Aku menerima tawaran gila itu. Aku akan berpura-pura menjadi istri dari Mas Reza. Ya Tuhan, nasibku benar-benar tragis saat ini.Aku duduk sambil merenung. Sore ini setelah pulang dari rumah mas Reza, aku mampir ke rumah ibu sebelum ke apartemen. Alasan mengapa aku tidak tinggal dengan ibu dan ayah karena para tetangga akan menanyakan mengenai hubunganku dengan mas Bayu. Ibu dan ayah berniat untuk tinggal di Bandung. Kami punya satu rumah di sana. Demi menjaga kewarasa ayah dan ibu. Kami akan pindah ke Bandung. Aku memilih tinggal di apartemen sederhana dari uang hasil jual rumah.“Jadi, mas Reza memintamu jadi istrinya?”“Iya,” jawabku. Ibu syok mendengarkan kejujuranku. Dari pada masalahnya akan panjang, mendingan aku jujur saja. “Bagaimana kalo kamu benaran suka? Ibu mah setuju saja. Ingat Bulan, Mas Reza banyak bantu kita. Belum lagi, dia nolongin kamu waktu ada mas Bayu.”“Dia lelaki baik,” puji ibu. Kata ibu, Mas Reza adalah menantu idolanya. Setelah gagal berumah tangga, aku
“Kamu kok nggak pernah telepon ibu sih?” tanya ibu Sandi. Aku yang sedang menemani Hannah main tersetak kaget saat perempuan paruh baya itu tiba-tiba berada di sampingku. “Anu itu …,” “Apa si Reza kejam yah?” kekehnya. Aku menggelengkan kepala dengan cepat. “Nggak kok bu, dia baik. Alhamdulillah.” “Kalian sudah nikah kok kayak kaku sih?” tanyanya lagi. Aku tersenyum saja, bingung harus berkata apa. Malam ini, aku terpaksa menginap di rumah Mas Reza. Pukul delapan malam, lelaki kanebo itu akhirnya datang. Dia menatapku dengan sangat lama, sepertinya dia sedang memastikan bahwa aku baik-baik saja seharian ini. “Res, sekali-kali ajak Bulan ke Ausiee, saudaramu di sana pasti rindu, mau lihat ipar baru,” kekehnya. Aku berjalan di belakang Mas Reza saat lelaki itu masuk ke dalam kamar. Aku terus mengikutinya. “Nanti lah bu, lagi pula Reza lagi sibuk,” jawabnya. Hannah bermain dengan ibu Niam. Untuk memperkuat peranku, aku mengambil tas Mas Reza dan membantunya melepaskan dasi.
Yuni tertawa terbahak-bahak mendengarkan penjelasanku. Dia tidak menyangka jika aku akan menjadi istri pura-pura dari lelaki kanebo seperti pak Reza.“Sudah, jangan tertawa lagi.”“Aku malu, aku bingung. Takdir benar-benar mempermainkanku!”“Sudah, jangan sesali keputusan ini, Bulan,” cetusnya“Kamu tahu nggak, banyak tuh yang mau jadi kekasih atau istri dari pak Reza. Lihat aja kalo jadwal prakteknya, semua pasiennya wanita muda. Banyak juga yang pura-pura sakit buat ketemu pak Reza.”“Bahkan ada loh yang lamar pak Reza terang-terangan. Pokoknya dia tuh udah kayak artis di rumah sakit!”“Siapa coba yang nggak mau sama dia? Udah kaya, baik, sholeh mana penyanyang anak-anak. Pokoknya pak Reza tuh definisi duda keren lah!” gumamnya.“Tapi dia menyebalkan,” ucapkuku kesal.“Aku ke kantor hanya tiga hari saja.”“Mengjengkelkan,” umpatku.Yuni mengesap teh hangatnya. “Ya sudah, jangan sesali Bulan. Dia baik, mau tolong kamu kan? Belum lagi perhatiannya.”“Aduh, kalo aku sih itu langsung mel
Serasa Tuhan menunjukan lemah lembutnya kepadaku. Kedatangan pak Reza cukup menghibur diriku. Sesampai di rumah, dia dengan cepat turun dari mobil dan berlari ke arahku. Dia membuka pintu untukku.“Saya kira kamu tidur, soalnya diam saja di samping saya tadi.”Aku turun dan hendak membantunya mengangkat belajaan. “Tidak usah, kamu masuk duluan, biar saya yang angkat,” jelasnya. Aku hanya bisa mengangguk patuh.Kami masuk ke dalam rumah. Ibu Sandi menyambut kami dengan senyuman hangat. Hannah yang melihatku segera berlari meninggalkan bibi Niam.”“Ummi!”“Ummi sudah pulang? Hannah rindu, besok jangan pergi lagi yah.”“Daddy, jangan pergi lagi dong sama ummi,” ucapnya. Aku tersenyum dan membawahnya ke dalam pelukanku.“Nggak akan pergi lagi sayang,” jawabku. Satu ciuman mendarat di pipiku. Hannah sangat suka menciumku. Kata ayahnya, itu bentuk kasih saya Hannah. Pak Reza lah yang selalu mengajari Hannah berbuat seperti itu.Aku menemani pak Reza masak di dapur. Katanya hari ini dia ingin
Hidup lagi berat-beratnya namun Allah malah mempertemukan aku dengan pak Reza. Pagi ini seperti biasa, aku mempersiapkan segala keperluannya. “Saya suka nasi goreng buatanmu tadi,” ucapnya tiba-tiba. Aku menoleh dan memandanginya. Dia sudah rapi di depan pintu.“Saya suka rasanya.”“Bisa buatkan saya setiap hari?” sambungnya. Setiap hari? Gila aja kalo makan nasi goreng tiap hari, apa nggak kolestrol tuh? Pikirku. Dia berdiri di belakangku dan terus menatapku. Apesnya, nyonya Sandi juga berada di situ. Jadi aku tidak bisa berbuat apapun. Nanti bisa-bisa aku dicap menantu durhaka.“Iya masku,” jawabku. Mendengarkan sebutan mas, wajahnya memerah. Lucu sekali, seperti kepiting rebus.Nyonya Sandi tersipu malu. “Aku suka loh kamu gombal si Reza itu, habisnya dari dulu jadi kanebo, pantas aja nggak ada cewek yang suka dia,” gerutu ibu Sandi. Aku hanya bisa tersenyum. Pak Reza berjalan menuju mobilnya. “Saya akan jemput kamu nanti, jadwal ke kantor hanya Senin Rabu, jadi kamu nggak perl
Malam harinya, aku tidak bisa tidur. Ayah memanggilku secara khusus di ruang tamu. Aku duduk di depan ayah. Wajahnya terlihat serius.“Ayah suka sama laki-laki itu tadi.”“Karena dia sudah membantu kita?” tanyaku dengan cepat. Ayah menghela napas panjang. “Bukan hanya itu, Bulan. Tatapannya dan caranya berbicara, itu sangat baik, berbeda dengan Bayu. Ayah entah mengapa yakin jika dia adalah lelaki tepat,” jelasnya panjang lebar. “Bulan.” Ibu menyentuh tanganku, aku menoleh ke arahnya. “Ibu setuju apa yang ayahmu katakan itu.” “Tapi ini sangat cepat, Bu dan Pak. Apa kata tetangga?” jawabku. Aku menghela napas panjang. Bingung. “Gini Bulan, ayah tahu apa yang kamu rasakan. Semua terserah kamu sekarang, intinya ayah setuju dengan lamaran lelaki itu.”“Oh yah, kita belum balas budi sama pak Reza, kondisi ekonomi ayah dan ibu tidak seperti dulu lagi. Kita sudah ditipu habis-habisan sama Bayu. Tinggal rumah yang dulu aja yang mewah, tapi kamu sudah jual, kan?Aku mengangguk perlahan. “
Pagi ini setelah mengurus Hannah, aku dan pak Reza berangkat ke rumah sakit untuk menyerahkan surat pengunduran diriku. Lelaki itu tidak ingin jika aku bekerja. Dia ingin aku di rumah saja bersama Hannah. “Saya memutuskan hal ini, karena saya tidak mau istri saya bekerja. Biarlah urusan nafkah, saya yang urus.” Dia menatapku sambil tersenyum. Aura wajahnya terlihat berbeda. Dia sangat bersemangat. “Saya tidak akan menyuruhmu mengurus Hannah sepanjang waktu, saya hanya ingin kamu di rumah bersantai saja,” sambungnya lagi. Aku hanya diam di sisinya dan terus mendengarkan ocehannya itu. Berita mengenai lamaranku pun tersebar di telinga mantan ibu mertua. Aku tidak tahu apa yang mereka katakan kepada ibuku. Karena ibuku sendiri menyembunyikan hal ini dariku. Mereka tidak ingin aku mendengarkan caci maki yang dilontarkan ibu mas Bayu kepadaku. Ibu mas Bayu merasa kalah, dia jengkel karena aku berhasil dipersunting oleh pemilik rumah sakit. Bahkan mereka menuduh kami telah memelet pak R
Hari pernikahan semakin dekat. Pak Reza yang kaku semakin intens untuk mengodaku. Seperti pagi ini di dapur, dia meminta untuk dibuatkan nasi goreng kesukaanya. Dia terus melihatku. Katanya, aku sangat cantik. Ah, gombal. Semakin hari, dia semakin pintar saja mengombal. Hannah sangat bahagia karena sebentar lagi aku benar-benar resmi menjadi umminya. Sejujurnya, ada ketakutan di dalam hatiku. Aku takut gagal. Aku takut jika pernikahanku bersama pak Reza seperti mas Bayu. Tapi, saat ketakutan itu ku utarakan kepada pak Reza, dia berusaha menjelaskan bahwa dia berbeda dengan mas Bayu. “Makanannya selalu enak.” “Saya suka,” ucapnya. Aku tersipu malu. Gombalannya selalu sederhana seperti, “Kamu kalo pagi, cantik terus yah.” Setiap dia mengatakan hal itu, aku selalu menunduk. Pipiku perlahan memerah. Dia memang akhir-akhir ini belajar mengombal dan pak Reza tidak tahu tempat. Seperti sekarang, dia mengombalku di depan ibunya, ibu Sandi. Ah, menyebalkan. Pak Reza memiliki sahabat ber