"Menurutmu di mana kalau tidak ada di sana?" tanya Kyora kepada anak buah Rejho yang terus bersamanya. Ia meminta pendapatnya karena tidak menemukan keberadaan Rejho bersama para petugas keamanan mall."Bagaimana kalau kita coba pergi ke kantor polisi!" kata anak buah Rejho.Kyora yang berpikir dan merasa masuk akal, karena kemungkinan mereka dibawa ke pihak berwajib pun membuatnya tidak menunda lagi.Setelah sebelumnya bingung dan memilih diam sejenak sembari mengatur rencana. Kini Kyora mulai menjalankan rencananya kembali. Walau ada banyak sekali ketakutan dalam dada yang selalu ia sembunyikan. Ia takut jika kedoknya sampai terbongkar.Wanita itu segera menyalakan mesin mobil dan langsung tancap gas pergi. Kecepatan kemudinya pun dipercepat. Dengan begitu, tak perlu waktu lama, ia pun sampai di depan kantor polisi."Kamu tunggu di sini!" perintah Kyora."Baik!"Kyora berjalan cepat menuju kantor polisi. Ia datang dan langsung berbicara kepada penjaga lapas yang berkeliaran di sana
"Bisa-bisanya dia mengancamku seperti itu!" umpat Kyora dalam batinnya. Namun, Kyora menyeringai. Ia mencari cara agar dirinya jangan sampai ikut terbawa ke dalam jeruji besi yang menyesakkan itu. Waktu terus berjalan. Makan di restoran telah usai, tetapi demi sang Ayah, Zsalsya memberikan diri untuk mengatakan sesuatu kepada Rosmala."Ma, kalau mampir sebentar di restoran bebek tidak apa-apa, 'kan?" tanya Zsalsya dengan agak ragu. Terdengar jelas dari suaranya yang seolah tidak yakin bahwa Rosmala akan menyanggupi keinginannya tersebut."Kamu mau daging bebek? Harusnya tadi kamu bilang sama Mama, supaya kita makan di sana saja. Mama juga suka, kok, makan bebek," sahut Rosmala.Ternyata tidak seperti yang dipikirkan Zsalsya. Rosmala malah setuju-setuju saja dan tampak tidak keberatan sama sekali. Hanya saja Zsalsya yang terlalu banyak ragu dalam hidup, membuatnya kadang sulit dalam mengambil keputusan. Tetapi, ia pun berusaha memaksakan dirinya agar keputusan itu tetap dibuat."Jadi
Zsalsya memesan bebek geprek sesuai dengan keinginannya. Di sana ia berdiri dan menunggu. Tak jauh dari sana, saat dirinya menoleh ke belakang, secara tak sengaja dirinya melihat keberadaan sosok Priyatna. "Sudah kuduga. Tapi biarkan saja kalau jauh begitu aku tidak terlalu mempermasalahkan," gumam Zsalsya.Sebetulnya Priyatna memposisikan dirinya agak menjauh karena tidak mau Zsalsya risih. Seperti keinginan Endrick, ia diminta untuk tetap jaga privasi Zsalsya. Selain itu, Zsalsya pun memang selalu tidak ingin jika terlalu diikuti di belakang yang menampakkan seperti seorang pengawal pribadi.Padahal, kenyataannya Priyatna memanglah sopir kepercayaan Endrick yang kini sementara menjadi pengawal bagi Zsalsya.Setelah beberapa saat menunggu makanan yang telah dipesan, akhirnya dua kantong plastik pun mendarat di meja dan siap diambil Zsalsya."Silakan, masing-masing dua box bebek geprek, 'kan? Bedanya yang di plastik ini pedas semua, ya," jelas kasir.Memang betul. Salah satu plastikn
Tanpa bertanya, Rosmala sudah tahu bahwa tujuannya Zsalsya kali ini adalah rumah sakit. Sehingga, Rosmala pun langsung menuju ke rumah sakit tempat dimana Firman dirawat."Sepertinya makan di sana enak," ucap Rosmala."Iya, Ma, makan saja sama Papa nanti," sahut Zsalsya.Tak menunggu lama, mereka sampai di rumah sakit. Rosmala, Zsalsya dan juga Priyatna berjalan masuk ke dalam bangunan itu. Tak lupa, Rosmala membawa kantong plastik yang berisi box makanan. "Tunggu sebentar!" kata Rosmala. Itu membuat langkah kaki Zsalsya terhenti. Ia menoleh dan bertanya ...." Kenapa, Ma?" tanya Zsalsya dengan santainya. Ia tidak memikirkan sesuatu.Rosmala membuka resleting tas yang dibawanya saat itu. "Semuanya jadi berapa?"Namun, dengan cepat Zsalsya langsung menolaknya. "Jangan Ma, itu buat Mama saja! Jangan dibayar!" ucap Zsalsya.Zsalsya melanjutkan langkah kakinya kembali, sedangkan Rosmala berusaha menyusul Zsalsya di belakang. "Kenapa tidak mau? Kamu harus mengambil ini sebagai gantinya,"
Tidak jadi makan di rumah sakit, begitu sampai rumah ... Rosmala pun langsung membuka plastiknya. Box itu dibukanya."Ambilkan piring!" perintah Rosmala kepada pelayan di sana. Ia memberikan perintah kepada pelayan manapun, karena di rumahnya memang banyak sekali pelayan.Salah seorang pelayan pun mengambilkan piring, lalu menaruhnya di meja -- tepat di hadapan Rosmala dengan tubuh agak membungkuk."Mari saya bantu sajikan, Nyonya."Rosmala meletakkan box makanan itu ke samping piring dan menunggu pelayan di sana melayaninya. Ia tidak berbicara apapun. Dengan cepat tanpa banyak bicara lagi, pelayan itu pun langsung bantu menyajikan."Silakan."Pelayan itu mundur ke belakang dan kembali berdiri dengan barisan yang lain di tempat sebelumnya.Di dekat piring itu sudah tersedia pisau untuk memotong makanan dengan garpu dan sendoknya. Rosmala mengambil salah satu pisau dan garpu yang kemudian ia pegang.Satu suapan masuk ke dalam mulutnya. Ia merasakan rasa pedas yang diinginkannya saat ia
Mobil menepi, Zsalsya keluar dari dalam mobil tersebut dengan Priyatna yang selalu mengawalnya. "Mau tunggu di sini juga tidak apa-apa," ucap Zsalsya dengan santainya. Ia melangkah masuk menuju teras. Perlahan, tangannya meraih gagang pintu untuk kemudian membukanya. Suasana rumah sepi dan tak seorang pun terlihat di ruangan sana."Mbok Minah~!" seru Zsalsya dengan mata mencari keberadaan Minah yang saat itu entah di mana. Zsalsya sama sekali tidak mendengar suara apapun.Zsalsya terus melangkahkan kakinya dari sana menuju dapur. Pikirnya, Minah mungkin sedang beres-beres. Namun, di dapur pun tidak ada. "Tidak ada juga. Kenapa rumah sepi dan sama sekali tidak dikunci. Nana juga tidak ada di sini," Zsalsya berjalan menuju freezer, ia membukanya, lalu mengambil botol besar air putih. Gelas yang ada di samping diambilnya segera dan langsung mengucurkan air minum itu ke dalam gelas setelah tutup botol dibuka.Glek! Glek!Segelas air putih dengan gelas panjang itu habis ditenggaknya.
"Jangan dibuka!" perintah Arzov dalam sebuah bisikan di telinga Nana sembari berusaha menahan Nana agar tidak membuka pintu tersebut. Sebab, terlihat kelas Nana yang tidak sabar dan dihantui rasa penasaran ingin membuka pintu tersebut."Bagaimana kalau itu Endrick?" balas Nana."Dengar! Kamu mau rencana kita berhasil, 'kan? Memangnya kalau ketahuan, kamu mau kalau Endrick sampai membencimu?" Mendengar apa yang dikatakan oleh Arzov membuat Nana seketika berpikir bahwa perkataan pria itu ada benarnya. "Kalau begitu, kita menjauh saja dari ruangan ini," kata Nana.Arzov dan Nana pun melangkah pergi dari ruang tamu itu untuk kemudian menuju sebuah kamar yang ada di sana. Mereka berdua terus memikirkan sesuatu, terutama Nana yang panik dan takut jika dirinya sampai terjebak dan jatuh ke dalam perangkap yang mereka buat sendiri."Kamu ini kenapa tidak bisa diam? Dari tadi mondar-mandir terus?" tanya Arzov yang duduk di sofa sebuah kamar di rumah itu.Nana menyergah. "Bagaimana aku tidak m
"Papa pikir Mama tidak akan datang," celetuk Firman ketika melihat Mariana datang ke sana menemuinya, lalu duduk."Tidak mungkin Mama membiarkan Papa sendirian saja di sini. Tenang saja, Mama akan selalu ada di samping Papa." Begitulah kata Mariana seraya memegang tangan Firman untuk merayunya agar tidak marah."Sebentar lagi juga aku akan pulang. Hari ini kalau bisa aku mau pulang saja," ujar Firman dengan santainya kepada Mariana.Sontak, kedua mata Mariana langsung membelalak. "Tidak bisa, dia tidak boleh pulang dengan cepat," batin Mariana dalam senyapnya.Firman menoleh ke arah Mariana. "Kalau mau, bereskan saja semuanya supaya bisa langsung pulang."Mariana pun kemudian melakukan aksinya supaya Firman tidak pulang dalam waktu cepat."Pa, sebaiknya konsultasikan dulu dengan dokternya. Siapatahu perlu perawatan lagi. Papa juga tahu 'kan kondisi Papa ini tidak bisa diabaikan, harus terus diperhatikan."Namun, dengan cepat Firman langsung menyergahnya. "Tidak. Aku tidak bisa terus b