Rasanya, udara pagi ini sejuk sekali di Kota Hamburg.
“Oppa, Eomma, aku kangen sama kalian berdua. Ingin rasanya balik ke Korea, tapi aku masih banyak kerjaan yang harus dikerjakan,” gumam Alena.
Ya, sekarang, Alena sedang berada di taman yang ada di kantor. Karena Alena datang ke tempat kerja terlalu pagi, jadi ia memutuskan untuk ke taman terlebih dahulu.
Suasana yang begitu hening di taman dan udara pagi yang masih begitu segar, membuat Alena merasa tenang dan bisa melupakan sejenak yang ada di pikirannya.
Tanpa Alena sadari, dari tadi ada sosok pria yang memperhatikannya dari jauh. Siapa lagi kalau bukan Devin. Ya, hari ini adalah hari pertama Devin masuk kantor, walaupun Devin sudah diangkat jadi CEO beberapa hari yang lalu.
Saat pertama Devin menginjakkan kakinya di depan kantor, ia melihat perempuan yang sama persis seperti perempuan yang telah ia ambil mahkota berharganya lalu Devin mengikutinya. Devin mendengar semua apa yang dikatakan oleh Alena dan entah kenapa ia sangat senang bisa bertemu dengan perempuan itu.
Kemudian, Devin berjalan masuk untuk menuju ruangannya. Di ruangannya, Devin duduk di kursi kebesarannya lalu ia mengeluarkan HP-nya dari saku dan menelepon Evan.
Kini, Alena sedang berada di ruangannya. Ia sedang sibuk dengan pekerjaan, sampai-sampai ia tak menyadari jika Aneta masuk ke ruangannya.
“Sibuk aja terus,” ucap Aneta mengagetkan Alena yang sedang fokus.
“Neta! Kebiasaan, deh, masuk nggak ketuk pintu dulu,” ucap Alena yang masih fokus pada komputernya.
“Hehehe! Sorry,sorry. Ale, kamu tahu, nggak? Katanya hari ini, CEO baru kita datang ke kantor, lho,” ucap Aneta yang duduk di depan Alena
“Serius, Ta? Berarti, Pak Abraham udah nggak jadi CEO lagi,” ucap Alena menghentikan tangannya yang sedang mengetik.
“Ya, seriuslah, Ale. Katanya, sih, anaknya yang pertama yang gantiin kalau nggak salah ... namanya Pak Devin Abraham,” ucap Aneta.
“Devin?” gumam Alena sambil mengingat-ingat nama itu. Kayaknya tidak asing di telinganya.
“Iya. Ale, kamu kenapa? Kamu kenal sama Pak Devin?” tanya Aneta yang melihat Alena melamun seperti memikirkan sesuatu.
“Hah! Neta! Bisa, nggak, sih, kalau nggak ngagetin orang?” Alena kesal.
“Iya, lagian kamu ngelamun,” kata Aneta.
“Nggak, kok. Ya, udah, kamu balik ke ruanganmu sana,” ucap Alena melanjutkan kerjanya, jari-jarinya mulai mengetik.
“Ngusir, nih, ceritanya? Oh, iya. Ale, habis ini, jangan lupa ke ruang meeting karena CEO mau tahu semua karyawan yang kerja di sini,” ucap Aneta.
“Iya, Neta,” ucap Alena.
Aneta pun berjalan keluar, ruangan meninggalkan Alena.
**
Setelah jam makan usai, semua karyawan pergi ke ruang meeting. Di sana, sudah ada Alena dan Aneta. Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka dan menampakkan sosok laki-laki yang begitu tegas dengan rahang kokoh, tatapannya begitu dingin.
Jangan di tanya, semua karyawan wanita menatapnya tanpa berkedip karena sangat kagum dengan ketampanan bosnya.
“Hemm! Selamat siang, semuanya,” ucap Devin lalu duduk.
“Siang, Pak,” ucap semua karyawan lalu membungkuk dan mereka pun duduk.
“Perkenalkan, saya ... Devin Abraham, CEO baru yang menggantikan Papa saya. Di sini, saya mengumpulkan kalian semua hanya ingin tahu bagian kalian di divisi mana saja. Saya mohon juga kerja samanya dan saya mau di bawah pimpinan saya, semua karyawan harus disiplin,” ucap Devin. Devin menjelaskan panjang lebar kepada seluruh karyawan dengan sangat detail.
“Cukup sampai di sini dulu dan kalian boleh keluar,” ucap Devin.
Semua karyawan pun keluar ruangan dan di sini Alena keluar paling terakhir. Saat sudah sampai depan pintu, tiba-tiba namanya dipanggil.
“Alena Kinara Lee,” teriak Devin.
Alena pun menghentikan kakinya dan ia langsung menoleh ke belakang. “Bapak panggil saya?” tanya Alena kepada Devin.
“Iya, menurut kamu siapa lagi? Asisten pribadi saya juga nggak bakal mungkin panggil kamu. Evan kamu boleh keluar dulu,” ucap Devin.
Evan pun meninggalkan ruangan meeting. Di ruangan itu hanya ada Devin dan Alena. Devin pun berjalan ke arah pintu dan menguncinya.
“Ngapain Bapak kunci pintunya?” tanya Alena.
Devin pun berjalan mendekati Alena. Alena pun mundur sampai akhirnya membentur tembok. Devin mengurung tubuh Alena.
“Apakah kamu sudah lupa dengan saya? Dan, satu lagi ... apa kamu juga sudah lupa dengan percintaan panas kita di ranjang?” bisik Devin tepat di telinga Alena dan itu membuat gelayar aneh.
“M-maksud Bapak apa?” tanya Alena dengan terputus-putus karena gugup dan tidak nyaman dengan posisi sekarang ini.
“Kamu benar-benar lupa. Kalau begitu, gimana kalau kita ulangi lagi di ruangan ini?” tanya Devin sambil tersenyum nakal.
“Jangan, Pak!” ucap Alena sambil tangannya mendorong dada bidang milik Devin.
“Kenapa? Bukannya sangat menyenangkan,” ucap Devin.
“Stop, Pak!” ucap Alena.
Alena mendorong Devin agar menjauh darinya. “Saya permisi dulu, Pak. Saya mau balik ke ruangan saya,” ucap Alena. Alena membuka kunci pintunya dan meninggalkan Devin sendirian di ruangan itu.
Devin tersenyum. “Alena, kau sangat membuatku penasaran. Aku tidak akan menyerah begitu saja. Pasti kau bisa menjadi milikku,” gumam Devin lalu keluar ruangan.
Alena tiba di ruangannya. Ia sedang duduk di kursinya dengan bersandar. Ia memejamkan matanya. Kenapa ia bisa bertemu dengan laki-laki brengsek itu? Lebih parahnya lagi, ia adalah atasannya di tempatnya bekerja.
Tokk! Tokk! Tokk!
“Masuk!” ucap Alena, pintu terbuka dan tampaklah Aneta.
“Neta, ada apa?” tanya Alena.
“Ini laporan keuangan bulan ini. Sudah gue selesaikan, tinggal lo tanda tangani. Oh, ya, lo tadi kenapa di ruangan meeting lama banget? Mana cuma berdua sama Bos lagi,” ucap Aneta sambil menyerahkan berkas-berkas.
“Kepo aja, deh, lo. Oh, ya, makasih karena lo tepat waktu ngasih berkas-berkasnya,” ucap Alena seraya menyengir.
“Heh ... tiap bulan, gue kasih laporan juga tepat waktu kali, Ale. Ale, tadi gue tanya beneran, lho. Ngapain aja lo sama Bos tadi di dalam ruangan meeting cuma berdua?” tanya Aneta yang masih penasaran.
“Tadi, Bos minta laporan keuangan kantor tahun lalu dan tahun ini,” ucap Alena dengan tenang.
“Hemmm, begitu. Ya, sudah, gue balik ruangan dulu, masih banyak kerjaan,” ucap Aneta dan keluar dari ruangan Alena.
Jam sudah menunjukkan waktu pulang kantor. Alena pun bersiap-siap untuk pulang. Belum sempat ia membuka pintu, sudah terlebih dahulu ada yang membuka pintu ruangan Alena. Alena sangat kaget dengan kedatangan Devin ke ruangannya.
“Bapak kenapa ke ruangan saya?” tanya Alena yang masih berdiri di depan Devin.
“Mau ngajak kamu pulang bareng,” ucap Devin santai sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
“Makasih, Pak. Tapi, saya bisa pulang sendiri,” tolak Alena.
“Aku tidak menerima penolakan,” ucap Devin lalu ia menyeret tangan Alena.
Ia membawa Alena keluar ruangan dan menuju ke basemen, di mana Devin memarkirkan mobilnya.
“Pak, lepasin tangan saya! Nanti, kalau ada yang lihat gimana?” tanya Alena sambil berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangan Devin.
“Memangnya kenapa?” tanya balik Devin.
Mereka berdua sudah berada di depan lift. Lift pun terbuka dan Devin langsung menarik Alena agar segera ke dalam.
Mereka pun sampai di apartemen Alena. Devin masih masih saja mengikuti Alena sampai ke dalam apartemen. Padahal Alena tidak menyuruhnya untuk mmampir Ya, dasarnya Devin saja. Devin langsung duduk di sofa sedangkan Alena meletakkan tasnya di meja.“Bapak mau minum apa?” tanya Alena.“Terserah! Satu lagi, jangan panggil aku pak kalau sudah di luar kantor. Panggil aku Devin!” suruh Devin memperingati Alena.“Baiklah, Pak ... eh, Devin. Kalau begitu, aku ambilin minuman,” ucap Alena lalu berjalan ke arah dapur.Alena kembali ke ruang tamu dengan membawa nampan yang berisi dua gelas jus jeruk dan camilan ringan. “Ini di minum. Maaf, cuma ada ini,” ucap Alena sambil mendudukkan bokongnya di sofa.“Nggak masalah! Ini lebih baik dari pada nggak dikasih sama sekali,” ucap Devin lalu langsung meminum jus jeruk itu sampai hab
Seperti biasa, pagi ini, Alena bersiap untuk pergi ke kantor. Saat ia mau mengambil tasnya yang berada di dalam kamar, tiba-tiba bunyi bel apartemen milik Alena berbunyi. Alena pun segera membukakan pintu. Betapa sangat terkejutnya Alena melihat Devin yang datang ke apartemennya sepagi ini.“Pagi, Sayang! Aku nggak disuruh masuk dulu ini?” tanya Devin yang dengan Pede-nya bilang seperti itu. Tanpa persetujuan Alena, Devin langsung masuk ke apartemen Alena. Ia mendudukkan bokongnya di sofa.“Buat apa kamu sepagi ini datang ke apartemenku?” tanya Alena dengan menampakkan muka kesalnya.“Ya, tentu saja menjemput kamu, Sayang. Tapi, ini masih pagi ... bagaimana kalau kita melakukan sesuatu terlebih dahulu?” tanya Devin dengan senyuman jahilnya.“Maksud kamu apa?” tanya Alena.“Masa kamu nggak tahu, Sayang. Kita, kan, pernah
Alena sampai di apartemen sekitar jam 10.00 malam. Ia langsung masuk ke kamar. Alena bergegas mandi karena ia sudah sangat lelah dan ingin segera cepat-cepat tidur sehabis membersihkan badan.Tak butuh waktu lama, Alena sudah selesai mandi. Ia keluar kamar mandi dengan menggunakan baju tidur, lalu ia ke meja rias untuk membersihkan mukanya dan memakai krim malam.Saat ia akan tidur, tiba-tiba bunyi bel apartemen membuatnya terganggu. Alena sangat kesal! Sudah jam berapa ini, kok, masih ada tamu saja. Apa tidak tahu kalau ini waktunya untuk tidur? Alena terpaksa membuka pintu dan ternyata yang datang, lagi-lagi bos tengilnya itu.Devin langsung masuk ke apartemen milik Alena tanpa menunggu pemiliknya menyuruh. Itu sangat menyebalkan! Ingin sekali Alena menendang bokong Devin dan membuatnya melayang sampai planet alien sana, tetapi itu tak akan pernah terjadi.Devin langsung dud
Hari ini, weekend. Rencananya, Alena ingin jalan-jalan mengajak Aneta pergi ke pusat perbelanjaan. Ingin rasanya Alena sekali-kali memanjakan dirinya dengan berbelanja banyak baju dan yang lainnya. Maklum, selama beberapa tahun ini, Alena harus irit, tidak boleh boros. Takutnya nanti, tiba-tiba ada kejadian yang tidak diinginkan dan memerlukan banyak uang.Mungkin karena mood Alena lagi bagus, jadi tidak apalah membelanjakan uangnya sedikit. Lagian, selama ini, ia juga sudah bekerja keras. Selain itu, ia juga sering mendapatkan bonus dari kantornya karena pekerjaannya sangat bagus.Alena bukan tipe wanita yang suka menghambur-hamburkan banyak uang dengan teman-temannya, meski ia anak orang kaya. Alena sangat bagus dalam menata keuangannya.Alena sudah bersiap-siap untuk ke rumah Aneta. Ia sengaja tidak memberi tahu Aneta terlebih dahulu karena Alena tahu Aneta pasti lagi tiduran kalau sedang libur. Bias
Devin menjemput Alena ke rumah orang tuanya karena tadi Devin sudah berpesan kepada mamanya agar membawa pulang Alena ke rumahnya terlebih dahulu kalau Devin belum datang menjemputnya.Kini, Alena sedang berada di ruang tamu bersama dengan Belinda. Sedangkan Stevani, mama Devin, masuk ke kamarnya untuk memasukkan barang belanjaannya tadi.“Kamu sudah kenal Devin berapa lama?” tanya Belinda. Ia memulai pembicaraan.“Belum lama. Kenapa memangnya?” tanya balik Alena.“Nggak apa-apa cuma tanya saja. Soalnya selama ini, aku nggak pernah lihat Devin sedekat itu dengan cewek, kecuali sama aku,” ucap Belinda.“Oh begitu. Memang kamu sahabatnya dari kecil? Kok, bisa, sih, kenal Devin, cowok nyebelin yang suka seenaknya saja,” ucap Alena.“Iya, dulu Devin sering tolongin aku, saat aku digangguin sama anak cowok di s
Sekitar pukul 10.00 pagi, Alena terbangun dari tidurnya. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia melihat suasana di kamarnya, tetapi berbeda. Ini bukan kamar apartemennya. Akan tetapi, ini di mana? Alena merasa bingung.Saat Alena menoleh ke samping, ada Devin yang masih tertidur dengan bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana boxer.“Aaaaaaaaaaa,” teriak Alena dengan sangat kencang, sehingga membuat Devin terbangun karena suara itu bisa bikin budek kuping siapa saja yang mendengarnya.“Ada apa, sih? Kenapa teriak-teriak pagi-pagi?” tanya Devin sambil menguap.“Kenapa aku bisa di sini?” tanya Alena dengan sangat panik. Ia juga mengecek baju di tubuhnya, tetapi sayangnya tubuhnya yang ditutupi selimut itu telanjang dan tidak memakai apa-apa. 
Hari berganti hari danbegitu jugadengan bulan yangturutberganti. Pagiini,Alena bangunterlaluawalkarena ia harus berangkat ke kantor pagi. Alena merasakan mual yang amat sangat lalu ia pergi ke kamar mandi dan memuntahkannya dikloset.Alena hanyamuntahair.entah kenapa kepalanya juga sangat pusing sekali.Alena membasuh mukanya di wastafel dan mengambil minum terlebih dahulu.Alena menganggap bahwa dirinya hanya masuk anginbiasa.Makanyaia memaksakan mandi dan harus berangkat ke kantor karena hari ini adameeting
Alena sampai di ApartemennyaAlena langsung masuk ke dalam kamarnya, ia hari ini pulang dengan naiktaxsiAlena memang sengaja tak membawa mobil karenamemang badanyanggakenak.Alena merebahkan badannya ia meraba perutnya yang masihterlihat rata,Alena menangis diam kenapa semuanya jadi begini.Sedangkan di lain tempat Devin yangtadi siang saat baru saja keluar dari ruangan Alena mendapatkan telepon dari papanya bahwa ia harus pergi ke Jepang malam ini.Devin yang masihgelisah memikirkan keadaan Alena menjadi dilema, namun pekerjaan ini sangat penting jugabegitupunjuga dengan Alena