Sepulang dari menemui Margaret, Petrus menuju asrama putri, niatnya ingin menemui Bunga, ia lupa kalau hari itu libur dan kemungkinan besar Bunga pulang ke rumah orang tuanya.
Sesampai di pintu asrama ia dicegat oleh Mustika dan kedatangan pemuda tampan nan kalem itu membuat seisi asrama jadi heboh. Banyak yang tahu kalau Petrus adalah pacar Margaret.
"Pagi Tika...!" sapa Petrus pada Mustika yang sudah lebih dulu melihat kedatangannya.
"Sepertinya penghuni asrama ini tinggal sedikit, Kak, dan tidak ada yang namanya Margaret," kata Bunga sebelum Petrus lanjut bertanya.
"Kakak mencari Bunga. Apa dia ada?" tanya Petrus lagi.
Mustika memperhatikan Petrus dengan tatapan tidak percaya.
"Kakak serius mencari Bunga bukan Margaret?"
Petrus hanya mengangguk, ia memasukkan tangan ke kantung celananya dan memandang Mustika dengan tersenyum. Mustika jadi sedikit salah tingkah dengan gaya kakak kelasnya itu, Petrus termasuk salah satu dari katagori
Setahun berlalu dengan sangat cepat, hubungan Bayu dan Bunga tidak seperti prediksi banyak orang di awal interaksi mereka di awal-awal dulu, semua sudah berubah. Bunga menyibukkan diri dengan kegiatan keagamaan bersama Surya dan ke 4 teman-teman nya. Kini ke 5 gadis cantik yang menduduki prestasi 10 besar di kampus sudah sempurna menutup auratnya, mereka saling mendukung di jalan hijrah yang tidak selamanya indah.Petrus dan Margaret telah menyelesaikan kuliahnya, setelah menjadi mualaf dan mendapatkan tawaran pekerjaan di luar negeri, Petrus benar-benar menghilang dan Margaret memilih mengikuti tes CPNS dan diterima di sebuah rumah sakit besar di Jakarta karena koneksi orang tuanya.Bayu dan Surya juga sudah sibuk dengan kegiatannya masing-masing, mereka sudah jarang bertemu karena sudah magang di wahana praktek dengan kelompoknya masing-masing dan kebetulan mereka tidak pernah satu kelompok.Seperti bintang reputasi Bunga dan teman-teman nya
Ternyata pemuda yang sempat kutemui saat menulis di samudera pulau Baai waktu itu adalah dia,' batin Bunga resah. Mengingat kembali pertemuannya dengan seorang pemuda waktu itu, karena Bunga tidak menanggapi, itu sebabnya bunga tidak pernah tahu siapa nama pemuda itu. Tapi dari mana ia tahu alamat kampusnya?Bunga ingat betul hari itu tidak terlalu menanggapi semua pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang pemuda yang ingin mengajaknya berkenalan. Selain memang ia tidak tertarik juga karena ia sedang asik meneruskan tulisan cerita pendek yang harus segera ia selesaikan."Muhammad Imam Wijaya," gumam Bunga pada dirinya sendiri. Rasanya bukan itu nama yang disebut oleh pemuda tempo hari, lalu mengapa ia menyebut pelabuhan pulau Baai ini sebagai tempat pertemuan dengannya?Bunga memijit pelipisnya yang berdenyut dan melirik teman-temannya yang masih sibuk menerka siapa pengirim surat misterius itu."Aku kok penasaran sekali sama pengirim surat i
"Aku perhatikan sejak pulang dari taman tadi kok kamu lebih banyak diam ya, Yu?" tanya Surya pada Bayu yang hanya mengaduk makanannya tanpa gairah buat memindahkan makanan itu ke perutnya. Pikirannya dipenuhi oleh Bunga dan Bunga.Bayu tidak bergeming, ia tetap pada aktifitasnya semula tanpa niat buat memperdulikan Surya, membuat teman sekamarnya itu menjadi makin penasaran dan berniat buat menggodanya."Hei! Ditanya malah makin diam. Kesambet kamu, ya?" ujar Surya usil sambil menepuk pipi Bayu gemas, berharap Bayu mau menceritakan isi hatinya.Sedang Bayu masih mengingat semua isi surat yang ditulis Petrus tadi, membuat Bayu sadar jika Petrus tidak main-main mencintai Bunga, sampai ia rela mengganti keimanannya walau menurut Petrus itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan perasaannya pada Bunga.Bayu menepis tangan Surya pelan lalu kembali mengaduk nasi dan di piringnya hingga jadi sesuatu yang bikin Surya ikut-ikutan tidak selera buat melanjutkan ma
Bunga menundukkan wajahnya dalam-dalam saat melihat pemandangan di depannya. Hingar bingar musik yang menghentak, jeritan dan teriakan yang saling bersahutan seakan ikut menghempaskan jantungnya yang sekarang berdegung lebih kencang.Tubuhnya tiba-tiba bergetar dan keringat dingin mengalir deras dengan begitu saja, Bunga seperti orang mabuk keramaian dan Bunga tidak tahu apa penyebabnya, yang pasti suasana yang ada di hadapannya tidak ia sukai.Telaga di matanya sudah lama menggenang, bisa tumpah kapan saja seiring kedua bola mata kejoranya yang kian memanas. Bunga merasakan kesedihan tapi tidak tahu buat apa ia bersedih sebenarnya. Harapan nya serasa jauh sekali dari kenyataan. Dulu ia membayangkan suasana saat mulai kuliah pasti akan menyenangkan baginya tapi ternyata lebih parah daripada saat ia SMA dulu.Kalau waktu SMA ia hanya berseteru dengan beberapa guru non muslim yang tidak mengijinkannya masuk kelas hanya karena ia berkerudung, di sini mungkin ia aka
Tahun ini Bunga memasuki usia yang ke 19 tahun. Namun sikapnya yang dewasa membuat ia disegani lawan bicara. Berasal dari sebuah SMA favorit di kotanya membuat Bunga tidak bisa dipandang sebelah mata. Ia masuk ke kampus putih itu bukan karena koneksi tapi karena memang karena prestasi. Ia lulus dengan nilai terbaik bersama Surya dan Bayu walau awalnya ia sangat tidak percaya.Papan pengumuman terpampang jelas di matanya. Bunga tidak berani melihat namanya ada di sana atau tidak, yang diingatnya adalah ratusan peserta yang ikut ujian masuk saat itu dan mereka adalah lulusan terbaik dari SMA masing-masing. Bunga mendesah resah dan memulai mencari namanya diurutan terbawah.Ia melihat di deretan yang lulus cadangan tapi tidak ada namanya di sana, kecemasan mulai merayap membayangkan wajah ayah yang kecewa.Dengan sedikit keberanian ia beranikan diri memulai dari lulusan paling bontot, urutan ke 45. Innalilahi ternyata namanya juga tidak ada, hingga urutan ke 10 pun
Bayu menarik nafas lega saat dilihatnya Bunga berhasil menyeimbangkan tubuhnya dan tidak jatuh terhempas saat sebuah batu menghalangi jalannya."Syukurlah. Aku tidak perlu keluar dari persembunyianku dan ketahuan mengikuti gadis itu. Bisa malu aku nanti kalau belum-belum sudah tertangkap basah." ujar Bayu pelan pada dirinya sendiri.Ia lega sekali. Sambil mengusap dadanya sendiri kini ekor matanya kembali mengikuti kemana Bunga melangkah.Gadis itu sudah merubah prinsip seorang Bayu yang semula tidak peduli pada seorang perempuan pun sekarang mulai memperhatikan setiap pergerakan Bunga.Bayu ingat, dulu waktu di SMA teman perempuannya yang juga menggunakan kerudung sering mendapatkan perlakuan tidak adil di sekolahnya hanya karena pakaian mereka tapi Bayu tidak terlalu perduli, bahkan melihatnya sebagai sebuah tontonan saja.Banyak diantara mereka akhirnya melepas kerudung di jam sekolah dan memakainya kembali saat jam sekolah selesai. Ada si
"Serius?" kejar Bayu lagi."Pelangi sudah seperti adik aja buatku. Gak lebih.""Adik ketemu gede maksudnya?" kekeh Bayu mencoba menggoda Surya.Bayu tergelak dan Surya menggelengkan kepalanya berulang kali, berusaha menyakinkan Bayu. Setelah itu pandangannya menerawang ke langit malam. Rembulan yang wajahnya tertutup separoh seolah sedang tersenyum padanya. Dalam hati Surya mengakui, pandangan pertamanya pada Bunga menggetarkan perasaan suka. Namun setelah ia renungkan, ternyata hatinya bukan sekedar suka kepada lawan jenis, melainkan ada rasa rindu yang ganjil di hatinya.Surya merindukan jalan yang bisa mendekatkan dirinya kepada Tuhannya. Jalan yang sudah lama ia cari sejak ia memutuskan buat meninggalkan kehidupannya di pulau seberang dan memutuskan buat merantau ke pulau Sumatera mengikuti saudara dari orang tuanya.Bayu melihat Surya yang tampak melamun dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Bayu sangat yakin, Surya punya perasaan y
Sementara itu, Bunga menuju mushola kampus yang terletak paling ujung gedung kuliahnya nanti. Terletak di bawah pohon mangga yang rindang, memberi kesan seram di waktu malam.Bunga lalu mengambil wudhu dan membasuh sebagian tubuhnya yang gerah lalu menghabiskan malamnya dengan bermunajat kepada Rabb-Nya.Tangisnya pecah, mengadu dan bercerita panjang keluh kesahnya kepada Sang Maha Cinta. Terbayang di matanya bagaimana selama dua Minggu belakang ini, ia digodok dengan cara-cara yang tidak masuk akal. Sangat jauh dari bayangan Bunga saat baru menginjakkan kakinya di Akademi Keperawatan Depkes tersebut.Entah Bunga yang terlalu naif atau memang para seniornya yang begitu usil mengerjai anak baru sepertinya, yang pasti banyak hal yang menurut Bunga tidak seharusnya diberlakukan bagi mahasiswa kesehatan seperti mereka. Masa ospek di kampus seperti ajang balas dendam dan mengerjai para yunior yang tidak pernah membantah walau
"Aku perhatikan sejak pulang dari taman tadi kok kamu lebih banyak diam ya, Yu?" tanya Surya pada Bayu yang hanya mengaduk makanannya tanpa gairah buat memindahkan makanan itu ke perutnya. Pikirannya dipenuhi oleh Bunga dan Bunga.Bayu tidak bergeming, ia tetap pada aktifitasnya semula tanpa niat buat memperdulikan Surya, membuat teman sekamarnya itu menjadi makin penasaran dan berniat buat menggodanya."Hei! Ditanya malah makin diam. Kesambet kamu, ya?" ujar Surya usil sambil menepuk pipi Bayu gemas, berharap Bayu mau menceritakan isi hatinya.Sedang Bayu masih mengingat semua isi surat yang ditulis Petrus tadi, membuat Bayu sadar jika Petrus tidak main-main mencintai Bunga, sampai ia rela mengganti keimanannya walau menurut Petrus itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan perasaannya pada Bunga.Bayu menepis tangan Surya pelan lalu kembali mengaduk nasi dan di piringnya hingga jadi sesuatu yang bikin Surya ikut-ikutan tidak selera buat melanjutkan ma
Ternyata pemuda yang sempat kutemui saat menulis di samudera pulau Baai waktu itu adalah dia,' batin Bunga resah. Mengingat kembali pertemuannya dengan seorang pemuda waktu itu, karena Bunga tidak menanggapi, itu sebabnya bunga tidak pernah tahu siapa nama pemuda itu. Tapi dari mana ia tahu alamat kampusnya?Bunga ingat betul hari itu tidak terlalu menanggapi semua pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang pemuda yang ingin mengajaknya berkenalan. Selain memang ia tidak tertarik juga karena ia sedang asik meneruskan tulisan cerita pendek yang harus segera ia selesaikan."Muhammad Imam Wijaya," gumam Bunga pada dirinya sendiri. Rasanya bukan itu nama yang disebut oleh pemuda tempo hari, lalu mengapa ia menyebut pelabuhan pulau Baai ini sebagai tempat pertemuan dengannya?Bunga memijit pelipisnya yang berdenyut dan melirik teman-temannya yang masih sibuk menerka siapa pengirim surat misterius itu."Aku kok penasaran sekali sama pengirim surat i
Setahun berlalu dengan sangat cepat, hubungan Bayu dan Bunga tidak seperti prediksi banyak orang di awal interaksi mereka di awal-awal dulu, semua sudah berubah. Bunga menyibukkan diri dengan kegiatan keagamaan bersama Surya dan ke 4 teman-teman nya. Kini ke 5 gadis cantik yang menduduki prestasi 10 besar di kampus sudah sempurna menutup auratnya, mereka saling mendukung di jalan hijrah yang tidak selamanya indah.Petrus dan Margaret telah menyelesaikan kuliahnya, setelah menjadi mualaf dan mendapatkan tawaran pekerjaan di luar negeri, Petrus benar-benar menghilang dan Margaret memilih mengikuti tes CPNS dan diterima di sebuah rumah sakit besar di Jakarta karena koneksi orang tuanya.Bayu dan Surya juga sudah sibuk dengan kegiatannya masing-masing, mereka sudah jarang bertemu karena sudah magang di wahana praktek dengan kelompoknya masing-masing dan kebetulan mereka tidak pernah satu kelompok.Seperti bintang reputasi Bunga dan teman-teman nya
Sepulang dari menemui Margaret, Petrus menuju asrama putri, niatnya ingin menemui Bunga, ia lupa kalau hari itu libur dan kemungkinan besar Bunga pulang ke rumah orang tuanya.Sesampai di pintu asrama ia dicegat oleh Mustika dan kedatangan pemuda tampan nan kalem itu membuat seisi asrama jadi heboh. Banyak yang tahu kalau Petrus adalah pacar Margaret."Pagi Tika...!" sapa Petrus pada Mustika yang sudah lebih dulu melihat kedatangannya."Sepertinya penghuni asrama ini tinggal sedikit, Kak, dan tidak ada yang namanya Margaret," kata Bunga sebelum Petrus lanjut bertanya."Kakak mencari Bunga. Apa dia ada?" tanya Petrus lagi.Mustika memperhatikan Petrus dengan tatapan tidak percaya."Kakak serius mencari Bunga bukan Margaret?"Petrus hanya mengangguk, ia memasukkan tangan ke kantung celananya dan memandang Mustika dengan tersenyum. Mustika jadi sedikit salah tingkah dengan gaya kakak kelasnya itu, Petrus termasuk salah satu dari katagori
"Betul hanya ngobrol?" tanya Embun."Aku tidak percaya seorang Margaret yang sudah sangat cemburu bisa sekedar mengobrol denganmu, Bunga!" seru Mustika tegas sambil menatap Bunga yang sedang melihat Bayu dan teman pria bermain bola di lapangan depan mereka duduk."Aku juga meragukannya," sahut Pelangi dan Mentari hampir serempak."Ayolah Bunga, bukankah kita ini sahabat, satu kamar, satu kampus pula. Masa tidak percaya pada kami," sambung Mustika lagi, sangat ingin tahu."Margaret hanya memintaku menjauhi Petrus,""Hah? Jadi Petrus yang pernah kau tendang saat ospek waktu itu juga menyukaimu, Nga?" jerit Mentari tertahan sambil melihat sekeliling takut ada yang mendengar kata-kata nya barusan.Bunga tidak menjawab tapi malah asik memperhatikan laju permainan bola di depannya, dimana Bayu dan Surya ikut terlibat di sana."Bunga! Kok malah asik liat Bayu dan Surya sih!" kata Pelangi merajuk."Margaret dan teman-temann
Bunga membeku di tempat mendengar kata-kata Surya barusan. Bumi terasa berhenti berputar dan ia merasa jantungnya berdegup lebih kencang. "Haiissh! Apa-apaan ini? Memalukan sekali!" gumam Bunga pada dirinya sendiri. Tapi tak urung sudut bibirnya membentuk lengkung dan memperlihatkan ceruk yang menambah manis wajahnya. "Cieeee...dapat surat cinta dari Surya. Sampai senyum-senyum begitu," ledek Mustika yang tiba-tiba sudah muncul di samping Bunga bersama Embun, Pelangi juga Mentari. "Eh, kalian bikin kaget saja. Bukan surat cinta tapi puisi yang kutulis kemarin. Terselip di buku catatan yang dipinjam Surya, nih dia kembalikan!" kata Bunga menjelaskan sambil memandang Pelangi. "Ooh, kupikir kamu jadian sama Surya. Kasian tuh Pelangi kalau sampai kamu tikung," kata Mentari lagi menunjuk Pelangi dengan isyarat dagunya. "Apa sih, Tika. Sembarangan aja kalau ngomong!" jawab Pelangi dengan mimik tidak suka. "Halah kamu itu ya, ka
"Hentikan!" pekik Dahlia menarik tangan Margaret dan menghentikan gerakan gadis itu buat menyerang Bunga. Dahlia tahu betul kalau Margaret bukan lawan Bunga, Cemara yang memegang sabuk hijau saja tidak mampu menjatuhkan Bunga apalagi Margaret yang tidak punya ilmu bela diri sama sekali."Ayo maju!" tantang Bunga lagi, matanya tajam mencoba menatap ke lawan di depannya.Margaret melepaskan cekalan tangan Dahlia dari lengannya tapi tenaganya kalah oleh tenaga Dahlia yang jauh lebih kuat. Cemara juga mengisyaratkan Margaret buat mundur karena ia menyadari kalau sekarang Bunga tidak bisa lagi diajak kompromi."Lepaskan aku! Biar kuhajar gadis gak tahu diri ini," ujar Margaret sambil meronta dari dekapan Dahlia dan Cemara."Bunga bukan tandingan kita. Dia ahli bela diri. Kita hanya cari penyakit dengannya...!" desis Dahlia ke telinga Margaret. Margaret memucat, memandang Bunga dengan tatapan tidak percaya."Sebaiknya kau lupakan saja d
Apel pagi sudah berakhir, semua mahasiswa menuju kelas masing-masing buat menerima mata kuliah jam pertama. Bunga melangkahkan kakinya menuju mushola, tempat biasa ia mengawali hari setelah apel pagi selesai. 4 rakaat Dhuha akan selalu Bunga jalankan sambil menunggu petugas piket menyiapkan segala sesuatu buat perkuliahan nanti. Mustika sudah hapal kebiasaan Bunga tapi ia belum bisa mengikuti jejak gadis itu dan memilih buat langsung masuk ke dalam kelas. "Aku langsung masuk kelas ya, Nga. Kamu mau sholat dulu kan?" tutur Mustika sambil berjalan meninggalkan Bunga yang langsung bergegas ke mushola. Selesai melaksanakan sholat Bunga langsung menuju ke kelas yang terdapat paling ujung tapi di depan ruangan angkatan 3 Bunga dicegat dan langsung ditarik masuk ke ruangan. Di dalam ruangan yang kosong itu sudah ada Margaret dan 4 orang temannya yang menatap Bunga dengan pandangan meremehkan. Mata Margaret menyapu Bunga dari ujung kaki sampai pucuk kepala yang
Belum hilang keterkejutannya, Petrus mendapat kejutan berikutnya karena Bunga yang biasanya tidak berani melihat langsung mukanya jadi menatapnya tajam, seakan ingin mengukitinya hidup-hidup. Petrus bergidik ngeri."Kakak bilang apa barusan?" tanya Bunga hampir mirip bentakan ditengah isakan yang hampir meledak. Bunga merasa terhina dan benar-benar merasa tidak dihargai mendapat ungkapan seperti itu. Ia merasa kerudungnya belum cukup buat membentengi dirinya dari tatapan mata laki-laki yang memiliki penyakit di dalam hatinya.Petrus semakin serba salah melihat kedua netra beritis coklat gelap gadis di depannya sudah berkaca kaca. Perasaan bersalah menyusup di hatinya, membuat ia sangat merasa bodoh dan tidak tahu diri."Kakak mencintaimu...!" ulang Petrus me nyakinkan Bunga yang ia rasa belum mengerti yang tadi ia ucapkan."Cinta kakak bilang? Apa kakak tidak salah orang hah?" Bunga kini benar-benar membentak laki-laki di depannya. Beberapa pasang mata ya