Della berdiri di depan lemari. Masa datang bulannya sudah selesai sejak kemarin, tapi memang sengaja belum memberitahu Dimas karena takut jika tiba-tiba masih ada sisa yang tertinggal dan keluar lagi ketika berhubungan badan. Della menggigit bibir bawahnya, di lemari banyak pilihan baju tidur, dari piyama berbahan satin, katun, hingga lingerie hadiah dari kedua kakak iparnya. sejujurnya Della merasa canggung dan gugup. Jika diam takut mengecewakan Dimas dan dikata berbohong. Namun, jika bilang juga masih merasa gugup, karena sudah tak melakukan itu selama hampir tiga tahun semenjak dirinya hamil Bagas.
Hanya demi menyenangkan serta tak mengecewakan Dimas yang sudah sangat sabar menanti dirinya semenjak berpacaran, akhirnya Della menggunakan piyama satin yang memang terlihat sedikit tipis. Ia ragu memakai lingerie, merasa aneh jika mengenakan pakaian kekurangan bahan itu.
Della menengok jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi Dimas belum juga kemb
Sang surya berhias diri, siap menyapa dan menduduki tahta untuk menggantikan rembulan yang kembali ke peraduan. Dua insan yang baru saja menghabiskan malam pertama mereka, tampak enggan membuka mata meski suara burung dan sinar matahari mulai menelusup masuk melewati celah jendela."Dim." Della sudah bangun, menatap wajah sang suami yang begitu dengan dengannya."Hmm ...." Hanya suara dehaman yang terdengar. Dimas masih memejamkan mata, kedua tangan memeluk erat tubuh Della."Kamu tidak bangun? Apa tidak ke kantor?" tanya Della. Suaranya terdengar pelan, karena sebenarnya merasa malu dengan percintaan panas mereka semalam.Dimas membuka kelopak mata perlahan, hingga kemudian menatap Della dengan mata masih mengantuk."Aku tidak mau ke kantor, mau di sini sama kamu," jawab Dimas manja. Bahkan sengaja menutup mata lagi, serta meletakkan dagu di pucuk kepala Della.
Karena Della sudah tidak dalam halangan. Siang itu Dimas pergi ke ruang Anggara untuk mengajukan cuti."Ada apa jam segini ke sini, hmm? Kamu ingin ngajak Papa bolos kerja," seloroh Anggara ketika melihat putranya datang ke ruangan pada jam kerja.Dimas tertawa mendengar candaan sang papa, hingga memilih duduk di kursi yang terdapat di depan meja Anggara."Mana berani aku ngajak bolos, yang ada aku dipecat tak hormat nanti," kelakar Dimas.Anggara ikut tertawa, hingga mencoba bersikap serius karena tahu jika putranya datang ke sana pasti ada yang ingin disampaikan padanya."Ada apa? Apa kamu perlu bantuan?" tanya Anggara."Ya, sebenarnya aku mau ambil cuti yang pernah Papa janjikan waktu itu," jawab Dimas seraya mengusap tengkuk berulang kali."Cuti? Ah, apa sudah bebas?" tanya Anggara ambigu."Ya, aku ingin mengajakn
Della dan Dimas sudah sampai di Bali. Mereka baru saja tiba di resort yang di booking khusus oleh Salsa sebagai kado pernikahan keduanya. Della masuk ke kamar begitu pelayan resort yang mengantar sudah membukakan pintu, sedangkan Dimas yang membawakan koper mereka.Della terkesima dengan kamar mereka, bukan karena ranjangnya bertabur kelopak mawar seperti yang didapat pasangan pengantin pada umumnya, tapi karena pemandangan yang didapat dari sudut pandang dirinya berdiri sekarang. Della langsung membuka pintu kaca yang menghalangi dunia luar dengan kamarnya, melihat hamparan laut biru yang indah, dengan kolam renang yang berada di depan kamar."Sangat indah," gumamnya penuh dengan pujian.Dimas yang baru saja meletakkan koper, menyusul ke tempat Della berdiri. Ia langsung memeluk Della dari belakang, menyandarkan dagu di pundak sang istri."Kamu suka?" tanya Dimas ketika melihat senyum merekah di wajah Della."Sangat suka, aku tidak pernah melihat
Della berjalan di tepian kolam dengan bertelanjang kaki, kedua tangan direnggangkan ke kanan dan kiri. Sedangkan Dimas berjalan di belakangnya, melihat tingkah lucu Della."Sejak kecil aku selalu hidup sederhana, semuanya serba pas, uang jajan pas, tempat tinggal pas, kasih sayang dan perhatian pas-pasan. Bahkan aku tidak pernah membayangkan jika bisa berjalan di tepian kolam, menikmati malam yang begitu indah seperti sekarang." Della membalikkan badan dengan cepat, membuat kakinya hampir tergelincir.Dimas yang sedari tadi mendengarkan Della bercerita, terus mengulas senyum karena merasa senangi bisa membahagiakan istrinya itu. Hingga ketika melihat Della yang hampir tergelincir ke kolam, Dimas dengan sigap langsung menarik tangan Della, membawa istrinya itu jatuh ke pelukan."Hati-hati," ucap Dimas.Della tersenyum lebar melihat Dimas yang khawatir, lantas mengalungkan kedua lengan dan menatap lekat wajah Dimas dari dekat."Katakan padaku, Dim. K
Hari itu, Salsa tampak mengajak Bagas jalan-jalan. Menghabiskan waktu untuk oma dan cucu, itulah yang ada dipikiran Salsa sekarang. Ia dan Bagas baru saja selesai berbelanja pakaian, kemudian ingin mengajak cucunya itu membeli beberapa mainan."Bagas!" Livia yang ternyata sedang berbelanja pakaian bayi untuk anak Susan, melihat Salsa dan Bagas, membuat wanita itu langsung keluar dari toko untuk menghampiri."Kenapa kamu di sini?" tanya Salsa menatap heran. Terlihat tidak suka karena takut Livia mengambil alih Bagas darinya."Hei, jangan pikir aku membuntuti. Aku sedang mencarikan pakaian untuk cucuku yang lain, jadi bukan sengaja ketemu," jawab Livia yang sedikit tersinggung dengan pertanyaan Salsa."Ya, yang punya cucu, makanya merasa senang," sindir Salsa. "Kamu sudah punya cucu satu, kenapa masih ingin Bagas." Salsa lagi-lagi memancing emosi Livia.Livia menarik napas dalam-dalam, mencoba bersabar ketika menghadapi Salsa, sadar jika mereka tenga
Della dan Dimas berbulan madu selama 3 hari, karena Dimas harus kembali bekerja dan tidak bisa mengambil cuti lama. Meski Dimas adalah putra pemilik perusahaan, tak lantas membuat pria itu bertindak seenaknya sendiri.Keduanya sudah pulang, serta langsung disambut hangat oleh Salsa. Della membawakan banyak oleh-oleh untuk orang rumah, meski mungkin bagi Salsa itu adalah barang biasa, tapi ternyata wanita itu sangat menghargai karena Della membeli menggunakan uangnya sendiri."Aku besok sudah mulai kembali ke kantor, apa yang akan kamu lakukan besok?" tanya Dimas seraya membantu Della membongkar koper mereka."Mungkin aku ke resto saja, lagian di rumah mau apa," jawab Della santai. "Di rumah bersama mertua itu juga ada sedikit tekanan," bisik Della dengan nada candaan.Dimas yang tak paham jika Della sedang bercanda, lantas menoleh dengan air muka serius, menganggap jika apa yang dibisikkan Della benar adanya."Apa itu benar?" tanya Dimas mema
Hari itu Anggit terlihat buru-buru pergi dari rumah mengemudikan mobilnya. Wanita itu terlihat gelisah, bahkan bola matanya berkaca.Anggit sampai di sebuah restoran. Ia langsung berjalan cepat masuk dan pergi ke salah satu ruangan yang terdapat di sana. Anggit harus menelan kenyataan pahit jika suaminya benar-benar berselingkuh.Anggit sendiri sudah mencurigai sang suami berselingkuh sejak beberapa bulan yang lalu, tapi masih ditahan dan mencoba percaya pada suaminya. Namun, ternyata sang suami seakan tak peduli dan semakin menjadi-jadi. Beberapa hari lalu setelah pernikahan Dimas dan Della, Anggit terus meratapi kebodohan mencintai pria yang ternyata terus membohonginya. Bahkan ketika Anggit bertanya, suaminya itu terus mengelak."Bagus! Ternyata kamu benar-benar berselingkuh! Pantas saja aku ajak kamu balik ke Paris tidak mau! Bahkan kamu terus mengelak!" bentak Anggit ketika memergoki sang suami dengan wanita lain yang sama-sama berprofesi sebagai model di r
Della mengajak Anggit ke rumah kontrakkan lamanya. Karena tak mungkin mengajak kakak iparnya itu ke tempat umum atau pulang ke rumah, sedangkan Anggit masih terus menangis. "Minum dulu, Kak." Della menyodorkan gelas berisi air putih. "Te-rima ka-sih," ucap Anggit sedikit terbata karena isakan tangisnya. Della menatap kakak ipar yang sedang meminum air. Ia berpikir jika apa yang didengar pagi itu adalah benar, sang kakak ipar tengah bertengkar dengan suami. "Sejak kapan Kakak diselingkuhi?" tanya Della. Anggit meletakkan gelas di meja, lantas mengambil tisu untuk menyeka air mata. "Beberapa bulan yang lalu," jawab Anggit dengan mata kembali berkaca. "Aku pikir mereka hanya berhubungan sebatas bisnis, mengingat suamiku adalah pemilik perusahaan modelling, dan wanita itu modelnya. Namun, saat aku mulai menyadari kedekatan serta banyaknya job yang diberikan pada wanita itu, mulai dari situ aku sadar jika suamiku berselingkuh. Apala
Setelah semua kejadian yang menimpa, akhirnya Della dan Dimas memutuskan untuk tidak jadi pindah karena merasa aman tinggal bersama Salsa dan Anggara. Salsa sendiri begitu bahagia, karena dia tidak harus merasa kehilangan anggota keluarganya.Satu bulan berlalu setelah kejadian penculikan Bagas. Kini baik Della maupun Dimas pun sudah melakukan aktivitas mereka seperti biasa.Siang itu Della masih bekerja seperti biasa, hingga saat melihat darah dari daging yang hendak dibersihkan, Della tiba-tiba merasa mual dan muntah.“Del, kamu baik-baik saja?” tanya teman Della.Della belum menjawab, dirinya terus muntah di washbak. Perutnya rasanya dikocok hingga ingin sekali mengeluarkan semua isi makanan di dalam.Teman Della segera mengambilkan minyak kayu putih, berpikir jika Della mungkin saja masuk angin.“Olesi perutmu dengan ini agar hangat,” kata teman Della memberikan perhatian.Della mengangguk-angguk, kemudian membuka sedikit seragamnya dan mengolehkan minyak itu.“Kamu sakit? Apa kam
Della semakin menitikkan air mata saat tangan Alvian mulai menjamah tubuhnya. Pakaian bagian atasnya kini terbuka, memperlihatkan bra yang menutup dua bukit kembarnya. Alvian semakin bersemangat untuk menyetubuhi Della saat melihat betapa bulat dan indahnya bukit kembar milik mantan istrinya itu.“Tubuhmu benar-benar makin indah, Del.” Alvian menyentuh salah satu bukit kembar Della dari balik bra.Della memejamkan mata begitu rapat dengan buliran kristal yang meluncur bebas saat Alvian menyentuh dan kini meremas bukit kembarnya. Sungguh dia sangat berdosa karena kini ada pria lain yang sudah menyentuh tubuhnya selain sang suami.“Menangislah, Del. Aku sangat suka melihatmu tersiksa dalam kenikmatan.”Alvian semakin menggila, dia bahkan kini menciumi belahan dada mantan istrinya itu.Kedua kaki Della terus menendang, mencoba memberontak tapi usahanya sia-sia karena Alvian menindih dengan satu kaki berada di antara dua pahanya.Di luar kamar, Max tersenyum miring mendengar Della yang me
Della pergi ke alamat yang dikirimkan Alvian. Demi mendapatkan Bagas kembali, dia rela melakukan segalanya. Della tidak akan pernah terima jika Bagas diambil begitu saja oleh Alvian yang tidak pernah bertanggung jawab sama sekali.Wanita itu sudah sampai di depan pintu kamar di sebuah apartemen tua, bangunan di sana tidak terlalu terawat, terlihat dari cat yang memudar dan seperti lama tidak diperbaharui.Della mengetuk pintu beberapa kali, hingga terlihat pintu itu terbuka.Alvian menyeringai melihat Della benar-benar datang ke sana dengan sebuah tas di tangan. Pria itu menyembulkan kepala keluar, menengok ke kanan dan kiri untuk memastikan Della datang sendirian.“Kamu tidak datang bersama orang lain, ‘kan?” Alvian mencoba memastikan.“Apa matamu buta? Apa kamu tidak lihat jika tidak ada orang lain di sini?” Della bicara dengan nada membentak karena begitu benci dengan mantan suaminya itu.Alvian terkekeh mendengar Della memaki, tapi dirinya cukup tertarik karena ternyata istrinya i
Della pergi dari rumah tanpa sepengetahuan Dimas dan yang lain. Pikirannya kini hanya penuh dengan Bagas, dia hanya ingin agar Bagas kembali ke pelukannya.Sebelum menemui Alvian di alamat yang dikirimkan mantan suaminya itu. Della pergi ke bank untuk menarik sejumlah uang, Alvian ingin menukar Bagas dengan uang, sehingga Della mau tidak mau harus mengambil tabungannya juga uang pemberian Dimas.Di rumah. Dimas kembali ke kamar karena ingin bicara dengan Della. Namun, alangkah terkejutnya Dimas saat tidak melihat Della di kamar.“Del! Della!” Dimas memanggil sang istri tapi tidak ada balasan.Dimas panik dan kebingungan, hingga kemudian keluar dari kamar untuk mencari Della di tempat lain.“Ada apa, Dim?” tanya Anggit yang melihat Dimas panik.“Della tidak ada di kamar,” jawab Dimas.Anggit ikut panik, hingga kemudian mencari Della di seluruh rumah. Namun, mereka tidak menemukan Della di mana pun, membuat Dimas semakin cemas dan takut jika istrinya mencari keberadaan Bagas sendirian.
Anggit masih berada di kamar Dimas. Dia mencemaskan adik iparnya yang sampai pingsan karena memikirkan Bagas yang dibawa kabur ayah kandungnya.“Apa kamu sudah melaporkannya ke kantor polisi?” tanya Anggit, menatap sang adik yang terlihat cemas sambil memandang sang istri.“Sudah, polisi akan membantu mencari berbekal nomor plat mobil yang membawa Bagas,” jawab Dimas tanpa menoleh sang kakak.“Apa kamu ada video rekaman Cctv-nya?” tanya Anggit yang penasaran.Dimas menganguk, lantas mengeluarkan ponsel dan membuka galeri untuk menunjukkan video yang dimilikinya.Anggit pun terlihat begitu antusias, mengambil ponsel dari tangan Dimas, kemudian menonton rekaman video Cctv. Hingga Anggit menekan tombol paus saat video memutar posisi mobil berhenti di depan rumah Dimas, lantas dirinya memperbesar resolusi gambar itu.“Tunggu!” Anggit mengerutkan dahi saat melihat nomor plat mobil itu.Dimas menoleh sang kakak, hingga melihat Anggit yang mengerutkan dahi.“Ada apa, Kak?” tanya Dimas.“Ini
Salsa terduduk lemas saat mendengar kabar yang disampaikan Dimas. Wanita itu merasa tulang-tulang di kedua kakinya seolah ditarik keluar dari tubuh.Dimas dan Della pulang setelah mereka melaporkan Bagas yang hilang karena diculik. Mereka memiliki bukti rekaman Cctv yang terpasang di salah satu rumah yang dekat dengan rumah Dimas dan Della.Della pun terduduk tidak berdaya, sejak dari kantor polisi hingga sampai rumah, air matanya terus mengalir hingga membuat wajahnya begitu basah.“Bagaimana bisa kalian tidak hati-hati? Kenapa kalian membuat Bagas diculik!” Salsa menyalahkan Dimas dan Della yang teledor.Wanita itu menangis, bahkan sampai sesenggukan dan mencengkram baju bagian dada.Della terdiam, dirinya pun begitu kehilangan dan takut terjadi sesuatu dengan Bagas. Dalam rekaman itu hanya terlihat Alvian yang menggendong Bagas, kemudian masuk ke mobil dan meninggalkan tempat itu.“Kamu tenang, sayang. Tarik napas panjang dan embuskan perlahan.” Anggara mencoba menenangkan Salsa.D
Dimas sangat terkejut saat mengetahui jika Alvian kembali mendatangi Della, tentu saja pria itu takkan bisa tenang jika sampai Alvian kembali mengganggu Della.“Kamu kasih dia uang lagi?” tanya Dimas sangat geram dengan ulah Alvian.“Tentu saja tidak, Dim,” jawab Della. Dia tak ingin terlalu berbaik hati menuruti keinginan Alvian.Jika dulu Della memberi karena berharap mantan suaminya itu sadar lalu pergi dari kehidupannya, kini Della takkan mengulang kedua kali memberi karena jelas yang kedua karena sebuah keserakahan.“Lalu, apakah dia memaksamu atau melakukan sesuatu kepadamu?” tanya Dimas yang semakin cemas.Della menggelengkan kepala, kemudian menjawab, “Aku langsung pergi, tapi samar-samar mendengar dia berteriak tapi tidak terlalu jelas. Aku mencoba mengabaikan dirinya.”Dimas menghela napas lega, kemudian meraih kepala Della dan membawa ke pelukan. Bahkan mengecup lembut pucuk kepala istrinya itu.“Ya sudah, lain kali kalau dia mengganggumu lagi, segera hubungi aku. Aku takka
Anggit kembali ke rumah Salsa. Sepanjang perjalanan masih terus memikirkan ucapan Max tentang ibunya, apakah benar Salsa yang menyebar informasi tentang perselingkuhan Max dengan salah satu model itu. Gara-gara ucapan Max, Anggit sampai tak fokus di pemotretan keduanya. Membuatnya harus terkena teguran fotografer berulang kali. Mobil Anggit sudah sampai di garasi. Dia langsung turun dan melihat Salsa yang sedang menunggui Bagas bermain di halaman rumah. “Sore, Ma.” Anggit langsung menyapa dan memberikan kecupan kanan-kiri di pipi Salsa. “Sore, sayang. Bagaimana tadi pemotretannya?” tanya Salsa. “Lancar,” jawab Anggit kemudian memilih duduk di kursi bersebelahan dengan Salsa, memandang Bagas yang sedang bermain bola. Salsa pun memandang Bagas, melihat betapa aktifnya bocah itu. Anggit menoleh Salsa, hingga berniat menanyakan tentang Max. “Ma. Boleh aku tanya sesuatu?” Salsa menoleh, melihat Anggit yang sudah memandangnya. “Tanya saja.” Salsa mempersilakan. “Apa Mama yang menyeb
Della masih saja bekerja sebagai seorang pramusaji setelah beberapa bulan menikah dengan Dimas. Dirinya hanya ingin mandiri, karena sejak awal sudah berkomitmen jika dirinya akan tetap bekerja.“Del, aku heran sama kamu,” kata teman Della.“Heran kenapa?” tanya Della yang sedang sibuk mengelap meja.“Kamu tuh sudah nikah sama pria kaya, kenapa masih mau bekerja begini?” tanya teman Della, memandang mantan janda cantik itu dengan perasaan heran.Della mengulas senyum mendengar pertanyaan temannya, hingga menoleh dan melihat teman yang memandang dirinya.“Apa hubungannya menikah dengan pria kaya dan bekerja?” tanya balik Della. Dia berhenti mengelap meja dan memilih menatap temannya.“Ya, bukankah lebih enak di rumah, ngurus anak dan rumah saja. Lagian aku yakin, suamimu pasti tidak kekurangan uang untuk sekadar memberimu uang belanja atau jajan,” jawab teman Della.Della mengulas senyum, kemudian berkata, “Memang uang dari suamiku tidak kurang, tapi aku pun tidak ingin terlalu bergantu