Tanggal pernikahan Dimas dan Della sudah ditetapkan. Kini keduanya tinggal menunggu hari itu tiba. Della sendiri baru kali ini merasa diperhatikan, itu karena semua yang mengurus persiapan pernikahannya adalah Livia. Della sampai merasa sungkan dengan wanita itu dan keluarganya, yang sudah sangat baik padanya.
Sore itu Dimas menjemput Della di restoran seperti biasa, mereka akan menikah seminggu lagi, tapi Dimas masih terus mengantar jemput karena cemas jika Della pergi sendiri.
"Apa kamu sudah ambil cuti?" tanya Dimas ketika mereka berada di mobil untuk pulang.
"Sudah, sebenarnya mama Livi udah minta aku cuti, cuma malas aja di rumah," jawab Della.
"Mama Livi?" tanya Dimas ketika mendengar cara memanggil Della yang berubah pada wanita yang merawat Bagas.
"Ya, itu karena mama Salsa. Kata mama Livi, dia tak mau tersaingi oleh mama Salsa," jawab Della yang kemudian mengembuskan napas kasar.
Sejak acara pertunangan Della dan Dimas, tampaknya Sa
Hari pernikahan Della dan Dimas pun tiba. Awalnya Livia ingin pesta diadakan di halaman rumahnya, tapi karena Salsa bersikukuh agar acara diadakan di gedung khusus sesuai arahan Wedding organizer, membuat Livia memilih mengalah. Gedung itu sudah dihias sedemikian rupa, bucket bunga tampak berjajar rapi di kanan dan kiri sepanjang pintu utama hingga altar pernikahan. Meja khusus untuk menyajikan hidangan sudah tertata rapi, siap diisi dengan aneka menu makanan yang sudah dimasak khusus oleh koki restoran Livia. Susan terlihat masuk ke salah satu ruangan khusus tempat pengantin dirias. Ia melihat Della memakai kebaya berwarna peace dengan manik yang menghias. "Cie, yang mau nikah lagi," goda Susan. Della yang baru saja dirias dan masih berdiri di depan cermin besar, lantas menoleh dan menatap Susan dengan mimik wajah memelas. "Dih, masa mau nikah mukanya gitu! Asem kek jeruk," ledek Susan ketika melihat wajah panik bercampur takut Della.
Setelah acara resepsi pernikahan, Della langsung diajak pulang ke rumah Salsa, karena sudah tradisi jika wanita pasti pulang ke rumah keluarga mempelai pria. Tadinya Della merasa benar-benar sungkan juga belum terbiasa, apalagi harus tidur di kamar yang asing baginya. Namun, Dimas mengatakan jika ini hanya sementara, karena tidak mungkin bagi mereka langsung pulang ke rumah kontrakkan Della, Dimas tak ingin menyakiti hati Salsa.Begitu masuk kamar Dimas, Della dibuat melongo dengan luasnya kamar pemuda itu."Kamar segede gini, tidur sendirian. Emang nggak takut?" tanya Della seraya mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, matanya mengeskplore setiap sudut kamar."Bukankah sekarang ada kamu," jawab Dimas yang iseng berbisik di telinga Della.Della langsung mengedikkan pundak, merasa geli karena napas hangat Dimas menggelitik bulu-bulu halus di belakang telinga."Ish ... geli Dim." Della menggosok telinga yang terkena napas Dimas.Dimas terge
Dimas tertegun mendengar ucapan Della, hingga menepuk jidatnya sendiri. "Malam pertama yang benar-benar sial," gerutu Dimas."Baiklah, tunggu sebentar." Dimas pun berjalan keluar kamar.Dimas berjalan menuruni anak tangga, rumahnya sudah sepi karena mungki orang-orang sudah beristirahat. Hingga Dimas menghentikan langkah ketika sampai di tengah anak tangga, menengok arloji yang melingkar di pergelangan tangan dan menunjukkan pukul 11 malam."Apa masih ada minimarket yang buka di sekitar sini?" tanyanya pada diri sendiri.Hingga Dimas teringat kakak kembarnya, diantara mereka pasti ada yang punya pembalut untuk Della. Dimas kembali naik dan tak jadi turun, kamar pertama yang ditujunya adalah kamar Anggit, kakak pertamanya."Kak, kamu sudah tidur?" Dimas memanggil seraya mengetuk pintu, tapi sepertinya sang kakak sudah beristirahat.Dimas mendesau, lantas berjalan ke kamar kakak keduanya. Dimas melakukan hal sama, mengetuk dan memanggil.
Mentari berhias diri, siap memperlihatkan keindahan di muka bumi, menyapa setiap insan yang ingin menyambut hari.Della terlihat menggerakkan kelopak mata, kini dirinya bangun dan melihat wajah seseorang di hadapan, wajah penuh kedamaian dengan senyum kecil seakan sedang bermimpi sesuatu yang indah. Dengan perlahan Della mencoba menyingkirkan tangan Dimas yang melingkar di pinggang, mencoba bangun karena sungkan jika dirinya tak bangun awal di rumah mertua.Namun, baru akan bergeser untuk turun, Dimas sudah kembali memeluknya, membuat Della harus berhenti bergerak."Mau ke mana?" tanya Dimas dengan suara parau, kelopak matanya masih terpejam tapi tangan memeluk erat pinggang Della."Bangun, nggak enak sama mama Salsa kalau bangun kesiangan," jawab Della seraya menatap wajah bantal Dimas.Dimas menarik napas dalam-dalam, lantas mengembuskan perlahan. Ia membuka mata, hingga melihat wajah Della yang begitu dekat dengannya."Kenapa sungkan? Tak
Usai sarapan, Dimas ingin kembali ke kamar karena ada pekerjaan yang harus dikerjakan. Hingga dirinya bertemu dengan Anggit di atas, Dimas melihat dengan jelas kalau kelopak mata sang kakak memang bengkak."Apa semalam kamu menangis?" tanya Dimas ketika Anggit ingin menuruni anak tangga."Hmm ... menangis? Tidak," jawab Anggit mencoba tersenyum ketika menatap sang adik."Semalam aku mendengar suara isakkan, Kakak yakin tidak menangis?" tanya Dimas lagi, merasa tak yakin dengan jawaban Anggit."Ish, menangis apanya? Kamu ini jangan mengada-ada," sangkal Anggit. Wanita itu menengok jam tangan, lantas menghela napas kasar. "Kakak harus pergi, ada janji dengan fotografer, kasihan sudah jauh-jauh datang ke sini kalau tidak bertemu. Bye, Dim."Anggit langsung menuruni anak tangga untuk pergi. Sedangkan Dimas masih menatap punggung Anggit, merasa kalau ada sesuatu yang disembunyikan oleh kakaknya itu.--Karena rencana bulan madu mer
Della pulang ke rumah dengan kedua tangan penuh belanjaan. Itu kareana Salsa membelikannya barang, berkata jika semua itu adalah hadiah pernikahan mereka. Della masuk ke kamar, lantas meletakkan barang bawaan ke sofa. Ia langsung duduk dan meluruskan kaki.Dimas yang baru saja keluar dari kamar mandi, melihat Della yang sedang menyandarkan kepala dengan posisi menengadah dan mata terpejam. Ia menduga jika Della pasti kelelahan diajak sang mama jalan-jalan. Dimas tahu kalau Salsa akan memberikan apa pun jika sudah menyukai seseorang. Ia mendekat dan berdiri tepat di belakang sofa tempat Della duduk tanpa disadari wanita itu. Dimas menundukkan kepala serta mendekatkan wajah dan mengecup kening sang istri.Apa yang dilakukan Dimas membuat Della terkejut, secara impulsif bangun hingga dahi Della membentur dagu Dimas."Aghh!! Del!" pekik Dimas seraya memegangi dagu.Della yang terkejut memegangi dahi yang membentur dagu Dimas, hingga mentaap sang suami yang ke
Satu minggu semenjak pernikahan Dimas dan Della telah berlalu. Karena mereka menunda bulan madu, membuat Dimas memilih kembali bekerja seperti biasa.Sore itu Della menemani Salsa menjemput Bagas, karena minggu ini adalah jatah Bagas tinggal di rumah Salsa."Bagas mau minta apa? Nanti Oma Salsa belikan." Salsa yang begitu senang karena bisa menghabiskan waktu bersama Bagas, tentu saja ingin memberikan apa yang diminta oleh bocah itu.Della yang duduk di sebelah Salsa, tentunya senang karena putranya memiliki orang-orang yang sangat perhatian dan begitu menyayanginya. Namun, Della sendiri khawatir jika suatu saat Bagas jadi bergantung dan manja dengan Salsa maupun Livia."Es cim." Bagas yang masih cedal, menginginkan eskrim."Es krim? Kalau gigi Bagas berlubang bagaimana?" tanya Salsa yang malah cemas jika cucunya itu makan manis dan dingin."Gocok gigi, Bagas nanti gocok gigi."Salsa menatap heran Bagas yang tahu akan hal itu, s
Della berdiri di depan lemari. Masa datang bulannya sudah selesai sejak kemarin, tapi memang sengaja belum memberitahu Dimas karena takut jika tiba-tiba masih ada sisa yang tertinggal dan keluar lagi ketika berhubungan badan. Della menggigit bibir bawahnya, di lemari banyak pilihan baju tidur, dari piyama berbahan satin, katun, hingga lingerie hadiah dari kedua kakak iparnya. sejujurnya Della merasa canggung dan gugup. Jika diam takut mengecewakan Dimas dan dikata berbohong. Namun, jika bilang juga masih merasa gugup, karena sudah tak melakukan itu selama hampir tiga tahun semenjak dirinya hamil Bagas.Hanya demi menyenangkan serta tak mengecewakan Dimas yang sudah sangat sabar menanti dirinya semenjak berpacaran, akhirnya Della menggunakan piyama satin yang memang terlihat sedikit tipis. Ia ragu memakai lingerie, merasa aneh jika mengenakan pakaian kekurangan bahan itu.Della menengok jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi Dimas belum juga kemb
Setelah semua kejadian yang menimpa, akhirnya Della dan Dimas memutuskan untuk tidak jadi pindah karena merasa aman tinggal bersama Salsa dan Anggara. Salsa sendiri begitu bahagia, karena dia tidak harus merasa kehilangan anggota keluarganya.Satu bulan berlalu setelah kejadian penculikan Bagas. Kini baik Della maupun Dimas pun sudah melakukan aktivitas mereka seperti biasa.Siang itu Della masih bekerja seperti biasa, hingga saat melihat darah dari daging yang hendak dibersihkan, Della tiba-tiba merasa mual dan muntah.“Del, kamu baik-baik saja?” tanya teman Della.Della belum menjawab, dirinya terus muntah di washbak. Perutnya rasanya dikocok hingga ingin sekali mengeluarkan semua isi makanan di dalam.Teman Della segera mengambilkan minyak kayu putih, berpikir jika Della mungkin saja masuk angin.“Olesi perutmu dengan ini agar hangat,” kata teman Della memberikan perhatian.Della mengangguk-angguk, kemudian membuka sedikit seragamnya dan mengolehkan minyak itu.“Kamu sakit? Apa kam
Della semakin menitikkan air mata saat tangan Alvian mulai menjamah tubuhnya. Pakaian bagian atasnya kini terbuka, memperlihatkan bra yang menutup dua bukit kembarnya. Alvian semakin bersemangat untuk menyetubuhi Della saat melihat betapa bulat dan indahnya bukit kembar milik mantan istrinya itu.“Tubuhmu benar-benar makin indah, Del.” Alvian menyentuh salah satu bukit kembar Della dari balik bra.Della memejamkan mata begitu rapat dengan buliran kristal yang meluncur bebas saat Alvian menyentuh dan kini meremas bukit kembarnya. Sungguh dia sangat berdosa karena kini ada pria lain yang sudah menyentuh tubuhnya selain sang suami.“Menangislah, Del. Aku sangat suka melihatmu tersiksa dalam kenikmatan.”Alvian semakin menggila, dia bahkan kini menciumi belahan dada mantan istrinya itu.Kedua kaki Della terus menendang, mencoba memberontak tapi usahanya sia-sia karena Alvian menindih dengan satu kaki berada di antara dua pahanya.Di luar kamar, Max tersenyum miring mendengar Della yang me
Della pergi ke alamat yang dikirimkan Alvian. Demi mendapatkan Bagas kembali, dia rela melakukan segalanya. Della tidak akan pernah terima jika Bagas diambil begitu saja oleh Alvian yang tidak pernah bertanggung jawab sama sekali.Wanita itu sudah sampai di depan pintu kamar di sebuah apartemen tua, bangunan di sana tidak terlalu terawat, terlihat dari cat yang memudar dan seperti lama tidak diperbaharui.Della mengetuk pintu beberapa kali, hingga terlihat pintu itu terbuka.Alvian menyeringai melihat Della benar-benar datang ke sana dengan sebuah tas di tangan. Pria itu menyembulkan kepala keluar, menengok ke kanan dan kiri untuk memastikan Della datang sendirian.“Kamu tidak datang bersama orang lain, ‘kan?” Alvian mencoba memastikan.“Apa matamu buta? Apa kamu tidak lihat jika tidak ada orang lain di sini?” Della bicara dengan nada membentak karena begitu benci dengan mantan suaminya itu.Alvian terkekeh mendengar Della memaki, tapi dirinya cukup tertarik karena ternyata istrinya i
Della pergi dari rumah tanpa sepengetahuan Dimas dan yang lain. Pikirannya kini hanya penuh dengan Bagas, dia hanya ingin agar Bagas kembali ke pelukannya.Sebelum menemui Alvian di alamat yang dikirimkan mantan suaminya itu. Della pergi ke bank untuk menarik sejumlah uang, Alvian ingin menukar Bagas dengan uang, sehingga Della mau tidak mau harus mengambil tabungannya juga uang pemberian Dimas.Di rumah. Dimas kembali ke kamar karena ingin bicara dengan Della. Namun, alangkah terkejutnya Dimas saat tidak melihat Della di kamar.“Del! Della!” Dimas memanggil sang istri tapi tidak ada balasan.Dimas panik dan kebingungan, hingga kemudian keluar dari kamar untuk mencari Della di tempat lain.“Ada apa, Dim?” tanya Anggit yang melihat Dimas panik.“Della tidak ada di kamar,” jawab Dimas.Anggit ikut panik, hingga kemudian mencari Della di seluruh rumah. Namun, mereka tidak menemukan Della di mana pun, membuat Dimas semakin cemas dan takut jika istrinya mencari keberadaan Bagas sendirian.
Anggit masih berada di kamar Dimas. Dia mencemaskan adik iparnya yang sampai pingsan karena memikirkan Bagas yang dibawa kabur ayah kandungnya.“Apa kamu sudah melaporkannya ke kantor polisi?” tanya Anggit, menatap sang adik yang terlihat cemas sambil memandang sang istri.“Sudah, polisi akan membantu mencari berbekal nomor plat mobil yang membawa Bagas,” jawab Dimas tanpa menoleh sang kakak.“Apa kamu ada video rekaman Cctv-nya?” tanya Anggit yang penasaran.Dimas menganguk, lantas mengeluarkan ponsel dan membuka galeri untuk menunjukkan video yang dimilikinya.Anggit pun terlihat begitu antusias, mengambil ponsel dari tangan Dimas, kemudian menonton rekaman video Cctv. Hingga Anggit menekan tombol paus saat video memutar posisi mobil berhenti di depan rumah Dimas, lantas dirinya memperbesar resolusi gambar itu.“Tunggu!” Anggit mengerutkan dahi saat melihat nomor plat mobil itu.Dimas menoleh sang kakak, hingga melihat Anggit yang mengerutkan dahi.“Ada apa, Kak?” tanya Dimas.“Ini
Salsa terduduk lemas saat mendengar kabar yang disampaikan Dimas. Wanita itu merasa tulang-tulang di kedua kakinya seolah ditarik keluar dari tubuh.Dimas dan Della pulang setelah mereka melaporkan Bagas yang hilang karena diculik. Mereka memiliki bukti rekaman Cctv yang terpasang di salah satu rumah yang dekat dengan rumah Dimas dan Della.Della pun terduduk tidak berdaya, sejak dari kantor polisi hingga sampai rumah, air matanya terus mengalir hingga membuat wajahnya begitu basah.“Bagaimana bisa kalian tidak hati-hati? Kenapa kalian membuat Bagas diculik!” Salsa menyalahkan Dimas dan Della yang teledor.Wanita itu menangis, bahkan sampai sesenggukan dan mencengkram baju bagian dada.Della terdiam, dirinya pun begitu kehilangan dan takut terjadi sesuatu dengan Bagas. Dalam rekaman itu hanya terlihat Alvian yang menggendong Bagas, kemudian masuk ke mobil dan meninggalkan tempat itu.“Kamu tenang, sayang. Tarik napas panjang dan embuskan perlahan.” Anggara mencoba menenangkan Salsa.D
Dimas sangat terkejut saat mengetahui jika Alvian kembali mendatangi Della, tentu saja pria itu takkan bisa tenang jika sampai Alvian kembali mengganggu Della.“Kamu kasih dia uang lagi?” tanya Dimas sangat geram dengan ulah Alvian.“Tentu saja tidak, Dim,” jawab Della. Dia tak ingin terlalu berbaik hati menuruti keinginan Alvian.Jika dulu Della memberi karena berharap mantan suaminya itu sadar lalu pergi dari kehidupannya, kini Della takkan mengulang kedua kali memberi karena jelas yang kedua karena sebuah keserakahan.“Lalu, apakah dia memaksamu atau melakukan sesuatu kepadamu?” tanya Dimas yang semakin cemas.Della menggelengkan kepala, kemudian menjawab, “Aku langsung pergi, tapi samar-samar mendengar dia berteriak tapi tidak terlalu jelas. Aku mencoba mengabaikan dirinya.”Dimas menghela napas lega, kemudian meraih kepala Della dan membawa ke pelukan. Bahkan mengecup lembut pucuk kepala istrinya itu.“Ya sudah, lain kali kalau dia mengganggumu lagi, segera hubungi aku. Aku takka
Anggit kembali ke rumah Salsa. Sepanjang perjalanan masih terus memikirkan ucapan Max tentang ibunya, apakah benar Salsa yang menyebar informasi tentang perselingkuhan Max dengan salah satu model itu. Gara-gara ucapan Max, Anggit sampai tak fokus di pemotretan keduanya. Membuatnya harus terkena teguran fotografer berulang kali. Mobil Anggit sudah sampai di garasi. Dia langsung turun dan melihat Salsa yang sedang menunggui Bagas bermain di halaman rumah. “Sore, Ma.” Anggit langsung menyapa dan memberikan kecupan kanan-kiri di pipi Salsa. “Sore, sayang. Bagaimana tadi pemotretannya?” tanya Salsa. “Lancar,” jawab Anggit kemudian memilih duduk di kursi bersebelahan dengan Salsa, memandang Bagas yang sedang bermain bola. Salsa pun memandang Bagas, melihat betapa aktifnya bocah itu. Anggit menoleh Salsa, hingga berniat menanyakan tentang Max. “Ma. Boleh aku tanya sesuatu?” Salsa menoleh, melihat Anggit yang sudah memandangnya. “Tanya saja.” Salsa mempersilakan. “Apa Mama yang menyeb
Della masih saja bekerja sebagai seorang pramusaji setelah beberapa bulan menikah dengan Dimas. Dirinya hanya ingin mandiri, karena sejak awal sudah berkomitmen jika dirinya akan tetap bekerja.“Del, aku heran sama kamu,” kata teman Della.“Heran kenapa?” tanya Della yang sedang sibuk mengelap meja.“Kamu tuh sudah nikah sama pria kaya, kenapa masih mau bekerja begini?” tanya teman Della, memandang mantan janda cantik itu dengan perasaan heran.Della mengulas senyum mendengar pertanyaan temannya, hingga menoleh dan melihat teman yang memandang dirinya.“Apa hubungannya menikah dengan pria kaya dan bekerja?” tanya balik Della. Dia berhenti mengelap meja dan memilih menatap temannya.“Ya, bukankah lebih enak di rumah, ngurus anak dan rumah saja. Lagian aku yakin, suamimu pasti tidak kekurangan uang untuk sekadar memberimu uang belanja atau jajan,” jawab teman Della.Della mengulas senyum, kemudian berkata, “Memang uang dari suamiku tidak kurang, tapi aku pun tidak ingin terlalu bergantu