"Pak Endrick, kepala detektif ingin bertemu dengan Anda," ucap sekretaris kantor di perusahaan tempat Endrick bekerja.Endrick yang tengah sibuk dengan komputernya pun segera beranjak. Ia beralih pergi. "Di mana dia sekarang?" tanyanya sembari berjalan dengan sekretarisnya tersebut."Ada di ruang rapat.""Baiklah, kamu urusan semua berkasnya, saya akan menemuinya sekarang!" Sekretaris itu menghentikan langkah kakinya. "Baiklah, saya ambil dulu semua berkas yang dibutuhkan!" kata sekretaris itu dengan tegas.Endrick terus berjalan menuju ruang rapat, ia mengancingkan jasnya. Lalu ....Cklek! Endrick memasuki ruangan itu.Gema langkah kaki terdengar nyaring. Kepala detektif itu langsung menoleh ke arah pintu. Begitu melihat Endrick memasuki ruangan, ia pun langsung berdiri untuk menyambut kedatangannya.Endrick duduk di kursi putarnya dengan kaki menyilang dan kedua tangan diletakkan di lengan kursi. "Maaf kalau membuat Anda menunggu lama," ucapnya.Kepala detektif yang bekerja di per
Di meja makan, Zsalsya menghabiskan santapan sarapan paginya. Ia tidak menyisakan nasi goreng yang sudah ada di piringnya tersebut."Mbok, makan!" ajak Zsalsya. Lalu, Zsalsya juga menoleh ke arah sopir yang hanya berdiri tanpa duduk di kursi. "Kamu juga makan!" serunya.Sopir yang merasa terpanggil pun langsung menyahut."Tidak, Non. Saya sudah kenyang."Zsalsya menoleh ke arah Minah. "Mbok juga sudah sarapan?" tanyanya, melihat Minah yang hanya menyaksikan Zsalsya makan, tetapi tidak ikut makan. "Betul, Non. Sudah sarapan sedikit tadi," katanya.Zsalsya meratapi nasi goreng dalam sebuah wadah lengkap dengan telur yang diletakkan di atas piring. Beberapa lembar telur goreng itu tersaji rapi dan masih banyak. Sekitar ... lima lembar telur goreng."Tapi makanannya masih banyak. Mbok, temani aku makan, ya!" ajaknya dengan nada sedikit membujuk.Minah hanya memandangi sejenak makanan nasi goreng dan telur itu, ia menelan ludah seakan tergoda, tetapi dirinya sama sekali tidak berani makan
"Kenapa membawa saya ke sini?" tanya Zsalsya kepada sopir tersebut."Tuan muda memerintahkan saya untuk membawa Anda ke sini, katanya sebelum menikah harus perawatan dulu."Zsalsya tampak berpikir sejenak, ia terus diam dengan mata yang terus melihat ke sana-kemari. "Apa uang yang ditransfer kemarin itu buat biaya ini?" gumamnya.Sopir itu tidak menjawab rasa penasaran Zsalsya, walau saat itu ia mendengar gumamannya. Tetapi ...."Saya antar Nona ke dalam!" katanya. Ia turun dari dalam mobil dan segera membukakan pintu mobil tersebut untuk Zsalsya.Zsalsya pun turun dari sana. Ia tidak mempertanyakan hal itu lagi. "Benar juga, seperti pria yang lain, aku yakin dia juga pasti menginginkan wanita cantik yang mulus," batin Zsalsya. Namun itu bukan masalah baginya, sebab ia pun sadar bahwa pria memanglah makhluk visual. Tentu menginginkan wanita dengan visual yang bagus.Zsalsya lanjut mengayunkan langkah kakinya ke dalam salon tersebut. Sopir yang mendampingi berjalan di belakangnya. Beg
Suasana gelap pada ruangan rumah sakit tampak menyedihkan ketika Zsalsya hanya terbaring sendiri tanpa ada seorang pun yang peduli."Teganya kalian di depanku!" Ingin berbicara lantang, tetapi suara yang keluar hanya terdengar seperti bisikan.Hatinya tampak membenci kelakuan Arzov dan Nana yang seolah sudah kehilangan urat malu. "Aku harus bisa bangun, tidak boleh terus lemah begini!" Berkali-kali Zsalsya mencoba bangkit, tetapi rasanya sulit. Suara gaduh dari sofa menjadikan dirinya saksi akan kisah perselingkuhan antara suami dan Adik tirinya. "Ahh ... sayang ... pelan-pelan," desah Nana dengan nada manja.Mereka terus saling melumat bibir di depan Zsalsya tanpa ada rasa malu. Malah seakan dengan bangga menunjukkan hubungan perselingkuhan mereka secara terang-terangan.Amarah dan kecewa menyatu padu membentuk rasa sesal, kecewa sekaligus dendam yang membuatnya mengutuk Adik tiri dan suaminya."Kenapa kalian rela berbuat hal seperti ini?" Ingin Zsalsya mengatakan kalimat ini deng
Kriing! Kriing! Kriing!Suara alarm terus berdering tanpa henti hingga mendenging di telinga. Membuatnya berpikir apa ini mimpi atau nyata?"Apa ini? Kenapa aku bisa mendengar suara alarm kamarku lagi? Aku 'kan sudah ...."Sontak saja Zsalsya menyentuh pipinya, ia meraba dan kembali merasakan lembut kulit dan halus rambutnya.Tak lama dari itu, seruan sederhana dari seorang pria paruh baya kembali terdengar di telinga."Bangun, Nak, sudah siang! Ayo cepat turun ke bawah sarapan dulu sebelum pergi dengan tunanganmu!" suara tak asing dan selalu dirindukan itu kembali terdengar nyaring.Firman -- Ayahnya duduk di samping Zsalsya dan terus menggemingkan tubuhnya. Hal itu membuat Zsalsya langsung membuka mata, ia menoleh ke arah aroma tubuh yang tidak asing dan masih teringat jelas itu."P-Ppapa?!" Ia merasa linglung kala melihatnya, karena kini seperti hidup di antara halusinasi, mimpi dan nyata. "Sepertinya ini memang Papa!" Menyadari bahwa ini nyata, membuatnya sangat antusias.Tekadny
"A-apa yang membuatmu sampai datang ke tempat itu dan mengaku sebagai suami saya?"Rasa penasaran dalam benaknya tak kunjung hilang ketika pria tampan nan gagah dari kalangan konglomerat itu kini bersamanya."Kamu tidak perlu banyak tanya.Tapi jika memang mau bekerja sama, maka saya setuju!" Endrick tidak menjelaskan panjang lebar, ia merasa bahwa cukup dirinya saja yang tahu alasan dibalik itu semua.Zsalsya masih tidak mengerti kenapa orang itu langsung menyetujuinya pula. Namun, ia senang mendengarnya. "Baik, tapi kerjasama kita hanya sebatas status saja. Kita tidak perlu menikah!"Endrick menyeringai sekilas. "Baik!"Zsalsya sama sekali tidak berpikir banyak pada pria yang ada di sampingnya. Ia bahkan tidak mencurigai sisi lain dari Endrick. Dirinya hanya fokus pada ambisinya untuk memperbaiki hidup dan balas dendam.Waktu terus berjalan dan malam pun telah tiba. Zsalsya mengangkat tangan kirinya, melihat jam tangan yang ternyata jarum jam sudah menunjukkan pukul 19.20."Sekaran
Perjalanan singkat yang dilewati pun usai dan menepi pada sebuah rumah mewah yang bak istana. Air mancur yang jernih dengan taman bunga indah dihinggapi kupu-kupu tampak jelas bak istana negeri dongeng. Ditambah lampu-lampu taman mengikuti sepanjang jalan semakin memperjelas keindahan yang ada di depan mata.Segala keindahan serta kemewahan yang ada membuatnya membuka kedua belah mata lebar-lebar."Mama ada di dalam, ayo masuk!" ajak Endrick kepada Zsalsya, ia terdiam dan masih terpesona dengan bagian luar rumah itu.Zsalsya mengerjap, ia menyadarkan diri dari lamunan untuk melanjutkan langkah kakinya kembali.Sesampainya di sana, seorang wanita dengan rambut ikal sebahu mendatangi Zsalsya. Wanita itu tersenyum begitu melihatnya, seolah tampak senang dengan kedatangan Zsalsya.Meski masih terkagum-kagum dengan keindahan bangunan itu, ia tidak lupa untuk mengkondisikan dirinya di sana. "Selamat malam, Tante," ucap Zsalsya dengan ramah."Mengapa dia datang ke sini?" batin Rosmala.Denga
"Nona, kalau Anda lapar, biar saya buatkan makan malam," ungkap pelayan yang berada di samping Zsalsya. Wanita itu berdiri dengan tubuh agak membungkuk.Namun, sekali lagi Zsalsya menolaknya. "Saya belum lapar, kok, cuma kedinginan saja."Zsalsya merasa tidak nyaman berada di sana, sebab yang ditemuinya bukan orang terdekat dan ia belum terbiasa dengan itu. Baginya, bukan sesuatu hal yang mudah untuk membiasakan sesuatu di tempat baru. Walau pada kenyataannya ia harus terbiasa dengan itu.Sembari duduk ia masih memikirkan Ayahnya di sana yang entah sedang apa. Dirinya memang mengkhawatirkan Firman, tetapi ia berusaha hati-hati agar tidak ceroboh dalam menjalankan misinya ini.Kesedihan yang pernah dilaluinya membuatnya sadar bahwa ia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang ada. "Ada apa ini?" ujar Zsalsya keheranan kala tangannya tiba-tiba ditarik oleh seorang pria dengan tinggi sekitar 175 cm dan berkulit hitam. Ia menatap tajam mata Zsalsya.Pelayan yang melayani Zsalsya pun lan