"Sudah pagi buta begini, belum juga ada kabar! Memang sangat tidak bisa diandalkan!" umpat Arzov sembari mencoba menghubungi Nana. Nana yang saat itu baru bangun tidur pun menjadi terganggu karenanya. Ia melihat ke arah ponsel sebentar, lalu mengabaikannya. Namun, Arzov tidak menyerah begitu saja ketika Nana masih mengabaikan panggilan teleponnya."Siapa, sih?" gumamnya dengan matanya yang masih tertutup rapat. Nana merasa malas untuk bangun dari tidurnya. Ketika itu ia sudah bisa menebak apa tujuan Arzov menghubunginya saat itu.Nana segera mengucek matanya. Ia membuka ponselnya sebentar dan setelah tahu bahwa ternyata itu memang Arzov. "Hmm .... Pasti dia mau menanyakan soal itu," gumamnya. Ia hendak meletakkan ponselnya kembali untuk mengabaikan telepon tersebut.Akan tetapi, begitu ia hendak menaruh ponselnya, ia langsung mengurungkan niatnya kala teringat sesuatu dalam pikirannya."Tapi, aku juga tidak bisa mengabaikannya begitu. Kupikir, dia ada gunanya juga kalau aku manfaatk
Zsalsya menoleh ke arah Endrick. Kala itu, ia sudah siap dengan pakaian rapi dan wajah yang dipoles semakin cantik. Tetapi, melihat wajah Endrick yang datar dan mengabaikan dirinya pagi ini sehabis mandi, itu membuatnya langsung berpikir. "Apa Mas Endrick marah karena tadi aku tidak mengajaknya mandi?" batinnya.Namun, saat itu, Zsalsya memilih untuk mendiamkannya sejenak. Ia tidak terlalu berpikir keras mengenai hal itu. Pikirnya, nanti juga pasti akan baik lagi ketika kekesalannya sudah mereda.Endrick pun diam-diam melirik ke arah Zsalsya. Tetapi, begitu Zsalsya balik menoleh, Endrick langsung memalingkannya ke arah lain. Bersikap seolah tidak peduli dengan istrinya itu."Kenapa dia tidak menyapa? Setelah tadi dia mandi tanpa mengajak, sekarang malah mengabaikanku begini. Apa dia sama sekali tidak tahu kalau aku kesal!" umpat Endrick dalam batinnya.Dugaan Endrick keliru. Ia tidak tahu jika sebenarnya Zsalsya bukan karena tidak peduli, ia memilih diam karena melihat Endrick yang te
Sampai di lantai dasar, Endrick dan Zsalsya pun langsung menuju tempat sarapan. Mereka berjalan ke tempat buffet dan memilih makanan yang mereka inginkan pagi itu."Sepertinya bubur ayam enak," gumamnya. Zsalsya mengambil mangkuk kecil dan kemudian langsung menyiapkan bubur ayam itu sendiri. Ia menoleh ke arah Endrick yang justru memilih nasi goreng dengan telur mata sapi yang tampaknya masih setengah matang dan sepotong salmon, kemudian mengambil satu piring kecil lagi untuk menaruh buah semangka, jeruk, kiwi dan melon."Mas, kamu suka nasi goreng?" tanya Zsalsya yang mencoba basa-basi. Ia melihat suaminya yang seolah tidak sabar ingin segera mencicipi makanan yang dipilihnya. Itu terlihat dari caranya berdiri dengan pandangan yang seolah mencari tempat duduk sekaligus sesekali ia melihat ke arah makanan tersebut."Tidak terlalu. Tapi aromanya membuat penasaran," jawab Endrick. Terdengar dingin. Itulah yang dirasakan Zsalsya kala Endrick menjawab pertanyaannya. Zsalsya menjaga eng
"Harusnya Mama bilang dulu!" Mariana yang mendapat omelan itu dari Firman pun membuatnya tambah jengkel. Bagaimana tidak, ia yang merasa seorang istri di rumah itu yang selalu dipatuh dan selama ini tak pernah sekalipun dimarahi pun seakan langsung kena mental kala melihat sikap Firman yang jauh berbeda dari biasanya.Isi kepalanya langsung bertanya. 'Apa yang membuatnya sampai seperti ini? Mungkinkah karena hasutan dari Zsalsya?'Namun, Mariana pun tidak bisa berbuat banyak. Sebab, apa yang dilakukannya seolah akan sia-sia. Untuk itulah ia memilih mengalah dan tidak banyak membantah perkataan Firman."Kalau bukan karena dia kaya, aku pasti sudah pergi meninggalkannya sejak lama," batin Mariana dengan tatapan liciknya mengarah kepada Firman. Tetapi, karena tujuannya saat itu belum terlaksana. Ia pun terus mendekati suaminya yang mana saat itu tengah memegang ponsel."Pa, kata Mama mau telepon Zsalsya. Mana? Sampai sekarang Papa belum juga menghubungi dia," kata Mariana.Ia menagih j
Alih-alih menghubungi Zsalsya, kini Firman mencoba untuk menghubungi Rosmala. Sebab, pikirnya bahwa Zsalsya mungkin akan sedikit terganggu jika dihubungi tiba-tiba semacam. Terlebih lagi bila itu menyangkut soal pertemuan antar dua keluarga.Firman dengan sabar terus menunggu Rosmala menjawab teleponnya. Ketika itu, Rosmala tengah dalam keadaan sibuk di kantor. Ia menggantikan posisi sebentar selama Endrick dan Zsalsya berbulan madu. Sekretaris yang mendengar bahwa ada telepon masuk pun langsung memberitahu. "Bu, Pak Firman menghubungi," kata sekretaris kantor.Lantas, Rosmala pun kemudian meminta sesuatu. "Jawab dan berikan ponselnya padaku!" kata Rosmala.Telepon Firman yang dijawab pun membuat sang pemiliknya langsung senang. "Baguslah kalau dia tidak ganti nomor, dengan begini hubungan kami akan semakin baik. Aku akan menjaga silaturahmi dengannya lagi," gumam Firman."Kalau bukan karena keperluan Nana, aku tidak akan pernah mau mengizinkan dirinya menghubungi wanita itu. Bisa-b
Zsalsya yang masih memikirkan bagaimana dengan kondisi Firman di luar sana pun membuatnya tidak bisa makan dengan nyaman. Walaupun ia tahu bahwa Ayahnya itu sudah bisa beraktivitas kembali dan tentunya sudah pulang dari rumah sakit, tetapi ia tahu bahwa penyakitnya belum sepenuhnya sembuh. Ia khawatir jika Mariana berulah dan melakukan yang tidak baik terhadap sang Ayah -- Firman."Habiskan dulu makannya, setelah itu aku akan mengajakmu ke suatu tempat," kata Endrick. Zsalsya yang saat itu tengah melamun pun langsung menoleh ke arah Endrick. Ia menaruh sendoknya di mangkuk. Dan saat itu, ia hanya mengambil sate dari mangkuk bubur tersebut yang kemudian ia santap habis."Sudah, Mas," sahut Zsalsya dalam keadaan mulut penuh. Ia terus mengunyah makanan itu dan bergegas pergi dari sana.Endrick menyodorkan air minum yang ada di hadapannya kepada Zsalsya. "Duduk dulu, terus minum!" Zsalsya yang beranjak dari duduknya pun kemudian duduk kembali karena Endrick menyarankan hal itu dan suami
Jika boleh jujur, Zsalsya sebenarnya tidak berani jika harus naik kuda. Ia takut jatuh karena dirinya pernah melihat atau bahkan mendengar sendiri bahwa kuda tidak mengizinkan sembarang orang naik ke atas punggungnya."Mas, kamu yakin bisa menunggang kuda?" tanya Zsalsya dengan nada berbisik. Endrick yang mendengar bisikan dari Zsalsya itu agak membungkukkan tubuhnya untuk membalas berbisik."Tenang saja, kamu duduk di depan."Sekalipun Endrick memperlihatkan bahwa dirinya mampu menunggang kuda, tetapi tetap saja ia merasa takut. Sebab, sebelumnya ia pernah jatuh dari atas kuda yang ia tunggangi sendirian. Kala itu, Zsalsya penasaran ingin mencobanya. Saat itu ia masih kelas dua SMA, sepulang sekolah untuk menghilangkan penatnya menjalani hidup. Ia pergi ke sebuah tempat yang mana di sana tempat orang-orang berkuda. Sengaja ia pergi karena ingin menghindari Ibu tiri dan saudara tiri yang licik. Jika langsung pulang, setibanya di rumah, ia tidak akan bisa bermain keluar. Begitulah pi
Waktu tak terasa begitu cepat berlalu. Langit jingga mulai memperlihatkan keindahannya, tetapi Endrick masih betah dengan suasana ini."Kita pulang nanti saja, ya? Langitnya masih sangat indah. Kamu suka senja juga, tidak?" tanya Endrick.Ia melihat wajah Zsalsya yang tampak serius melihat langit jingga. Sepertinya, tanpa dijawab pun harusnya sudah tahu apa jawabannya.Zsalsya menoleh ke arah Endrick. "Mas, langitnya sangat indah. Bagaimana mungkin ada orang yang tidak menyukai warna seindah senja. Bahkan, pelangi pun kalah indahnya. Banyak orang yang mengagumi senja dan mereka selalu menunggu pada waktu yang sama hanya demi melihat keindahannya lagi," tutur Zsalsya.Endrick mengangguk sembari tersenyum setuju dengan perkataan Zsalsya. "Sama seperti aku yang selalu menunggu cantiknya senja hatiku," sahut Endrick sembari memandangi wajah Zsalsya, terus bagian bulu mata Zsalsya yang tampak lentik."Eh." Zsalsya menoleh ke arah Endrick dengan wajah polos dan mulut agak terbuka. "Apa yan