkata, "Mungkin sudah saatnya kita tunjukkan senjata pamungkas kita."Wakil jenderal itu langsung tertegun sejenak, dia berkata dengan gugup, "
Prabu melahap daging kelinci itu seakan-akan menganggapnya adalah Wira. Melihat Prabu yang akhirnya mau makan, wakil jenderal itu juga merasa gembira. Kemudian, dia sendiri juga mulai makan dengan lahap. Dalam beberapa hari ini, mereka selalu dalam suasana hati yang tegang. Setelah mulai rileks sejenak, wakil jenderal itu juga langsung memanfaatkan kesempatan ini untuk beristirahat dengan baik.Namun pada saat ini, Prabu tiba-tiba mendengar suara sayup-sayup dari kejauhan. Wajah Prabu tiba-tiba menjadi semakin serius. Dengan tatapan dingin, dia mulai memandang ke kejauhan. Sambil memantau suasana, dia memberi isyarat pada semua orang di belakangnya untuk tetap iam.Semua orang berdiri di samping Prabu dan melihat ke semak-semak di kejauhan dengan waspada. Mereka terus merasa ada sesuatu yang bersembunyi di balik semak-semak itu. Dengan dahi yang bercucuran keringat dan napas terengah-engah, Prabu mengambil busur panahnya dan membidik ke arah semak belukar itu.Tiba-tiba, suara sayup-sa
Kresna telah mendengar tentang tindakan Senia sebelumnya. Senia telah berulang kali mencoba membunuh Wira secara diam-diam, tetapi setiap kali hasilnya selalu nihil. Bahkan, semua usahanya berakhir dengan kegagalan total.Senia bahkan hampir mengorbankan putranya sendiri dalam proses itu. Jika Senia sendiri tidak mampu melakukannya, bagaimana mungkin dia mengharapkan dirinya dan Ararya untuk membunuh Wira?Atau mungkin ... Senia sebenarnya berniat membunuh dirinya dan Ararya? Hanya saja, dia berencana menggunakan tangan Wira untuk melakukannya?Kresna tak kuasa merinding. Di satu sisi ada serigala, di sisi lain ada harimau. Dia merasa seperti orang yang berdiri di jembatan rapuh, tidak tahu harus melangkah ke mana dan tidak berani bergerak sembarangan.Apa pun keputusan yang diambilnya, itu bisa membawa kehancuran pada dirinya sendiri dan tidak ada jalan kembali. Menyesal pun tidak akan ada gunanya!Setelah hal ini disampaikan kepada Ararya, Ararya pasti juga akan secemas dirinya."Dar
"Pergilah," ujar Senia sambil memijat pelipisnya dengan lembut. "Aku tunggu kabar darimu."Pada sore harinya, Dahlan tiba di kediaman Kresna. Saat ini, dia sedang duduk di aula utama kediaman Kresna.Meskipun Dahlan selalu terlihat tunduk dan penuh hormat karena takut pada ibunya, di sini dia justru menunjukkan sikap yang sangat berbeda, penuh wibawa dan angkuh.Dahlan duduk di kursi utama sambil meminum teh dengan tenang, menunggu Kresna yang tak kunjung datang."Raja Kresna, kamu membuatku menunggu begitu lama. Sepertinya kamu nggak menghormatiku," sindir Dahlan.Kresna buru-buru mengangkat tangannya sebagai tanda memohon maaf. "Pangeran, kenapa bicara begitu? Aku baru saja dapat kabar tentang kedatanganmu dan langsung datang secepat mungkin. Kalau kamu tersinggung, mohon maafkan aku."Dahlan mendengus dingin, lalu meletakkan cangkir tehnya. Tatapannya langsung beralih ke orang-orang yang berada di aula.Kresna segera mengerti maksudnya dan memerintahkan semua orang untuk pergi. Tida
Menangkap pemimpin untuk menghancurkan pasukan! Ini adalah cara terbaik!Sebenarnya mereka sudah mencoba membunuh Wira beberapa kali sebelumnya, tetapi hasilnya selalu mengecewakan. Namun, kali ini berbeda.Senia telah memutuskan untuk tidak menyembunyikan niatnya lagi. Dengan demikian, dia bisa bertindak lebih bebas tanpa ragu.Ini adalah kesempatan sempurna untuk menyerang Wira secara langsung dan terbuka. Jika berhasil menyingkirkan Wira, itu akan menjadi hasil terbaik. Namun, jika tidak, paling-paling mereka akan memutuskan hubungan mereka. Hasil ini tidak akan berdampak pada apa pun.Dahlan tiba-tiba berkata, "Tapi, saat ini kita nggak punya orang yang cukup kuat untuk melakukannya. Bahkan, kita hampir kehabisan ahli di pihak kita. Setahuku, Wira membawa beberapa ahli di sisinya.""Kalau kita mengirim orang sekarang, bukankah hanya akan mengorbankan mereka tanpa hasil?"Bahkan, Panji tidak mendapatkan hasil yang memuaskan dan akhirnya kehilangan nyawanya. Dahlan tidak kepikiran si
"Benar!"Di hadapan ibunya, Dahlan tidak perlu menyembunyikan apa pun. Dia langsung mengangguk dengan tegas. Kekhawatirannya memang terletak pada Kresna dan Ararya.Kedua orang ini memegang kekuasaan militer. Meskipun kekuatan mereka telah dibatasi oleh Senia selama bertahun-tahun, mereka tetap tak terkalahkan hingga sekarang.Di wilayah mereka, mereka seperti raja kecil, memerintah wilayah sendiri. Hal ini jelas adalah ancaman bagi kekuasaan Senia.Dulu, Senia tidak terlalu memedulikan mereka karena dia memiliki Panji di sisinya. Panji bahkan mampu menciptakan makhluk beracun yang menakutkan. Sekalipun di medan perang, makhluk beracun tetap bisa membuat posisi mereka unggul.Namun, dengan kematian Panji, Senia kehilangan sosok yang bisa diandalkan. Inilah yang paling dikhawatirkan Dahlan.Jika mereka memutuskan untuk memulai perang dengan Wira saat ini, lalu Raja Kresna serta Raja Ararya menyerang dari belakang, itu akan menjadi krisis besar. Hasil akhirnya bisa dipastikan akan sangat
Meskipun Dahlan sangat membenci Wira dan ingin membunuhnya, dia tetap mempertimbangkan untung rugi dengan baik.Menyatakan perang terhadap Wira memang mudah. Namun setelah itu, akan ada banyak reaksi berantai yang harus dihadapi.Jika semua reaksi berantai itu tidak dipertimbangkan dengan matang, di masa depan hal ini bisa membawa masalah yang tidak perlu bagi mereka. Inilah poin paling sulit.Sudut bibir Senia agak berkedut. Dia melangkah ke depan Dahlan, mencengkeram kerah bajunya dengan erat. Jika tatapan mata bisa membunuh, Dahlan pasti sudah mati berkali-kali.Tatapan yang begitu menakutkan, seperti dua pedang tajam yang siap menusuk. Tidak ada yang berani menatapnya langsung."Ibu, kenapa?" Dalam pandangan Dahlan, Senia selalu tampak bijaksana. Jika tidak, mustahil bagi seorang wanita bisa mencapai posisi seperti ini, bahkan menjadi sosok yang berada di atas semua orang.Pencapaiannya sudah cukup untuk membuat semua wanita di dunia ini merasa bangga. Lagi pula, wanita yang menjad
Keesokan pagi, Wira dan rombongannya berangkat. Osman memimpin para pejabat untuk mengantar kepergian mereka. Terlihat jelas bahwa Osman sangat menghormati Wira.Selain itu, seluruh rakyat turut mengantar saat tahu Wira akan pergi. Harus diakui bahwa Wira sangat dicintai oleh rakyat.Bukan hanya di Provinsi Yonggu dan Provinsi Lowala, bahkan di wilayah lain pun Wira sangat dihormati. Bagaimanapun, pengorbanan Wira memang tidak kecil. Namun, semuanya membuahkan hasil yang sepadan.Saat Wira dalam perjalanan kembali ke Provinsi Yonggu, situasi di Kerajaan Agrel kurang baik.Saat ini, Senia duduk di singgasananya dengan wajah suram. "Apa kabar ini benar?"Senia baru mendapat kabar bahwa semua orang yang diutusnya ke wilayah barat tewas. Bahkan, Panji juga tidak bisa kembali lagi. Padahal, Panji adalah kartu trufnya yang terpenting.Karena ucapan Panji, Senia baru bersedia mengeluarkan 5 miliar gabak untuk berdamai dengan Wira. Jika tidak, dia lebih memilih untuk mengorbankan putranya dari
Di wilayah dua provinsi yang damai tanpa konflik ataupun perang, tentu tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Namun anehnya, meskipun bisa tinggal di rumah besar di luar, ada yang memilih rumah sederhana di Dusun Darmadi. Hal ini memang sulit dimengerti. Mungkin, Dusun Darmadi memberikan rasa aman bagi Ramath."Hasil terbesar yang kami capai dalam perjalanan kali ini adalah membunuh Jaran. Selain itu, Caraka yang selalu mengikuti Senia, juga tewas di tangan kami. Dengan kematian mereka berdua, kekuatan Senia jelas berkurang banyak," ucap Wira dengan puas.Ini adalah pencapaian terbesar dari perjalanan kali ini, wajar jika Wira merasa senang.Para hadirin di sekitar mengangguk setuju. Mereka juga tidak menyukai orang-orang dari Kerajaan Agrel. Ketika perang besar empat kelompok terjadi, Kerajaan Agrel adalah pihak yang menekan mereka paling keras.Meskipun sekarang situasi sudah damai, orang-orang dari Kerajaan Nuala tetap menyimpan dendam dan menjaga jarak dengan Kerajaan Agrel. Konfl
"Tuan Wira, kamu sangat senang dengan kesembuhan Lucy sampai melupakan temanmu ini. Aku ini raja lho. Aku sampai datang ke gerbang kota untuk menyambutmu. Setidaknya, kamu harus menjaga harga diriku sedikit.""Kalau terus membuatku berdiri di sini, apa yang akan dikatakan para menteriku nanti? Kelak gimana aku bisa mempertahankan wibawaku di depan mereka?"Osman berkata sambil tertawa. Jelas, itu hanya candaan tanpa maksud serius. Dia tidak mungkin benar-benar menyimpan dendam terhadap Wira.Wira tersenyum sambil menggeleng. Pemuda ini memang nakal. Para menteri yang hadir pun ikut tersenyum."Sudah, sudah, sejak kapan kamu jadi orang yang suka cemburu? Sekarang kamu seorang raja. Kamu seharusnya bicara yang bijak. Kalau nggak, kelak kamu benaran sulit mempertahankan takhtamu!" Wira ikut bercanda.Di tengah tawa dan obrolan santai, Wira dan rombongan memasuki ibu kota. Karena sebelumnya sudah mengetahui kepulangan Wira, Osman telah menyiapkan perjamuan.Ketika Wira tiba bersama rombong
Bisa dikatakan, hampir tidak ada pemimpin seperti Wira di dunia ini."Semuanya sudah beres. Raja kami mengikuti saran darimu dan mengeluarkan banyak dana untuk bantuan bencana. Sekarang keadaan sudah stabil dan rakyat sudah tenang. Kami benar-benar berterima kasih kepadamu."Sambil tersenyum, Trenggi meneruskan, "Kalau bukan karena saranmu, mungkin Kerajaan Nuala sudah jatuh dalam kekacauan sekarang ...."Ketika membahas hal ini, Trenggi tidak bisa menahan diri untuk menggeleng. Seperti yang Wira perkirakan sebelumnya, karena tidak ada bantuan bencana, banyak rakyat menderita dan masalah terus bermunculan.Ketika rakyat tidak bisa makan, mereka tentu bisa melakukan apa saja. Untungnya, bantuan segera diberikan sehingga masalah teratasi dan tidak terjadi kekacauan yang lebih besar.Namun, pada awalnya Osman tidak berniat menggunakan kas kerajaan untuk menghemat uang. Meskipun ingin membantu rakyat, dia tidak berani mengambil risiko itu demi melindungi dirinya sendiri.Bagaimanapun, jika