Pada malam harinya ketika semua tamu undangan sudah pulang dan suasana di rumah Endrick kembali seperti semula. Hanya tinggal pelayan, Zsalsya, Endrick, Rosmala, dan kepala pelayan. Bahkan, keluarga Firman serta para perias pengantin pun sudah tidak ada di sana."Kita sudah menikah. Boleh 'kan kalau panggilan kita jangan formal lagi. Maksudnya jangan saya dan kamu, tapi aku kamu saja, karena sekarang sudah menjadi kita," ucap Endrick dengan santai. Ia memegang tangan Zsalsya dan Zsalsya saat itu tampak malu-malu di depan Endrick.Zsalsya mengangguk malu. "Iya, Mas. Boleh." Begitu ucapnya dengan lembut dan agak malu-malu manja.Ia beranjak dari duduknya. Ketika itu keduanya duduk di tempat tidur yang telah telah disiapkan untuk pengantin. Hanya saja, riasan wajah itu masih melekat dan belum dibersihkan. Endrick segera menarik pergelangan tangannya. "Mau ke mana?" tanya Endrick dengan nada yang seolah tidak mau ditinggal oleh Zsalsya yang kini sudah menjadi istri sahnya tersebut.Zsal
Langkah kaki dengan suara handuk yang seolah tengah membersihkan tubuhnya yang basah itu terdengar. Zsalsya langsung melihat ke arah kamar mandi.Krieett!Endrick keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil yang hanya menutup bagian sensitifnya saja. Handuk itu hanya menutupi dari bawah pusar sampai setengah paha bagian atasnya saja.Zsalsya yang menyaksikan hal itu pun langsung menelan ludah. Nyaris saja ia tidak bisa menahan diri ketika berhadapan langsung dengan Endrick yang hanya mengenakan sedikit kain.Tangannya mengepal kuat, ia berusaha menahan hasratnya. Jantungnya berdebar hebat dan dengan cepat ia langsung memalingkan wajahnya. Tetapi, bayangan tubuh Endrick yang bak seorang model dan atletis itu membuat perasaan sekaligus hasratnya tidak karuan."Tidak! Aku tidak boleh begini!" batin Zsalsya.Dengan tanpa menoleh, Zsalsya langsung meminta sesuatu kepada suaminya tersebut. "Mas, kenapa tidak langsung kamu pakai saja bajunya?" kata Zsalsya.Endrick yang dapat membaca pikiran
"Itu artinya belum selesai. Biar aku bantu saja, ya!" Endrick berjalan mengambil botol minyak sayur dan kemudian menuangkannya ke dalam wajan tersebut."Kamu mau buat apa?" tanya Endrick sembari melihat ke arah adonan -- campuran telur dan daging tadi.Setelah menuangkan cukup banyak minyak ke dalam wajan. Ia pun segera menaruh botol minyak sayur itu kembali. "Tidak tahu, Mas, saya cuma coba buat makanan sesuai seleraku saja. Ini tanpa melihat resep.""Memangnya kalau masak suka melihat resep?""Kadang, sih, Mas. Soalnya kadang aku suka lupa bumbu-bumbu yang dibutuhkan untuk masakan tertentu itu!" jelas Zsalsya.Endrick hanya mengangguk ketika mendengarnya dengan pandangan terus ke arah wajan, menunggu minyak matang. Begitu pun Zsalsya yang terus melihat ke arah wajan.Namun, dibalik tampak tenangnya Zsalsya saat itu, rupanya ia tengah memikirkan sesuatu dalam diam. "Setelah selesai makan nanti, apa dia masih akan mengajak?" batinnya.Sekalipun ia tengah memasak makanan untuk maka
Arzov yang dengan mulut palsunya melakukan berbagai cara agar dirinya tetap mendapat kepercayaan dari Kyora."Sebenarnya waktu itu bukan sepenuhnya salahku juga. Saudara tirinya itu, Tan, yang sepertinya mencoba membantu Zsalsya supaya bisa keluar dari kamar tempat dirinya dikurung!" bisik Arzov yang mencoba mengambing hitamkan Nana atas apa yang terjadi ini.Kyora menoleh sekilas. "Ya harusnya kamu lebih cerdik, dong! Kenapa malah membiarkan mereka dan kamu berleha-leha! Kalau tidak ceroboh, semua ini tidak akan terjadi!"Arzov sebetulnya gampang kesal. Mendengar ucapan Kyora yang seolah memiliki kuasa atas dirinya pun sudah membuatnya cukup jengkel. Tetapi, ia sadar dengan dirinya yang memang tidak memiliki posisi apapun. Pekerjaan tidak punya dan kini uang tabungan pun mulai menipis demi bisa menjalani hidup."Pokoknya, aku janji bakal membuat Tante aku yang cantik ini menikahi Endrick! Eh, tapi kenapa tidak langsung dipelet saja?" tanyanya. Arzov mulai berpikir mengenai hal yang s
Malam penuh kehangatan pun terlewati. Dengan rasa kantuk yang masih menyerang, Zsalsya membuka mata perlahan. Kepalanya menoleh ke arah Endrick. Tetapi, tangan itu rupanya masih mendekap tubuhnya. Zsalsya berusaha melepaskan dekapan Endrick dengan memindahkan tangan sang suami dari tubuhnya untuk di pindahkan ke tempat tidur. Tetapi, sepertinya Endrick tidak mau. Ia malah semakin mengeratkan dekapannya tersebut."Jangan ke mana-mana!" ucap Endrick dengan mata yang masih tertutup rapat."Sudah pagi, Mas," sahut Zsalsya dengan lembut.Awalnya Endrick fokus menikmati pelukannya dengan Zsalsya. Tetapi, begitu teringat sesuatu, sepasang matanya langsung terbuka lebar. Ia melepas pelukan itu segera."Jam berapa sekarang?" tanya Endrick dengan refleks.Zsalsya tampak bingung malihat Endrick yang tiba-tiba bangun, tetapi seolah takut terlambat. Ia mengambil ponsel dan segera melihat jam yang tertera di sana."Jam enam pagi, Mas."Endrick menoleh ke arah Zsalsya. "Untung saja." Segera saja i
Sekitar lima belas menit Zsalsya berada di dalam kamar mandi. Sampai akhirnya keluar dari sana dengan handuk putih yang menutup dirinya dari bagian dada sampai paha. Zsalsya melihat ke arah kamar. Rambutnya dalam keadaan diikat ke atas. Matanya tidak bisa berbohong, ia seakan mencari keberadaan Endrick yang tak dilihatnya saat itu. "Mungkin dia sarapan," gumamnya. Namun, ia tidak tahu bahwa sebenarnya Endrick tengah menunggu Zsalsya selesai mandi. Pria itu berdiri di balkon sembari melihat ke halaman rumah -- memperhatikan para bodyguard di sana melakukan pekerjaannya. Zsalsya dengan santainya ia memakai baju. Dirinya mengenakan pakaian yang telah dibelikan Endrick tadi.. Sampai ketika dirinya menoleh ke arah jendela, matanya langsung membelalak kala melihat Endrick yang menoleh ke arahnya. "Apa tadi terus melihatku pakai baju?" batinnya. Ia menelan ludah sekaligus kaget dengan keberadaan suaminya tersebut. Walaupun posisinya saat itu telah menikah, tetapi bagaimanapun juga
Keduanya pun melangkah keluar dari kamar dengan outfit lengkap. Semua persiapan sudah dibawa dengan baik. Mulai dari skincare dan kebutuhan lainnya. Untuk pakaian hanya membawa beberapa yang dimasukkan ke dalam sebuah koper."Kalau perlu sesuatu, kamu bilang saja. Biar nanti kita sama-sama beli," ungkap Endrick. Ia mengatakan demikian karena takut jika ternyata Zsalsya tidak berani mengungkapkan keinginannya karena malu dan belum terbiasa.Untuk itulah, Endrick sendiri yang berinisiatif mengingatkan hal itu kepada Zsalsya. "Pokoknya, apapun yang terjadi, kamu harus mengatakan segalanya. Karena kita sudah menikah, jadi kita harus terbuka dalam hal apapun. Jangan menyembunyikan sesuatu."Pesan itu dikatakan Endrick ketika keduanya tengah berjalan berdampingan. Tangan kiri Endrjck menggenggam jari jemari Zsalsya, sedangkan tangan kanannya membawa sebuah koper.Berjalan sambil mengobrol membuat langkah kaki terasa cepat. Kini sampailah mereka di lantai bawah. Rosmala yang kebetulan sedan
Perjalanan menuju bandara pun berakhir setelah menyelesaikan sekitar setengah jam dari sana. Endrick dan Zsalsya keluar dari mobil. Priyatna juga begitu. Tetapi, Priyatna langsung bergegas mengambil koper yang ditaruh di bagasi.Endrick menjulurkan tangannya seakan siap menggenggam tangan Zsalsya. "Pegang tanganku, supaya kamu tidak tertinggal!" kata Endrick sembari menatap wajah Zsalsya. Ia meyakinkan Zsalsya bahwa ia akan berada di sampingnya dan memastikan istrinya itu tetap dalam keadaan aman."Ayo!" ajaknya.Zsalsya pun kemudian menjulurkan tangannya. Ia menggenggam tangan Endrick, lalu mereka bersiap melangkah menujub terminal. Koper itu langsung diserahkannya kepada Endrick. "Ini, Tuan, koper Anda," ucapnya.Endrick membawa koper itu di tangan. "Terima kasih. Kamu jangan lupa jaga Mama. Jangan biarkan siapapun mengganggu kenyamanan rumah. Kalau terjadi sesuatu yang genting, telepon saja!" pesan Endrick kepada Priyatna -- sopir kepercayaannya tersebut."Baik, Tuan. Saya pasti a