Waktu tak terasa begitu cepat berlalu. Langit jingga mulai memperlihatkan keindahannya, tetapi Endrick masih betah dengan suasana ini."Kita pulang nanti saja, ya? Langitnya masih sangat indah. Kamu suka senja juga, tidak?" tanya Endrick.Ia melihat wajah Zsalsya yang tampak serius melihat langit jingga. Sepertinya, tanpa dijawab pun harusnya sudah tahu apa jawabannya.Zsalsya menoleh ke arah Endrick. "Mas, langitnya sangat indah. Bagaimana mungkin ada orang yang tidak menyukai warna seindah senja. Bahkan, pelangi pun kalah indahnya. Banyak orang yang mengagumi senja dan mereka selalu menunggu pada waktu yang sama hanya demi melihat keindahannya lagi," tutur Zsalsya.Endrick mengangguk sembari tersenyum setuju dengan perkataan Zsalsya. "Sama seperti aku yang selalu menunggu cantiknya senja hatiku," sahut Endrick sembari memandangi wajah Zsalsya, terus bagian bulu mata Zsalsya yang tampak lentik."Eh." Zsalsya menoleh ke arah Endrick dengan wajah polos dan mulut agak terbuka. "Apa yan
Makanan yang dipesan pun datang dan tersaji di hadapan mereka. Zsalsya yang tidak terlalu berselera untuk makan pun cukup hanya memandanginya saja.Endrick tidak bisa memaksa Zsalsya yang tampaknya sedang menginginkan makanan yang lain. Walau sampai kini ia belum tahu makanan apa diinginkan istrinya tersebut. Ia hanya memandangi Zsalsya yang terus diam tanpa menyantap satenya.Zsalsya yang merasa bahwa dirinya tengah diperhatikan oleh Endrick pun langsung menoleh dan bertanya. "Mas, kenapa belum dimakan?" tanya wanita itu dengan santainya. Ia sama sekali tidak tahu jika sebenarnya Endrick terdiam dan terus melihat ke arahnya karena sedang berpikir sekaligus mencoba menebak-nebak apa yang diinginkan oleh istrinya itu."Mau, kok, Mas. Sebentar lagi, nunggu agak dingin," jawabnya.Padahal, saat itu Zsalsya memang sedang tidak ingin makan apa-apa. Ia hanya membayangkan makanan yang ingin ia kunyah. Dan itu bukan makanan berat, melainkan hanya makanan ringan."Sudah lama sekali aku tidak
"Mas, sudah habis," ucap Zsalsya dengan wajah tersenyum.Makanan yang enak itu cukup membuat suasana hati Zsalsya baik. Namun, meskipun begitu, ia masih merasa belum cukup karena apa yang diinginkannya belum kunjung ia rasakan."Apa sekarang?" tanya Endrick.Refleks Zsalsya menoleh. "Hah? Apanya, Mas?""Mau apa lagi setelah makan ini?" tanya Endrick sembari beranjak dari duduknya. Ia melangkah pergi dari warung makan itu untuk membayar semuanya ke kasir.Zsalsya hanya tersenyum dengan bibir mengatup rapat. Ia masih belum bisa memberanikan dirinya untuk mengatakan apa yang diinginkannya saat itu.Tangannya mengepal itu, ia mencoba untuk membuka mulutnya. Tetapi, saat itu ia masih tidak berani juga untuk berkata.Usai membayar semua makanan yang sudah mereka santap berdua, kini Endrick kembali menghampiri Zsalsya dengan pertanyaan yang serupa. "Mau makan apa?" tanya Endrick.Endrick terus memperhatikan raut wajah istrinya saat itu. Ia merangkul Zsalsya dari samping, mencoba membuatnya
"Nana, aku datang! Kamu tidak akan bisa pergi ke mana-mana lagi!" ujar Arzov dengan percaya dirinya. Ia segera turun dari dalam mobil dan langsung berjalan ke teras. Arzov menekan bel pintu rumah, hingga tak lama kemudian pintu pun dibuka. Melihat bahwa ternyata itu adalah Arzov, sepasang mata Minah membelalak. Tampak sekali ia sedang menahan takut melihat sosok Arzov."Aku mau bertemu Nana. Bilang padanya kalau ada aku datang ke sini!" pinta Arzov dengan santainya sembari memegang jam tangan. Kala itu, udah pukul 20.14, ia sudah terlambat sekitar enam belas menit yang lalu. "N-Non Nana sedang keluar dengan Tuan dan Nyonya. Mungkin akan pulang nanti malam," jawab Minah dengan agak gemetar ketakutan.Perlahan ia nyaris menutup pintu itu kembali, tetapi Arzov menahannya sebentar. "Tunggu dulu!" "Kenapa, Pak Arzov? Apa ada sesuatu yang bisa saya sampaikan?""Tidak. Ini bukan soal itu. Tapi ...."Arzov menunduk dan mendekatkan wajahnya kepada Minah. "Mbok tidak mengatakan apapun yang
Arzov yang terus menunggu di luar rumah, tetapi Nana tak kunjung kembali pun membuatnya tidak bisa terus berada di luar bersama angin malam yang dingin."Lama sekali!" umpatnya.Jarinya mencari kontak Nana dan langsung menghubungi. Arzov sudah tidak tahan lagi dengan suasana malam yang dingin dan membosankan.Ketika itu, mereka masih tengah menyantap makan malam. Begitu banyak makanan dan obrolan di antara Firman dan Rosmala, membuat Firman terlalu nyaman berada di halaman rumah itu.Tetapi, obrolan di antara mereka langsung terjeda begitu mendengar suara dering ponsel seseorang berbunyi nyaring.Melihat bahwa itu berasal dari ponsel Nana, Firman pun langsung bertanya. "Jawab dulu sana supaya tidak berisik!" ujar Firman dengan agak pelan kepada Nana.Mariana yang duduk di dekat Nana pun langsung berbisik ke telinga anaknya. "Mending kamu matikan saja teleponnya! Tidak usah dijawab!" kata Mariana sembari menggertakkan giginya."Tapi ini dari Arzov, Ma.""Sudahlah. Tinggal bilang saja b
"Sudah sejak lama aku menantikan malam ini. Akhirnya aku bisa menikmatinya dengan perasaan bahagia melebihi harapanku," batin Endrick."Emmhh!" desahan halus keluar dari mulut Zsalsya. Ia merasakan malam indah dengan segala gairah yang kian membuncah.Endrick menjeda ciuman itu sejenak. Tangan itu memeluk Zsalsya dan kemudian membawanya ke tempat tidur. Ia membaringkan Zsalsya di sana. Keduanya saling menatap satu sama lain. Endrick kembali mendekatkan wajahnya dan melanjutkan ciuman panas yang sempat terjeda itu.Zsalsya memejamkan matanya, ia membalas lumatan itu. Tangan nakal Endrick mulai masuk ke pakaian Zsalsya dan melepaskan perlahan. Kini, ia semakin pasrah dengan apa yang terjadi pada mereka malam ini."Malam ini akan menjadi malam terindah dalam hidupku. Tapi, semoga bukan hanya sekali lagi. Aku berharap setiap malam menjadi lebih indah ketika kita bersama. Semoga cintamu tidak pernah luntur dan terus tumbuh semakin kuat padaku," batin Zsalsya. Malam semakin larut dan kedu
Pagi hari yang cerah telah tiba. Malam yang hangat dan penuh gairah rupanya telah berakhir. Zsalsya membuka matanya perlahan. Ia melihat ke dirinya sendiri yang tanpa sehelai kain pun. Hanya selimut yang menghalangi tubuhnya.Lalu, sepasang matanya melihat ke samping. Di sana Endrick pun sama dengannya, bertelanjang. Ia membayangkan apa yang terjadi pada mereka semalam. Ia langsung menghilangkan bayangan itu dari pikiran ketika dirinya merasa malu telah membalas gairah Endrick dengan gairah yang sama."Sayang, jangan ke mana-mana, masih mau dipeluk," ucap Endrick dengan mata tertutup.Sebetulnya, saat itu Endrick sudah bangun dari tidurnya. Hanya saja ia sengaja menutup mata karena saking malasnya turun dari tempat tidur dan masih ingin menikmati kehangatan itu."Apa sekarang kita harus melakukannya lagi?" tanya Endrick dengan nada nakal."Mas, apa semalam belum cukup?" tanya Zsalsya.Ia masih merasakan perih pada bagian intinya. Padahal sebelumnya sudah pernah menikah. Namun, ia kem
Firman penasaran dengan Arzov yang datang dan tiba-tiba melihat pria itu berkumpul dengan Mariana dan Nana.Sontak, Mariana pun langsung turun dari tangga itu untuk kemudian menghampiri Firman. Ia mengadukan hal tersebut kepada suaminya."Mas, lihat dia, datang ke rumah ini langsung bentak-bentak tidak jelas!" tuduh Mariana seraya menunjuk ke ataj Arzov.Arzov yang mendengar tuduhan itu langsung mendengus kesal. "Menyebalkan! Dasar wanita licik! Beraninya dia menuduhku sembarangan!" umpatnya dalam hati.Nana segera turun dan menghampiri Firman.Firman yang merasa bahwa kesehatannya belum sepenuhnya pulih pun membuatnya tidak bisa diam saja membiarkan ada keributan di rumahnya."Kamu pulanglah! Kalau ada urusan, selesaikan dengan mereka! Ajak mereka di luar, jangan membuat suasana rumah berisik!" kata Firman.Tanpa mempedulikan apapun lagi, Firman langsung melangkahkan kakinya pergi dari ruangan itu dan segera pergi menuju kamar untuk istirahat.Arzov yang melihat Firman yang ternyata