Bunga menundukkan wajahnya dalam-dalam saat melihat pemandangan di depannya. Hingar bingar musik yang menghentak, jeritan dan teriakan yang saling bersahutan seakan ikut menghempaskan jantungnya yang sekarang berdegung lebih kencang.
Tubuhnya tiba-tiba bergetar dan keringat dingin mengalir deras dengan begitu saja, Bunga seperti orang mabuk keramaian dan Bunga tidak tahu apa penyebabnya, yang pasti suasana yang ada di hadapannya tidak ia sukai.
Telaga di matanya sudah lama menggenang, bisa tumpah kapan saja seiring kedua bola mata kejoranya yang kian memanas. Bunga merasakan kesedihan tapi tidak tahu buat apa ia bersedih sebenarnya. Harapan nya serasa jauh sekali dari kenyataan. Dulu ia membayangkan suasana saat mulai kuliah pasti akan menyenangkan baginya tapi ternyata lebih parah daripada saat ia SMA dulu.
Kalau waktu SMA ia hanya berseteru dengan beberapa guru non muslim yang tidak mengijinkannya masuk kelas hanya karena ia berkerudung, di sini mungkin ia akan berhadapan dengan dosen-dosen satu akidah yang belum paham perintah menutup aurat dan menjaga pergaulan walau profesi nanti mengharuskannya berinteraksi dengan banyak orang dan tidak semuanya perempuan. Bunga harus siap dengan segala kemungkinan dan ia paham betul dimana diperbolehkan buat berinteraksi dengan lawan jenis.
Lalu Bunga meraba dadanya sendiri, mencoba meredakan perasaan yang campur aduk tidak karuan. Pelan namun pasti Bunga bergerak menuju pintu keluar, airmatanya sudah jatuh satu demi satu dan menganak sungai membasahi wajah hingga kerudung putih yang ia pakai. Hatinya perih, dadanya sesak dan ia tahu suasana pesta di dalam adalah penyebabnya. Percampuran antara laki-laki dan perempuan di sana adalah pemicunya, tapi Bunga paham kalau itu adalah hal biasa bagi mereka walau itu begitu menakutkan baginya. Ia memang tidak pernah mengikuti acara seperti itu, Ayah bisa marah besar jika ia sampai mengikuti acara-acara seperti yang sekarang diadakan di kampus putihnya
Bunga bukan anak seorang ustadz tapi ayahnya termasuk salah satu pengurus masjid terbesar di lingkungannya. Sejak kecil pun ayah sudah mendidiknya dengan agama walau buat perintah menutup aurat, Ayah sempat sangat menentang Bunga.
'Kampus macam apa ini? Rasanya ingin mundur saja tapi bagaimana dengan Ayah? Ayah pasti akan sangat sedih jika ia sampai gagal menjadi bagian dari kampus putih ini dan tiga tahun kemudian memakai seragam putih di sebuah rumah sakit. Itu adalah impian Ayah. Aku tidak boleh mengecewakan Ayah.' batin Bunga sambil menoleh ke belakang lalu kembali menjauh dari tempat itu.
Di sebuah bangku yang tersembunyi dari cahaya lampu Bunga melihat satu pasang anak manusia sedang memadu kasih, Bunga mengalihkan pandangannya sambil bergumam sendiri. Sempat-sempatnya mereka pacaran di tengah keremangan seperti itu, apa tidak takut digigit nyamuk atau binatang melata? Bunga jadi bergidik sendiri lalu meneruskan langkah.
'Apa aku tidak salah masuk dan menentukan pilihan? Apa rencana-Mu duhai Allah? Mengapa baru masuk saja aku sudah menemukan terlalu banyak hal yang membuat diri merasa salah langkah? Tapi ya sudahlah, rencana Allah pasti yang terbaik dan tidak mungkin salah.' batin Bunga lagi menghibur diri sendiri.
Sekali lagi Bunga menoleh ke belakang, ia merasa ada seseorang yang mengawasi gerak geriknya. Diamatinya sebentar sekeliling tempat itu, mencoba menemukan seseorang yang mungkin saja mengikutinya sejak tadi, tapi Bunga tidak menemukan siapa pun. Bunga meraba tengkuknya, bulu romanya serasa berdiri, Bunga jadi merasa horor sendiri.
"Ah, itu hanya perasaanku saja. Kenapa aku jadi penakut begini?" gumam Bunga pada dirinya sendiri.
Setelah yakin bahwa ia hanya sendiri dan tidak ada yang mengikutinya, Bunga pun meneruskan langkahnya lebih cepat, meninggalkan hiruk pikuk percampuran laki-laki dan perempuan yang tengah asyik berpesta dalam momen penyambutan mahasiswa baru. Istilahnya malam ramah tamah untuk mencairkan hubungan yang sempat tegang waktu masa orientasi dua Minggu lalu. Ah entahlah!
Bunga menjauh sejauh mungkin. Meninggalkan pandangan beberapa pasang mata yang melihatnya dengan tatapan sinis dan mengejek. Cantik tapi udik. Itu kata mereka yang sebenarnya hanya merasa iri dan dengki dengan semua yang Bunga miliki.
Bunga cantik dan sedap dipandang, tutur katanya sangat sopan dan mempesona semua orang agar bisa bertahan lama ngobrol dengannya tanpa rasa bosan. Kerudung putihnya membuat Bunga berbeda, tapi ternyata itu menjadi daya tarik terbesar yang membuat banyak yang terpikat. Bagaikan sebuah rumah mewah dengan pagar yang indah, sempurnalah daya tariknya.
Kecantikan Bunga terbingkai dengan indah dan tidak tersentuh siapapun karena ada yang melindunginya. Siapa pun Pakaianyang tertarik padanya akan sungkan mengungkapkan rasa karena menghormati pakaian yang dikenakan oleh Bunga. Pakaian taqwa yang ia kenakan, menjadi benteng bagi dirinya. Walau pakaian itu juga yang akan membuatnya selalu mendapat masalah di masa-masa kuliah dan magang di rumah sakit nantinya.
Bukan karena kesalahan dirinya tapi karena image tentang gadis berkerudung sudah terlanjur jatuh di kampus putih itu. Setahun sebelum Bunga menjadi bagian dari kampus ini, salah satu dan satu-satunya mahasiswi berjilbab di kampus ini ketahuan hamil diluar nikah mencoreng nama baik kampus. Sejak itulah aturan kampus jadi sangat ketat dalam menerima mahasiswi yang memakai kerudung, bahkan ada beberapa di antara mereka yang awalnya di SMA berkerudung tapi melepasnya saat masuk kuliah, demi tetap bisa melanjutkan studi mereka.
Bunga adalah Bunga yang tidak akan pernah menyerah apapun masalah yang akan dihadapinya. Ia tidak akan melepas kerudungnya dan dia juga tidak akan mundur menjadi mahasiswi di sana apapun cobaannya.
"Kamu harus benar-benar berjanji bahwa peristiwa yang dulu sempat mencoreng nama kampus tidak akan terulang lagi. Kalau sampai kejadian lagi maka kamu yang duluan saya panggil!" tegas Direktur berselendang bak Siti Hardiyanti Rukmana itu bertutur pada Bunga waktu itu.
Ultimatum dari direktur masih terngiang di telinga Bunga saat ia pertama kali dinyatakan lulus waktu itu. Bunga mengangguk mantap dan berjanji jika dia akan memperbaiki nama kampus dan juga nama baik mahasiswi berjilbab di sana dengan prestasi juga akhlak.
"Saya akan selalu mengingat kata-kata itu dan InsyaAllah akan menjaga amanah Ibu dengan baik," kata Bunga akhirnya sambil meninggalkan ruangan berukuran 6x4 meter itu.
Setelah Bunga pergi Bu Direktur tersenyum, ia sebenarnya menyukai gadis 19 tahun yang baru saja berlalu dari hadapannya tersebut. Bunga sangat sopan, ia juga cantik dan cerdas, nilai masuknya kemarin melampaui nilai-nilai sebelumnya.
Dulu Bunga sempat akan masuk SPK tapi larangan berkerudung yang masih sangat ketat di Sekolah Perawat Kesehatan waktu itu membuat bunga lebih memilih melanjutkan pendidikannya di sekolah menengah atas tapi akhirnya keinginan ayah agar Bunga menjadi seorang perawat membuat Bunga memupus keinginannya buat menjadi seorang guru padahal ia juga lulus di FKIP waktu itu.
Bagi Bunga yang hanya satu-satunya anak orang tuanya, keinginan ayah tidak bisa ia abaikan, ia hanya ingin membuat ayah tersenyum bahagia, melihat putri kebanggaannya berhasil memakai seragam putih yang dulu tidak bisa ayah dapatkan. Ya, ayah dulu ingin sekali bisa menjadi perawat tapi tanggung jawab ayah sebagai anak sulung yang ditinggal mati kedua orang tua di usia muda membuat ayah harus bekerja demi menghidupi ke 8 adik-adiknya.
Bunga menarik nafas berat, wajah ayah melintas di benaknya. Wajah penuh harapan padanya dan bunga tidak akan menyia-nyiakan harapan Ayah padanya walau harus mengubur harapannya sendiri. Bunga yakin Allah akan memberikan yang terbaik untuknya.
Bersambung
Tahun ini Bunga memasuki usia yang ke 19 tahun. Namun sikapnya yang dewasa membuat ia disegani lawan bicara. Berasal dari sebuah SMA favorit di kotanya membuat Bunga tidak bisa dipandang sebelah mata. Ia masuk ke kampus putih itu bukan karena koneksi tapi karena memang karena prestasi. Ia lulus dengan nilai terbaik bersama Surya dan Bayu walau awalnya ia sangat tidak percaya.Papan pengumuman terpampang jelas di matanya. Bunga tidak berani melihat namanya ada di sana atau tidak, yang diingatnya adalah ratusan peserta yang ikut ujian masuk saat itu dan mereka adalah lulusan terbaik dari SMA masing-masing. Bunga mendesah resah dan memulai mencari namanya diurutan terbawah.Ia melihat di deretan yang lulus cadangan tapi tidak ada namanya di sana, kecemasan mulai merayap membayangkan wajah ayah yang kecewa.Dengan sedikit keberanian ia beranikan diri memulai dari lulusan paling bontot, urutan ke 45. Innalilahi ternyata namanya juga tidak ada, hingga urutan ke 10 pun
Bayu menarik nafas lega saat dilihatnya Bunga berhasil menyeimbangkan tubuhnya dan tidak jatuh terhempas saat sebuah batu menghalangi jalannya."Syukurlah. Aku tidak perlu keluar dari persembunyianku dan ketahuan mengikuti gadis itu. Bisa malu aku nanti kalau belum-belum sudah tertangkap basah." ujar Bayu pelan pada dirinya sendiri.Ia lega sekali. Sambil mengusap dadanya sendiri kini ekor matanya kembali mengikuti kemana Bunga melangkah.Gadis itu sudah merubah prinsip seorang Bayu yang semula tidak peduli pada seorang perempuan pun sekarang mulai memperhatikan setiap pergerakan Bunga.Bayu ingat, dulu waktu di SMA teman perempuannya yang juga menggunakan kerudung sering mendapatkan perlakuan tidak adil di sekolahnya hanya karena pakaian mereka tapi Bayu tidak terlalu perduli, bahkan melihatnya sebagai sebuah tontonan saja.Banyak diantara mereka akhirnya melepas kerudung di jam sekolah dan memakainya kembali saat jam sekolah selesai. Ada si
"Serius?" kejar Bayu lagi."Pelangi sudah seperti adik aja buatku. Gak lebih.""Adik ketemu gede maksudnya?" kekeh Bayu mencoba menggoda Surya.Bayu tergelak dan Surya menggelengkan kepalanya berulang kali, berusaha menyakinkan Bayu. Setelah itu pandangannya menerawang ke langit malam. Rembulan yang wajahnya tertutup separoh seolah sedang tersenyum padanya. Dalam hati Surya mengakui, pandangan pertamanya pada Bunga menggetarkan perasaan suka. Namun setelah ia renungkan, ternyata hatinya bukan sekedar suka kepada lawan jenis, melainkan ada rasa rindu yang ganjil di hatinya.Surya merindukan jalan yang bisa mendekatkan dirinya kepada Tuhannya. Jalan yang sudah lama ia cari sejak ia memutuskan buat meninggalkan kehidupannya di pulau seberang dan memutuskan buat merantau ke pulau Sumatera mengikuti saudara dari orang tuanya.Bayu melihat Surya yang tampak melamun dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Bayu sangat yakin, Surya punya perasaan y
Sementara itu, Bunga menuju mushola kampus yang terletak paling ujung gedung kuliahnya nanti. Terletak di bawah pohon mangga yang rindang, memberi kesan seram di waktu malam.Bunga lalu mengambil wudhu dan membasuh sebagian tubuhnya yang gerah lalu menghabiskan malamnya dengan bermunajat kepada Rabb-Nya.Tangisnya pecah, mengadu dan bercerita panjang keluh kesahnya kepada Sang Maha Cinta. Terbayang di matanya bagaimana selama dua Minggu belakang ini, ia digodok dengan cara-cara yang tidak masuk akal. Sangat jauh dari bayangan Bunga saat baru menginjakkan kakinya di Akademi Keperawatan Depkes tersebut.Entah Bunga yang terlalu naif atau memang para seniornya yang begitu usil mengerjai anak baru sepertinya, yang pasti banyak hal yang menurut Bunga tidak seharusnya diberlakukan bagi mahasiswa kesehatan seperti mereka. Masa ospek di kampus seperti ajang balas dendam dan mengerjai para yunior yang tidak pernah membantah walau
Bunga mendesah, mengakhiri curhatannya pada Sang Pencipta dengan doa agar ia terhindar dari keburukan dan diberikan segala kebaikan selama ia menempuh pendidikan di kampus yang sudah ia pilih.Perlahan ia mulai melangkah keluar dari mushola, memperhatikan sekelilingnya yang nampak kelam dan berjalan kembali menuju tempat acara yang sekarang mulai sepi."Syukurlah acaranya sudah berakhir,"Dilihatnya Seiko di pergelangan kirinya sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Pantas saja sudah sepi, rupanya acara sudah benar-benar selesai."Bunga...!" teriak satu suara memanggilnya. Bunga menoleh cepat ke asal suara dengan ekspresi kaget dan tersenyum saat dilihatnya ternyata Mustika tengah berlari menghampirinya."Tika...! Hampir aja aku kena serangan jantung saking kagetnya," sahut Bunga sambil tersenyum."Ternyata betul kau ada di sini. Aku mencarimu sejak tadi. Kulihat kau keluar ruangan tapi setelah kutunggu kau tidak kembali lagi aku menca
Bunga mulai menyiapkan segala sesuatu buat masuk asrama. Sejak pulang kampus tadi malam ia sudah disibukkan dengan membuat daftar barang yang harus dia beli buat keperluan masuk asrama. Mulai dari peralatan mencuci sampai perlengkapan pribadi dan juga makanan dan minuman yang akan menemani kalau Bunga sedang ada kegiatan menulis karena selain kesibukan sebagai mahasiswi, Bunga tidak akan meninggalkan hobbynya sebagai penulis. Untuk mendukung hobby menulisnya Bunga juga harus membawa perlengkapan menulis dan tentu saja Snack buat menemaninya agar tidak mengantuk.Sepasang mata mengamati Bunga dari balik tirai tanpa Bunga sadari. Ayah melihat anak gadisnya begitu sibuk sampai tidak menyadari kehadirannya lalu ayah berjalan ke belakang mencari ibu Melati yang sedang sibuk di dapur menyiapkan sarapan dan bekal buat dibawa Melati ke asrama nanti."Bu, Bunga sepertinya sangat sibuk di kamarnya padahal ini kan hari libur. Kuliahnya juga masih seminggu lagi..
"Bunga!" panggil satu suara yang lebih mirip bentakan itu pada Bunga. Suara yang asing di telinga Bunga tapi Bunga tetap menoleh pada asal suara. Hanya sekilas karena ia tidak melihat siapa pun, lalu gadis berkerudung putih itu kembali melangkah dan mengalihkan pandangannya lurus ke depan seakan suara tadi hanyalah angin lalu yang mengusik indera pendengaran, sama sekali tidak penting buat diindahkan apalagi sampai menarik perhatiannya.Petrus adalah kakak tingkatnya tapi Bunga tidak tertarik buat melayani laki-laki itu. Ia melenggang meninggalkan Petrus yang berusaha buat menjajari langkahnya."Bunga, tunggu...!"Bunga menghentikan langkahnya dan melihat Petrus sekilas lalu mengalihkan pandangannya."Ada apa? Kenapa menghindar?" tanya Petrus mengejar pandangan mata Bunga yang beralih dengan sangat cepat dan sekarang malah seperti enggan melihat ya."Harusnya aku yang nanya. Ada apa memanggil dan mengejarku!" ujar Bunga jengah."Kakak
Belum hilang keterkejutannya, Petrus mendapat kejutan berikutnya karena Bunga yang biasanya tidak berani melihat langsung mukanya jadi menatapnya tajam, seakan ingin mengukitinya hidup-hidup. Petrus bergidik ngeri."Kakak bilang apa barusan?" tanya Bunga hampir mirip bentakan ditengah isakan yang hampir meledak. Bunga merasa terhina dan benar-benar merasa tidak dihargai mendapat ungkapan seperti itu. Ia merasa kerudungnya belum cukup buat membentengi dirinya dari tatapan mata laki-laki yang memiliki penyakit di dalam hatinya.Petrus semakin serba salah melihat kedua netra beritis coklat gelap gadis di depannya sudah berkaca kaca. Perasaan bersalah menyusup di hatinya, membuat ia sangat merasa bodoh dan tidak tahu diri."Kakak mencintaimu...!" ulang Petrus me nyakinkan Bunga yang ia rasa belum mengerti yang tadi ia ucapkan."Cinta kakak bilang? Apa kakak tidak salah orang hah?" Bunga kini benar-benar membentak laki-laki di depannya. Beberapa pasang mata ya
"Aku perhatikan sejak pulang dari taman tadi kok kamu lebih banyak diam ya, Yu?" tanya Surya pada Bayu yang hanya mengaduk makanannya tanpa gairah buat memindahkan makanan itu ke perutnya. Pikirannya dipenuhi oleh Bunga dan Bunga.Bayu tidak bergeming, ia tetap pada aktifitasnya semula tanpa niat buat memperdulikan Surya, membuat teman sekamarnya itu menjadi makin penasaran dan berniat buat menggodanya."Hei! Ditanya malah makin diam. Kesambet kamu, ya?" ujar Surya usil sambil menepuk pipi Bayu gemas, berharap Bayu mau menceritakan isi hatinya.Sedang Bayu masih mengingat semua isi surat yang ditulis Petrus tadi, membuat Bayu sadar jika Petrus tidak main-main mencintai Bunga, sampai ia rela mengganti keimanannya walau menurut Petrus itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan perasaannya pada Bunga.Bayu menepis tangan Surya pelan lalu kembali mengaduk nasi dan di piringnya hingga jadi sesuatu yang bikin Surya ikut-ikutan tidak selera buat melanjutkan ma
Ternyata pemuda yang sempat kutemui saat menulis di samudera pulau Baai waktu itu adalah dia,' batin Bunga resah. Mengingat kembali pertemuannya dengan seorang pemuda waktu itu, karena Bunga tidak menanggapi, itu sebabnya bunga tidak pernah tahu siapa nama pemuda itu. Tapi dari mana ia tahu alamat kampusnya?Bunga ingat betul hari itu tidak terlalu menanggapi semua pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang pemuda yang ingin mengajaknya berkenalan. Selain memang ia tidak tertarik juga karena ia sedang asik meneruskan tulisan cerita pendek yang harus segera ia selesaikan."Muhammad Imam Wijaya," gumam Bunga pada dirinya sendiri. Rasanya bukan itu nama yang disebut oleh pemuda tempo hari, lalu mengapa ia menyebut pelabuhan pulau Baai ini sebagai tempat pertemuan dengannya?Bunga memijit pelipisnya yang berdenyut dan melirik teman-temannya yang masih sibuk menerka siapa pengirim surat misterius itu."Aku kok penasaran sekali sama pengirim surat i
Setahun berlalu dengan sangat cepat, hubungan Bayu dan Bunga tidak seperti prediksi banyak orang di awal interaksi mereka di awal-awal dulu, semua sudah berubah. Bunga menyibukkan diri dengan kegiatan keagamaan bersama Surya dan ke 4 teman-teman nya. Kini ke 5 gadis cantik yang menduduki prestasi 10 besar di kampus sudah sempurna menutup auratnya, mereka saling mendukung di jalan hijrah yang tidak selamanya indah.Petrus dan Margaret telah menyelesaikan kuliahnya, setelah menjadi mualaf dan mendapatkan tawaran pekerjaan di luar negeri, Petrus benar-benar menghilang dan Margaret memilih mengikuti tes CPNS dan diterima di sebuah rumah sakit besar di Jakarta karena koneksi orang tuanya.Bayu dan Surya juga sudah sibuk dengan kegiatannya masing-masing, mereka sudah jarang bertemu karena sudah magang di wahana praktek dengan kelompoknya masing-masing dan kebetulan mereka tidak pernah satu kelompok.Seperti bintang reputasi Bunga dan teman-teman nya
Sepulang dari menemui Margaret, Petrus menuju asrama putri, niatnya ingin menemui Bunga, ia lupa kalau hari itu libur dan kemungkinan besar Bunga pulang ke rumah orang tuanya.Sesampai di pintu asrama ia dicegat oleh Mustika dan kedatangan pemuda tampan nan kalem itu membuat seisi asrama jadi heboh. Banyak yang tahu kalau Petrus adalah pacar Margaret."Pagi Tika...!" sapa Petrus pada Mustika yang sudah lebih dulu melihat kedatangannya."Sepertinya penghuni asrama ini tinggal sedikit, Kak, dan tidak ada yang namanya Margaret," kata Bunga sebelum Petrus lanjut bertanya."Kakak mencari Bunga. Apa dia ada?" tanya Petrus lagi.Mustika memperhatikan Petrus dengan tatapan tidak percaya."Kakak serius mencari Bunga bukan Margaret?"Petrus hanya mengangguk, ia memasukkan tangan ke kantung celananya dan memandang Mustika dengan tersenyum. Mustika jadi sedikit salah tingkah dengan gaya kakak kelasnya itu, Petrus termasuk salah satu dari katagori
"Betul hanya ngobrol?" tanya Embun."Aku tidak percaya seorang Margaret yang sudah sangat cemburu bisa sekedar mengobrol denganmu, Bunga!" seru Mustika tegas sambil menatap Bunga yang sedang melihat Bayu dan teman pria bermain bola di lapangan depan mereka duduk."Aku juga meragukannya," sahut Pelangi dan Mentari hampir serempak."Ayolah Bunga, bukankah kita ini sahabat, satu kamar, satu kampus pula. Masa tidak percaya pada kami," sambung Mustika lagi, sangat ingin tahu."Margaret hanya memintaku menjauhi Petrus,""Hah? Jadi Petrus yang pernah kau tendang saat ospek waktu itu juga menyukaimu, Nga?" jerit Mentari tertahan sambil melihat sekeliling takut ada yang mendengar kata-kata nya barusan.Bunga tidak menjawab tapi malah asik memperhatikan laju permainan bola di depannya, dimana Bayu dan Surya ikut terlibat di sana."Bunga! Kok malah asik liat Bayu dan Surya sih!" kata Pelangi merajuk."Margaret dan teman-temann
Bunga membeku di tempat mendengar kata-kata Surya barusan. Bumi terasa berhenti berputar dan ia merasa jantungnya berdegup lebih kencang. "Haiissh! Apa-apaan ini? Memalukan sekali!" gumam Bunga pada dirinya sendiri. Tapi tak urung sudut bibirnya membentuk lengkung dan memperlihatkan ceruk yang menambah manis wajahnya. "Cieeee...dapat surat cinta dari Surya. Sampai senyum-senyum begitu," ledek Mustika yang tiba-tiba sudah muncul di samping Bunga bersama Embun, Pelangi juga Mentari. "Eh, kalian bikin kaget saja. Bukan surat cinta tapi puisi yang kutulis kemarin. Terselip di buku catatan yang dipinjam Surya, nih dia kembalikan!" kata Bunga menjelaskan sambil memandang Pelangi. "Ooh, kupikir kamu jadian sama Surya. Kasian tuh Pelangi kalau sampai kamu tikung," kata Mentari lagi menunjuk Pelangi dengan isyarat dagunya. "Apa sih, Tika. Sembarangan aja kalau ngomong!" jawab Pelangi dengan mimik tidak suka. "Halah kamu itu ya, ka
"Hentikan!" pekik Dahlia menarik tangan Margaret dan menghentikan gerakan gadis itu buat menyerang Bunga. Dahlia tahu betul kalau Margaret bukan lawan Bunga, Cemara yang memegang sabuk hijau saja tidak mampu menjatuhkan Bunga apalagi Margaret yang tidak punya ilmu bela diri sama sekali."Ayo maju!" tantang Bunga lagi, matanya tajam mencoba menatap ke lawan di depannya.Margaret melepaskan cekalan tangan Dahlia dari lengannya tapi tenaganya kalah oleh tenaga Dahlia yang jauh lebih kuat. Cemara juga mengisyaratkan Margaret buat mundur karena ia menyadari kalau sekarang Bunga tidak bisa lagi diajak kompromi."Lepaskan aku! Biar kuhajar gadis gak tahu diri ini," ujar Margaret sambil meronta dari dekapan Dahlia dan Cemara."Bunga bukan tandingan kita. Dia ahli bela diri. Kita hanya cari penyakit dengannya...!" desis Dahlia ke telinga Margaret. Margaret memucat, memandang Bunga dengan tatapan tidak percaya."Sebaiknya kau lupakan saja d
Apel pagi sudah berakhir, semua mahasiswa menuju kelas masing-masing buat menerima mata kuliah jam pertama. Bunga melangkahkan kakinya menuju mushola, tempat biasa ia mengawali hari setelah apel pagi selesai. 4 rakaat Dhuha akan selalu Bunga jalankan sambil menunggu petugas piket menyiapkan segala sesuatu buat perkuliahan nanti. Mustika sudah hapal kebiasaan Bunga tapi ia belum bisa mengikuti jejak gadis itu dan memilih buat langsung masuk ke dalam kelas. "Aku langsung masuk kelas ya, Nga. Kamu mau sholat dulu kan?" tutur Mustika sambil berjalan meninggalkan Bunga yang langsung bergegas ke mushola. Selesai melaksanakan sholat Bunga langsung menuju ke kelas yang terdapat paling ujung tapi di depan ruangan angkatan 3 Bunga dicegat dan langsung ditarik masuk ke ruangan. Di dalam ruangan yang kosong itu sudah ada Margaret dan 4 orang temannya yang menatap Bunga dengan pandangan meremehkan. Mata Margaret menyapu Bunga dari ujung kaki sampai pucuk kepala yang
Belum hilang keterkejutannya, Petrus mendapat kejutan berikutnya karena Bunga yang biasanya tidak berani melihat langsung mukanya jadi menatapnya tajam, seakan ingin mengukitinya hidup-hidup. Petrus bergidik ngeri."Kakak bilang apa barusan?" tanya Bunga hampir mirip bentakan ditengah isakan yang hampir meledak. Bunga merasa terhina dan benar-benar merasa tidak dihargai mendapat ungkapan seperti itu. Ia merasa kerudungnya belum cukup buat membentengi dirinya dari tatapan mata laki-laki yang memiliki penyakit di dalam hatinya.Petrus semakin serba salah melihat kedua netra beritis coklat gelap gadis di depannya sudah berkaca kaca. Perasaan bersalah menyusup di hatinya, membuat ia sangat merasa bodoh dan tidak tahu diri."Kakak mencintaimu...!" ulang Petrus me nyakinkan Bunga yang ia rasa belum mengerti yang tadi ia ucapkan."Cinta kakak bilang? Apa kakak tidak salah orang hah?" Bunga kini benar-benar membentak laki-laki di depannya. Beberapa pasang mata ya