"Papa kangen kumpul di rumah dengan Zsalsya!" kata Firman dengan santainya."Apa yang Nana bilang itu apa benar Zsalsya sudah kabur, ya? Kalau belum, bisa-bisa berbahaya," batin Mariana dalam diamnya. Ia merasa kecewa karena rencana yang dibuat Arzov kali ini pun masih tetap gagal.Zsalsya mampu lolos dari sesuatu yang mengganggu. Padahal, Mariana berharap jika Zsalsya batal menikah dengan Endrick. Namun, ia tidak tahu bahwa di dunia ini Ada takdir yang tidak bisa dilawan ataupun ditentang. Seberapa besar rintangan yang ada, jika memang berjodoh, maka akan saling menemukan jalannya sendiri. Itulah hidup, tetapi Mariana terlalu memaksakan keinginannya dan tidak percaya dengan takdir."Kamu kenapa diam?" tanya Firman ketika melihat istrinya yang membereskan pakaian di ruangan itu, tetapi dengan pandangan kosong, seolah tengah memikirkan sesuatu.Mariana langsung terkesiap. "Ah, tidak, Pa!" Ia lanjut membereskannya kembali. Setelah itu, ia pun kemudian langsung duduk kembali."Papa mau
[Baik, kalau begitu saya turut senang kalau ini menjadi masalah bagi Pak Firman. Tenang saja, saya akan menjaganya dengan baik. Zsalsya akan terjamin bersama saya di sini.] [Saya percaya dengan Bu Rosmala. Ya sudah, katakan saja pada Zsalsya kalau saya Papanya setuju.][Baik, nanti saya sampaikan padanya.]Tuutt.Setelah pembicaraan berakhir, Firman pun mematikan teleponnya. "Kenapa Papa main setuju-setuju saja!" kata Mariana yang tidak senang dengan cara Firman karena kini lebih mau menuruti keinginan Zsalsya. Padahal, sebelumnya Firman selalu menentangnya.Mariana memicingkan matanya curiga. "Hmm. Apa yang telah terjadi dengan waktu itu, kenapa setelah itu dia menjadi lebih menuruti keinginan Zsalsya," batin Mariana dengan segala dugaan yang tidak lepas dari berbagai macam prasangka.Firman tersenyum. "Sepertinya aku semakin sehat setelah mengetahui kalau anakku mendapat keluarga baru yang baik," celetuk Firman sembari tersenyum senang. Berbeda dengan Firman, Mariana justru menyi
Seberapa besar cara Zsalsya untuk menyembunyikan kelemahannya. Pada akhirnya, hati lembutnya pun terlihat jelas. Sekalipun niatnya adalah untuk membalas dendam. Tetapi, ia selalu tidak bisa menahan diri kala teringat pada sesuatu hal yang menyakitkan."Aku tidak bisa terus begini. Ikhlas, ayo ikhlas, Zsa. Kamu sudah menemukan sosok yang jauh lebih baik," batin Zsalsya. Ia berupaya menenangkan tangisnya. Rupanya, semakin lama menjalani hidup semakin dirinya sadar. Bahwa dendam tidak akan menyelesaikan segalanya. Itu tidak akan membuat puas, malah akan semakin menyakiti diri sendiri karena menyimpan dendam dalam waktu yang lama.Hatinya ingin bebas. Pikirannya pun ingin tenang tanpa menyimpan dendam apapun. Sebab, dendam itulah yang membuatnya tidak tenang.Dengan tubuh yang masih dalam pelukan Rosmala, ia menyeka air matanya yang terus mengalir keluar itu."Bisa. Bisa. Aku pasti bisa. Tidak apa-apa, aku harus ikhlas. Tidak semua orang menyukai, tetapi pasti ada orang yang memberimu ba
Setelah melewati berbagai gangguan yang tiada habisnya. Ketika semua persiapan telah dilakukan dan kini tibalah saat dimana waktu yang dinanti pun telah tiba.Baik di rumah Firman maupun rumah Rosmala semuanya sibuk dengan para perias wajah. Rosmala menyewa perias khusus, begitu pula dengan Firman yang menyewa perias karena ingin tampil lebih baik ketika di suatu acara nanti."Sini kamu!" bisik Mariana sembari menggertakkan giginya. Ia menarik pergelangan tangan Minah ke sebuah sudut dinding yang sepi.Kala itu, Minah tengah melihat keluarga Firman dirias. Ia berada di sana karena atas permintaan Firman, yang mana jika sedang dibutuhkan tidak terlalu sulit nantinya."Ampun. Saya tidak mengatakan apapun, kok," ucap Minah dengan nada ketakutan. Ia pun harus menahan sakit pada pergelangan tangannya yang ditarik kuat oleh Mariana saat itu.Mariana membungkuk dan mendekatkan bibirnya ke telinga Minah yang saat itu sudah tampak ketakutan dengan perkataan sekaligus mata Mariana yang tampak m
Tamu undangan satu persatu berdatangan. Namun, tak banyak yang diundang. Hanya beberapa di antaranya saja. Sebab, Endrick tidak mau jika kejadian buruk terdahulu kembali terulang. Yang diundang ke dalam pesta pernikahan itu hanya benar-benar orang yang bisa ia percaya saja. Dari kalangan keluarga dan rekan kerja yang sangat dekat. Jika tidak terlalu dekat, Rosmala memilih untuk tidak mengundangnya.Acara diadakan sangat tertutup dan benar-benar dijaga dengan ketat. Bodyguard diminta untuk sungguh mengecek semua tamu undangan dengan sebuah alat berukuran agak panjang. "Walaupun sangat tertutup, tetapi semua hiasannya sangat bagus. Dari bunga segar yang sepertinya dipesan dengan kualitas premium," ucap salah seorang tamu undangan yang menghadiri acara itu.Endrick berjalan di dampingi Rosmala di sampingnya. Rosmala memegang lengan Endrick, mereka melangkah perlahan menuju sebuah meja lengkap dengan kursi untuk melakukan akad.Semua pandangan tertuju pada Endrick yang berpakaian pengan
Pada malam harinya ketika semua tamu undangan sudah pulang dan suasana di rumah Endrick kembali seperti semula. Hanya tinggal pelayan, Zsalsya, Endrick, Rosmala, dan kepala pelayan. Bahkan, keluarga Firman serta para perias pengantin pun sudah tidak ada di sana."Kita sudah menikah. Boleh 'kan kalau panggilan kita jangan formal lagi. Maksudnya jangan saya dan kamu, tapi aku kamu saja, karena sekarang sudah menjadi kita," ucap Endrick dengan santai. Ia memegang tangan Zsalsya dan Zsalsya saat itu tampak malu-malu di depan Endrick.Zsalsya mengangguk malu. "Iya, Mas. Boleh." Begitu ucapnya dengan lembut dan agak malu-malu manja.Ia beranjak dari duduknya. Ketika itu keduanya duduk di tempat tidur yang telah telah disiapkan untuk pengantin. Hanya saja, riasan wajah itu masih melekat dan belum dibersihkan. Endrick segera menarik pergelangan tangannya. "Mau ke mana?" tanya Endrick dengan nada yang seolah tidak mau ditinggal oleh Zsalsya yang kini sudah menjadi istri sahnya tersebut.Zsal
Langkah kaki dengan suara handuk yang seolah tengah membersihkan tubuhnya yang basah itu terdengar. Zsalsya langsung melihat ke arah kamar mandi.Krieett!Endrick keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil yang hanya menutup bagian sensitifnya saja. Handuk itu hanya menutupi dari bawah pusar sampai setengah paha bagian atasnya saja.Zsalsya yang menyaksikan hal itu pun langsung menelan ludah. Nyaris saja ia tidak bisa menahan diri ketika berhadapan langsung dengan Endrick yang hanya mengenakan sedikit kain.Tangannya mengepal kuat, ia berusaha menahan hasratnya. Jantungnya berdebar hebat dan dengan cepat ia langsung memalingkan wajahnya. Tetapi, bayangan tubuh Endrick yang bak seorang model dan atletis itu membuat perasaan sekaligus hasratnya tidak karuan."Tidak! Aku tidak boleh begini!" batin Zsalsya.Dengan tanpa menoleh, Zsalsya langsung meminta sesuatu kepada suaminya tersebut. "Mas, kenapa tidak langsung kamu pakai saja bajunya?" kata Zsalsya.Endrick yang dapat membaca pikiran
"Itu artinya belum selesai. Biar aku bantu saja, ya!" Endrick berjalan mengambil botol minyak sayur dan kemudian menuangkannya ke dalam wajan tersebut."Kamu mau buat apa?" tanya Endrick sembari melihat ke arah adonan -- campuran telur dan daging tadi.Setelah menuangkan cukup banyak minyak ke dalam wajan. Ia pun segera menaruh botol minyak sayur itu kembali. "Tidak tahu, Mas, saya cuma coba buat makanan sesuai seleraku saja. Ini tanpa melihat resep.""Memangnya kalau masak suka melihat resep?""Kadang, sih, Mas. Soalnya kadang aku suka lupa bumbu-bumbu yang dibutuhkan untuk masakan tertentu itu!" jelas Zsalsya.Endrick hanya mengangguk ketika mendengarnya dengan pandangan terus ke arah wajan, menunggu minyak matang. Begitu pun Zsalsya yang terus melihat ke arah wajan.Namun, dibalik tampak tenangnya Zsalsya saat itu, rupanya ia tengah memikirkan sesuatu dalam diam. "Setelah selesai makan nanti, apa dia masih akan mengajak?" batinnya.Sekalipun ia tengah memasak makanan untuk maka