Ruangan maskulin yang didominasi dengan warna hitam dan putih. Menjadi ciri khas tersendiri bagi seorang pria duda yang telah berpisah dengan istrinya.
Usianya yang sudah tak lagi muda membuat seorang Marvin Williams, tak ingin bermain-main dengan seorang wanita yang berusia sepuluh tahun lebih muda darinya. Maka dari itu, Marvin berusaha menolak perasaan wanita bernama Aleandra Beverly yang saat ini sedang menatap tajam. Menunggu sebuah jawaban dari perasaannya, yang tak berubah sedikitpun. Walau dia tetap akan memberikan penolakkan. "Aku terlalu tua untukmu, Al. Kita hentikan sampai di sini, sebelum perasaanmu terlarut terlalu dalam." "Aku tak bisa, Marvin. Karena perasaan ini sudah terlalu dalam padamu."Marvin beranjak dari duduknya menatap keluar gedung. Menghindari tatapan manik mata coklat milik Aleandra, wanita yang berdiri di hadapannya. Hanya sebuah meja yang menjadi jarak keduanya.
"Kau bisa, Al. Kau masih muda, dan perasaanmu masih bisa berubah seiring berjalannya waktu. Dan aku yakin, kebersamaanmu dengan Zach mampu merubah semuanya." Marvin sedikit menoleh dan melirik Aleandra yang berdiri kaku. Mata indah itu menatapnya dengan tatapan kesal bercampur kecewa.Namun, Marvin berusaha mengabaikan semua itu. Dia tetap terlihat tenang dengan pembawaannya yang tegas.
"Berikan dia kesempatan untuk merubah perasaanmu padaku, dia—" "Dia hanya terobsesi padaku! Saat dia bosan, dia akan mengejar wanita lain seperti sebelumnya!" tukas Aleandra. Suaranya meninggi karena pria berumur itu tak bisa mengerti keinginannya. Marvin berbalik badan dan mendekati Aleandra. Memegang kedua bahu Aleandra yang bergetar, menahan emosi dalam jiwa mudanya yang meletup-letup. "Usiaku hampir duakali lipat usiamu, Al ... Aku takut tak bisa menyaingi hasrat jiwa mudamu," bujuk Marvin. Aleandra menatap tajam mata Marvin; Pria yang beralasan bahwa ia terlalu muda untuknya. "Kalau begitu, bagaimana jika aku mengujinya?" Seketika Marvin melepaskan tangan yang berada dibahu Aleandra. Berniat berbalik, tetapi pergerakannya didahului Aleandra yang meraih pundak tegap itu untuk mencium bibir Marvin. Mata Marvin membulat sempurna saat sesuatu yang kenyal menyentuh bibirnya. Memaksa Marvin untuk memegang pinggang Aleandra dan memperdalam ciuman tersebut. Hingga sebuah ketukan pintu terdengar dan menghentikan niat Marvin untuk berbuat lebih. Dia menarik diri untuk kembali duduk di balik meja kerjanya. "Lupakan ciuman tadi, Al. Itu yang terakhir," ujar Marvin. Wajah serius itu mengabaikan tatapan kecewa Aleandra. "Tapi—" Suara ketukan pintu kembali menghentikan ucapan Aleandra. "Dad!" panggil Zach dari balik pintu. "Masuklah," kata Marvin. "Maaf,Dad, aku hanya ingin mengajak Aleandra pergi." Zach masuk dengan santai tanpa tau apa yang terjadi. "Silahkan, dia sudah selesai melaporkan pekerjaannya padaku," ujar Marvin menatap Aleandra yang sedang menahan airmata dan menatapnya kecewa. "Ayo, Al," ajak Zach, menatap punggung Aleandra yang berdiri kaku. "Ayo .... Kebetulan aku sudah meminta ijin pada Ayahmu untuk langsung pulang. Bagaimana jika kita bersenang-senang malam ini?!" tanya Aleandra. Menatap sinis Marvin yang kembali menatapnya, setelah sempat mengalihkan tatapan mata itu dari Aleandra. "Oh tentu saja. Dad, malam ini aku mungkin tak jadi pulang. Barusan kau mendengarnya bukan? Aku mendapat ajakkan dari sekretaris cantikku ini," ujar Zach meraih pinggang Aleandra untuk keluar dari ruangan Marvin. Mata mereka —Aleandra dan Marvin— masih saling menatap. Seolah Aleandra berkata, 'Ini yang kau inginkan bukan? Maka akan kulakukan.' Pintu ruangannya tertutup, Marvin mengusap wajah lelahnya. Bersandar di kursinya, menarik mundur dan berputar menghadap keluar gedung. Menatap pemandangan kota Sydney yang mulai gelap seperti hatinya. Dia memegangi bibirnya yang masih terasa manis dari ciumannya dengan Aleandra barusan.Dia memejamkan mata sejenak. Dengan kepala yang ia sandarkan. Sial! Kenapa kau begitu nekat melakukan ciuman itu?! Baiklah ... aku tak ingin kau memberikan ciuman itu pada Zach! batin Marvin seketika membuka matanya karena tak tahan. Dia terus terbayang akan ciuman tadi. Marvin beranjak meraih mantelnya untuk mengikuti Zach dan Aleandra yang pergi entah akan kemana.**—01— Kota pinggiran bernama Geraldton menjadi pilihan kepindahan Aleandra dan kakaknya -Leanor- beserta satu sahabat mereka, sejak kecil bernama Jonathan yang akrab dipanggil Joe. Mereka terpaksa harus berpindah tempat, karena kehamilan Leanor yang semakin membesat, akibat laki-laki brengsek itu. Aleandra mengharuskan dirinya untuk bekerja demi membayar sewa rumah dan kebutuhan sehari-hari selama mereka berada di kota tersebut. Meskipun Leanor dan Jonathan sudah melarangnya, mengingat Aleandra yang baru sembuh dari penyakit kanker tulang yang di deritanya hampir lima tahun terakhir. Selama ia berkutat dengan pengobatan, Leanor-lah yang mendukung dan mendampinginya sampai dia sembuh. Karena itu dia ingin berganti peran dengan kakaknya. Dia meras
—02— Pertemuannya dengan Marvin kemarin membuatnya terus tersenyum walau dirinya sempat mendapat omelan dari pemilik kedai ice karena salah membuatkan pesanan pelanggan. Dan sekarang pemilik kedai terheran-heran dengan kedatangan Aleandra yang lebih cepat darinya. Bahkan gadis itu dengan cekatan membantu pemilik tersebut menyusun kursi dan meja di bagian depan kedai, sambil memperhatikan jalan dengan lamunannya. "Butuh bantuan?" tanya suara laki-laki mendekati Aleandra yang melamun. "Oh astaga! Kau mengagetkanku!" pekik Aleandra terkejut. Karena dirinya sedang melamuni seseorang dan orang itu muncul secara tiba-tiba.&n
—03—Beberapa hari kemudian...Dalam beberapa hari yang lalu kegiatan Aleandra terasa biasa saja. Karena sosok yang membuat Aleandra semangat bekerja, tak lagi berkunjung ke tempatnya. Membuat Aleandra bertanya-tanya apakah seorang Marvin akan marah karena gurauannya kemarin, yang mungkin berlebihan untuk pria itu.Aleandra sendiri merasa seperti orang bodoh, setelah mengucapkan sebuah kebenaran. Dia malah menutupinya dengan tawa yang membuatnya benar-benar terlihat bodoh.Aleandra melamun saat dia hendak mengambilkan ice pesanan pelanggan. Hingga bosnya menegur dan melihat Aleandra seperti kurang sehat. Jadi menyuruh Aleandra untuk beristirahat sejenak di belakang. Kebetulan hari itu kedai sedang sepi, jadi Aleandra menurut dan duduk di dekat tong-tong kosong bekas penyimpanan ice.Namun tiba-tiba Marvin datang dan duduk di sampingnya, tanpa disadari oleh Aleandra yang asik melamunkan sesuatu."Apa aku begitu dirindukan hingga kau tak ko
—04—Keadaan di dalam mobil menjadi canggung dan hening hingga beberapa menit. Sampai mereka berhenti karena lampu lalu lintas berwarna merah. Marvin dengan jahil memegangi bibirnya dengan senyuman nakal, membuat Aleandra semakin menundukkan kepalanya.Rasanya dia ingin bumi menelannya sekarang juga daripada menanggung malu karena perbuatan nekatnya barusan."Hentikan kegiatanmu itu!" tukas Aleandra tak tahan."Kegiatan apa?" tanya Marvin berpura-pura. Dia tau Aleandra terganggu dengan jarinya yang mengusap-usap bibir."Jangan berpura-pura! Kau sengaja mengusap bibirmu untuk menggodaku bukan? Tadi itu aku...." suara Aleandra semakin mengecil dan menghilang."Kau apa? Hm? Aku tak tau jika kau sangat ingin menciumku. Harusnya kau mengatakannya saja, karena aku akan berikan dengan senang hati," ujar Marvin menggoda Aleandra."Bukan begitu! Tadi itu aku kesal karena pria itu sungguh tak sopan! Lagipula kemarin itu kau juga
—05—Selama beberapa hari setelah mulai bekerja bersama Zach, Aleandra dapat dengan cepat mempelajari pekerjaannya. Marvin sendiri yang turun tangan untuk mengajari mereka berdua demi kelancaran perusahaan tersebut.Hal itu membuat Marvin menjadi tenang dan bisa kembali ke Sydney.Dan hari ini adalah hari terakhir Marvin berada di Geraldton, dia mengajak Aleandra dan Zach untuk makan malam sebagai perpisahan dan melepaskan anak perusahaannya agar bisa dikelola mereka berdua.Suasana restoran di pinggir pantai menjadi pilihan tempat perpisahan mereka. Deru suara ombak menjadi latar percakapan mereka. Lampu-lampu kecil menghiasi tenda restoran tersebut.Ruangan makan terbuka yang menyajikan musik klasik, semakin menambah suasana pantai yang romantis. Namun sayang, makan malam kali ini bukan sebuah kencan atau perpisahan sepasang kekasih."Aku memajukan keberangkatanku menjadi malam ini. Jadi besok pagi kalian bisa langsung ke kantor. Aku ha
Seusai meeting dengan para pemegang saham. Kini Aleandra tengah menemani Zach makan siang, sekalian membicarakan bagaimana membantu Zach untuk berubah demi membuat Marvin bangga.Sebuah cafe dengan thema cozy menjadi pilihan Aleandra, tentu saja dia sengaja memilih tempat itu untuk menguji kesabaran Zach. Saat berada dalam satu tempat dengan anak muda yang terlihat berisik dengan bahasa gaulnya."Apa kau tak salah memilih tempat Al? Di sini sangat berisik! Bagaimana aku bisa belajar memperbaiki diri!""Tidak. Justru ini tempat yang tepat untuk kau menahan diri agar tetap sabar saat di tempat umum. Kau harus bisa menyesuaikan diri dan berbaur dengan yang lebih muda darimu. Dari sini kau bisa belajar dua sikap. Pertama menjadi ramah dengan sekitarmu, kedua menghargai orang lain bahkan dengan yang lebih muda darimu," jelas Aleandra panjang lebar. Zach terlihat memutar bola matanya."Berhenti melakukan itu!""Melakukan apa?!""Memut
Aleandra kembali ke kamarnya dia mengganti pakaiannya dengan pakaiantidur yang sempat dibeli tadi sore. Lalu dia mengambil ponselnya dari tas dan menghubungi kakaknya."Halo Al, kau dimana?""Aku dengan Zach di Perth.""Apa? untuk apa kau ke sana? aku akan minta tolong pada Joe untuk menjemputmu," ujar Leanor terdengar khawatir."Tidak ka, aku baik-baik saja. Ka Joe di sana saja, untuk menjagamu. Aku akan menginap di sini malam ini, kami sudah memesan hotel.""Kau dan Zach tak melakukan....""Tidak ka, tenang saja. Sungguh aku baik-baik saja. Kau bisa mendengar suaraku baik-baik saja kan?""Ya... Nada bicaramu terdengar baik-baik saja, tapi kapan kau kembali, bagaimana kuliahmu?""Mungkin besok ka, jangan khawatirkan apapun, percaya padaku. Zach hanya sedang ada masalah di sini, aku berniat membantunya.""Baiklah... Kabari aku jika terjadi sesuatu."
Aleandra masuk kembali ke dalam ruangan yang cukup hening, diamnya Marvin membuat Aleandra mengerti bahwa pria itu sama sekali tak menyukai wanita yang bernama Anna yang duduk di hadapannya."Bagaimana Al?" Marvin menoleh dan bertanya pada Aleandra saat melihat gadis itu masuk kembali."Kita akan tau sebentar lagi," jawab Aleandra lalu duduk bergabung dengan Marvin. Sementara wanita bernama Anna itu menatap tajam pada Aleandra. Terlihat dia sangat tak menyukai adanya Aleandra di sana.Lalu Zach masuk dan melihat Marvin yang juga menatapnya, meminta jawaban."Baiklah dad, aku akan pulang dengan Aleandra," ujar Zach, lalu matanya beralih menatap Anna yang terlihat memohon untuk tak melakukan itu."Maaf, Anna. Kuharap kau mengerti." Zach menghampiri Anna yang menggeleng tak mengijinkan Zach menuruti Aleandra."Tidak Zach. Kau tau, orang tuaku akan membawaku pergi. Kita akan sulit bertemu.""Aku mengerti, kau tenang saja, ayahku akan membantumu. K
Seorang anak perempuan yang saat ini menjadi malaikat di rumah bergaya Eropa itu. Membuat suasana rumah itu menjadi berwarna, senyum dan tawa menjadi keseharian yang tak pernah terlewatkan oleh balita yang saat ini sudah berusia satu tahun. Marveille Beverly Williams… anak perempuan dari hasil pergulatan Marvin Williams dan Aleandra Beverly. Saat ini sedang menjadi pusat perhatian karena tengah berjalan di depan kedua orangtuanya yang sedang menuju kepelaminan di taman bunga rumah mereka. Yang telah disulap menjadi tempat resepsi pernikahan. Bocah perempuan itu berjalan di samping bocah laki-laki yang lebih besar darinya. Sambil menabur kelopak bunga, yang mereka bawa dengan menggunakan keranjang kecil. Lagu instrumen mengalun indah mengiringi langkah mereka
Kelahiran seorang anak perempuan menjadi sebuah kebahagiaan yang indah bagi Marvin dan Aleandra. Anak perempuan yang begitu mirip dengan ayah dari anak itu.Marvin semakin mencintai Aleandra lebih dari sebelumnya. Dirinya tak henti mengecup Aleandra, setelah wanita yang dia cintai itu berhasil melahirkan anak dari hasil buah cintanya. Marvin tampak sangat bahagia saat dirinya menggendong bayi mungil itu ke dalam pelukkannya. Dirinya sampai menangis terharu melihat bayi perempuan mungil yang berada dalam dekapannya. Aleandra tersenyum melihat Marvin yang terlihat sangat bahagia. Memiliki seorang anak dari hasil perbuatan nakal dan mesum keduanya. Aleandra kembali mengingat kejadian yang mengharukan yang sempat membuatnya dan Marvin bers
Pagi harinya... Marvin kembali mendapat kejahilan Aleandra yang menginginkan masakan darinya. Aleandra terlihat duduk dengan manis di depan meja makan. Memperhatikan Marvin yang dengan santainya menggunakan celemek berwarna pink miliknya, sambil membuatkan sepiring nasi goreng. Keinginannya yang aneh dengan meminta Marvin membuatkan sarapan, namun harus menggunakan celemek kesayangannya. Entah bagaimana bisa terpikir oleh dirinya untuk menjahili suaminya. Walau mereka belum secara resmi menikah di gereja. Namun lamaran Marvin kemarin sudah menjadikan dirinya seorang Mrs.Williams. "Jangan menyebarluaskan fotoku Al! Cukup kau yang melihatku semanis ini. Karena ini khusus untukmu, mengerti?" tan
Beberapa bulan kemudian, perut Aleandra sudah semakin membesar dan ini adalah bulannya dia akan melahirkan.Aleandra sangat rajin bergerak demi memperlancar proses persalinannya. Dia berjalan ke sana ke sini. Membuat Marvin yang melihatnya menjadi pusing sendiri."Al bisakah kau duduk?" tanya Marvin."Aku harus bergerak agar nanti saat persalinan lebih mudah," jawab Aleandra."Tapi tidak sampai seperti itu. Kau bisa kelelahan Al," ujar lagi Marvin."Baiklah... Aku akan istirahat sebentar." Lalu Aleandra duduk di samping Marvin.Pria itu memang sudah tak menggunakan kursi roda. Namun dia menggunakan tongkat jika berjalan terlalu lama dan jauh."Apa dia berat? Apa kau tak lelah membawanya kemana-mana?" tanya Marvin, sambil mengelus perut Aleandra."Tenanglah... Dia sama sekali tak menyusahkan. Aku sangat senang saat dia menendang," jawab Aleandra."Bagian mana yang sering dia tendang Al?" tanya lagi Marvin. Membawa Aleandr
Pagi itu, menjadi pagi terpanas yang dialami Aleandra dan Marvin. Mereka... entah menggunakan gaya seperti apa. Hingga keduanya melakukannya sampai dua kali.Dan sekarang... Keduanya kelaparan dan sibuk menyiapkan makanan di dapur. Marvin duduk diam dengan senyum yang membuat Aleandra terus tersipu."Berhenti memandangku seperti itu," ujar Aleandra."Memandangmu seperti apa Al?" tanya Marvin."Seperti srigala yang ingin menerkam domba kecil tak berdaya sepertiku," jawab Aleandra dengan kiasannya yang membuat Marvin tergelak."Kau itu domba yang sedang mengandung Al. Bagaimana bisa kau diumpamakan sebagai domba kecil?" tanya Marvin menggoda wanita yang sedang serius menyelesaikan masakannya itu."Perlu kuingatkan. Bahwa kau yang membuatku seperti ini. Tadinya aku adalah domba kecil yang polos." Aleandra mencebik lalu tertawa menampilkan deret giginya. Dia meletakkan masakannya ke atas meja lalu duduk di samping Marvin."Aku akan membua
Sebuah bunyi terdengar dari perut Aleandra yang baru saja mencoba memejamkan matanya. Marvin tersenyum dan menatap Aleandra yang menyerukkan kepalanya semakin masuk ke dalam pelukkannya."Bangunlah Al... Kau yakin akan membiarkan anak kita kelaparan?" tanya Marvin.Aleandra mendongak dan menggeleng cepat sambil tersenyum menampilkan deret gigi putihnya."Ayo kita keluar. Gadis yang bersama Dave tadi pasti akan kembali dengan makanan.""Hm... Aku tak yakin. Bianca ceroboh. Dia sering melupakan sesuatu. Dan aku rasa..., tadi dia melupakan dompetnya.""Mungkin dia memang ceroboh. Tapi tidak dengan Dave. Barusan aku yang menyuruhnya untuk mengantar Bianca membeli makanan." Aleandra beranjak dari dekapan Marvin dan mengerutkan keningnya bingung."Kapan kau menyuruh Dave?""Gerakan mata dan alis. Maka dia sudah mengerti," jawab Marvin santai."Dia memang lebih bisa diandalkan dibandingkan Zach,” ujar Aleandra. Marvin tergelak m
Aleandra beranjak dari pangkuan Marvin. Walau dirinya sejak tadi tak benar-benar duduk di pangkuan pria itu. Dia menatap Marvin dengan mata yang memicing tajam. Mengingat alasan kepergiannya karena wanita ular tersebut."Tapi... Kenapa Al?" tanya Marvin."Aku tak akan kembali, sebelum wanita tua itu pergi dari rumahmu!" ungkap Aleandra bersedekap dada."Dia sudah pergi Al. Apa Zach tak menceritakannya padamu?""Bagaimana aku bisa berceritadad.Dia tak mengijinkanku bicara," ujar Zach masuk ke dalam pembicaraan antara Marvin dan Aleandra. Dia baru saja tiba setelah menunggu lama di toko bunga Elena. Namun tak ada satupun yang tiba. Hingga dia menghubungi Dave. Dan di sinilah dia sekarang.Merasa sudah cukup memberikan waktu kepada Marvin dan Aleandra untuk pertemuannya kembali. Dave, Elena dan Bianca ikut masuk mengekor dengan Zach."Ayo Al... Kita kembali. Aku akan ceritakan semuanya di rumah," ujar lagi Marvin. Dia masih
Ruangan yang dipesan Marvin memanglah cukup besar jika hanya mereka bertiga yang makan malam.Maka dari itu Marvin yang melihat seorang wanita kenalan Dave. Mengajak wanita itu untuk bergabung. Karena melihat kelakuan anak bungsunya yang terlihat tak bisa bergerak cepat untuk seorang wanita cantik.Elena yang merasa menjadi pusat perhatian kedua pria tersebut, bergerak gelisah. Meruntuki Bianca dan Aleandra yang tak kunjung datang membuatnya semakin serba salah."Well...Mrs.Grimson. Jadi kau memiliki toko bunga di dekat rumah sakit tempatku dulu dirawat karena mengalami kecelakaan?" tanya Marvin mencoba mencairkan suasana canggung yang terjadi. Dave memang payah dalam hal wanita. Anaknya itu malah memainkan ponselnya dengan serius."Elena saja. Aku tak terbiasa dengan panggilan nama belakang almarhum suamiku. Dan ya... Itu usahaku satu-satunya untukku melanjutkan hidup,” ungkap Elena."Oh... Maaf, aku tak bermaksud...."
"Zach?" gumam Aleandra, lalu dia bergegas membawa beberapa tangkai mawarnya dan berjalan memasuki toko."Al! Tunggu!" panggil Zach. Pria itu berusaha mengejar.Elena menoleh saat Aleandra memasuki toko dengan terburu-buru."Ini bunga mawarnya ka. Jika ada yang mencariku jangan katakan aku adalah Aleandra," ujarnya. Lalu Aleandra melanjutkan langkahnya menuju toilet."Hah? Ada apa Al?" tanya Elena bingung."Aleandra!" Panggil lagi Zach memasuki toko bunga. Aleandra terhenti, dirinya tak lagi bisa bersembunyi dari Zach. Sementara pandangan Zach beralih pada Elena."Kau?! Oh ternyata kau memang pembuat onar! Apa yang kau lakukan dengan adikku? Hah?!" tukas Elena."Dia adikmu?" tanya Zach bingung."Ya! Dia adikku!""Tidak! Dia Aleandra, dia hanya mempunyai satu kakak bernama Leanor." kata Zach."Siapa Aleandra? Dia itu Alexandra!"Zach yang menjadi kesal, melangkah maju hendak mendatangi Aleandra. Namun Elena l