Bunga mulai menyiapkan segala sesuatu buat masuk asrama. Sejak pulang kampus tadi malam ia sudah disibukkan dengan membuat daftar barang yang harus dia beli buat keperluan masuk asrama. Mulai dari peralatan mencuci sampai perlengkapan pribadi dan juga makanan dan minuman yang akan menemani kalau Bunga sedang ada kegiatan menulis karena selain kesibukan sebagai mahasiswi, Bunga tidak akan meninggalkan hobbynya sebagai penulis. Untuk mendukung hobby menulisnya Bunga juga harus membawa perlengkapan menulis dan tentu saja Snack buat menemaninya agar tidak mengantuk.
Sepasang mata mengamati Bunga dari balik tirai tanpa Bunga sadari. Ayah melihat anak gadisnya begitu sibuk sampai tidak menyadari kehadirannya lalu ayah berjalan ke belakang mencari ibu Melati yang sedang sibuk di dapur menyiapkan sarapan dan bekal buat dibawa Melati ke asrama nanti.
"Bu, Bunga sepertinya sangat sibuk di kamarnya padahal ini kan hari libur. Kuliahnya juga masih seminggu lagi...!" ucap Ayah mengagetkan Ibu.
"Ayah ngagetin ibu aja,"
"Bunga mau masuk asrama besok, Yah. Makanya dia sedang mempersiapkan segala sesuatunya. Mungkin dia agak bingung karena selama ini belum pernah pisah dengan kita," sambung ibu lagi menjelaskan pada Ayah.
"Kalau Bunga tidak siap kenapa Bunga tidak tinggal di rumah saja? Tidak usah masuk asrama segala!" ujar Ayah sambil mencomot tempe goreng dan mengunyahnya pelan.
"Mana bisa begitu, Yah. Semua mahasiswi keperawatan dan kebidanan itu wajib masuk asrama. Sejak awal kan ayah sudah diberitahu, iya kan?" ujar Ibu lagi sambil memasukkan lagi tahu dan tempe ke dalam wajan.
"Tapi ayah kan tidak setuju kalau Bunga di asrama, Bu. Bagaimana sih Ibu ini!" tukas Ayah kesal.
"Gak bisa lah, Yah. Bunga harus di asrama seperti teman-teman nya yang lain. Bunga harus ikut aturan kampus tanpa terkecuali."
"Ayah akan menghadap direktur besok agar Bunga boleh kuliah dari rumah saja,"
Ibu mendengus kesal lalu memandang ayah dengan tatapan tidak percaya.
"Ayah bicara langsung sama Bunga ajalah. Pusing Ibu ngelayanin ayah," ucap Ibu sambil membalikkan gorengan tempe dan tahu di wajan.
"Kenapa sih, Bu, Yah? Kok sepertinya seru sekali ngobrolnya?" sapa Bunga yang tiba-tiba sudah ada di antara kedua orang tuanya.
"Tanya Ayahmu aja! Nanti Ibu salah bicara!"
Bunga lalu mengalihkan pandangan pada Ayah yang masih sibuk memakan hasil gorengan ibu.
"Ayah tidak setuju kamu masuk asrama, Nga!" jawab Ibu cepat.
"Lah emangnya kenapa, Yah?" tanya Bunga heran pada Ayah.
"Ayah tidak mau anak ayah bercampur dengan orang-orang yang belum ayah kenal dengan baik. Kalau mereka nanti menjahati kamu bagaimana? Siapa yang akan menolongmu?" ujar Ayah dengan nada sangat khawatir.
Bunga memeluk lengan ayah lalu merangkul leher laki-laki yang masih nampak gagah dan tampan itu.
"Ayah...Bunga kan bukan gadis kecil lagi. Bunga udah besar sekarang. Bunga bisa jaga diri....Bunga...!"
"Tapi ayah keberatan sekali kalau kamu di asrama. Ayah akan bicara sama direkturnya besok, biar kamu bisa kuliah dari rumah saja. Nanti saja masuk asramanya setelah kamu mulai praktek!" potong Ayah cepat sebelum Bunga selesai bicara.
Bunga mendesah sambil melepaskan rangkulannya dan memandang ayah dengan tatapan memohon.
"Bunga akan baik-baik saja, Ayah...! Bunga bisa jaga diri, Ayah tidak usah khawatir,"
"Ayah tahu banyak yang tidak menyukaimu di sana. Ayah tidak akan tenang melepaskanmu tinggal di dalam asrama. Bisa saja kamu dijahili lagi nanti. Ingat kan beberapa senior yang dulu pernah kamu tentang perintahnya? Tidak ada yang menjamin kalau mereka tidak dendam dan membalas saat kamu di asrama?" tukas Ayah lagi tetap kukuh dengan pendapatnya.
"Tapi Ayah...itu kan saat ospek saja. Sekarang Bunga sudah Syah menjadi mahasiswi, tidak mungkin mereka akan mengusili Bunga lagi....Mereka bisa kena hukuman kalau itu tetap mereka lakuka...!"
"Siapa yang bisa jamin? Kamu liat kan banyak mahasiswi yang diperkosa lalu dibunuh sama kakak seniornya sendiri di lingkungan asrama? Ayah tidak.mau itu terjadi pada anak ayah!"
"Bunga jamin ayah...Bunga akan segera keluar dari asrama kalau ada hal yang tidak enak berlaku di sana nanti.."
Ayah menarik nafas dalam dan menghempaskan ya kasar. Ia benar-benar khawatir pada anak gadisnya. Bunga belum pernah jauh darinya. Apakah ia siap kehilangan semua kemanjaan anak gadis satu-satunya itu? Lalu siapa lagi nanti temannya main catur, siapa yang mijitin kalau lelah?
"Udah lah, Yah. Biarkan Bunga mencoba hal baru dalam hidupnya, jangan dikekang terus. Kapan ia akan belajar mandiri?" kata Ibu mencoba membujuk Ayah.
"Baiklah. Tapi ayah yang mengantar nanti sambil ayah memastikan kalau semua teman di asramamu nanti akan memperlakukanmu dengan baik dan tidak ada yang berani macam-macam!" pungkas Ayah akhirnya.
Bunga dan Ibu saling pandang lalu sama-sama menarik nafas dan membuangnya kasar.
Bersambung
"Bunga!" panggil satu suara yang lebih mirip bentakan itu pada Bunga. Suara yang asing di telinga Bunga tapi Bunga tetap menoleh pada asal suara. Hanya sekilas karena ia tidak melihat siapa pun, lalu gadis berkerudung putih itu kembali melangkah dan mengalihkan pandangannya lurus ke depan seakan suara tadi hanyalah angin lalu yang mengusik indera pendengaran, sama sekali tidak penting buat diindahkan apalagi sampai menarik perhatiannya.Petrus adalah kakak tingkatnya tapi Bunga tidak tertarik buat melayani laki-laki itu. Ia melenggang meninggalkan Petrus yang berusaha buat menjajari langkahnya."Bunga, tunggu...!"Bunga menghentikan langkahnya dan melihat Petrus sekilas lalu mengalihkan pandangannya."Ada apa? Kenapa menghindar?" tanya Petrus mengejar pandangan mata Bunga yang beralih dengan sangat cepat dan sekarang malah seperti enggan melihat ya."Harusnya aku yang nanya. Ada apa memanggil dan mengejarku!" ujar Bunga jengah."Kakak
Belum hilang keterkejutannya, Petrus mendapat kejutan berikutnya karena Bunga yang biasanya tidak berani melihat langsung mukanya jadi menatapnya tajam, seakan ingin mengukitinya hidup-hidup. Petrus bergidik ngeri."Kakak bilang apa barusan?" tanya Bunga hampir mirip bentakan ditengah isakan yang hampir meledak. Bunga merasa terhina dan benar-benar merasa tidak dihargai mendapat ungkapan seperti itu. Ia merasa kerudungnya belum cukup buat membentengi dirinya dari tatapan mata laki-laki yang memiliki penyakit di dalam hatinya.Petrus semakin serba salah melihat kedua netra beritis coklat gelap gadis di depannya sudah berkaca kaca. Perasaan bersalah menyusup di hatinya, membuat ia sangat merasa bodoh dan tidak tahu diri."Kakak mencintaimu...!" ulang Petrus me nyakinkan Bunga yang ia rasa belum mengerti yang tadi ia ucapkan."Cinta kakak bilang? Apa kakak tidak salah orang hah?" Bunga kini benar-benar membentak laki-laki di depannya. Beberapa pasang mata ya
Apel pagi sudah berakhir, semua mahasiswa menuju kelas masing-masing buat menerima mata kuliah jam pertama. Bunga melangkahkan kakinya menuju mushola, tempat biasa ia mengawali hari setelah apel pagi selesai. 4 rakaat Dhuha akan selalu Bunga jalankan sambil menunggu petugas piket menyiapkan segala sesuatu buat perkuliahan nanti. Mustika sudah hapal kebiasaan Bunga tapi ia belum bisa mengikuti jejak gadis itu dan memilih buat langsung masuk ke dalam kelas. "Aku langsung masuk kelas ya, Nga. Kamu mau sholat dulu kan?" tutur Mustika sambil berjalan meninggalkan Bunga yang langsung bergegas ke mushola. Selesai melaksanakan sholat Bunga langsung menuju ke kelas yang terdapat paling ujung tapi di depan ruangan angkatan 3 Bunga dicegat dan langsung ditarik masuk ke ruangan. Di dalam ruangan yang kosong itu sudah ada Margaret dan 4 orang temannya yang menatap Bunga dengan pandangan meremehkan. Mata Margaret menyapu Bunga dari ujung kaki sampai pucuk kepala yang
"Hentikan!" pekik Dahlia menarik tangan Margaret dan menghentikan gerakan gadis itu buat menyerang Bunga. Dahlia tahu betul kalau Margaret bukan lawan Bunga, Cemara yang memegang sabuk hijau saja tidak mampu menjatuhkan Bunga apalagi Margaret yang tidak punya ilmu bela diri sama sekali."Ayo maju!" tantang Bunga lagi, matanya tajam mencoba menatap ke lawan di depannya.Margaret melepaskan cekalan tangan Dahlia dari lengannya tapi tenaganya kalah oleh tenaga Dahlia yang jauh lebih kuat. Cemara juga mengisyaratkan Margaret buat mundur karena ia menyadari kalau sekarang Bunga tidak bisa lagi diajak kompromi."Lepaskan aku! Biar kuhajar gadis gak tahu diri ini," ujar Margaret sambil meronta dari dekapan Dahlia dan Cemara."Bunga bukan tandingan kita. Dia ahli bela diri. Kita hanya cari penyakit dengannya...!" desis Dahlia ke telinga Margaret. Margaret memucat, memandang Bunga dengan tatapan tidak percaya."Sebaiknya kau lupakan saja d
Bunga membeku di tempat mendengar kata-kata Surya barusan. Bumi terasa berhenti berputar dan ia merasa jantungnya berdegup lebih kencang. "Haiissh! Apa-apaan ini? Memalukan sekali!" gumam Bunga pada dirinya sendiri. Tapi tak urung sudut bibirnya membentuk lengkung dan memperlihatkan ceruk yang menambah manis wajahnya. "Cieeee...dapat surat cinta dari Surya. Sampai senyum-senyum begitu," ledek Mustika yang tiba-tiba sudah muncul di samping Bunga bersama Embun, Pelangi juga Mentari. "Eh, kalian bikin kaget saja. Bukan surat cinta tapi puisi yang kutulis kemarin. Terselip di buku catatan yang dipinjam Surya, nih dia kembalikan!" kata Bunga menjelaskan sambil memandang Pelangi. "Ooh, kupikir kamu jadian sama Surya. Kasian tuh Pelangi kalau sampai kamu tikung," kata Mentari lagi menunjuk Pelangi dengan isyarat dagunya. "Apa sih, Tika. Sembarangan aja kalau ngomong!" jawab Pelangi dengan mimik tidak suka. "Halah kamu itu ya, ka
"Betul hanya ngobrol?" tanya Embun."Aku tidak percaya seorang Margaret yang sudah sangat cemburu bisa sekedar mengobrol denganmu, Bunga!" seru Mustika tegas sambil menatap Bunga yang sedang melihat Bayu dan teman pria bermain bola di lapangan depan mereka duduk."Aku juga meragukannya," sahut Pelangi dan Mentari hampir serempak."Ayolah Bunga, bukankah kita ini sahabat, satu kamar, satu kampus pula. Masa tidak percaya pada kami," sambung Mustika lagi, sangat ingin tahu."Margaret hanya memintaku menjauhi Petrus,""Hah? Jadi Petrus yang pernah kau tendang saat ospek waktu itu juga menyukaimu, Nga?" jerit Mentari tertahan sambil melihat sekeliling takut ada yang mendengar kata-kata nya barusan.Bunga tidak menjawab tapi malah asik memperhatikan laju permainan bola di depannya, dimana Bayu dan Surya ikut terlibat di sana."Bunga! Kok malah asik liat Bayu dan Surya sih!" kata Pelangi merajuk."Margaret dan teman-temann
Sepulang dari menemui Margaret, Petrus menuju asrama putri, niatnya ingin menemui Bunga, ia lupa kalau hari itu libur dan kemungkinan besar Bunga pulang ke rumah orang tuanya.Sesampai di pintu asrama ia dicegat oleh Mustika dan kedatangan pemuda tampan nan kalem itu membuat seisi asrama jadi heboh. Banyak yang tahu kalau Petrus adalah pacar Margaret."Pagi Tika...!" sapa Petrus pada Mustika yang sudah lebih dulu melihat kedatangannya."Sepertinya penghuni asrama ini tinggal sedikit, Kak, dan tidak ada yang namanya Margaret," kata Bunga sebelum Petrus lanjut bertanya."Kakak mencari Bunga. Apa dia ada?" tanya Petrus lagi.Mustika memperhatikan Petrus dengan tatapan tidak percaya."Kakak serius mencari Bunga bukan Margaret?"Petrus hanya mengangguk, ia memasukkan tangan ke kantung celananya dan memandang Mustika dengan tersenyum. Mustika jadi sedikit salah tingkah dengan gaya kakak kelasnya itu, Petrus termasuk salah satu dari katagori
Setahun berlalu dengan sangat cepat, hubungan Bayu dan Bunga tidak seperti prediksi banyak orang di awal interaksi mereka di awal-awal dulu, semua sudah berubah. Bunga menyibukkan diri dengan kegiatan keagamaan bersama Surya dan ke 4 teman-teman nya. Kini ke 5 gadis cantik yang menduduki prestasi 10 besar di kampus sudah sempurna menutup auratnya, mereka saling mendukung di jalan hijrah yang tidak selamanya indah.Petrus dan Margaret telah menyelesaikan kuliahnya, setelah menjadi mualaf dan mendapatkan tawaran pekerjaan di luar negeri, Petrus benar-benar menghilang dan Margaret memilih mengikuti tes CPNS dan diterima di sebuah rumah sakit besar di Jakarta karena koneksi orang tuanya.Bayu dan Surya juga sudah sibuk dengan kegiatannya masing-masing, mereka sudah jarang bertemu karena sudah magang di wahana praktek dengan kelompoknya masing-masing dan kebetulan mereka tidak pernah satu kelompok.Seperti bintang reputasi Bunga dan teman-teman nya