Bunga mendesah, mengakhiri curhatannya pada Sang Pencipta dengan doa agar ia terhindar dari keburukan dan diberikan segala kebaikan selama ia menempuh pendidikan di kampus yang sudah ia pilih.
Perlahan ia mulai melangkah keluar dari mushola, memperhatikan sekelilingnya yang nampak kelam dan berjalan kembali menuju tempat acara yang sekarang mulai sepi.
"Syukurlah acaranya sudah berakhir,"
Dilihatnya Seiko di pergelangan kirinya sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Pantas saja sudah sepi, rupanya acara sudah benar-benar selesai.
"Bunga...!" teriak satu suara memanggilnya. Bunga menoleh cepat ke asal suara dengan ekspresi kaget dan tersenyum saat dilihatnya ternyata Mustika tengah berlari menghampirinya.
"Tika...! Hampir aja aku kena serangan jantung saking kagetnya," sahut Bunga sambil tersenyum.
"Ternyata betul kau ada di sini. Aku mencarimu sejak tadi. Kulihat kau keluar ruangan tapi setelah kutunggu kau tidak kembali lagi aku mencarimu. Kupikir kau di toilet. Sembunyi dimana? Atau...pacaran ya?" repet Mustika dengan tatapan penuh selidik.
"Maaf, Tika, aku jadi membuatmu khawatir. Aku tidak bermaksud seperti itu. Dan aku tidak pacaran! Stop berfikir seperti itu..." cicit Bunga menjeoaskan.
"Iyaa, percaya! Untung tadi aku bertemu Bayu. Dia yang mengatakan padaku kalau kau ada di mushola. Makanya setelah acara berakhir aku menyusulmu ke tempat ini," sambung Mustika lagi.
"Bayu? Kok dia tahu aku ada di sini? Aku rasa tidak ada yang tahu aku ke sini, kecuali dia mengikutiku. Aku kan pergi diam-diam," ujar Bunga heran.
Gadis berambut panjang dan berlesung pipi itu menggamit lengan Bunga dan mengajaknya duduk di salah satu bangku yang terdapat di depan mushola itu.
"Kita duduk sini dulu yuk, sebelum pulang. Sebentar lagi Papaku jemput. Aku sudah bilang kalau acara akan berakhir dini hari." ujar Mustika sambil menganut lengan Bunga dan menuntunnya duduk di bangku taman.
Bunga mengangguk mengerti. Ia mengikuti Mustika dan duduk di samping gadis itu.
"Kau bilang Bayu yang memberitahumu aku ada di sini. Apa kau serius?" tanya Bunga.
"Bunga....Bunga, masa kau tidak tahu kalau Bayu itu selalu memperhatikanmu? Dia pasti mengikutimu. Aku melihat dia ikutan keluar saat kau meninggalkan ruangan tadi. Kupikir kalian ngedate makanya memisahkan diri. Ups...!" Tika terkekeh dan Bunga langsung melebarkan mata kejoranya.
"Aku dan Bayu tidak ngedate. Sembarangan aja kalau ngomong. Dosa tahu!" ujar Bunga pura-pura marah.
"Ha...ha...ha...kalau pun ngedate ya tidak apa-apa lah. Cocok kok. Bayu cukup tampan kok. Gak akan malu-maluin diajak jalan," sambung Tika lagi membuat Bunga terdiam dengan hati sedikit kesal.
Bunga jadi ingat tadi ia merasa ada orang uang mengikutinya. Ternyata itu bukan hanya perasaannya saja, memang ada yang mengikutinya dan itu adalah Bayu.
Melihat Bunga terdiam, Tika jadi penasaran, ia lalu mengagetkan Bunga dengan menepuk pipi Bunga.
"Hei kok malah melamun, sih? Ingat Bayu?" cicit Tika usil sambil memandang Bunga yang langsung mengangguk.
"Hem...ternyata...!" kekeh Bunga menggoda Bunga.
"Tadi aku merasa ada yang mengikuti aku ke mushola tapi saat kuperhatikan lagi ternyata tidak ada siapa-siapa. Kupikir hanya perasaanku saja. Sama sekali tidak menyangka kalau Bayu pelakunya,"
Mustika hanya terkekeh lagi tapi kali ini lebih pelan.
"Dia pasti akan memastikan kau baik-baik saja, Bunga. Dia akan ada perasaan khusus padamu, masa kau tidak tahu?" tukas Mustika sambil memperhatikan ekspresi Bunga.
"Sudahlah Tika tidak usah membicarakan yang tidak penting. Sebaiknya kita pulang. Sudah larut. Nanti aku malah gak berani pulang. Kan aku pulang sendiri,"
"Kau bawa motor?"
Bunga mengangguk.
"Kalau kau minta tolong Bayu atau Surya mengantarmu pasti merekad senang hati melakukannya," goda Tika lagi membuat Bunga hanya geleng-geleng kepala.
"Udah ahk, gak usah godain aku melulu!"
"Maaf...!"
Mereka lalu berjalan menuju gerbang kampus dan menunggu Papa Mustika datang. Sepuluh menit kemudian Mustika dijemput dan Bunga menuju lapangan parkir dimana motor Astrea grandnya terparkir.
Belum sempat Bunga menghidupkan motornya Bunga dikagetkan dengan kedatangan Surya dan Bayu. Bunga hanya melihat mereka sekilas, berbasa basi sebentar lalu pamit pulang.
Bayu dan Surya memandang kepergian Bunga sampai hilang ditelan kegelapan malam. Lalu mereka menuju kosannya masing-masing. Mereka harus segera bersiap untuk mulai masuk asrama Minggu depan. Semua mahasiswa akan tinggal di asrama termasuk mereka berdua.
Bersambung
Bunga mulai menyiapkan segala sesuatu buat masuk asrama. Sejak pulang kampus tadi malam ia sudah disibukkan dengan membuat daftar barang yang harus dia beli buat keperluan masuk asrama. Mulai dari peralatan mencuci sampai perlengkapan pribadi dan juga makanan dan minuman yang akan menemani kalau Bunga sedang ada kegiatan menulis karena selain kesibukan sebagai mahasiswi, Bunga tidak akan meninggalkan hobbynya sebagai penulis. Untuk mendukung hobby menulisnya Bunga juga harus membawa perlengkapan menulis dan tentu saja Snack buat menemaninya agar tidak mengantuk.Sepasang mata mengamati Bunga dari balik tirai tanpa Bunga sadari. Ayah melihat anak gadisnya begitu sibuk sampai tidak menyadari kehadirannya lalu ayah berjalan ke belakang mencari ibu Melati yang sedang sibuk di dapur menyiapkan sarapan dan bekal buat dibawa Melati ke asrama nanti."Bu, Bunga sepertinya sangat sibuk di kamarnya padahal ini kan hari libur. Kuliahnya juga masih seminggu lagi..
"Bunga!" panggil satu suara yang lebih mirip bentakan itu pada Bunga. Suara yang asing di telinga Bunga tapi Bunga tetap menoleh pada asal suara. Hanya sekilas karena ia tidak melihat siapa pun, lalu gadis berkerudung putih itu kembali melangkah dan mengalihkan pandangannya lurus ke depan seakan suara tadi hanyalah angin lalu yang mengusik indera pendengaran, sama sekali tidak penting buat diindahkan apalagi sampai menarik perhatiannya.Petrus adalah kakak tingkatnya tapi Bunga tidak tertarik buat melayani laki-laki itu. Ia melenggang meninggalkan Petrus yang berusaha buat menjajari langkahnya."Bunga, tunggu...!"Bunga menghentikan langkahnya dan melihat Petrus sekilas lalu mengalihkan pandangannya."Ada apa? Kenapa menghindar?" tanya Petrus mengejar pandangan mata Bunga yang beralih dengan sangat cepat dan sekarang malah seperti enggan melihat ya."Harusnya aku yang nanya. Ada apa memanggil dan mengejarku!" ujar Bunga jengah."Kakak
Belum hilang keterkejutannya, Petrus mendapat kejutan berikutnya karena Bunga yang biasanya tidak berani melihat langsung mukanya jadi menatapnya tajam, seakan ingin mengukitinya hidup-hidup. Petrus bergidik ngeri."Kakak bilang apa barusan?" tanya Bunga hampir mirip bentakan ditengah isakan yang hampir meledak. Bunga merasa terhina dan benar-benar merasa tidak dihargai mendapat ungkapan seperti itu. Ia merasa kerudungnya belum cukup buat membentengi dirinya dari tatapan mata laki-laki yang memiliki penyakit di dalam hatinya.Petrus semakin serba salah melihat kedua netra beritis coklat gelap gadis di depannya sudah berkaca kaca. Perasaan bersalah menyusup di hatinya, membuat ia sangat merasa bodoh dan tidak tahu diri."Kakak mencintaimu...!" ulang Petrus me nyakinkan Bunga yang ia rasa belum mengerti yang tadi ia ucapkan."Cinta kakak bilang? Apa kakak tidak salah orang hah?" Bunga kini benar-benar membentak laki-laki di depannya. Beberapa pasang mata ya
Apel pagi sudah berakhir, semua mahasiswa menuju kelas masing-masing buat menerima mata kuliah jam pertama. Bunga melangkahkan kakinya menuju mushola, tempat biasa ia mengawali hari setelah apel pagi selesai. 4 rakaat Dhuha akan selalu Bunga jalankan sambil menunggu petugas piket menyiapkan segala sesuatu buat perkuliahan nanti. Mustika sudah hapal kebiasaan Bunga tapi ia belum bisa mengikuti jejak gadis itu dan memilih buat langsung masuk ke dalam kelas. "Aku langsung masuk kelas ya, Nga. Kamu mau sholat dulu kan?" tutur Mustika sambil berjalan meninggalkan Bunga yang langsung bergegas ke mushola. Selesai melaksanakan sholat Bunga langsung menuju ke kelas yang terdapat paling ujung tapi di depan ruangan angkatan 3 Bunga dicegat dan langsung ditarik masuk ke ruangan. Di dalam ruangan yang kosong itu sudah ada Margaret dan 4 orang temannya yang menatap Bunga dengan pandangan meremehkan. Mata Margaret menyapu Bunga dari ujung kaki sampai pucuk kepala yang
"Hentikan!" pekik Dahlia menarik tangan Margaret dan menghentikan gerakan gadis itu buat menyerang Bunga. Dahlia tahu betul kalau Margaret bukan lawan Bunga, Cemara yang memegang sabuk hijau saja tidak mampu menjatuhkan Bunga apalagi Margaret yang tidak punya ilmu bela diri sama sekali."Ayo maju!" tantang Bunga lagi, matanya tajam mencoba menatap ke lawan di depannya.Margaret melepaskan cekalan tangan Dahlia dari lengannya tapi tenaganya kalah oleh tenaga Dahlia yang jauh lebih kuat. Cemara juga mengisyaratkan Margaret buat mundur karena ia menyadari kalau sekarang Bunga tidak bisa lagi diajak kompromi."Lepaskan aku! Biar kuhajar gadis gak tahu diri ini," ujar Margaret sambil meronta dari dekapan Dahlia dan Cemara."Bunga bukan tandingan kita. Dia ahli bela diri. Kita hanya cari penyakit dengannya...!" desis Dahlia ke telinga Margaret. Margaret memucat, memandang Bunga dengan tatapan tidak percaya."Sebaiknya kau lupakan saja d
Bunga membeku di tempat mendengar kata-kata Surya barusan. Bumi terasa berhenti berputar dan ia merasa jantungnya berdegup lebih kencang. "Haiissh! Apa-apaan ini? Memalukan sekali!" gumam Bunga pada dirinya sendiri. Tapi tak urung sudut bibirnya membentuk lengkung dan memperlihatkan ceruk yang menambah manis wajahnya. "Cieeee...dapat surat cinta dari Surya. Sampai senyum-senyum begitu," ledek Mustika yang tiba-tiba sudah muncul di samping Bunga bersama Embun, Pelangi juga Mentari. "Eh, kalian bikin kaget saja. Bukan surat cinta tapi puisi yang kutulis kemarin. Terselip di buku catatan yang dipinjam Surya, nih dia kembalikan!" kata Bunga menjelaskan sambil memandang Pelangi. "Ooh, kupikir kamu jadian sama Surya. Kasian tuh Pelangi kalau sampai kamu tikung," kata Mentari lagi menunjuk Pelangi dengan isyarat dagunya. "Apa sih, Tika. Sembarangan aja kalau ngomong!" jawab Pelangi dengan mimik tidak suka. "Halah kamu itu ya, ka
"Betul hanya ngobrol?" tanya Embun."Aku tidak percaya seorang Margaret yang sudah sangat cemburu bisa sekedar mengobrol denganmu, Bunga!" seru Mustika tegas sambil menatap Bunga yang sedang melihat Bayu dan teman pria bermain bola di lapangan depan mereka duduk."Aku juga meragukannya," sahut Pelangi dan Mentari hampir serempak."Ayolah Bunga, bukankah kita ini sahabat, satu kamar, satu kampus pula. Masa tidak percaya pada kami," sambung Mustika lagi, sangat ingin tahu."Margaret hanya memintaku menjauhi Petrus,""Hah? Jadi Petrus yang pernah kau tendang saat ospek waktu itu juga menyukaimu, Nga?" jerit Mentari tertahan sambil melihat sekeliling takut ada yang mendengar kata-kata nya barusan.Bunga tidak menjawab tapi malah asik memperhatikan laju permainan bola di depannya, dimana Bayu dan Surya ikut terlibat di sana."Bunga! Kok malah asik liat Bayu dan Surya sih!" kata Pelangi merajuk."Margaret dan teman-temann
Sepulang dari menemui Margaret, Petrus menuju asrama putri, niatnya ingin menemui Bunga, ia lupa kalau hari itu libur dan kemungkinan besar Bunga pulang ke rumah orang tuanya.Sesampai di pintu asrama ia dicegat oleh Mustika dan kedatangan pemuda tampan nan kalem itu membuat seisi asrama jadi heboh. Banyak yang tahu kalau Petrus adalah pacar Margaret."Pagi Tika...!" sapa Petrus pada Mustika yang sudah lebih dulu melihat kedatangannya."Sepertinya penghuni asrama ini tinggal sedikit, Kak, dan tidak ada yang namanya Margaret," kata Bunga sebelum Petrus lanjut bertanya."Kakak mencari Bunga. Apa dia ada?" tanya Petrus lagi.Mustika memperhatikan Petrus dengan tatapan tidak percaya."Kakak serius mencari Bunga bukan Margaret?"Petrus hanya mengangguk, ia memasukkan tangan ke kantung celananya dan memandang Mustika dengan tersenyum. Mustika jadi sedikit salah tingkah dengan gaya kakak kelasnya itu, Petrus termasuk salah satu dari katagori