Share

Bab 40

Penulis: yukitahepi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Latifah, ta’ali! Tolong ambilkan mushaf Al Quran sama isi air zamzam, tempat minum Ummi sudah kosong. Pastikan airnya tidak dingin ya.” Aku mengangguk patuh dan beranjak.

Kuedarkan pandanganku, memang di dalam masjidil Harom ini banyak mushaf Al Quran yang disimpan di dalam rak. Berarti galon-galon besar yang berjajar di hampir setiap tempat itu berisi air zam-zam.

Kuambil mushaf Al Quran yang berada di rak dekat kami dua buah, satu untuk majikanku dan satu untukku. Kuberikan dulu mushaf pada Ummi lalu mengambil tempat minum. Pantesan majikanku wanti-wanti ngisi air zamzamnya jangan yang dingin. Ternyata galon-galon ini kebanyakan berisi air dingin. Dari belasan galon yang berjajar pada satu tempat, hanya ada dua galon yang berisi air tidak dingin. Saat kembali, kulihat Ayu masih khusyu berdoa.

“Kamu berdoa apa aja, La? Khusyu banget sampat nangis-nangis gitu,” tanya Ayu agak berbisik sambil menyelonjorkan kakinya selesai salat Subuh.

“Sam
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 41

    “Masya Allah, kamu Lala kan?” seorang wanita mengamatiku saat aku selesai berwudlu. Mataku terbelalak, tak mengira akan bertemu lagi dengan Bu Mulia di Masjidil Harom.“Masya Allah, Bu Mulia. Untung kita ketemu di tempat wudlu jadi saya nggak pakai niqob.”“Kamu apa kabar? Alhamdulillah ya doa kamu untuk umroh sudah terkabul.”“Alhamdulillah, Bu, berkat doa ibu juga.”“Majikan kamu pasti baik sekali ya, makanya baru sebentar kerja sudah diajak umroh.”“Betul, Bu Alhamdulillah rejeki saya dapat majikan yang luar biasa baiknya. Tapi ah maaf sekali saya enggak bisa lama-lama ini ditungguin majikan.” Aku berkata dengan nada menyesal. Sebenarnya memang masih ingin berbincang lama.“Ya, udah yuk aku juga mau kembali ke tempat teman-teman.”Kami pun mengobrol sebentar sambil berjalan ke tempat rombongan di depan ka’bah. Ternyata tempat duduk kami berdekatan. Bu Mulia sangat antusias saat mengetahui kami akan mampir ke pasar kurma terbesar di kota Mekah.

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 42

    Setelah lelah berfoto kami pun tertidur dan terbangun dengan suara alarm di ponsel. Ah untunglah tak ada panggilan telpon dari majikanku di kamar sebelah. Kulirik jam di ponsel yang menunjukkan angka 10.00. Masih banyak waktu sebelum salat Dzuhur dan makan siang.“Yu, kok orang-orang di bawah kayak yang hormat gitu ya sama keluarganya Ummi.” Aku mengemukakan rasa penasaran pada sahabatku.“Ya karena ini hotel punya keluarga majikan kita.” Ayu menjawab kalem.“Seriusan? Masya Allah. Ummi itu rendah hati banget ya. Beliau tak arogan pada kita yang hanya khadimatnya. Padahal keluarganya tajir melintir.”Ting!Ting!“Berisik. Perasaan dari tadi notifikasi di hape kamu bunyi terus kayak orang penting aja.”Aku mengecek posnelku dan terbelalak saat mendapati postinganku diserbu netizen. Ayu melongok ke ponselku dengan antusias, rupanya dia menyadari sesuatu.“Wow! Postingan kamu jangan-jangan bakal viral xix

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 43

    Setelah salat Dzuhur aku melayani majikanku makan siang yang diantarkan petugas hotel ke kamar kami. Setelah selesai lanjut aku makan di kamar sama sahabatku.“Ternyata begini ya makanan hotel bintang lima, cantik bikin enggak tega mau makan.” Aku mengagumi makanan yang ditata cantik dalam wadah-wadah cantik pula. Ayu tertawa sambil mengunyah entah ikan apa. Tak lupa kufoto sebelum makan. Perempuan Jawa itu kembali tertawa melihat kebiasaan baruku.Selesai makan kami turun ke lobi untuk berangkat ke pasar kurma. Bu Mulia dan beberapa orang temannya sudah siap dengan taxi mereka.Setelah melaju beberapa puluh menit mobil kami berhenti di tempat parkir bangunan besar. Oh ini ya pasar kurma yang katanya dijual hingga tujuh ratus lebih jenis kurma. Turun dari mobil langsung kuturunkan kursi roda dibantu Ahmad. Taxi rombongan Bu Mulia sampai tak lama kemudian.“Kamu sering ikut belanja ke sini?” tanyaku pada Ayu.“Beberapa kali. Setiap m

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 44

    Ummi mengangguk saat aku minta izin. Ayu bilang capek ingin duduk saja saat kuajak.“Ibu hebat bisa tahu semua jenis kurma. Katanya di sini ada ratusan jenis kan ya?”“Oh ya? Saya malah baru tahu di sini sampe ratusan jenis. Sebenarnya tidak semua jenis kurma saya hafal, hanya mungkin belasan jenis saja yang biasa kami jual.”“Indonesia sini … sini … murah-murah. Mau yang mana? Jangan marah, nanti cepat mati.” Aku menoleh pada beberapa pedagang yang mengatakan hal yang sama. Lho kok, mereka orang Arab, dikira orang Indonesia.“Jangan heran, para pedagang memang banyak yang suka menawarkan dengan Bahasa Indonesia. Meski kadang bahasanya lucu. Jamaah Indonesia kan banyak sekali, jadi sebagai pedagang tentu saja mereka merasa perlu bisa berbahasa Indonesia meski sedikit.”Aku manggut-manggut. Ilmu bisnis baru saja kudapatkan.“Jadi jamaah umroh tak perlu khawatir buat belanja karena tak dapat berbahasa Arab.” Kami me

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 45

    Aku menghampiri majikan sambil menjinjing beberapa kilo kurma aneka jenis. Ummi menunjuk pada bawaanku seolah bertanya buat apa?“Mau ngirim ke Indonesia. Persiapan Ramadhan.”Saat mau masuk mobil ternyata anak-anak Ummi sudah menunggu dan belanjaan Madam sudah masuk semua di bagasi.“Kamu mau jualan ya banyak banget beli kurmanya,” tanya Ayu pelan. Mungkin dia tak enak ngobrol dengan Bahasa Indonesia di depan majikan khawatir dikira lagi ngegosip.“Insya Allah, Yu, doakan ya. Mau penjajakan dulu.”Tak lama kemudian di dalam mobil menjadi senyap. Rupanya semuanya mengantuk setelah mabit di depan ka’bah ditambah kelelahan berkeliling di pasar barusan. Tapi aku sama sekali tak bisa tidur, obrolan dengan Bu Mulia memenuhi kepalaku. Beliau menyemangatiku untuk memulai bisnis kurma. Bukan hanya memotivasi tapi beliau pun bersedia menjadi mentor hingga usahaku berhasil. Dan sesekali mungkin kami bisa bekerja sama bila aku ada kesempatan me

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 46

    “Shodaqolloohuladziim.” Kusudahi tilawahku saat melihat Ayu duduk di atas sajadah di depanku.“Ada apa?”“Ajari aku ngaji yang bagus kayak kamu ya, La.” Katanya sambil mengelus-elus mukena sederhana yang kubawa dari kampung. Aku mengernyitkan dahi.“Apanya yang mau diajarin, bacaan kamu udah lancar begitu.” Kami biasa tilawah bersama setelah tahajud sambil menunggu waktu Subuh. “Bacaannya sih lancar tapi tak sebagus bacaan kamu. Bacaan kamu itu tajwidnya bagus banget, jadi enak didengarnya. Mau yah yah? Dosa lho menyembunyikan ilmu,” ujarnya merayu. Aku tersenyum sambil mencubit pipinya.“Baiklah, mulai besok ya belajar tahsinnya. Hari ini kan kita harus siap-siap. Eh jadi kan kita ke kebun kurma?”“Jadi dong. Aku tuh selalu suka kalau disuruh bantu-bantu panen kurma. Sesekali menghirup udara bebas, suntuk di rumah terus.”“Kemaren kan kita udah ngeborong kurma, mubadzir dong!”“Enggak lah. Ummi sama Madam itu kalau Ramdhan sedekahnya jorjoran. Eh, kok aku tiba-tiba kepikiran ngajuin

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 47

    Kebun kurma saudaranya Ummi ternyata tak terlalu jauh dari rumah. Agak dekat dengan masjid Quba juga. Masya Allah, rasanya seperti mimpi kami bisa mampir salat duha di masjid pertama yang dibangun oleh Nabi Mahammad ini. Kata Madam sengaja kita berangkat pagi biar lebih nyaman di kebunnya belum terlalu panas.Di sepanjang jalan kota Madinah tumbuh pohon kurma tapi aku belum melihat yang tengah berbuah. Jadi rasanya takjub saat masuk kebun kurma yang tengah berbuah lebat. Suara burung yang beterbangan memakan buah kurma menambah keindahan suasana pagi ini. Aku terus melihat ke atas dengan takjub sambil mendorong kursi roda Ummi saat Ayu mencolek lenganku.“Tutup mulutnya, Neng. Nanti tahi burung masuk hihi.” Aku tersipu.“Itu kenapa dikarungin?” tunjukku pada tandan kurma yang ditutup karung.“Biar nggak dimakan burung sama biar cepet matang, katanya.”Ummi memberiku kesempatan untuk keliling melihat-lihat kebun sebentar dan meninggal

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 48

    Beberapa hari ini aku merasa ada yang aneh dengan Ummi Maimunah majikanku. Beberapa kali beliau memanggilku tapi tak jadi bicara. Saat kuungkapkan keherananku pada Ayu pun dia hanya menggeleng. Ah, sudahlah tak usah dipikirkan, masalah hidupku saja sudah cukup ruwet. Lebih baik di sini aku fokus merawat majikan dan menyusun strategi sama Lina supaya bisnis kurma kami berjalan lancar.Kemarin Lina bilang sudah mulai pelatihan bisnis online untuk pemula atas rekomendasi Bu Mulia. Dia terdengar bersemangat sekali saat bicara di telpon. Ilmunya langsung dia praktikkan biar tak lupa lagi, katanya.“Temani Ummi berjemur ya, Latifah,” tak biasanya Ummi memintaku menemani berjemur di depan jendela kamarnya. Kamarnya pun minta ditutup.“Bagaimana suamimu, sudah ada kabar?” tak biasa pula Ummi menanyakan suamiku. Aku hanya menggeleng sambil menunduk sedih. Ummi mengusap kepalaku. “Kamu orang baik. Setiap hari dilayani dan dirawatku membuatku tahu kamu orang yang tulus. Kamu berhak bahagia.” Se

Bab terbaru

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 138 Pesantren Gratis dari Suami Sultanku (TAMAT)

    “Aku enggak butuh tanah seluas ini, ya Habibi. Aku tahu uangmu tak berseri. Tapi jangan hamburkan untuk sesuatu yang sia-sia.” Suamiku mengusap-usap tanganku yang memegang lengannya.“Kalau aku tetap mau membelinya, gimana?” senyumnya dengan alis dinaik-turunkan untuk menggodaku.Ah, kadang-kadang sultan Arab ini nyebelin juga. Eh, tapi masa mau dibeliin tanah sepuluh hektar dibilang nyebelin. Tapi buat apa tanah seluas itu coba? Siapa yang mau ngurus?Aku menyimpan nomor ponsel yang tertera atas perintah suamiku tercinta sambil cemberut. Dia malah tertawa sambil mengecup bibirku dan membuat mataku melotot. Kan malu kalau ada orang yang melihat.“Bagaimana menurutmu bila di tempat ini kita bangun sebuah pesantren? Anak-anak akan belajar di sini dengan fasilitas yang baik tanpa dipungut bayaran sepeser pun?”Aku menatap matanya lekat. Itu adalah impian selintasku dulu sekali yang bahkan tak pernah berani kukatakan pada siapa pun. Impian yang muncul saat membaca tentang pesantren tahfidz

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 137 Ratu Sehari, Istri Sultan Selamanya

    Setelah walimah kami memutuskan tinggal di rumah baru kami dengan status visa suami sebagai wisatawan. Setelah masa berlaku bisa hampir habis baru akan kami pikirkan rencana selanjutnya, apakah memperpanjang visa suami atau kami kembali ke kota Madinah. Beliau tak perlu khawatir dengan bisnisnya karena punya beberapa orang kepercayaan. Ada orang yang khusus mengelola hotel, juga ada yang khusus mengelola kebun kurma. Istilahnya mungkin bisnis jalan tapi ownernya jalan-jalan. Ibu, Lina dan Yusril senang sekali bisa berkumpul setiap hari setelah berpisah sekian lama. Rumah kami sekarang selalu hangat dengan kasih sayang dan gelak tawa.“Ucil senang sekali sekarang Ucil bisa main sama Bubu tiap hari. Sama Baba juga Ucil suka main kuda-kudaan.”Anakku selalu riang gembira. Berpindah-pindah dari pangkuanku, ke pangkuan ayah sambungnya, lalu ke pangkuan Ibu, juga ke pangkuan Lina. Dia seolah sedang memuaskan dirinya bermain bersama semua orang yang menyayanginya. Setiap waktu salat dia aka

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 138 Bertemu Mantan Suami di Pelaminan

    Menjelang Ashar tamu masih berdatangan satu-satu. Tapi kami sudah terlalu lelah dan pamit masuk ke rumah untuk beristirahat. Di tenda luar dan ruang tamu masih ada Ibu dan Uwa yang bisa mewakili kami menerima tamu. Kecuali tamu spesial maka kami akan menemuinya sebentar.Saat masuk kamar mataku membola melihat ke arah tempat tidur kami. Besar sekali ukuran kasur ini. Lalu tiba-tiba aku menyadari sesuatu, suamiku yang berbadan lebih tinggi dari orang Indonesia pasti merasa tak nyaman saat tidur di kasurku. aku merasa bersalah tetapi dia tak protes. Subhanallah, manisnya suamiku."Ekhem, sudah tak sabar menunggu malam, ya Habibati? Lihat kasur terus." Sebuah suara dengan nada menggoda berbisik di telingaku membuat wajahku memerah. "Apaan sih, enggak kok. Aku hanya baru sadar kasur di kamarku kecil banget buatmu. Maaf ya, Habibi, aku kurang peka." Suamiku hanya tersenyum. Dia memang selalu tidur lebih akhir dan bangun lebih awal sehingga aku tak menyadarinya."Mari kubantu melepas baju

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 137 Para Gadis yang Antre

    Akhirnya tiba juga hari ini. Menjadi ratu sehari dalam pernikahan kedua. Kami duduk di pelaminan yang didekorasi indah di halaman rumah kami yang luas. Aku mengenakan gaun pengantin putih cantik yang dikirim memakai cargo dari Arab sana. Suamiku yang gagah terlihat makin memesona dalam balutan baju pengantin warna putih senada dengan gaunku. Aku di-make up minimalis saja. Ibu dan Wak Endo duduk mendampingi kami. Yusril bergabung bersama kami sebentar tapi kemudian bosan dan memilih main bersama sepupunya."Istriku cantik sekali, Masya Allah. Inginnya kusembunyikan saja di kamar," komentar suamiku saat melihatku selesai didandani."Aku juga malu sekali buat duduk di pelaminan. Betul katamu, sebaiknya aku ngumpet di kamar.""Haha aku bercanda, ya Habibati. Kita harus tetap duduk untuk menyalami tamu. Seperti adat di sini. Lagi pula kelihatannya tamu-tamu di sini sopan-sopan pakaian dan perilakunya."Panggung hiburan berdiri kokoh di sebelah kanan gerbang. Siapa pun boleh ikut berpartisi

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 136 Kehebohan di Dapur Ibu

    Hari ini merupakan salah satu hari paling bahagia dalam hidup Ibuku, dan melihat kebahagiaan beliau adalah salah satu kebahagiaan terbesarku. Sebenarnya aku malu bila harus dipajang lagi di pelaminan sebagai mempelai. Tetapi Ibu ingin berbagi kebahagiaan kami dengan seluruh warga kampung dan kerabat kami, maka aku pun memenuhi keinginannya dengan mengadakan walimah yang meriah untuk ukuran kami.Dua hari sebelum hari-H Alhamdulillah rumah baru kami sudah selesai dibangun dan siap digunakan untuk resepsi. Masjid kampung kami pun meski belum selesai dibangun tapi sudah nampak bangunan utuhnya yang megah. Sehingga kami tidak terlalu merasa bersalah bila memiliki rumah megah tapi masjid diabaikan.Kami memilih tidak memakai jasa catering, dan memberikan kesempatan pada para tetangga untuk berpartisifasi. Para tetangga pun dengan senang hati berkumpul di dapur Ibu untuk membantu memasak. Kue-kue tradisional yang lezat-lezat memenuhi ruang keluarga rumah kontrakan Ibu sejak malam. Sementara

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 135 Bertemu Mantan Ipar Kembar

    Entah berapa lama aku terjebak di sini hingga tiba-tiba semua orang terdiam dan melihat ke arah yang sama. Aku yang tengah menunduk jadi bingung dan ikut melihat arah tatapan mereka.“Masya Allah Nabi Yusuf lewat.”“Masya Allah ada malaikat di kampung kita.”"Lihat punggungnya, jangan-jangan dia punya sayap."Pria macho dengan wajah ganteng itu kaget sebentar saat melihat gerombolan ibu-ibu, tapi kemudian dengan tenang melewati mereka. Tanpa memandang dan tanpa senyum hanya mengucapkan assalamualaikum dengan suara tegas penuh kharisma. Di Arab sana pasti tak pernah ditemuinya gerombolan ibu-ibu nangkring sore-sore. Aku geleng-geleng kepala saat para ABG putri diam-diam mengambil foto Mister Halim.Menjelang Jum'atan aku sudah siap berangkat bersama Lina menuju rumah mantan mertua. Mengantarkan kartu undangan sebagai alasanku untuk bersilaturahim dengan beliau. Sebenarnya aku kangen sekali dengan mantan mertua yang baik hati itu. Tapi hati selalu bimbang setiap mengingat kemungkinan aka

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 134 Ada Nabi Yusuf di Kampung Kita

    “Jodoh kan takdir. Yang namanya takdir kan kita bisa berikhtiar enggak pasrah gitu aja. Kayaknya enggak mungkin sultan Arab itu tiba-tiba jatuh hati pada, maaf ya, seorang pembantu.”Jleb! Meski benar aku pembantu di negeri orang, tapi tak usahlah sampai ditegaskan begitu. Pembantu juga manusia yang punya hati. Rasanya malas sekali menghadapi tamu tak diundang ini. Sudah mah minta tips yang aneh-aneh eh malah menghina yang diminta tipsnya pula.“Eh, ada de Linda sama Melin, tumben ke mari. Ada hal penting ya?” Ibu masuk dari warung dan langsung menyapa. “Iya nih, Teh, ada yang mau ditanyakan sama Lala, tapi Lalanya kayak enggak mau berbagi ilmu yang dia punya.” Eh, Bi Linda malah ngadu.“Ooh mau minta ilmu jualan kurma mungkin ya? Kasih tahu atuh, Teh.” Aku jadi ingin ketawa lihat ekspresi melongo Bi Linda.“Sebentar ya, Uwa ambilin rujak, Melin suka rujak, kan?’ Ah, ibu yang selalu baik sama semua orang meski orang itu tak pernah menganggapnya.Setelah Ibu ke warung, Bi Linda dan

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 133 Bagi Tips Biar Dinikahi Sultan Arab, Dong!

    “Anak Ibu sama ponakan Ibu sama-sama cantiknya. Apalagi cantiknya keluar dari hati, makinlah keluar aura cantiknya.” Ibu menepuk-nepuk lengan kami. Kulihat Wak Yati tertawa dengan wajah berseri meski juga tak dapat menyembunyikan kelelahan setelah seharian keliling kota.Ucil yang tertidur dalam pelukan Wak Yati menggeliat-geliat. Sepertinya dia kelelahan dan merasa kurang nyaman tidurnya. Akhirnya kami memutuskan untuk segera pulang. Tak lupa mampir sebentar membeli ikan bakar untuk makan malam di rumah. Rasanya hari ini banyak orang bertingkah lucu. Dimulai dengan pagi-pagi ada tamu teman sekolahku. Sebenarnya kami dulu tidak bisa dibilang dekat, dia yang lumayan kaya bergaul dengan teman selevelnya. Entah angina apa yang membawanya kemari. Dia tak sendiir, membawa dua orang temannya yang tinggal di desa sebelah juga katanya. Dan kedua temannya itu masing-masing membawa dua temannya juga. Jadilah pagi ini aku menerima tamu rombongan dadakan yang sebenarnya tak kukenal. Ibu yang men

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 132 Jalan-jalan ke Kota

    Kami sepakat untuk menggunakan jasa WO temannya Lina. Setelah itu kami mengobrolkan banyak hal seputar persiapan walimah. Sebenarnya aku malu harus walimahan yang kedua kali, cukup syukuran keluarga. Tapi suamiku tetap pada pendiriannya ingin mengadakan walimahan sekalian mengenal handai tolan kami katanya. Betul juga sih, kalau mengunjungi satu-satu kapan waktunya. Hari ini kami akan berbelanja kebutuhan walimah ke kota. Aku, Ibu, Lina, Yusril, Wak Yati, dan Imah, Kami menggunakan jasa rental mobil plus sopirnya. Sengaja kami menggunakan mobil yang agak besar karena nanti akan berbelanja cukup banyak. Suamiku yang kaya dan baik hati itu memberikan uang rupiah dalam kartu ATM-ku.“Ajak Ibu dan siapa pun yang Adik mau untuk berbelanja ke kota. Terserah mau belanja apa pun yang Adik inginkan dan butuhkan terutama untuk walimah kita. Kalian bersenang-senanglah sesekali. Makan di restoran, perawatan di salon, apa pun. Abang ingin Adik bahagia dengan keluarga. Seharian ini Abang akan sibu

DMCA.com Protection Status