"Bagaimana kalau aku menyerang kalian saat pertarungan sedang sengit? Bagaimana kalau aku baru turun tangan setelah Kerajaan Monoma kehilangan 20.000 atau 30.000 pasukan? Kalau seperti itu, kalian bukan hanya akan gagal menguasai Provinsi Suntra, tapi juga kehilangan kekuatan tempur, 'kan?""Jadi, para tentara yang selamat itu adalah keuntungan yang kuberikan kepadamu, juga keuntungan yang bisa kuberikan dari kerja sama ini," jelas Wira seraya tersenyum.Hanya saja, Taufik yang mendengarnya merasa sangat geram, bahkan tidak bisa membantah karena semua ini memang fakta.Jika Taufik yang berada di posisi Wira, dia pasti akan mengambil tindakan setelah kedua belah pihak menderita kerugian besar hingga kehilangan kekuatan tempur.Namun, Wira tidak berbuat seperti itu. Dia juga tidak memanfaatkan pasukan Taufik dan berinisiatif untuk melepaskan mereka."Wira, kamu benar-benar licik. Kamu mengembalikan tentaraku sebagai hadiah untukku. Sepertinya, hanya kamu yang bisa melakukan hal seperti i
Setelah Taufik pergi, Farrel tiba di depan markas Yudha. Yudha sedang berada di tenda komandan dan memikirkan cara untuk menerobos pertahanan musuh. Tiba-tiba, seorang tentara datang untuk melapor, "Jenderal, ada yang ingin menemuimu. Katanya dari Keluarga Barus."Yudha tertegun sebelum membalas, "Keluarga Barus, ya? Hehe, suruh dia masuk."Tanpa perlu dipikirkan, Yudha sudah tahu siapa orang yang datang. Tentu saja Farrel! Bagaimanapun, wanita ini sangat ambisius. Selain Farrel, tidak ada lagi orang yang akan mencarinya untuk membahas cara menerobos pertahanan musuh.Tentara itu mengangguk, lalu bergegas keluar. Tidak berselang lama, Farrel masuk sembari menyapa dengan tersenyum, "Yudha, lama nggak ketemu."Yudha meliriknya sekilas, lalu ikut tersenyum dan berkata, "Duduklah." Kemudian, dia menyeduh teh dan menuangkannya untuk Farrel, juga menyuruh para bawahannya untuk keluar.Farrel menatap Yudha sambil berucap, "Saat kita bertemu waktu itu, kamu jelas-jelas terlihat begitu lemas da
Yudha tahu Farrel masih sedang mengujinya. Wanita ini memang sangat licik sehingga dia harus menanggapi dengan hati-hati."Ya, mungkin akan seperti itu. Sayangnya, aku nggak tertarik dengan hal-hal seperti ini," ujar Yudha.Farrel pun merasa bingung mendengarnya. Dia bertanya, "Yudha, apa maksudmu?"Barusan pria ini bilang ingin menjadi pejabat paling berkuasa di Kerajaan Nuala, tetapi sekarang bilang tidak tertarik?Yudha langsung menjelaskan, "Kamu seharusnya tahu kondisiku. Raja Bakir telah wafat, tugasku yang sekarang hanya menjamin keluargaku hidup dengan tenang. Jadi, aku nggak tertarik dengan hal lain.""Jujur, aku memimpin pasukan untuk menyingkirkan Keluarga Juwanto hanya karena wasiat ayahku. Ayahku nggak ingin melihat Kerajaan Nuala hancur. Karena aku masih mampu, aku tentu nggak bisa diam begitu saja. Tapi, setelah masalah ini berakhir, aku lebih memilih untuk berdiam di rumah," jelas Yudha.Tebersit kesedihan pada sorot mata Yudha saat berbicara. Dia telah berjanji pada Ra
Farrel memperhatikan perubahan ekspresi Yudha. Sesudah termangu sesaat, dia segera bertanya, "Apa isi surat itu?"Yudha meletakkan surat itu, lalu tersenyum sambil menjawab, "Aku sudah punya cara supaya Kumar menyerah!"Farrel terkejut mendengarnya. Dia buru-buru bertanya lagi, "Cara apa?""Kamu sudah tahu tentang kejadian di Provinsi Suntra, 'kan?" tanya Yudha balik.Farrel sontak tercengang. Dia langsung memahami maksud Yudha. "Maksudmu Wira? Jangan-jangan Prabu sudah kalah?"Farrel memercayai kehebatan Wira, tetapi baru satu hari berlalu. Sulit untuk dipercaya jika Wira telah berhasil mengalahkan Prabu!Bagaimanapun, Farrel tahu seberapa hebatnya Keluarga Juwanto. Meskipun Prabu hanya membawa 30.000 tentara, kekuatan mereka sudah cukup untuk mengalahkan 60.000 tentara!Lantas, masa Wira sudah berhasil mengalahkan mereka dalam satu hari? Dari mana dia mendapatkan pasukan sebanyak itu?Yudha mengangguk sambil menjelaskan, "Tuan Wahyudi memang luar biasa. Hanya dalam sehari, dia sudah
Baru satu hari saja sudah kalah? Bahkan jika pasrah dibantai pun tidak mungkin bisa kalah dalam satu hari. Apalagi, Wira mana ada pasukan sebanyak itu?"Jangan-jangan Wira punya pasukan rahasia? Kalau mau mengalahkan 30 ribu pasukan keluarga Juwanto dalam sehari, setidaknya dia harus punya 50 ribu pasukan! Mana mungkin dia punya pasukan sebanyak itu?" tanya Sigra buru-buru.Mendengarnya, Farrel menggelengkan kepalanya. "Wira tidak mungkin punya pasukan sebanyak itu. Menurutku, dia pasti meminjam kekuatan dari Monoma."Sigra mengangguk mendengar analisis Farrel. "Sepertinya memang begitu. Tapi, aku tetap nggak bisa percaya dia berhasil mengalahkan Prabu .... Orang ini pasti punya kemampuan yang luar biasa. Alangkah bagusnya kalau Keluarga Barus bisa mempekerjakannya!"Farrel hanya tersenyum. "Ayah tenang saja. Wira berteman baik denganku, kita nggak akan jadi musuhnya kelak!"Sigra menatap putrinya lekat-lekat sebelum berkata, "Masih belum cukup kalau hanya berteman baik. Lumayan juga k
Di tengah hutan belantara, Prabu membawa sisa pasukannya yang telah kalah, menelusuri jalan setapak untuk melarikan diri. Prabu menunggangi kudanya untuk memimpin jalan, sementara sekelompok bawahannya mengikuti dari belakang dengan cepat.Wakil jenderal Prabu yang berada di sampingnya, berkata dengan suara berat, "Tuan, bagaimana kita sekarang ini? Kita harus ke mana sekarang?"Wajah Prabu dipenuhi debu, dia tampak kotor dan sangat mengenaskan. Setelah melihat di sekeliling dan ragu cukup lama, dia baru memilih sebuah jalan. "Ke arah sini!"Para bawahan yang mengikutinya juga ikut menyusul. Wakil jenderal Prabu malah merasa ragu-ragu, lantas dia bertanya dengan suara pelan, "Tuan, kita sudah nggak ada jalan keluar lagi sekarang. Apa yang harus kita lakukan ...."Ekspresi Prabu tampak kecut saat mendengar ucapannya. Dengan ragu-ragu, dia baru berkata, "Mungkin sudah saatnya kita tunjukkan senjata pamungkas kita."Wakil jenderal itu langsung tertegun sejenak, dia berkata dengan gugup, "
Prabu melahap daging kelinci itu seakan-akan menganggapnya adalah Wira. Melihat Prabu yang akhirnya mau makan, wakil jenderal itu juga merasa gembira. Kemudian, dia sendiri juga mulai makan dengan lahap. Dalam beberapa hari ini, mereka selalu dalam suasana hati yang tegang. Setelah mulai rileks sejenak, wakil jenderal itu juga langsung memanfaatkan kesempatan ini untuk beristirahat dengan baik.Namun pada saat ini, Prabu tiba-tiba mendengar suara sayup-sayup dari kejauhan. Wajah Prabu tiba-tiba menjadi semakin serius. Dengan tatapan dingin, dia mulai memandang ke kejauhan. Sambil memantau suasana, dia memberi isyarat pada semua orang di belakangnya untuk tetap iam.Semua orang berdiri di samping Prabu dan melihat ke semak-semak di kejauhan dengan waspada. Mereka terus merasa ada sesuatu yang bersembunyi di balik semak-semak itu. Dengan dahi yang bercucuran keringat dan napas terengah-engah, Prabu mengambil busur panahnya dan membidik ke arah semak belukar itu.Tiba-tiba, suara sayup-sa
Begitu mendengar perintah Yudha, para pemanah itu pun mengambil posisi. Seketika, anak panah yang tak terhitung jumlahnya ditembakkan ke arah Prabu. Prabu tercengang melihat adegan itu. Dia hanya bisa berusaha untuk menghindari anak panah itu. Seribu orang pasukannya baru saja lolos dari perang besar dan sudah berjalan seharian. Kini malah masih harus menghadapi serangan Yudha, ini benar-benar sulit dihadapi!Prabu sangat sakit hati melihat banyak sekali pasukannya yang gugur saat ini. Dia hendak melarikan diri, tetapi juga kesulitan karena dikepung oleh 10 ribu pasukan. Sama sekali tidak ada celah baginya untuk kabur.Melihat hal ini, Yudha kembali melambaikan tangannya untuk memerintahkan pasukannya menyerang. Pembantaian secara sepihak ini membuat pasukan Yudha berguguran. Hanya dalam waktu 10 menit, pasukan yang tersisa tinggal belasan orang. Yudha menginstruksikan bawahannya untuk mengepung mereka."Prabu, menyerahlah. Kalian nggak akan bisa kabur lagi."Prabu sama sekali tidak bi
Mendengar itu, Enji mengangguk pelan. Setelah beberapa saat, dia menatap mereka dan tertawa. "Sebelumnya aku memang nggak terpikirkan. Kalau berita ini benar, ini adalah kabar baik."Desa Riwut terletak cukup dekat dengan Pulau Hulu. Jadi, bagi Enji, jika Wira benar-benar membawa orang untuk merebut Pulau Hulu, segalanya akan jauh lebih mudah.Memikirkan hal ini, dia mengernyit dan bertanya, "Baiklah. Kalau begitu, jangan terburu-buru. Ini adalah urusan besar. Setidaknya biarkan kami menyelidikinya terlebih dahulu, 'kan?"Mendengar itu, Adjie tersenyum tipis. Setelah beberapa saat, dia mengangguk dan berujar, "Tentu saja bisa, tapi kita harus bergerak cepat. Kalau sampai melewatkan kesempatan ini, semua akan sia-sia.""Paham! Paham!" Adjie memberi hormat dengan mengepalkan tangan, lalu berbalik dan pergi.Setelah Adjie pergi, Enji dan Guntur berpandangan. Enji berkata, "Sebelumnya aku nggak terlalu memikirkan ini, tapi sekarang aku merasa ini memang peluang yang nyata. Yang paling pent
Mendengar ucapan itu, keduanya sontak termangu. Adjie ini benar-benar berani, sampai berniat merebut Pulau Hulu pada saat seperti ini!Setelah beberapa saat, Enji dan Guntur berpandangan. Meskipun mereka ingin bergabung dengan Wira, kesetiaan mereka masih dipertanyakan.Alasan utama mereka ingin bergabung adalah karena melihat kemungkinan besar pasukan utara akan dihancurkan oleh Wira. Makanya, mereka ingin mengambil kesempatan untuk membelot.Namun, jika harus benar-benar berperang dan merebut Pulau Hulu sebagai hadiah untuk Wira, mereka masih ragu.Setelah berpikir beberapa saat, Enji mengernyit dan berkata, "Adjie, kami harus mempertimbangkan ini dengan matang. Ini bukan perkara kecil. Memang kami merasa ini kesempatan bagus, tapi kita nggak boleh gegabah."Mendengar itu, Adjie terdiam sejenak. Sesaat kemudian, dia tersenyum sambil mengejek, "Jangan-jangan kamu takut?"Mendengar dirinya diragukan, ekspresi Enji langsung berubah. Memang ada sedikit ketakutan dalam hatinya, tetapi dia
Setelah berpikir sejenak, mereka yakin Adjie memang berasal dari selatan. Sebagian besar pengungsi saat ini juga berasal dari selatan, jadi masuk akal jika dia mengetahui banyak hal.Menyadari hal ini, Enji melambaikan tangan dan bertanya, "Adjie, apa yang sebenarnya terjadi di selatan? Apa kamu tahu?"Adjie maju, memberi hormat dengan tangan terkatup, lalu menyahut, "Sebenarnya aku nggak tahu terlalu banyak. Aku cuma dengar Tuan Wira tampaknya muncul di selatan dan berencana untuk melakukan serangan balasan. Tapi, itu cuma desas-desus.""Apa? Tuan Wira benar-benar sudah datang?" Guntur terkejut, menoleh ke arah Enji. Jelas, mereka mengetahui sesuatu.Melihat reaksi mereka, Adjie sedikit terkejut. Perkembangan situasi ini tampaknya di luar dugaannya. Jangan-jangan ada sesuatu yang bahkan dia sendiri enggan untuk membicarakannya?Sesaat kemudian, Enji berkata dengan penuh semangat, "Bagus kalau itu benar! Semua orang tahu Tuan Wira adalah orang yang sangat setia dan berprinsip. Kalau ki
Mendengar ini, Adjie berpura-pura bodoh dan bertanya dengan ekspresi terkejut, "Apa maksudmu? Sekarat gimana? Jangan bilang dia sudah mati?"Guntur menghela napas. Sepertinya menjelaskan semuanya sekarang akan terlalu panjang, jadi dia hanya menyahut dengan suara rendah, "Sepertinya kamu belum tahu, Zaki mengalami kekalahan besar beberapa waktu lalu dan sekarang mundur ke Pulau Hulu dalam kondisi sekarat. Kalau kita menyerangnya sekarang, bukankah ini akan menjadi kemenangan yang mudah?"Adjie berpura-pura terkejut, menatap Guntur dengan ekspresi penuh kebingungan. Setelah beberapa saat, seolah-olah menyadari sesuatu, dia berujar, "Kalau memang begitu, bisa jadi ini kesempatan bagus. Tapi, aku pernah dengar kalau Zaki sangat kuat."Tak disangka, Guntur malah tertawa dan menimpali, "Kenapa kalau kuat? Kak, kamu mungkin belum tahu, wilayah utara ini dulunya adalah daerah kekuasaan Bobby."Mendengar nama Bobby disebut, Adjie sebenarnya ingin mencari tahu lebih banyak tentang keadaannya sa
Melihat situasi ini, Adjie langsung berseru. Guntur pun termangu, tetapi dia langsung memahami maksud Adjie. Jelas, ini adalah cara untuk menunjukkan statusnya.Mau tak mau, Guntur memaksakan senyuman dan menyapa, "Hehe, Kak Adjie? Mau ke mana?"Adjie melambaikan tangan dan menoleh menatap Tora dan Bajra. Dengan nada tenang, dia berkata, "Kalian berdua pergi dulu, ini bukan urusan kalian. Guntur, temani aku jalan-jalan."Guntur tertegun sesaat. Sebenarnya, dia tidak terlalu ingin mengikuti Adjie. Kemarin, cara Adjie bersikap benar-benar membuatnya merasa tertekan. Namun, melihat wajah Adjie yang tegas, Guntur hanya bisa menghela napas dan mengikutinya keluar.Begitu mereka tiba di tempat yang lebih sepi, Adjie bertanya dengan pelan, "Jadi, aku dengar kamu punya hubungan yang cukup baik dengan Kunaf? Apa itu benar?"Guntur tertegun lagi. Reaksi pertamanya adalah mengira Adjie mendengar percakapan mereka kemarin.Namun, setelah beberapa saat, Adjie melanjutkan dengan suara ringan, "Saat
Mendengar kata-kata Enji, Guntur tersenyum tipis. Setelah beberapa saat, dia berkata, "Boleh dicoba. Tapi, saat ini yang paling penting adalah memastikan agar dia nggak tahu rencana ini. Selebihnya, kita bisa merencanakan dengan matang."Enji mengangguk serius. Setelah memastikan semuanya, dia berujar, "Baiklah. Kalau begitu, besok aku akan mengurus hal ini. Kamu rahasiakan dulu, besok kita buat keputusan akhir.""Baik!" Guntur tersenyum mendengarnya. Menurutnya, jika semua berjalan sesuai rencana, ini adalah kesempatan bagus. Yang harus dipastikan pertama adalah kekuatan mereka saat ini. Begitu waktunya tiba besok, dia bisa langsung menyingkirkan Adjie.Di luar, Adjie yang mendengar percakapan itu ikut tersenyum. Setelah beberapa saat, melihat Guntur hendak keluar, dia segera berdiri dan pergi lebih dulu.....Keesokan harinya, Adjie sudah lebih dulu tiba di aula utama Desa Riwut. Dalam perjalanannya, banyak orang menyapanya dengan ramah. Jelas, mereka benar-benar menganggap Adjie seb
Mendengar hal itu, Guntur tertegun sejenak, agak bingung dengan perkataan Enji. Beberapa saat kemudian, Enji berkata, "Hehe, tak disangka kita mendapatkan harta kali ini. Bukankah saudara yang kamu sebut sebelumnya juga bekerja di pasukan utara?"Guntur tersenyum tipis mendengar itu. Setelah beberapa saat, dia perlahan menyahut, "Jangan dibahas lagi. Aku sudah lama nggak bisa menghubunginya. Entah apa yang terjadi. Terakhir kali pasukan utara berencana menuju perbatasan kota, tapi mereka dijebak. Sekarang mereka semua mundur ke daerah Pulau Hulu."Enji mengangguk. Dalam hatinya, dia mulai menebak identitas Adjie. Setelah beberapa saat, seolah-olah terpikirkan sesuatu, dia berkata pelan, "Apa kamu memperhatikannya? Kemampuan Adjie cukup luar biasa. Aku sampai merasa dia mungkin pernah menjadi tentara."Enji mengangguk lagi, merasa semakin yakin. Tidak berselang lama, Guntur yang berdiri di samping tiba-tiba juga mengangguk seperti teringat sesuatu.Dia mendongak menatap Enji dan berkata
Melihat pemandangan itu, Enji tersenyum dan berkata, "Sebelumnya aku masih nggak yakin. Tapi, dilihat dari situasi sekarang, kamu memang bisa diandalkan. Semuanya, cepat beri hormat pada Kak Adjie kalian ini"Adjie juga terkejut saat mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka orang-orang ini begitu sopan sampai memberi hormat padanya.Melihat ekspresi Adjie yang terlihat canggung, Enji tertawa dan berkata, "Hehe. Kamu nggak perlu gugup, ini memang tradisi di tempat kita. Lagi pula, ini juga penting untukmu."Mendengar perkataan itu, semua orang menganggukkan kepala. Bagi mereka, ini memang hal yang wajar dan harus dilakukan.Guntur juga segera bangkit dan berkata, "Semuanya, jangan basa-basi lagi. Cepat maju dan bersujud pada Kak Adjie."Mengingat adegan sebelumnya di mana Adjie membunuh orang dengan begitu tegas, Guntur benar-benar merasa trauma. Dia merasa dirinya sudah cukup kejam, ternyata Adjie malah lebih kejam lagi.Beberapa saat kemudian, Adjie akhirnya berkata, "
Mendengar perkataan itu, semua orang tertegun sejenak. Mereka benar-benar tidak tahu masalah apa yang dimaksud Enji.Pada saat itu, Guntur yang duduk di bawah berkata, "Bos, langsung katakan saja."Melihat Guntur berkata seperti itu, Enji tersenyum. Dia menunjuk ke arah Adjie dan berkata sambil tersenyum, "Semuanya, mulai sekarang Adjie ini akan menjadi wakil pertama kita. Jadi, kalau kelak kalian bertemu dengannya, jangan lupa memberi hormat."Begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang duduk di bawah langsung mulai berdiskusi. Mereka benar-benar tidak menyangka Adjie akan menjadi wakil pertama.Namun, dua anak buah yang sebelumnya membawa Adjie ke sini, saling memandang dengan ekspresi gembira. Menurut mereka, kesempatan mereka akhirnya datang juga. Saat ini, mereka berada di posisi terbawah di Desa Riwut ini. Oleh karena itu, mereka merasa sangat senang karena merasa mulai sekarang kehidupan mereka akan menjadi lebih baik.Pada saat itu, salah seorang di antara kerumunan tiba-t