Bayu menarik nafas lega saat dilihatnya Bunga berhasil menyeimbangkan tubuhnya dan tidak jatuh terhempas saat sebuah batu menghalangi jalannya.
"Syukurlah. Aku tidak perlu keluar dari persembunyianku dan ketahuan mengikuti gadis itu. Bisa malu aku nanti kalau belum-belum sudah tertangkap basah." ujar Bayu pelan pada dirinya sendiri.
Ia lega sekali. Sambil mengusap dadanya sendiri kini ekor matanya kembali mengikuti kemana Bunga melangkah.
Gadis itu sudah merubah prinsip seorang Bayu yang semula tidak peduli pada seorang perempuan pun sekarang mulai memperhatikan setiap pergerakan Bunga.
Bayu ingat, dulu waktu di SMA teman perempuannya yang juga menggunakan kerudung sering mendapatkan perlakuan tidak adil di sekolahnya hanya karena pakaian mereka tapi Bayu tidak terlalu perduli, bahkan melihatnya sebagai sebuah tontonan saja.
Banyak diantara mereka akhirnya melepas kerudung di jam sekolah dan memakainya kembali saat jam sekolah selesai. Ada simpati di hati Bayu tapi berbuat lebih, ia tidak pernah meniatkannya.
Tapi sekarang, ia tidak akan berdiam diri jika Bunga mendapatkan perlakuan yang sama. Ia memastikan diri buat jadi pembela sekuat yang ia bisa.
Dan malam ini awal ia mulai menjadi pengawal bagi Bunga walau diam-diam tentunya. Saat Bunga tampak beranjak dari acara ramah tamah itu Bayu pun melangkah meninggalkan kemeriahan pesta walau tidak punya keberanian lebih untuk terang terangan menyusul gadis itu apalagi menemaninya
Bayu hanya ingin memastikan kalau Bunga baik-baik saja, setelah memastikan Bunga aman, barulah Bayu kembali berbaur kembali bersama teman-teman yang lain. Namun pikirannya masih tertinggal dimana Bunga kini berada.
Bayu merasa terasing dan kesepian di tengah suasana pesta yang memekakkan telinga, penuh tawa dan jeritan saling bersahutan tiada henti. Pesta yang sangat meriah, menghempaskan kecanggungan antara senior dan yunior dua Minggu lalu. Tiada lagi bentakan dan perintah senior yang membuat para yunior ketakutan, tidak ada lagi kata kasar dan keluhan yang ingin menolak keinginan senior yang tidak masuk akal, semua lenyap tanpa bekas. Berganti menjadi sebuah hubungan persahabatan sesama akademika yang sama.
Sebuah tepukan membuyarkan lamunan Bayu, membuatnya tersentak kaget.
"Ada apa, Yu, sakit? Kok dari tadi hanya bengong saja?"
Rupanya Surya yang menepuk bahunya tadi, mengusik lamunannya. Bayu tertegun beberapa jenak, lalu dengan senyum khasnya, Bayu memandang Surya.
"Tidak apa-apa, aku sehat wal'afiat, hanya ngantuk aja sedikit. Apa acaranya masih lama ya, Sur? Aku rasanya sudah mulai bosan." keluh Bayu mencoba mengalihkan perhatian Bayu dan mencegah Surya bertanya lebih lanjut, tapi Surya malah menatapnya penuh tanda tanya. Sesaat kemudian pemuda itu malah senyum-senyum penuh arti.
"Ngantuk dan bosan karena dia gak ada di sini bukan?" goda Surya sambil melirik Bayu.
"Dia? Dia siapa?"
"Aku tahu kok saat Bunga keluar acara tadi kau mengikutinya. Kebosananmu pasti ada hubungannya dengan tidak kembalinya lagi Bunga ke sini. Bener gak?"
Bayu bergeming. Ia takut salah bicara malah akan membuat Surya makin punya cela buat menggodanya lagi.
"Kok malah diam. Kemana dia, Yu? Kok tiba-tiba meninggalkan acara?" sambung Surya lagi.
"Bukankah kamu juga mengikutinya ya?" tukas Bayu membuat Surya tersentak kaget. Sebenarnya sejak Bunga melangkahkan kakinya keluar gedung acara, Surya juga terus mengikuti gerakan Bunga dengan pandangan matanya. Ia tahu kalau Bunga pergi dan setelah itu Bayu menyusulnya tapi ia tidak tahu apa yang selanjutnya terjadi.
"Kok kamu tahu?" kekeh Surya sambil menepuk bahu Bayu sekali lagi.
"Kamu menyukainya, ya, Yu?" tanya Surya memastikan. Ada nada cemburu di suaranya, cemburu yang tidak beralasan tentunya.
"Memang kamu tidak?" tukas Bayu cepat sambil memandang manik mata pemuda dengan penampilan kalem dan kulit kecoklatan itu.
"A...aku... bagaimana mungkin kamu berfikir seperti itu? Ya gak lah. Gak mungkin."
'Gak mungkin salah.' batin Surya.
Memang tidak salah jika sekarang Surya mencemburui semua laki-laki yang ada di kampus itu. Walau pun aneh juga kalau merasa semua teman laki-laki adalah saingannya dalam memperebutkan perhatian dari Bunga, gadis yang sudah membuatnya tertarik pada pertemuan pertama.
Surya jadi teringat insiden keplleset tempo hari, waktu itu mereka masih dalam suasana ospek. Bunga dengan sigap menyambar lengan bajunya sehingga tubuh kurusnya tidak terhempas dan meluncur ke bawah tangga. Ia tidak menyangka, sang penyelamat ternyata seorang gadis. Surya belum sempat mengucapkan terima kasih saat gadis berkerudung hitam itu melesat cepat ke anak tangga teratas, lalu menghilang di balik pintu sebuah ruangan meninggalkannya yang masih terpaku di tempatnya.
Bayu hanya diam sambil tersenyum, menatap manik mata pemuda di depannya. Surya yang sadar sedang diperhatikan oleh Bayu perlahan menghapus memori tentang Bunga yang tadi sempat melintas di otaknya.
Perlahan Bayu menarik tangan Surya menjauhi arena pesta yang semakin meriah dan tampaknya masih lama. Suara musik yang kian kencang, permainan demi permainan dengan dalih mengakrabkan antara mahasiswa baru dan mahasiswa lama berlangsung semakin seru. Gelak tawa membahana, keakraban itu semakin nyata, mengikis batas antara senior dan yunior yang saat masa orientasi tempo hari.
"Mau kemana, Yu?"
"Katanya mau nyusul gadis itu. Ayo ikut gak usah protes." sindir Bayu sambil tersenyum.
"Wah bisa dijutekin kita nanti, Yu."
"Jutek tapi manis." kekeh Bayu sambil mencibirkan bibirnya pada Surya.
Bayu tahu bahwa Surya pun menaruh perhatian yang sama pada Bunga. Walau Surya tidak pernah mau mengaku tapi sikap dan cara Surya memperlakukan Bunga sudah memperlihatkan perasaan pemuda itu pada Bunga.
"Biarin dia, Yu. Paling dia ke mushola,biasanya dia begitu kalau lagi kesal atau marah."
"Heem...ternyata kamu perhatian banget, ya sama gadis itu sampai kamu tahu betul kebiasaannya?" tembak Bayu tepat sasaran.
"Eh kayaknya kamu nih, yang naksir sama dia malah nuduh aku." elak Surya sembari tertawa dan memalingkan mukanya yang sudah berubah menjadi merah karena perasaannya diketahui oleh Bayu. Untung saja kegelapan malam menyembunyikan semua itu.
"Halah! Kamu gak bisa ngelak. Tuh mukamu sudah seperti pelangi warnanya...!" goda Bayu terbahak melihat Surya yang tampak gugup dan salah tingkah.
Surya gelagapan, tapi dia langsung bisa menguasai keadaan.
"Ngarang! Ya, enggaklah! Mana mungkin aku menyukai gadis model begitu. Juteknya itu loh, yang gak tahan. Aku sukanya sama yang lemah lembut dan penuh perhatian, keibuan bukan kebapakan kayak dia. Ah pokoknya tidak seperti dia lah. Grass grusu!" Tukas Surya lagi berusaha menyakinkan Bayu.
"Tapi ingat loh dia yang kepabakan itu yang dulu menolongmu dari rasa malu kejungkal dari tangga!"
Surya terbahak mendengar kata-kata Bayu.
"Ah sudahlah, Yu. Yang pasti dia bukan tipeku."
"Tipemu seperti Pelangi itu ya? Lemah gemulai dan sangat manja sama semua laki-laki. Massa, antarin aku pulang. Mas ambilkan ini, tolongin itu. Mas...mas...mas...ish manja." sindir Bayu sambil tertawa mengejek Surya.
"Ya enggak yang begitu juga. Kalau itu sih bukan lembut lagi tapi lumer! Hehehehe... Bukan, Yu, bukan yang seperti Pelangi juga. Pokoknya adalah..." Pungkas Surya menghentikan godaan Bayu padanya.
'Kalau pun aku menyukai Bunga, kamu tidak perlu tahu, Yu karena aku memang menyukai gadis itu sejak awal pertemuan kami dulu.' batin Surya sambil memandang Bayu dengan tatapan yang sulit diartikan.
Bersambung
"Serius?" kejar Bayu lagi."Pelangi sudah seperti adik aja buatku. Gak lebih.""Adik ketemu gede maksudnya?" kekeh Bayu mencoba menggoda Surya.Bayu tergelak dan Surya menggelengkan kepalanya berulang kali, berusaha menyakinkan Bayu. Setelah itu pandangannya menerawang ke langit malam. Rembulan yang wajahnya tertutup separoh seolah sedang tersenyum padanya. Dalam hati Surya mengakui, pandangan pertamanya pada Bunga menggetarkan perasaan suka. Namun setelah ia renungkan, ternyata hatinya bukan sekedar suka kepada lawan jenis, melainkan ada rasa rindu yang ganjil di hatinya.Surya merindukan jalan yang bisa mendekatkan dirinya kepada Tuhannya. Jalan yang sudah lama ia cari sejak ia memutuskan buat meninggalkan kehidupannya di pulau seberang dan memutuskan buat merantau ke pulau Sumatera mengikuti saudara dari orang tuanya.Bayu melihat Surya yang tampak melamun dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Bayu sangat yakin, Surya punya perasaan y
Sementara itu, Bunga menuju mushola kampus yang terletak paling ujung gedung kuliahnya nanti. Terletak di bawah pohon mangga yang rindang, memberi kesan seram di waktu malam.Bunga lalu mengambil wudhu dan membasuh sebagian tubuhnya yang gerah lalu menghabiskan malamnya dengan bermunajat kepada Rabb-Nya.Tangisnya pecah, mengadu dan bercerita panjang keluh kesahnya kepada Sang Maha Cinta. Terbayang di matanya bagaimana selama dua Minggu belakang ini, ia digodok dengan cara-cara yang tidak masuk akal. Sangat jauh dari bayangan Bunga saat baru menginjakkan kakinya di Akademi Keperawatan Depkes tersebut.Entah Bunga yang terlalu naif atau memang para seniornya yang begitu usil mengerjai anak baru sepertinya, yang pasti banyak hal yang menurut Bunga tidak seharusnya diberlakukan bagi mahasiswa kesehatan seperti mereka. Masa ospek di kampus seperti ajang balas dendam dan mengerjai para yunior yang tidak pernah membantah walau
Bunga mendesah, mengakhiri curhatannya pada Sang Pencipta dengan doa agar ia terhindar dari keburukan dan diberikan segala kebaikan selama ia menempuh pendidikan di kampus yang sudah ia pilih.Perlahan ia mulai melangkah keluar dari mushola, memperhatikan sekelilingnya yang nampak kelam dan berjalan kembali menuju tempat acara yang sekarang mulai sepi."Syukurlah acaranya sudah berakhir,"Dilihatnya Seiko di pergelangan kirinya sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Pantas saja sudah sepi, rupanya acara sudah benar-benar selesai."Bunga...!" teriak satu suara memanggilnya. Bunga menoleh cepat ke asal suara dengan ekspresi kaget dan tersenyum saat dilihatnya ternyata Mustika tengah berlari menghampirinya."Tika...! Hampir aja aku kena serangan jantung saking kagetnya," sahut Bunga sambil tersenyum."Ternyata betul kau ada di sini. Aku mencarimu sejak tadi. Kulihat kau keluar ruangan tapi setelah kutunggu kau tidak kembali lagi aku menca
Bunga mulai menyiapkan segala sesuatu buat masuk asrama. Sejak pulang kampus tadi malam ia sudah disibukkan dengan membuat daftar barang yang harus dia beli buat keperluan masuk asrama. Mulai dari peralatan mencuci sampai perlengkapan pribadi dan juga makanan dan minuman yang akan menemani kalau Bunga sedang ada kegiatan menulis karena selain kesibukan sebagai mahasiswi, Bunga tidak akan meninggalkan hobbynya sebagai penulis. Untuk mendukung hobby menulisnya Bunga juga harus membawa perlengkapan menulis dan tentu saja Snack buat menemaninya agar tidak mengantuk.Sepasang mata mengamati Bunga dari balik tirai tanpa Bunga sadari. Ayah melihat anak gadisnya begitu sibuk sampai tidak menyadari kehadirannya lalu ayah berjalan ke belakang mencari ibu Melati yang sedang sibuk di dapur menyiapkan sarapan dan bekal buat dibawa Melati ke asrama nanti."Bu, Bunga sepertinya sangat sibuk di kamarnya padahal ini kan hari libur. Kuliahnya juga masih seminggu lagi..
"Bunga!" panggil satu suara yang lebih mirip bentakan itu pada Bunga. Suara yang asing di telinga Bunga tapi Bunga tetap menoleh pada asal suara. Hanya sekilas karena ia tidak melihat siapa pun, lalu gadis berkerudung putih itu kembali melangkah dan mengalihkan pandangannya lurus ke depan seakan suara tadi hanyalah angin lalu yang mengusik indera pendengaran, sama sekali tidak penting buat diindahkan apalagi sampai menarik perhatiannya.Petrus adalah kakak tingkatnya tapi Bunga tidak tertarik buat melayani laki-laki itu. Ia melenggang meninggalkan Petrus yang berusaha buat menjajari langkahnya."Bunga, tunggu...!"Bunga menghentikan langkahnya dan melihat Petrus sekilas lalu mengalihkan pandangannya."Ada apa? Kenapa menghindar?" tanya Petrus mengejar pandangan mata Bunga yang beralih dengan sangat cepat dan sekarang malah seperti enggan melihat ya."Harusnya aku yang nanya. Ada apa memanggil dan mengejarku!" ujar Bunga jengah."Kakak
Belum hilang keterkejutannya, Petrus mendapat kejutan berikutnya karena Bunga yang biasanya tidak berani melihat langsung mukanya jadi menatapnya tajam, seakan ingin mengukitinya hidup-hidup. Petrus bergidik ngeri."Kakak bilang apa barusan?" tanya Bunga hampir mirip bentakan ditengah isakan yang hampir meledak. Bunga merasa terhina dan benar-benar merasa tidak dihargai mendapat ungkapan seperti itu. Ia merasa kerudungnya belum cukup buat membentengi dirinya dari tatapan mata laki-laki yang memiliki penyakit di dalam hatinya.Petrus semakin serba salah melihat kedua netra beritis coklat gelap gadis di depannya sudah berkaca kaca. Perasaan bersalah menyusup di hatinya, membuat ia sangat merasa bodoh dan tidak tahu diri."Kakak mencintaimu...!" ulang Petrus me nyakinkan Bunga yang ia rasa belum mengerti yang tadi ia ucapkan."Cinta kakak bilang? Apa kakak tidak salah orang hah?" Bunga kini benar-benar membentak laki-laki di depannya. Beberapa pasang mata ya
Apel pagi sudah berakhir, semua mahasiswa menuju kelas masing-masing buat menerima mata kuliah jam pertama. Bunga melangkahkan kakinya menuju mushola, tempat biasa ia mengawali hari setelah apel pagi selesai. 4 rakaat Dhuha akan selalu Bunga jalankan sambil menunggu petugas piket menyiapkan segala sesuatu buat perkuliahan nanti. Mustika sudah hapal kebiasaan Bunga tapi ia belum bisa mengikuti jejak gadis itu dan memilih buat langsung masuk ke dalam kelas. "Aku langsung masuk kelas ya, Nga. Kamu mau sholat dulu kan?" tutur Mustika sambil berjalan meninggalkan Bunga yang langsung bergegas ke mushola. Selesai melaksanakan sholat Bunga langsung menuju ke kelas yang terdapat paling ujung tapi di depan ruangan angkatan 3 Bunga dicegat dan langsung ditarik masuk ke ruangan. Di dalam ruangan yang kosong itu sudah ada Margaret dan 4 orang temannya yang menatap Bunga dengan pandangan meremehkan. Mata Margaret menyapu Bunga dari ujung kaki sampai pucuk kepala yang
"Hentikan!" pekik Dahlia menarik tangan Margaret dan menghentikan gerakan gadis itu buat menyerang Bunga. Dahlia tahu betul kalau Margaret bukan lawan Bunga, Cemara yang memegang sabuk hijau saja tidak mampu menjatuhkan Bunga apalagi Margaret yang tidak punya ilmu bela diri sama sekali."Ayo maju!" tantang Bunga lagi, matanya tajam mencoba menatap ke lawan di depannya.Margaret melepaskan cekalan tangan Dahlia dari lengannya tapi tenaganya kalah oleh tenaga Dahlia yang jauh lebih kuat. Cemara juga mengisyaratkan Margaret buat mundur karena ia menyadari kalau sekarang Bunga tidak bisa lagi diajak kompromi."Lepaskan aku! Biar kuhajar gadis gak tahu diri ini," ujar Margaret sambil meronta dari dekapan Dahlia dan Cemara."Bunga bukan tandingan kita. Dia ahli bela diri. Kita hanya cari penyakit dengannya...!" desis Dahlia ke telinga Margaret. Margaret memucat, memandang Bunga dengan tatapan tidak percaya."Sebaiknya kau lupakan saja d
"Aku perhatikan sejak pulang dari taman tadi kok kamu lebih banyak diam ya, Yu?" tanya Surya pada Bayu yang hanya mengaduk makanannya tanpa gairah buat memindahkan makanan itu ke perutnya. Pikirannya dipenuhi oleh Bunga dan Bunga.Bayu tidak bergeming, ia tetap pada aktifitasnya semula tanpa niat buat memperdulikan Surya, membuat teman sekamarnya itu menjadi makin penasaran dan berniat buat menggodanya."Hei! Ditanya malah makin diam. Kesambet kamu, ya?" ujar Surya usil sambil menepuk pipi Bayu gemas, berharap Bayu mau menceritakan isi hatinya.Sedang Bayu masih mengingat semua isi surat yang ditulis Petrus tadi, membuat Bayu sadar jika Petrus tidak main-main mencintai Bunga, sampai ia rela mengganti keimanannya walau menurut Petrus itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan perasaannya pada Bunga.Bayu menepis tangan Surya pelan lalu kembali mengaduk nasi dan di piringnya hingga jadi sesuatu yang bikin Surya ikut-ikutan tidak selera buat melanjutkan ma
Ternyata pemuda yang sempat kutemui saat menulis di samudera pulau Baai waktu itu adalah dia,' batin Bunga resah. Mengingat kembali pertemuannya dengan seorang pemuda waktu itu, karena Bunga tidak menanggapi, itu sebabnya bunga tidak pernah tahu siapa nama pemuda itu. Tapi dari mana ia tahu alamat kampusnya?Bunga ingat betul hari itu tidak terlalu menanggapi semua pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang pemuda yang ingin mengajaknya berkenalan. Selain memang ia tidak tertarik juga karena ia sedang asik meneruskan tulisan cerita pendek yang harus segera ia selesaikan."Muhammad Imam Wijaya," gumam Bunga pada dirinya sendiri. Rasanya bukan itu nama yang disebut oleh pemuda tempo hari, lalu mengapa ia menyebut pelabuhan pulau Baai ini sebagai tempat pertemuan dengannya?Bunga memijit pelipisnya yang berdenyut dan melirik teman-temannya yang masih sibuk menerka siapa pengirim surat misterius itu."Aku kok penasaran sekali sama pengirim surat i
Setahun berlalu dengan sangat cepat, hubungan Bayu dan Bunga tidak seperti prediksi banyak orang di awal interaksi mereka di awal-awal dulu, semua sudah berubah. Bunga menyibukkan diri dengan kegiatan keagamaan bersama Surya dan ke 4 teman-teman nya. Kini ke 5 gadis cantik yang menduduki prestasi 10 besar di kampus sudah sempurna menutup auratnya, mereka saling mendukung di jalan hijrah yang tidak selamanya indah.Petrus dan Margaret telah menyelesaikan kuliahnya, setelah menjadi mualaf dan mendapatkan tawaran pekerjaan di luar negeri, Petrus benar-benar menghilang dan Margaret memilih mengikuti tes CPNS dan diterima di sebuah rumah sakit besar di Jakarta karena koneksi orang tuanya.Bayu dan Surya juga sudah sibuk dengan kegiatannya masing-masing, mereka sudah jarang bertemu karena sudah magang di wahana praktek dengan kelompoknya masing-masing dan kebetulan mereka tidak pernah satu kelompok.Seperti bintang reputasi Bunga dan teman-teman nya
Sepulang dari menemui Margaret, Petrus menuju asrama putri, niatnya ingin menemui Bunga, ia lupa kalau hari itu libur dan kemungkinan besar Bunga pulang ke rumah orang tuanya.Sesampai di pintu asrama ia dicegat oleh Mustika dan kedatangan pemuda tampan nan kalem itu membuat seisi asrama jadi heboh. Banyak yang tahu kalau Petrus adalah pacar Margaret."Pagi Tika...!" sapa Petrus pada Mustika yang sudah lebih dulu melihat kedatangannya."Sepertinya penghuni asrama ini tinggal sedikit, Kak, dan tidak ada yang namanya Margaret," kata Bunga sebelum Petrus lanjut bertanya."Kakak mencari Bunga. Apa dia ada?" tanya Petrus lagi.Mustika memperhatikan Petrus dengan tatapan tidak percaya."Kakak serius mencari Bunga bukan Margaret?"Petrus hanya mengangguk, ia memasukkan tangan ke kantung celananya dan memandang Mustika dengan tersenyum. Mustika jadi sedikit salah tingkah dengan gaya kakak kelasnya itu, Petrus termasuk salah satu dari katagori
"Betul hanya ngobrol?" tanya Embun."Aku tidak percaya seorang Margaret yang sudah sangat cemburu bisa sekedar mengobrol denganmu, Bunga!" seru Mustika tegas sambil menatap Bunga yang sedang melihat Bayu dan teman pria bermain bola di lapangan depan mereka duduk."Aku juga meragukannya," sahut Pelangi dan Mentari hampir serempak."Ayolah Bunga, bukankah kita ini sahabat, satu kamar, satu kampus pula. Masa tidak percaya pada kami," sambung Mustika lagi, sangat ingin tahu."Margaret hanya memintaku menjauhi Petrus,""Hah? Jadi Petrus yang pernah kau tendang saat ospek waktu itu juga menyukaimu, Nga?" jerit Mentari tertahan sambil melihat sekeliling takut ada yang mendengar kata-kata nya barusan.Bunga tidak menjawab tapi malah asik memperhatikan laju permainan bola di depannya, dimana Bayu dan Surya ikut terlibat di sana."Bunga! Kok malah asik liat Bayu dan Surya sih!" kata Pelangi merajuk."Margaret dan teman-temann
Bunga membeku di tempat mendengar kata-kata Surya barusan. Bumi terasa berhenti berputar dan ia merasa jantungnya berdegup lebih kencang. "Haiissh! Apa-apaan ini? Memalukan sekali!" gumam Bunga pada dirinya sendiri. Tapi tak urung sudut bibirnya membentuk lengkung dan memperlihatkan ceruk yang menambah manis wajahnya. "Cieeee...dapat surat cinta dari Surya. Sampai senyum-senyum begitu," ledek Mustika yang tiba-tiba sudah muncul di samping Bunga bersama Embun, Pelangi juga Mentari. "Eh, kalian bikin kaget saja. Bukan surat cinta tapi puisi yang kutulis kemarin. Terselip di buku catatan yang dipinjam Surya, nih dia kembalikan!" kata Bunga menjelaskan sambil memandang Pelangi. "Ooh, kupikir kamu jadian sama Surya. Kasian tuh Pelangi kalau sampai kamu tikung," kata Mentari lagi menunjuk Pelangi dengan isyarat dagunya. "Apa sih, Tika. Sembarangan aja kalau ngomong!" jawab Pelangi dengan mimik tidak suka. "Halah kamu itu ya, ka
"Hentikan!" pekik Dahlia menarik tangan Margaret dan menghentikan gerakan gadis itu buat menyerang Bunga. Dahlia tahu betul kalau Margaret bukan lawan Bunga, Cemara yang memegang sabuk hijau saja tidak mampu menjatuhkan Bunga apalagi Margaret yang tidak punya ilmu bela diri sama sekali."Ayo maju!" tantang Bunga lagi, matanya tajam mencoba menatap ke lawan di depannya.Margaret melepaskan cekalan tangan Dahlia dari lengannya tapi tenaganya kalah oleh tenaga Dahlia yang jauh lebih kuat. Cemara juga mengisyaratkan Margaret buat mundur karena ia menyadari kalau sekarang Bunga tidak bisa lagi diajak kompromi."Lepaskan aku! Biar kuhajar gadis gak tahu diri ini," ujar Margaret sambil meronta dari dekapan Dahlia dan Cemara."Bunga bukan tandingan kita. Dia ahli bela diri. Kita hanya cari penyakit dengannya...!" desis Dahlia ke telinga Margaret. Margaret memucat, memandang Bunga dengan tatapan tidak percaya."Sebaiknya kau lupakan saja d
Apel pagi sudah berakhir, semua mahasiswa menuju kelas masing-masing buat menerima mata kuliah jam pertama. Bunga melangkahkan kakinya menuju mushola, tempat biasa ia mengawali hari setelah apel pagi selesai. 4 rakaat Dhuha akan selalu Bunga jalankan sambil menunggu petugas piket menyiapkan segala sesuatu buat perkuliahan nanti. Mustika sudah hapal kebiasaan Bunga tapi ia belum bisa mengikuti jejak gadis itu dan memilih buat langsung masuk ke dalam kelas. "Aku langsung masuk kelas ya, Nga. Kamu mau sholat dulu kan?" tutur Mustika sambil berjalan meninggalkan Bunga yang langsung bergegas ke mushola. Selesai melaksanakan sholat Bunga langsung menuju ke kelas yang terdapat paling ujung tapi di depan ruangan angkatan 3 Bunga dicegat dan langsung ditarik masuk ke ruangan. Di dalam ruangan yang kosong itu sudah ada Margaret dan 4 orang temannya yang menatap Bunga dengan pandangan meremehkan. Mata Margaret menyapu Bunga dari ujung kaki sampai pucuk kepala yang
Belum hilang keterkejutannya, Petrus mendapat kejutan berikutnya karena Bunga yang biasanya tidak berani melihat langsung mukanya jadi menatapnya tajam, seakan ingin mengukitinya hidup-hidup. Petrus bergidik ngeri."Kakak bilang apa barusan?" tanya Bunga hampir mirip bentakan ditengah isakan yang hampir meledak. Bunga merasa terhina dan benar-benar merasa tidak dihargai mendapat ungkapan seperti itu. Ia merasa kerudungnya belum cukup buat membentengi dirinya dari tatapan mata laki-laki yang memiliki penyakit di dalam hatinya.Petrus semakin serba salah melihat kedua netra beritis coklat gelap gadis di depannya sudah berkaca kaca. Perasaan bersalah menyusup di hatinya, membuat ia sangat merasa bodoh dan tidak tahu diri."Kakak mencintaimu...!" ulang Petrus me nyakinkan Bunga yang ia rasa belum mengerti yang tadi ia ucapkan."Cinta kakak bilang? Apa kakak tidak salah orang hah?" Bunga kini benar-benar membentak laki-laki di depannya. Beberapa pasang mata ya