Malam itu Dimas terlihat tidak bisa tidur. Dirinya tidur di kamar sendiri, sedangkan Della tidur bersama Mitha. Sedangkan Ahsan sendiri tampaknya belum pulang, karena seharusnya Dimas tidur dengan pria itu sebab rumah Mitha hanya ada 2 kamar.
Dimas keluar dari kamar, melihat pintu kamar tempat Della tertutup rapat. Ia berjalan keluar rumah dan duduk di bangku yang berada di teras rumah. Dimas bisa merasakan terpaan angin malam yang terasa dingin, suara jangkrik dan kodok menemani sepinya keheningan.
Tak lama berselang, mobil pickup Ahsan berhenti tepat di belakang mobil Dimas. Pria itu turun dan melihat Dimas yang duduk di teras. Karena sudah tahu jika Della datang, tentu saja Ahsan tak terkejut ada Dimas di sana.
"Kenapa tidak istirahat? Bukannya kamu baru saja melakukan perjalanan panjang?" tanya Ahsan dengan sopan. Ia berjalan mendekat ke arah Dimas duduk, satu tangan menenteng sebuah kantong plastik.
Dimas terkejut mendengar Ahsan yang bicara begitu s
Di rumah Livia. Livia dan Susan sudah mempersiapkan segalanya untuk menyambut keluarga Dimas. Livia sampai meliburkan restorannya, meminta koki dan pelayannya untuk membantu di sana. Livia tidak ingin mengecewakan keluarga Dimas, dan menganggap kalau tidak ada yang peduli dengan Della.Della sendiri dirias dan mengenakan dress sederhana. Awalnya Della ingin berpenampilan biasa saja, karena menganggap kalau itu hanya kunjungan untuk membahas pernikahan mereka. Namun, Livia bersikukuh agar Della didandani dengan cantik, tak ingin membuat Della melewatkan momen indah seperti itu."Mamamu terlalu berlebih," keluh Della ketika Susan masuk ke kamar.Susan tersenyum, lantas menatap Della yang duduk di depan meja rias."Wah, kamu sangat berbeda dari biasanya," ujar Susan ketika melihat penampilan Della."Aneh, ya?" Della malah merasa khawatir kalau dandanannya aneh."Eh, siapa bilang? Kamu sangat cantik," puji Susan yang langsung membuat wajah Della
"Sayang, tenang dulu." Juan langsung merangkul kedua lengan istrinya."Lepasin, dia ini memang tidak berubah dari dulu!" geram Livia, menggerakkan kedua pundak agar tangan Juan terlepas tapi tidak berhasil."Memangnya kamu nggak, hah! Dasar pelit!" cibir Salsa.Anggara yang mendengar Salsa mencibir, lantas mendekat dan ikut memegangi lengan Salsa untuk menahan."Pelit apanya? Mana bisa berbagi pria!" Livia membela diri."Eh, itu masa muda. Lagian sekarang suamiku lebih tampan, anakku saja sangat tampan!" Salsa sepertinya tak mau kalah.Juan dan Anggara saling tatap, tak mengerti dengan apa yang sebenarnya sedang diperdebatkan dua wanita itu."Aku mau dia sekarang!" teriak Salsa."Nggak boleh!" kekeh Livia.Kedua wanita itu hampir adu remas kalau tidak ditahan suami mereka masing-masing."Berikan dia padaku!" bentak Salsa lagi."Nggak bisa, dia punyaku!" kekeh Livia lagi.Anggara dan Juan bingung deng
Tanggal pernikahan Dimas dan Della sudah ditetapkan. Kini keduanya tinggal menunggu hari itu tiba. Della sendiri baru kali ini merasa diperhatikan, itu karena semua yang mengurus persiapan pernikahannya adalah Livia. Della sampai merasa sungkan dengan wanita itu dan keluarganya, yang sudah sangat baik padanya.Sore itu Dimas menjemput Della di restoran seperti biasa, mereka akan menikah seminggu lagi, tapi Dimas masih terus mengantar jemput karena cemas jika Della pergi sendiri."Apa kamu sudah ambil cuti?" tanya Dimas ketika mereka berada di mobil untuk pulang."Sudah, sebenarnya mama Livi udah minta aku cuti, cuma malas aja di rumah," jawab Della."Mama Livi?" tanya Dimas ketika mendengar cara memanggil Della yang berubah pada wanita yang merawat Bagas."Ya, itu karena mama Salsa. Kata mama Livi, dia tak mau tersaingi oleh mama Salsa," jawab Della yang kemudian mengembuskan napas kasar.Sejak acara pertunangan Della dan Dimas, tampaknya Sa
Hari pernikahan Della dan Dimas pun tiba. Awalnya Livia ingin pesta diadakan di halaman rumahnya, tapi karena Salsa bersikukuh agar acara diadakan di gedung khusus sesuai arahan Wedding organizer, membuat Livia memilih mengalah. Gedung itu sudah dihias sedemikian rupa, bucket bunga tampak berjajar rapi di kanan dan kiri sepanjang pintu utama hingga altar pernikahan. Meja khusus untuk menyajikan hidangan sudah tertata rapi, siap diisi dengan aneka menu makanan yang sudah dimasak khusus oleh koki restoran Livia. Susan terlihat masuk ke salah satu ruangan khusus tempat pengantin dirias. Ia melihat Della memakai kebaya berwarna peace dengan manik yang menghias. "Cie, yang mau nikah lagi," goda Susan. Della yang baru saja dirias dan masih berdiri di depan cermin besar, lantas menoleh dan menatap Susan dengan mimik wajah memelas. "Dih, masa mau nikah mukanya gitu! Asem kek jeruk," ledek Susan ketika melihat wajah panik bercampur takut Della.
Setelah acara resepsi pernikahan, Della langsung diajak pulang ke rumah Salsa, karena sudah tradisi jika wanita pasti pulang ke rumah keluarga mempelai pria. Tadinya Della merasa benar-benar sungkan juga belum terbiasa, apalagi harus tidur di kamar yang asing baginya. Namun, Dimas mengatakan jika ini hanya sementara, karena tidak mungkin bagi mereka langsung pulang ke rumah kontrakkan Della, Dimas tak ingin menyakiti hati Salsa.Begitu masuk kamar Dimas, Della dibuat melongo dengan luasnya kamar pemuda itu."Kamar segede gini, tidur sendirian. Emang nggak takut?" tanya Della seraya mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, matanya mengeskplore setiap sudut kamar."Bukankah sekarang ada kamu," jawab Dimas yang iseng berbisik di telinga Della.Della langsung mengedikkan pundak, merasa geli karena napas hangat Dimas menggelitik bulu-bulu halus di belakang telinga."Ish ... geli Dim." Della menggosok telinga yang terkena napas Dimas.Dimas terge
Dimas tertegun mendengar ucapan Della, hingga menepuk jidatnya sendiri. "Malam pertama yang benar-benar sial," gerutu Dimas."Baiklah, tunggu sebentar." Dimas pun berjalan keluar kamar.Dimas berjalan menuruni anak tangga, rumahnya sudah sepi karena mungki orang-orang sudah beristirahat. Hingga Dimas menghentikan langkah ketika sampai di tengah anak tangga, menengok arloji yang melingkar di pergelangan tangan dan menunjukkan pukul 11 malam."Apa masih ada minimarket yang buka di sekitar sini?" tanyanya pada diri sendiri.Hingga Dimas teringat kakak kembarnya, diantara mereka pasti ada yang punya pembalut untuk Della. Dimas kembali naik dan tak jadi turun, kamar pertama yang ditujunya adalah kamar Anggit, kakak pertamanya."Kak, kamu sudah tidur?" Dimas memanggil seraya mengetuk pintu, tapi sepertinya sang kakak sudah beristirahat.Dimas mendesau, lantas berjalan ke kamar kakak keduanya. Dimas melakukan hal sama, mengetuk dan memanggil.
Mentari berhias diri, siap memperlihatkan keindahan di muka bumi, menyapa setiap insan yang ingin menyambut hari.Della terlihat menggerakkan kelopak mata, kini dirinya bangun dan melihat wajah seseorang di hadapan, wajah penuh kedamaian dengan senyum kecil seakan sedang bermimpi sesuatu yang indah. Dengan perlahan Della mencoba menyingkirkan tangan Dimas yang melingkar di pinggang, mencoba bangun karena sungkan jika dirinya tak bangun awal di rumah mertua.Namun, baru akan bergeser untuk turun, Dimas sudah kembali memeluknya, membuat Della harus berhenti bergerak."Mau ke mana?" tanya Dimas dengan suara parau, kelopak matanya masih terpejam tapi tangan memeluk erat pinggang Della."Bangun, nggak enak sama mama Salsa kalau bangun kesiangan," jawab Della seraya menatap wajah bantal Dimas.Dimas menarik napas dalam-dalam, lantas mengembuskan perlahan. Ia membuka mata, hingga melihat wajah Della yang begitu dekat dengannya."Kenapa sungkan? Tak
Usai sarapan, Dimas ingin kembali ke kamar karena ada pekerjaan yang harus dikerjakan. Hingga dirinya bertemu dengan Anggit di atas, Dimas melihat dengan jelas kalau kelopak mata sang kakak memang bengkak."Apa semalam kamu menangis?" tanya Dimas ketika Anggit ingin menuruni anak tangga."Hmm ... menangis? Tidak," jawab Anggit mencoba tersenyum ketika menatap sang adik."Semalam aku mendengar suara isakkan, Kakak yakin tidak menangis?" tanya Dimas lagi, merasa tak yakin dengan jawaban Anggit."Ish, menangis apanya? Kamu ini jangan mengada-ada," sangkal Anggit. Wanita itu menengok jam tangan, lantas menghela napas kasar. "Kakak harus pergi, ada janji dengan fotografer, kasihan sudah jauh-jauh datang ke sini kalau tidak bertemu. Bye, Dim."Anggit langsung menuruni anak tangga untuk pergi. Sedangkan Dimas masih menatap punggung Anggit, merasa kalau ada sesuatu yang disembunyikan oleh kakaknya itu.--Karena rencana bulan madu mer