Sorot mata Mariana langsung tampak serius kala suara pintu terbuka dan melihat sosok Endrick bersama seorang wanita. Mariana yang tidak mengenal wanita itu membuatnya bertanya-tanya, tetapi berbeda dengan Firman sudah tahu bahwa itu adalah sekretaris Endrick."Masuk, masuk!" pintanya kepada Endrick dan wanita di belakangnya.Endrick pun memasuki ruangan itu dengan sekretarisnya. Ia menghampiri Firman dan berdiri di sampingnya."Bagaimana keadaannya sekarang, Om? Apa sudah membaik?" tanya Endrick berbasa-basi. Endrick yang merasa sudah mengambil hati Firman pun kini ingin agar ikatan dirinya dengan calon Papa mertuanya itu jauh lebih dekat lagi dibanding sebelumnya."Sudah lumayan. Sebentar lagi juga pulang, kok."Dengan antusiasnya, Endrick pun langsung membalas. "Kapan pulang, Om? Saat pernikahan digelar nanti, Om sudah sembuh dan pulang dari rumah sakit ini, 'kan?""Memangnya kapan kamu akan menikahi anakku?" tanya Firman yang mana dirinya dirinya pun memang belum tahu pasti tangga
"Berikan berkasnya!" pinta Emdrick kepada sekretaris yang ada di sampingnya.Lantas, sekretaris itu pun langsung menyerahkannya kepada Firman. Ia juga memberikan pulpen yang untungnya tidak lupa ia bawa."Silakan, Pak!" kata sekretaris Endrick kepada Firman. Tanpa membacanya terlebih dahulu, Firman langsung menandatanganinya begitu saja, seolah tidak peduli dengan hal apapun karena memilih untuk percaya saja. Itu saking ia merasa senang dengan hal tersebut."Tidak mau dibaca dahulu?" tanya Endrick.Firman tertawa kecil. "Tidak usah. Saya sudah yakin dan saya percayakan semuanya."Selepas menarikan pulpennya di atas kertas berisi perjanjian khusus, berkas itu pun dikembalikan kepada sekretaris Endrick bersama pulpennya.Sekretarisnya menutup berkas itu kembali. "Terima kasih, Om, karena sudah mempercayakan ini kepada saya. Tapi, sepertinya saya tidak akan berlama-lama di sini, masih ada banyak sekali yang harus diurus."Tak lama dari itu, seorang perawat datang dengan membawa troli
Dalam perjalanan itu, Endrick terus mengemufikan mobilnya hingga di depan kantor. "Kamu masuk dan jangan lupa simpan berkas itu dengan baik di meja saya!" pintanya kepada sekretarisnya tersebut.Sekretarisnya tidak langsung turun. "Sekarang Anda mau pergi ke mana dulu, Pak?" tanyanya."Saya masih ada urusan."Sekretaris itu melihat ke arah sekretarisnya sejenak, lalu ia pun memegang pintu mobil dan mendorongnya. Perlahan ia turun dari mobil sana untuk kembali ke ruangannya.Walaupun terlintas dalam hatinya ada keinginan untuk ikut dengan Endrick. Tetapi, sepertinya saat itu Endrick ingin pergi sendiri.Setelah sekretarisnya keluar dari dalam mobil, ia langsung tancap gas pergi menuju lokasi keberadaan Zsalsya saat ini. "Dia belum memberi kabar tentang Zsalsya lagi," gumamnya. Endrick mengambil ponsel dan langsung menghubungi sopir pribadi yang digunakan untuk menemani Zsalsya ke salon melakukan perawatan.Sopir yang kini menjadi pengawal pribadi Zsalsya pun langsung menjawab panggil
Sepanjang perjalanan, Endrick memperhatikan Zsalsya. Tetapi, tampaknya ada banyak sekali yang terus berlarian dalam kepala Zsalsya, yang membuat wanita itu hanya diam.Memang benar. Ia sangat memikirkan banyak sekali hutangnya terhadap Endrick. Dirinya merasa berhutang sehingga menganggap semuanya adalah hutang. Padahal, tak sekalipun Endrick menghutangkan sesuatu kepada Zsalsya.Endrick hanya ingin agar Zsalsya tetap bersamanya. Itu sudah lebih dari cukup sebagai balasan atasan semuanya."Sama saja. Kalau aku harus terus bersamanya, itu artinya aku memang berhutang. Jika seandainya tidak bisa melakukan itu, tentu ini akan menjadi hutang selamanya," batin Zsalsya dalam diamnya.Endrick menepuk pelan lengan Zsalsya, sampai wanita itu menoleh ke arah Endrick. "Kenapa? Apa yang kamu pikirkan?" tanyanya.Zsalsya menggelengkan kepala. "Tidak apa-apa. Berapa lama lagi kita akan sampai?" tanya balik Zsalsya."Tidak akan lama. Sebentar lagi juga kita akan sampai."Dan benar saja. Sekitar dua
"Baiklah. Berarti jas fiksnya yang warna hitam ini saja, ya. Ini jauh lebih cocok.""Iya," sahut Endrick. Sedangkan Zsalsya, saat itu hanya memperhatikan Endrick sembari menunggu calon suaminya hingga selesai melakukan fitting baju pengantin pria.Tak perlu lama, fitting baju pun usai. Endrick dan Zsalsya keluar dari tempat itu dengan wajah tampak lega. Lega karena akhirnya satu persatu sudah selesai dilakukan. Kini, tinggal-lah yang lainnya."Sekarang kita akan ke mana lagi, Mas? Bukankah persiapannya sudah selesai?" tanya Zsalsya dengan lembut dan santai.Mereka tiba di dekat mobil. Sopir yang sedari tadi menunggu pun mendekat ke arah Endrick. "Sudah selesai, Tuan? Sekarang kita akan pergi ke mana?" tanyanya dengan penuh hormat."Ke department store."Mendengar hal itu membuat Zsalsya bertanya-tanya, apa yang akan mereka lakukan di sana? Maksudnya, berbelanja apa lagi?Zsalsya melihat ke sana kemari, fokusnya teralihkan pada pikiran itu. Tetapi, pikiran itu tidak bertahan lama, Endr
Penjual itu pun mencatatnya. Lalu ...."Minumannya mau apa?" Tawarannya berlanjut kala yang mereka pesan baru makanannya saja. Sedangkan, minumannya belum dipesan sama sekali."Teh botol," ungkap Endrick. Lalu, Zsalsya yang kurang menyukai rasa teh pun langsung memotong. "Saya jus lemon."Endrick menoleh. "Kamu suka yang asam-asam?" tanya Endrick.Zsalsya mengangguk. "Iya, Mas, soalnya segar."Kemudian penjualnya melihat ke arah sopir pribadi Endick yang sedari tadi lebih banyak diam. Ia lebih banyak diam karena menyadari posisinya di sana yang hanya sebagai sopir, merasa tak pantas untuk makan bersama mereka."Saya ... hehe ... samakan saja dengan Tuan," jawabnya sembari melihat ke arah Endrick."Kalau begitu, teh botolnya dua, jus lemonnya satu dan baksonya tiga.""Baik, kalau begitu tunggu sebentar." Penjualnya pun melangkah pergi untuk menyiapkan pesanan tersebut.Dari jarak jauh, tanpa sepengetahuan Endrick, rupanya ada orang yang tengah memantau pergerakan mereka. Pantauan itu
"Sudah berapa ... hari ini ... mereka belum juga kembali membawa Endrick! Sialan! Mereka memang tidak bisa diandalkan. Apa aku cari orang lain saja, ya? Hmm ... tapi si Rejho sialan itu berhutang banyak padaku! Aku tidak mungkin membebaskannya begitu saja. Dia harus bertanggung jawab untuk semua uang yang aku beri selama ini!" ucap Kyora sembari berkacak pinggang. Ia berjalan ke sana kemari dengan hati yang kian memanas, karena kesalahannya sudah di ujung.Antara menyesal dan bingung. Kini, Kyora tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Sebab, rencana yang dijalankannya belum berjalan dengan baik. Keinginannya belum terpenuhi dan yang ditemuinya hanyalah kendala dan kendala saja. Ingin mengganti orang untuk menjalankan rencana tersebut, tetapi ia pun tidak ingin dirugikan.Sementara itu, ketika telah selesai menyantap bakso bersama-sama, Endrick langsung menyesap minuman yang tersedia tersebut. "Setelah ini kita langsung pulang saja, Mas," kata Zsalsya dengan nada cemas. Kedua alisnya b
Dengan langkah buru-buru, Rejho dan kedua anak buahnya berjalan cepat menuju Endrick dan Zsalsya. "Ayo, kalian ini lambat sekali!" ucapnya dengan nada kesal.Kala itu, Rejho sudah tidak sabar lagi untuk melancarkan aksinya. Ia tidak mau kehilangan kesempatan apapun untuk mendapatkan mereka.Rejho mengambil sebuah kain hitam kecil berbentuk persegi yang dilipat-lipat, lalu menyemprotkan sesuatu ke atas kainnya tersebut.Zsalsya melihat ke sekeliling. Kepalanya agak pusing karena sedikit bingung ketika melihat para pengunjung di sana yang berlarian ke sana kemari. Sedangkan dirinya tetap berdiri di tempat yang sama, hendak pergi tetapi di tempat itu banyak sekali orang yang membuatnya harus mencari celah untuk berjalan di antara orang-orang itu."Kamu kenapa?" tanya Endrick kala melihat Zsalsya yang hanya terdiam dengan salah satu tangan memegang kepala.Melihat Zsalsya yang tampak sedang tidak baik-baik saja, dengan cepat Endrick pun langsung pergi dari tempat itu. Ia membawa Zsalsya