Tidak jadi makan di rumah sakit, begitu sampai rumah ... Rosmala pun langsung membuka plastiknya. Box itu dibukanya."Ambilkan piring!" perintah Rosmala kepada pelayan di sana. Ia memberikan perintah kepada pelayan manapun, karena di rumahnya memang banyak sekali pelayan.Salah seorang pelayan pun mengambilkan piring, lalu menaruhnya di meja -- tepat di hadapan Rosmala dengan tubuh agak membungkuk."Mari saya bantu sajikan, Nyonya."Rosmala meletakkan box makanan itu ke samping piring dan menunggu pelayan di sana melayaninya. Ia tidak berbicara apapun. Dengan cepat tanpa banyak bicara lagi, pelayan itu pun langsung bantu menyajikan."Silakan."Pelayan itu mundur ke belakang dan kembali berdiri dengan barisan yang lain di tempat sebelumnya.Di dekat piring itu sudah tersedia pisau untuk memotong makanan dengan garpu dan sendoknya. Rosmala mengambil salah satu pisau dan garpu yang kemudian ia pegang.Satu suapan masuk ke dalam mulutnya. Ia merasakan rasa pedas yang diinginkannya saat ia
Mobil menepi, Zsalsya keluar dari dalam mobil tersebut dengan Priyatna yang selalu mengawalnya. "Mau tunggu di sini juga tidak apa-apa," ucap Zsalsya dengan santainya. Ia melangkah masuk menuju teras. Perlahan, tangannya meraih gagang pintu untuk kemudian membukanya. Suasana rumah sepi dan tak seorang pun terlihat di ruangan sana."Mbok Minah~!" seru Zsalsya dengan mata mencari keberadaan Minah yang saat itu entah di mana. Zsalsya sama sekali tidak mendengar suara apapun.Zsalsya terus melangkahkan kakinya dari sana menuju dapur. Pikirnya, Minah mungkin sedang beres-beres. Namun, di dapur pun tidak ada. "Tidak ada juga. Kenapa rumah sepi dan sama sekali tidak dikunci. Nana juga tidak ada di sini," Zsalsya berjalan menuju freezer, ia membukanya, lalu mengambil botol besar air putih. Gelas yang ada di samping diambilnya segera dan langsung mengucurkan air minum itu ke dalam gelas setelah tutup botol dibuka.Glek! Glek!Segelas air putih dengan gelas panjang itu habis ditenggaknya.
"Jangan dibuka!" perintah Arzov dalam sebuah bisikan di telinga Nana sembari berusaha menahan Nana agar tidak membuka pintu tersebut. Sebab, terlihat kelas Nana yang tidak sabar dan dihantui rasa penasaran ingin membuka pintu tersebut."Bagaimana kalau itu Endrick?" balas Nana."Dengar! Kamu mau rencana kita berhasil, 'kan? Memangnya kalau ketahuan, kamu mau kalau Endrick sampai membencimu?" Mendengar apa yang dikatakan oleh Arzov membuat Nana seketika berpikir bahwa perkataan pria itu ada benarnya. "Kalau begitu, kita menjauh saja dari ruangan ini," kata Nana.Arzov dan Nana pun melangkah pergi dari ruang tamu itu untuk kemudian menuju sebuah kamar yang ada di sana. Mereka berdua terus memikirkan sesuatu, terutama Nana yang panik dan takut jika dirinya sampai terjebak dan jatuh ke dalam perangkap yang mereka buat sendiri."Kamu ini kenapa tidak bisa diam? Dari tadi mondar-mandir terus?" tanya Arzov yang duduk di sofa sebuah kamar di rumah itu.Nana menyergah. "Bagaimana aku tidak m
"Papa pikir Mama tidak akan datang," celetuk Firman ketika melihat Mariana datang ke sana menemuinya, lalu duduk."Tidak mungkin Mama membiarkan Papa sendirian saja di sini. Tenang saja, Mama akan selalu ada di samping Papa." Begitulah kata Mariana seraya memegang tangan Firman untuk merayunya agar tidak marah."Sebentar lagi juga aku akan pulang. Hari ini kalau bisa aku mau pulang saja," ujar Firman dengan santainya kepada Mariana.Sontak, kedua mata Mariana langsung membelalak. "Tidak bisa, dia tidak boleh pulang dengan cepat," batin Mariana dalam senyapnya.Firman menoleh ke arah Mariana. "Kalau mau, bereskan saja semuanya supaya bisa langsung pulang."Mariana pun kemudian melakukan aksinya supaya Firman tidak pulang dalam waktu cepat."Pa, sebaiknya konsultasikan dulu dengan dokternya. Siapatahu perlu perawatan lagi. Papa juga tahu 'kan kondisi Papa ini tidak bisa diabaikan, harus terus diperhatikan."Namun, dengan cepat Firman langsung menyergahnya. "Tidak. Aku tidak bisa terus b
"Non Zsalsya!" seru Priyatna yang kian tidak sabar ketika tak kunjung ada seorang pun yang mau membukakan pintu untuknya.Namun, Priyatna langsung terdiam sejenak. Ia curiga dengan sesuatu. Sampai setelah menyerukan itu, segera saja ia bersembunyi di balik tembok.Nana dan Arzov yang selalu berdua menjaga pintu pun kemudian langsung saling menatap satu sama lain, ketika mereka tidak mengenal suara itu. Tetapi menyeru Zsalsya dengan panggilan 'Non Zsalsya'."Kamu juga dengar, 'kan? Tahu tidak itu siapa?" tanya Arzov kepada Nana.Nana langsung menggelengkan kepala, karena ia sendiri pun tidak tahu. "Kenapa kamu tanya aku? Aku 'kan bukan Zsalsya yang selalu bertemu orang itu!" balas Nana dengan geram. Kalimatnya terdengar ketus dan seolah tidak mau ditanya hal semacam itu."Kamu yang tinggal di rumah ini, bagaimana mungkin bisa tidak tahu begitu.""Aku bukan Mamanya!" tegas Nana dengan nada berbisik.Arzov pun tidak membalas perkataannya lagi. Ia memikirkan sedikit apa yang kemudian me
"Coba kulihat lagi," gumam Zsalsya di balik pintu kamar itu. Sebelumnya, ia sempat mendengar suara langkah kaki.Karena rasa penasaran yang semakin memuncak, ia pun kemudian membalikkan badannya dan membuka pintu itu kembali secara perlahan. Ia membukanya perlahan karena tidak mau jika sampai ada yang mendengar suara pintu.Dengan pintu yang sedikit terbuka itu, ia mengintip. Matanya mengedar ke seluruh penjuru ruang tamu yang cukup luas itu."Perasaanku memang tidak pernah salah. Aku harus segera pergi sekarang," ucapnya dengan nada berbisik.Walaupun di sisi lain ia juga penasaran dengan kondisi Minah yang entah bagaimana dan sedang apa. Tetapi, yang terpenting baginya saat ini adalah ia sendiri agar bisa keluar dari tempat tinggal yang menjerat kebebasannya itu.Begitu kakinya baru satu langkah keluar dari pintu, ia teringat pada ponsel dan tasnya yang masih tertinggal di dalam kamar."Aku harus mengambilnya dengan cepat," gumamnya. Tanpa menunggu lama, ia pun berjalan masuk kemba
"Bawa dia ke rumah!" perintah Endrick lewat telepon dan Zsalsya pun mendnegarnya dengan baik meski pelan. Terlebih lagi, ketika tak ada pembicaraan lain yang membuat suara via telepon itu terdengar ke telinga."Baik, Tuan!"Endrick tidak langsung mematikan telepon. Telepon di antara mereka terus tersambung dan Priyatna pun sengaja tidak mematikannya, supaya Endrick bisa tahu tanpa harus memberikannya kabar lagi melalui pesan."Nona, Tuan Endrick mau anda ke rumahnya. Tidak masalah, 'kan? Saya pikir supaya di sana Nona merasa aman." Zsalsya sama sekali tidak keberatan. Ia sudah mulai terbiasa dengan keadaan rumah Endrick. Sebab, sebelumnya pun ia pernah tinggal di sana. Mengenal semua pelayan di rumah Endrick rasanya tidak terlalu penting, karena ia sudah cukup mengenal Rosmala -- Ibu Kandung Endrick sebagai orang yang ramah dan bersahaja. Meski di balik semua itu ada sesuatu yang terkadang membuatnya tidak nyaman. Ketika dirinya merasa terlalu banyak meminta tolong kepada orang lain
Arzov memegang gagang pintu dan begitu ia dorong langsung terbuka begitu saja. "Lho!" ucapnya aneh. Keanehan itu membuat Arzov membelalak. Ia curiga jika Zsalsya tidak ada di dalam sana. Begitu dibuka dan memang benar saja, Zsalsya sudah tidak ada. Ia langsung masuk ke dalam kamar, lalu mencari ke sana kemari keberadaan Zsalsya yang entah ada di mana. "Zsa! Zsalsya! Jangan sembunyi!" kata Arzov. Tetapi rupanya, di cari ke berbagai sudut kamar itu tetap tidak ada. Arzov melihat ke arah piring yang sebelumnya sempat ia bawakan makan untuk Zsalsya. Nasi, lauk dan sambalnya tak tersentuh sama sekali. Itu masih utuh ada pada sebuah meja kecil. "Heh! Bisa-bisanya dia kabur dari sini!" gumam Arzov dengan seringai di bibir. "Awas saja kalau sampai tertangkap lagi!" Tetapi, karena Nana yang tidak menurut kepadanya sebab tidak menjaga Zsalsya agar tidak kabur pun membuatnya marah. Kepalanya langsung menoleh kepada Nana dengan mata membelalak kesal. Bibirnya mengatup rapat dengan wajah