"Tidak tahu siapa, Mas. Nomornya tidak dikenal," jawab Zsalsya dengan santainya."Ya sudah, abaikan saja kalau begitu. Sekarang kita ke dalam lift buat ke kamar hotel. Kamu sudah capek, kan?"Zsalsya mengangguk. "Iya, Mas. Padahal dari tadi cuma duduk saja, tapi entah kenapa leher pegal-pegal begini," sahut Zsalsya sembari memegang lehernya -- menggerakkannya ke kanan dan ke kiri.Mereka pun kemudian berjalan menuju lift dan Zsalsya menekan sebuah tombol di samping pintu lift hingga lift itu terbuka.Sementara di tempat lain, sekretaris Endrick yang terus ditunggu Arzov untuk berbicara pun kemudian menjadi bingung ketika panggilan teleponnya tak kunjung dijawab."Bagaimana? Apa dia bisa datang sekarang menemuiku?" tanya Arzov sembari melihat-lihat ruangan Endrick saat itu.Sekretaris Endrick pun menyahut. "Pak Endrick sedang tidak ada di daerah sini, beliau sedang ke luar kota dengan istrinya. Jadi, kembali lagi saja setelah satu minggu!" jelas wanita itu.Arzov yang mendengar hal it
Zsalsya kembali bingung dengan beberapa makanan yang membuatnya tergoda ingin menekan tombol pemesanan, hanya saja ia mengurungkan niatnya kembali ketika akan membeli makanan itu saking bingungnya. "Kenapa kamu pesan makanan via online begitu? Padahal 'kan tinggal telepon saja," kata Endrick. Zsalsya menoleh. "Memangnya semua makanan ada?" tanya Zsalsya.Endrick tidak yakin bahwa makanan yang diinginkan Zsalsya itu ada, sebab ia sendiri pun tidak tahu makanan apa yang Zsalsya inginkan."Mau sate, 'kan?" tanya Endrick.Zsalsya terdiam sejenak. "Mau makan seafood, Mas. Sepertinya enak, ya? Tapi .... Rasa bakso pun juga pasti jauh lebih nikmat kalau dengan minuman es lemon," gumamnya sembari memikirkan maunya apa.Endrick tidak banyak berkomentar, karena ia pun bingung dengan keinginan Zsalsya. Dirinya hanya bisa pasrah. Apapun yang Zsalsya ingin, ia hanya bisa membelikannya."Pesan semuanya saja. Sate, seafood, bakso dan es lemon. Mungkin itu saja sudah cukup. Kalau belum kenyang, nan
Zsalsya dan Endrick yang sudah kembali dari lobi pun kemudian langsung mengambil piring yang tersedia di sana. Zsalsya menyajikan setiap makanan itu. Namun, hanya satu jenis makanan yang disajikan dalam piring sedangkan satu jenis lainnya disajikan ke dalam sebuah mangkuk berwarna putih. Tetapi berbeda dengan seafood, ia dibiarkan begitu saja karena memang tidak ada piring dengan ukuran yang cukup untuk menampung seafood.Makanan sudah tersedia di kitchen kabinet. Zsalsya dan Endrick pun siap menyantap makanan yang ada. Tetapi, saat itu Endrick malah hanya fokus memandangi Zsalsya saja."Mas, ayo kita makan!" ajak Zsalsya dengan antusiasnya. Ia mengambil satu sendok dan siap menyantap bakso yang tersedia di hadapannya tersebut.Endrick yang ada di sampingnya hanya terus melihat ke arah bakso, lalu ke arah Zsalsya."Ini sendok buat kamu, Mas," kata Zsalsya sembari menyodorkan sebuah sendok kepada Endrick. Endrick menerimanya. Namun, alih-alih menggunakan sendok itu untuk makan bakso.
Endrick menoleh ke arah Zsalsya. Ia melihat sang istri yang tampaknya sudah bingung karena tidak tahu bagaimana menghadapi suaminya.Wajah Zsalsya menjadi tidak bersemangat. Bahkan, setelah mengunyah bakso yang masuk ke mulutnya terakhir kali, dirinya langsung terdiam. Ia menaruh bakso itu di meja.Endrick yang tidak tega dengan hal itu pun langsung melakukan sesuatu supaya Zsalsya mau melanjutkan makannya kembali."Apa dia sedang kesal dan mulai tidak bersemangat lagi untuk makan?" batin Endrick sembari terus memperhatikan wajah istrinya yang tampak berubah menjadi banyak diam dan tidak berbicara atau bahkan makan.Endrick pun mengambil sendok yang sempat ia taruh di atas meja, lalu dirinya pun kemudian mengambil potongan bakso kecil yang telah dipotong menjadi beberapa bagian itu. Ia menyodorkan sendoknya ke depan mulut Zsalsya.Zsalsya yang melihat hal itu pun langsung menoleh segera ke arah Endrick. "Sekarang dia kenapa? Apa maksudnya? Mungkinkah dia sadar kalau sikapnya sedikit m
Pengangguran membuat Arzov tidak banyak melakukan sesuatu, selain berjalan di atas kaki orang lain. Kini, karena dirinya tidak bisa melakukan rencananya sendirian, ia pun meminta Nana untuk melakukan sesuatu untuknya melalui sebuah hasutan yang ia katakan.Ting!Ketika tengah menonton vidio di ponselnya, sebuah pesan masuk. Begitu melihat bahwa itu dari Nana, dirinya yang sedang rebahan di dalam mobil pun langsung beranjak dan mengubah posisinya saat itu."Rekaman apa ini?" gumamnya saat ia telah membuka pesan itu. Dirinya pun langsung membuka, lalu mendengarkan isi dari rekaman tersebut.Setelah mendapat kabar itu, ia pun kemudian langsung menghubungi Nana. Nana yang sudah berada di ruangannya kembali pun langsung menjawabnya kala mendapat telepon dari Arzov."Dia itu seperti kucing yang baru nemu ikan. Langsung semangat kalau dapat kabar begini," umpat Nana dalam batinnya.[Nah, begini dong kalau melakukan sesuatu. Kamu harus pintar sedikit. Oh ya, nanti kalau sudah mendapat kepast
Beberapa jam sudah terlewati. Tetapi Endrick tak juga kembali. Zsalsya menjadi khawatir. Kakinya tidak bisa diam, terus mondar-mandir ke sana kemari."Kenapa sudah tiga jam belum juga kembali?" batin Zsalsya. Dengan ponsel di tangannya, ia terus menunggu Endrick. Terkadang, dalam benaknya ia sempat terpikir untuk menghubungi suaminya. Hanya saja, ia ragu karena dirinya pun takut menganggu."Sekarang sudah sore. Kenapa bisa selama itu? Tidak mungkin kan kalau sampai terjadi sesuatu?" batin Zsalsya.Ini sudah berada di luar kota. Pikirnya tidak ada orang lain lagi yang mengikuti perjalanan mereka, pun tidak ada yang tahu keberadaan mereka kini di mana. Yang mengetahui ini hanya Rosmala, Priyatna -- Sopir yang mengantar, dirinya dan Endrick saja. Bahkan, Firman pun tidak ia beritahu sama sekali."Ke mana kamu, Mas? Kenapa lama sekali? Tidak biasanya kamu begini," gumam Zsalsya sembari terus berjalan ke sana kemari tanpa henti. Ia agak khawatir dengan kondisi Endrick di luar sana. "Apa
Usai membaca puisi singkat tersebut, Zsalsya pun tersenyum. Ia menaruh kertas itu kembali pada sebuah kelopak bunga yang aromanya semerbak sampai ke hidung."Mas, kamu penulis puisi ini sendiri?" tanya Zsalsya sembari terkekeh."Kenapa?"Zsalsya menggelengkan kepalanya. Ia tidak bisa menahan dirinya untuk tak tersenyum lebar. Sampai tawa kecilnya pun berakhir.Seorang pria dengan dasi kupu-kupu datang, ia berhenti di sampai meja, lalu memainkan biola dengan alunan indah yang menambah suasana romantis malam itu.Tak lama setelah itu, hidangan pembuka datang -- tersaji di meja mereka. Pelayan itu menyajikannya dengan penuh tata krama. Zsalsya yang baru pertama kali merasakan hal ini dalam hidupnya pun tentu saja merasa sangat senang. Ia tidak menyangka bahwa ada pria yang sangat tahu dan bisa menciptakan suasana romantis pada suatu malam. Seperti mimpi, namun ini nyata. "Inikah kesempatan kedua yang sangat membahagiakan itu?" Zsalsya. Tak pernah sedikitpun dirinya membayangkan akan m
Usai pertunjukkan kembang api, pelayan datang dengan botol red wine dan bordeaux glass. Bordeaux glass itu ditaruhnya di meja, lalu dikucuri dengan red wine hingga setengah dari gelas itu terisi."Selamat menikmati minumannya~!" kata pelayan yang menyajikan.Endrick menoleh ke arah pelayan tersebut sembari tersenyum tipis. "Terima kasih." Ia mengambil gelas red wine miliknya dan kemudian menjulurkannya ke hadapan Zsalsya. "Kita bersulang dulu!" Zsalsya mengambil gelas miliknya dan kemudian menjulurkan gelas itu hingga beradu dengan gelas yang ada di tangan Endrick."Bersulang!" kata Zsalsya. Lalu, Endrick pun menyesap minuman itu. Begitu juga dengan Zsalsya yang menyesapnya sedikit saja. "Ini adalah anggur merah asli yang disaring, dipisahkan antara air dan ampasnya," tutur Endrick memberitahu.Lalu, gelas itu ditaruh kembali di atas meja. Endrick melihat ke jam tangannya dan tak terasa kini sudah menunjukkan pukul 21.34 malam hari. Segera saja Endrick beranjak dari duduknya dan