Perjalanan menuju bandara pun berakhir setelah menyelesaikan sekitar setengah jam dari sana. Endrick dan Zsalsya keluar dari mobil. Priyatna juga begitu. Tetapi, Priyatna langsung bergegas mengambil koper yang ditaruh di bagasi.Endrick menjulurkan tangannya seakan siap menggenggam tangan Zsalsya. "Pegang tanganku, supaya kamu tidak tertinggal!" kata Endrick sembari menatap wajah Zsalsya. Ia meyakinkan Zsalsya bahwa ia akan berada di sampingnya dan memastikan istrinya itu tetap dalam keadaan aman."Ayo!" ajaknya.Zsalsya pun kemudian menjulurkan tangannya. Ia menggenggam tangan Endrick, lalu mereka bersiap melangkah menujub terminal. Koper itu langsung diserahkannya kepada Endrick. "Ini, Tuan, koper Anda," ucapnya.Endrick membawa koper itu di tangan. "Terima kasih. Kamu jangan lupa jaga Mama. Jangan biarkan siapapun mengganggu kenyamanan rumah. Kalau terjadi sesuatu yang genting, telepon saja!" pesan Endrick kepada Priyatna -- sopir kepercayaannya tersebut."Baik, Tuan. Saya pasti a
Setelah sebelumnya menunggu jam penerbangan sesuai jadwal dengan yang tertera pada tiketnya. Akhirnya, mereka pun sudah berada di dalam pesawat yang siap lepas landas.Namun, baru saja mereka duduk di kursi. Ia melihat Zsalsya yang tampak mengantuk. "Kamu mengantuk?" tanya Endrick ketika melihat Zsalsya dalam pesawat, tetapi katanya seolah sudah berat dan ingin tidur. "Iya, Mas, padahal sudah tidur," jawab Zsalsya. Matanya pun berair karena saking ngantuknya. "Mungkin karena tadi cukup lama menunggu. Kalau bosan memang suka jadi ngantuk," tambahnya.Endrick paham. Pernikahan melewati satu malam, tidak aneh jika sering mengantuk dan mungkin karena terlalu lelah karena berada dalam posisi yang sama. Antara terus berdiri dan duduk di kursi pengantin."Ya sudah, kamu tidur saja. Sini bersandar di pundak aku supaya lebih nyaman," ucap Endrick yang diam menyediakan pundak untuk Zsalsya. Ia mempersilakan kepada Zsalsya untuk menggunakan pundaknya.Zsalsya kembali menutup mulutnya ketika mu
Kyora melihat ke sekitar, ia agak mencondongkan tubuhnya ke arah Rejho sambil berbicara pelan. "Kamu datang ke sini begitu saja?" tanya Rejho. Kyora pun kemudian menaruh kantong plastik yang berisi makanan yang baru dibelinya itu di perjalanan."Ini aku belikan ayam bakar. Bersyukur saja dengan yang kubawa. Cepat makan!"Rejho yang sudah lama sekali tidak makan makanan yang seenak itu pun membuatnya langsung membuka kantong plastik tersebut. Matanya berbinar bahagia melihat makanan enak yang siap santap dengan aroma khas yang begitu menggugah lidah."Harusnya dari kemarin-kemarin saja bawa makanan seperti ini."Rejho melihat ke polisi yang berjaga dan kemudian berbisik kepada Kyora. "Makanan di sini terlalu biasa. Makan cuma dengan sayur dan kadang cuma tempe tahu. Sangat terbatasi," umpatnya kepada Kyora.Kyora menyeringai. Ia merasa geli dengan pernyataan Rejho yang seakan-akan memiliki uang banyak dengan mengharapkan makanan mahal."Cihh! Hutang di mana-mana saja masih mengharapk
Apapun itu, Endrick selalu mengusahakan yang terbaik untuk Zsalsya. Dirinnya tidak mau jika Zsalsya sampai kekurangan apapun di dalam hidupnya. Rasa cinta Endrick semakin bertumbuh, begitu pula dengan Zsalsya. Namun, sampai Kini, hanya Zsalsya yang belum mengutarakan perasaannya secara terus terang. Ia tetap menyembunyikan perasaan itu tepat di dalam lubuk hatinya yang terdalam."Sudah sampai."Endrick melihat ke sebuah hotel. Ia memperhatikannya, karena khawatir salah. Walaupun tidak mungkin ada kesalahan, sebab yang menjemputnya adalah bagian dari karyawan hotel."Ayo kita turun!" ajak Endrick.Endrick membuka pintu, dirinya segera keluar dari dalam sana dan Zsalsya hanya mengikuti suaminya di belakang. Sopir yang mengantar pun segera keluar. Ia membantu mengeluarkan koper itu dari dalam bagasi mobil dan langsung menyerahkannya kepada Endrick."Silakan," kata sopir itu dengan sopan."Baik, terima kasih, Pak!" sahut Endrick dengan ramah.Mereka berdiri di depan bangunan tersebut sej
"Tidak tahu siapa, Mas. Nomornya tidak dikenal," jawab Zsalsya dengan santainya."Ya sudah, abaikan saja kalau begitu. Sekarang kita ke dalam lift buat ke kamar hotel. Kamu sudah capek, kan?"Zsalsya mengangguk. "Iya, Mas. Padahal dari tadi cuma duduk saja, tapi entah kenapa leher pegal-pegal begini," sahut Zsalsya sembari memegang lehernya -- menggerakkannya ke kanan dan ke kiri.Mereka pun kemudian berjalan menuju lift dan Zsalsya menekan sebuah tombol di samping pintu lift hingga lift itu terbuka.Sementara di tempat lain, sekretaris Endrick yang terus ditunggu Arzov untuk berbicara pun kemudian menjadi bingung ketika panggilan teleponnya tak kunjung dijawab."Bagaimana? Apa dia bisa datang sekarang menemuiku?" tanya Arzov sembari melihat-lihat ruangan Endrick saat itu.Sekretaris Endrick pun menyahut. "Pak Endrick sedang tidak ada di daerah sini, beliau sedang ke luar kota dengan istrinya. Jadi, kembali lagi saja setelah satu minggu!" jelas wanita itu.Arzov yang mendengar hal it
Zsalsya kembali bingung dengan beberapa makanan yang membuatnya tergoda ingin menekan tombol pemesanan, hanya saja ia mengurungkan niatnya kembali ketika akan membeli makanan itu saking bingungnya. "Kenapa kamu pesan makanan via online begitu? Padahal 'kan tinggal telepon saja," kata Endrick. Zsalsya menoleh. "Memangnya semua makanan ada?" tanya Zsalsya.Endrick tidak yakin bahwa makanan yang diinginkan Zsalsya itu ada, sebab ia sendiri pun tidak tahu makanan apa yang Zsalsya inginkan."Mau sate, 'kan?" tanya Endrick.Zsalsya terdiam sejenak. "Mau makan seafood, Mas. Sepertinya enak, ya? Tapi .... Rasa bakso pun juga pasti jauh lebih nikmat kalau dengan minuman es lemon," gumamnya sembari memikirkan maunya apa.Endrick tidak banyak berkomentar, karena ia pun bingung dengan keinginan Zsalsya. Dirinya hanya bisa pasrah. Apapun yang Zsalsya ingin, ia hanya bisa membelikannya."Pesan semuanya saja. Sate, seafood, bakso dan es lemon. Mungkin itu saja sudah cukup. Kalau belum kenyang, nan
Zsalsya dan Endrick yang sudah kembali dari lobi pun kemudian langsung mengambil piring yang tersedia di sana. Zsalsya menyajikan setiap makanan itu. Namun, hanya satu jenis makanan yang disajikan dalam piring sedangkan satu jenis lainnya disajikan ke dalam sebuah mangkuk berwarna putih. Tetapi berbeda dengan seafood, ia dibiarkan begitu saja karena memang tidak ada piring dengan ukuran yang cukup untuk menampung seafood.Makanan sudah tersedia di kitchen kabinet. Zsalsya dan Endrick pun siap menyantap makanan yang ada. Tetapi, saat itu Endrick malah hanya fokus memandangi Zsalsya saja."Mas, ayo kita makan!" ajak Zsalsya dengan antusiasnya. Ia mengambil satu sendok dan siap menyantap bakso yang tersedia di hadapannya tersebut.Endrick yang ada di sampingnya hanya terus melihat ke arah bakso, lalu ke arah Zsalsya."Ini sendok buat kamu, Mas," kata Zsalsya sembari menyodorkan sebuah sendok kepada Endrick. Endrick menerimanya. Namun, alih-alih menggunakan sendok itu untuk makan bakso.
Endrick menoleh ke arah Zsalsya. Ia melihat sang istri yang tampaknya sudah bingung karena tidak tahu bagaimana menghadapi suaminya.Wajah Zsalsya menjadi tidak bersemangat. Bahkan, setelah mengunyah bakso yang masuk ke mulutnya terakhir kali, dirinya langsung terdiam. Ia menaruh bakso itu di meja.Endrick yang tidak tega dengan hal itu pun langsung melakukan sesuatu supaya Zsalsya mau melanjutkan makannya kembali."Apa dia sedang kesal dan mulai tidak bersemangat lagi untuk makan?" batin Endrick sembari terus memperhatikan wajah istrinya yang tampak berubah menjadi banyak diam dan tidak berbicara atau bahkan makan.Endrick pun mengambil sendok yang sempat ia taruh di atas meja, lalu dirinya pun kemudian mengambil potongan bakso kecil yang telah dipotong menjadi beberapa bagian itu. Ia menyodorkan sendoknya ke depan mulut Zsalsya.Zsalsya yang melihat hal itu pun langsung menoleh segera ke arah Endrick. "Sekarang dia kenapa? Apa maksudnya? Mungkinkah dia sadar kalau sikapnya sedikit m