Share

Takdir

Author: Anana-chan
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
“Kamu kok nggak pernah telepon ibu sih?” tanya ibu Sandi. Aku yang sedang menemani Hannah main tersetak kaget saat perempuan paruh baya itu tiba-tiba berada di sampingku.

“Anu itu …,”

“Apa si Reza kejam yah?” kekehnya. Aku menggelengkan kepala dengan cepat.

“Nggak kok bu, dia baik. Alhamdulillah.”

“Kalian sudah nikah kok kayak kaku sih?” tanyanya lagi.

Aku tersenyum saja, bingung harus berkata apa. Malam ini, aku terpaksa menginap di rumah Mas Reza. Pukul delapan malam, lelaki kanebo itu akhirnya datang. Dia menatapku dengan sangat lama, sepertinya dia sedang memastikan bahwa aku baik-baik saja seharian ini.

“Res, sekali-kali ajak Bulan ke Ausiee, saudaramu di sana pasti rindu, mau lihat ipar baru,” kekehnya.

Aku berjalan di belakang Mas Reza saat lelaki itu masuk ke dalam kamar. Aku terus mengikutinya. “Nanti lah bu, lagi pula Reza lagi sibuk,” jawabnya. Hannah bermain dengan ibu Niam. Untuk memperkuat peranku, aku mengambil tas Mas Reza dan membantunya melepaskan dasi.

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Dokter Cinta

    Yuni tertawa terbahak-bahak mendengarkan penjelasanku. Dia tidak menyangka jika aku akan menjadi istri pura-pura dari lelaki kanebo seperti pak Reza.“Sudah, jangan tertawa lagi.”“Aku malu, aku bingung. Takdir benar-benar mempermainkanku!”“Sudah, jangan sesali keputusan ini, Bulan,” cetusnya“Kamu tahu nggak, banyak tuh yang mau jadi kekasih atau istri dari pak Reza. Lihat aja kalo jadwal prakteknya, semua pasiennya wanita muda. Banyak juga yang pura-pura sakit buat ketemu pak Reza.”“Bahkan ada loh yang lamar pak Reza terang-terangan. Pokoknya dia tuh udah kayak artis di rumah sakit!”“Siapa coba yang nggak mau sama dia? Udah kaya, baik, sholeh mana penyanyang anak-anak. Pokoknya pak Reza tuh definisi duda keren lah!” gumamnya.“Tapi dia menyebalkan,” ucapkuku kesal.“Aku ke kantor hanya tiga hari saja.”“Mengjengkelkan,” umpatku.Yuni mengesap teh hangatnya. “Ya sudah, jangan sesali Bulan. Dia baik, mau tolong kamu kan? Belum lagi perhatiannya.”“Aduh, kalo aku sih itu langsung mel

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Lamaran Tiba-Tiba

    Serasa Tuhan menunjukan lemah lembutnya kepadaku. Kedatangan pak Reza cukup menghibur diriku. Sesampai di rumah, dia dengan cepat turun dari mobil dan berlari ke arahku. Dia membuka pintu untukku.“Saya kira kamu tidur, soalnya diam saja di samping saya tadi.”Aku turun dan hendak membantunya mengangkat belajaan. “Tidak usah, kamu masuk duluan, biar saya yang angkat,” jelasnya. Aku hanya bisa mengangguk patuh.Kami masuk ke dalam rumah. Ibu Sandi menyambut kami dengan senyuman hangat. Hannah yang melihatku segera berlari meninggalkan bibi Niam.”“Ummi!”“Ummi sudah pulang? Hannah rindu, besok jangan pergi lagi yah.”“Daddy, jangan pergi lagi dong sama ummi,” ucapnya. Aku tersenyum dan membawahnya ke dalam pelukanku.“Nggak akan pergi lagi sayang,” jawabku. Satu ciuman mendarat di pipiku. Hannah sangat suka menciumku. Kata ayahnya, itu bentuk kasih saya Hannah. Pak Reza lah yang selalu mengajari Hannah berbuat seperti itu.Aku menemani pak Reza masak di dapur. Katanya hari ini dia ingin

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Lamaran Dadakan

    Hidup lagi berat-beratnya namun Allah malah mempertemukan aku dengan pak Reza. Pagi ini seperti biasa, aku mempersiapkan segala keperluannya. “Saya suka nasi goreng buatanmu tadi,” ucapnya tiba-tiba. Aku menoleh dan memandanginya. Dia sudah rapi di depan pintu.“Saya suka rasanya.”“Bisa buatkan saya setiap hari?” sambungnya. Setiap hari? Gila aja kalo makan nasi goreng tiap hari, apa nggak kolestrol tuh? Pikirku. Dia berdiri di belakangku dan terus menatapku. Apesnya, nyonya Sandi juga berada di situ. Jadi aku tidak bisa berbuat apapun. Nanti bisa-bisa aku dicap menantu durhaka.“Iya masku,” jawabku. Mendengarkan sebutan mas, wajahnya memerah. Lucu sekali, seperti kepiting rebus.Nyonya Sandi tersipu malu. “Aku suka loh kamu gombal si Reza itu, habisnya dari dulu jadi kanebo, pantas aja nggak ada cewek yang suka dia,” gerutu ibu Sandi. Aku hanya bisa tersenyum. Pak Reza berjalan menuju mobilnya. “Saya akan jemput kamu nanti, jadwal ke kantor hanya Senin Rabu, jadi kamu nggak perl

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Jawaban

    Malam harinya, aku tidak bisa tidur. Ayah memanggilku secara khusus di ruang tamu. Aku duduk di depan ayah. Wajahnya terlihat serius.“Ayah suka sama laki-laki itu tadi.”“Karena dia sudah membantu kita?” tanyaku dengan cepat. Ayah menghela napas panjang. “Bukan hanya itu, Bulan. Tatapannya dan caranya berbicara, itu sangat baik, berbeda dengan Bayu. Ayah entah mengapa yakin jika dia adalah lelaki tepat,” jelasnya panjang lebar. “Bulan.” Ibu menyentuh tanganku, aku menoleh ke arahnya. “Ibu setuju apa yang ayahmu katakan itu.” “Tapi ini sangat cepat, Bu dan Pak. Apa kata tetangga?” jawabku. Aku menghela napas panjang. Bingung. “Gini Bulan, ayah tahu apa yang kamu rasakan. Semua terserah kamu sekarang, intinya ayah setuju dengan lamaran lelaki itu.”“Oh yah, kita belum balas budi sama pak Reza, kondisi ekonomi ayah dan ibu tidak seperti dulu lagi. Kita sudah ditipu habis-habisan sama Bayu. Tinggal rumah yang dulu aja yang mewah, tapi kamu sudah jual, kan?Aku mengangguk perlahan. “

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Kejujuran

    Pagi ini setelah mengurus Hannah, aku dan pak Reza berangkat ke rumah sakit untuk menyerahkan surat pengunduran diriku. Lelaki itu tidak ingin jika aku bekerja. Dia ingin aku di rumah saja bersama Hannah. “Saya memutuskan hal ini, karena saya tidak mau istri saya bekerja. Biarlah urusan nafkah, saya yang urus.” Dia menatapku sambil tersenyum. Aura wajahnya terlihat berbeda. Dia sangat bersemangat. “Saya tidak akan menyuruhmu mengurus Hannah sepanjang waktu, saya hanya ingin kamu di rumah bersantai saja,” sambungnya lagi. Aku hanya diam di sisinya dan terus mendengarkan ocehannya itu. Berita mengenai lamaranku pun tersebar di telinga mantan ibu mertua. Aku tidak tahu apa yang mereka katakan kepada ibuku. Karena ibuku sendiri menyembunyikan hal ini dariku. Mereka tidak ingin aku mendengarkan caci maki yang dilontarkan ibu mas Bayu kepadaku. Ibu mas Bayu merasa kalah, dia jengkel karena aku berhasil dipersunting oleh pemilik rumah sakit. Bahkan mereka menuduh kami telah memelet pak R

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Hari Pernikahan

    Hari pernikahan semakin dekat. Pak Reza yang kaku semakin intens untuk mengodaku. Seperti pagi ini di dapur, dia meminta untuk dibuatkan nasi goreng kesukaanya. Dia terus melihatku. Katanya, aku sangat cantik. Ah, gombal. Semakin hari, dia semakin pintar saja mengombal. Hannah sangat bahagia karena sebentar lagi aku benar-benar resmi menjadi umminya. Sejujurnya, ada ketakutan di dalam hatiku. Aku takut gagal. Aku takut jika pernikahanku bersama pak Reza seperti mas Bayu. Tapi, saat ketakutan itu ku utarakan kepada pak Reza, dia berusaha menjelaskan bahwa dia berbeda dengan mas Bayu. “Makanannya selalu enak.” “Saya suka,” ucapnya. Aku tersipu malu. Gombalannya selalu sederhana seperti, “Kamu kalo pagi, cantik terus yah.” Setiap dia mengatakan hal itu, aku selalu menunduk. Pipiku perlahan memerah. Dia memang akhir-akhir ini belajar mengombal dan pak Reza tidak tahu tempat. Seperti sekarang, dia mengombalku di depan ibunya, ibu Sandi. Ah, menyebalkan. Pak Reza memiliki sahabat ber

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Pengantin Baru

    Setelah acara selesai, Pak Reza dengan cepat izin pamit untuk segera naik ke atas. Dia mengengam tanganku sambil berjalan ke dalam lift. Aku menatapnya dengan ekspresi bingung. “Saya mau naik ke atas.”“Udah gerah.”“Gerah?” tanyaku terheran. “Iya mau mandi.” “Mandi dulu kan kita sebelum …,” Dia menghentikan ucapannya. Pipiku memanas memandanginya. Aku malu seketika. Apalagi saat dia mengedipkan kedua mata. Sesampai di kamar, ku lihat ada dua handuk berbentuk angsa dengan bunga mawar merah di tengah-tengahnya. Bunga itu berbentu love. Lucu sekali. Pak Reza segera membuka bajunya. Aku melangkah mundur. “Eh!”“Pak, mau apa?” Dia tersentak kaget karena aku segera melepaskan tangannya. “Saya mau mandi, kamu pikir saya mau apa?” Dia berjalan menuju kamar mandi. Aku menghela napas lega. Dengan cepat aku duduk di sisi tempat tidur. Menatap beberapa bunga. Kurang lebih lima belas menit, lelaki itu keluar. Dia menatapku dengan heran. “Nggak mau dibuka gaunnya? Apa mau saya bantu?” Dia

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Awal Cinta

    Bulan POV Aku menunggunya di ruangan itu. Dia adalah dokter yang sangat disegani karena kecerdasan dan keramahannya. Banyak wanita yang berebut ingin menjadi istrinya. Tapi anehnya, dia malah memilihku. Dia memilih wanita yang gagal dalam berumah tangga. Aku kadang berpikir bahwa pak Reza memilihku karena aku dan dia memiliki status yang sama. Padahal, jika dia mau menikah dengan seorang gadis. Pasti ada saja yang ingin dengannya. “Lelah yah nunggu Mas?” Suara itu membuyarkan lamunanku. Ku pandangi dia yang sedang berjalan menghampiriku. Tangannya menyentuh pipiku dan mengelusnya. Membuat jantungku berdetak lebih cepat. “Nggak Mas,” jawabku. “Gitu dong, panggil Mas, bukan Pak lagi,” serunya. Aku tersenyum. Beberapa suster saling berbisik dan mereka menatapku dengan pandangan terheran. Mungkin saja dipikiran mereka, mengapa harus aku yang dipilih pak Reza sebagai istrinya, apa istimewanya aku? Aku bahkan tidak bisa menjawab pertanyaan itu juga. “Ayok ikut dengan mas.” Mas

Latest chapter

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Akhir Kehidupan

    Sebulan lebih di Turkey untuk perawatan lanjutan, akhirnya kami diizinkan untuk pulang ke Indonesia. Alhamdulillah, Mas Reza sudah lebih baik. Mertuaku sudah pulang lebih dahulu dan kami akan menyusulnya dua hari lagi. Mas Reza menatapku dengan sangat lama. Suasana di taman terasa sejuk. Sejak tadi, kami duduk di taman berdua saja. “Bulan?” panggilnya. Tangan mas Reza bergerak dengan sangat lambat menyentuh pipiku. Aku tersenyum. Pandangan kami bertemu. “Kamu capek?” Suaranya hampir tidak terdengar. “Nggak sayang,” jawabku. Demi dia, aku tidak pernah merasakan capek sedikit pun. Mas Reza adalah suamiku, dia adalah harapanku. Aku tidak pernah lelah untuk merawatnya. Aku meletakkan secangkir air mineral di samping kursi roda miliknya. “Bulan, a-aku mau tinggal di Jerman selama setahun. Aku ingin menenangkan pikiranku dan beristirahat sejenak di sana, bagaimana?”Aku menganggukan kepala setuju. “Mau Mas,” seruku. Swiss adalah kota impian kami berdua. Pertama kali bertemu mas R

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Mas Reza Sudah Sadar

    Satu bulan berada di Turkey, tidak ada yang berubah. Aktivitas kami masih saja sama. Berada di rumah sakit dan berusaha untuk merawat mas Reza. Meskipun harapan itu semakin hari semakin redup dan sangat nyata. Dokter mengatakan kepadaku jika mas Reza kemungkinan tidak akan bangun lagi. Jika dilihat dari bulan pertama dia koma, kondisinya semakin menurun. Beruntung, Mas Reza kuat dan dia masih bertahan hingga dua bulan ini. Aku tidak bisa berbuat apapun kecuali berdoa untuknya.“Mas?” bisikku. “Bangun sayang, Bulan sebentar lagi lahiran. Masa mas nggak ada di sini.”Sama seperti hari-hari sebelumnya, mas Reza tidak meresponku. Aku hanya bisa menangis lagi dan lagi. Setelah puas berbicara dengannya, aku keluar dari ruangan. Ibu Sandi mengajakku makan siang di restoran samping rumah sakit. Hal ini menjadi aktivitas kami selama satu bulan ini. “Dua bulan lagi kamu lahiran. Apa sudah menyiapkan mentalnya?”Ibu Sandi menatapku. “Insyallah Bu!” jawabku. Untuk sementara ini, kami tin

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Berjuang Kembali 2

    “Bagaimana kalo mas Reza pada akhirnya tidak bisa bangun?”“Kamu bicara apa sih?” tegurku dengan cepat.Sali memberikanku satu buku dan dia mengajakku untuk jalan-jalan di sekitar masjid biru. Kami sedang duduk di pelantaran masjid. Aku memandangi wajahnya dengan terheran.“Kamu nggak lagi berdoa agar mas Reza nggak bangun kan?”Sali menepuk pundakku dengan lembut.“Kamu mikir apa sih Bulan? Nggak lah. Aku hanya nanya saja. Tadi aku dengar beberapa pembicaraan dari tim medis mas Reza. Ya, mereka kayak menyerah gitu. Aku nggak lagi nakut-nakutin mu loh.”Aku menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Empat bulan lagi aku akan melahirkan. Jika mas Reza belum sadarkan diri. Maka hariku akan sangat menyedihkan.Ibu Sandi berencana akan datang seminggu lagi. Dia ingin menemaniku di sini. Aku setuju, aku butuh dia. Lagi pula, jika dia berada di Turkey. Maka ibu Sandi bisa bertemu dengan Hannah. Dia akan bahagia.Kami berjalan keluar dari masjid.“Aku yakin, Mardiah sudah tidak peduli

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Perjuangan Kembali

    “Apa kamu merencanakan semua ini? Maksudku, mengapa menganti nama mas Reza sebagai Hufo?”Aku memberanikan diri bertanya. Mardiah mengambil lipstick merah dari dalam tasnya. Dia membenarkan lipstick di bibirnya yang berantakan. Mardiah lalu tersenyum ke arahku.Beberapa saat, dia mengambil ponselnya lagi. Sepertinya dia baru saja selesai memperbaiki nail artnya.Aku masih menunggu jawabannya.Dia terlihat sombong sekarang, seakan dia mampu untuk melukaiku. Tapi tidak, aku tidak akan membiarkan dia melukaiku seperti ini. Tidak, dia tidak akan bisa melakukannya!“Aku tidak merencanakan ini. Mas Reza sendiri yang ingin berlibur bertiga denganku. Yah, mungkin saja sebelum anakmu lahir,” ucapnya terasa ringan.Dia tampak tidak peduli dengan semua kekhawatiranku. Sama seperti yang dikatakan ibu Sandi. Mardiah licik. Dia sangat licik. Orang-orang tidak akan pernah tahu bagaimana sifatnya sebelum kita berbicara dengannya.Aku mengelus perutku dengan pelan.Mas Reza masih berada di ruang ICU,

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Alasan

    Aku memeluk tubuh mas Reza. Sali berusaha menahanku namun mas Gani berseru.“Biarkan saja!”Pandanganku mulai kabur. Aku sangat kelelahan. Dengan pelan, aku menyentuh tangan mas Reza. Beberapa alat medis memenuhi tubuhnyaApa? Apa yang sebenarnya terjadi kepadanya? Aku bertanya-tanya.“Bulan, hanya ada satu orang yang bisa berada di ruangan ini. Sebaiknya, kita keluar dulu. Aku akan menjelaskan kepadamu, apa yang sebenarnya terjadi,” ucap mas Gani.Aku menganggukan kepala mengikutinya.Aku segera keluar dari ruangan dibantu oleh Sali. Tubuhku lemas. Air mata terus terjatuh di pipiku.Kami menuju ruang tunggu khusus untuk keluarga pasien. Aisha dan mas Ahmad sudah duduk lebih dahulu. Saat aku berada di ruang itu, dokter masuk ke ruangan mas Reza.Sepertinya mereka ingin memeriksa keadaan mas Reza.“Gini,” ucap mas Gani memulai pembicaraan. Dia menarik napas dalam-dalam lalu memghembuskan dengan pelan.“Reza ditemukan oleh tim di rumah sakit ini. Sampai sekarang, orang-orang belum tahu

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Petunjuk

    Aku segera berlari ke arah gadis kecil itu. Aku yakin, Hannah melihatku tadi. Aku yakin, dia menungguku.“Hannah!”“Hannah!” teriakku.Beberapa orang memandangiku. Beberapa di antara mereka mengatakan kepadaku untuk berhati-hati.Aku terus memanggil nama Hannah. Gadis kecil itu di sini!“Bulan!”“Bulan!” teriak Sali dari belakang.Aku menoleh ke belakang. Rupanya Sali berlari ke arahku. Wajahnya mendadak panik. “Are you oke?” tanyanya. Dia memegang kedua tanganku dan menatapku dengan cemas.“Sali, aku melihat Hannah di sini. Tapi dia tiba-tiba menghilang. Aku tidak melihatnya lagi. Dimana dia? Kita harus mencarinya, Sali!” ucapku.Aku melepaskan gengaman tangan Sali dan berlari. Sali terus mengejarku dari belakang.“Bulan, stop. Kita akan mencari Hannah. Tapi hati-hati. Jangan berlari!” panggil Sali.Aku tidak bisa berdiam diri. Hannah di dekatku sekarang. Aku yakin, dia ingin menemuiku.Aku berdiri di sebuah danau yang dikelilingi bunga tulip. Aku memegang sebuah pagar kayu yang meng

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Mereka di Turkey

    Pagi hari, Sali dan Aisha mengajakku untuk menenangkan diri di taman. Hotel tempat kami tinggal berdekatan dengan masjid biru. Di sana, ada taman indah. Lebih tepatnya spot untuk menikmati teh. Lokasinya tidak begitu luas. Ada beberapa kursi dan meja berjejeran dan dipenuhi oleh orang-orang yang menginap di sekitar hotel.“Are you oke?” tanya Sali. Dia menatapku.Semalam, aku menangis. Aku tidak tahu kenapa aku tiba-tiba menangis sampai berteriak.Aisha dan Sali ketakutan melihatku. Aku tahu kalo aku sangat merepotkan. Bahkan sekarang, aku berniat untuk terus menangis saja.Apakah aku wanita pembawah sial, mengapa semua orang yang aku cintai pergi? Mengapa mereka meninggalkanku begitu saja.Hatiku sangat sakit dan aku rasanya tidak mampu lagi.“Kamu tahu Bulan, Allah itu maha adil. Dia tidak akan memberikan beban kepada umatnya di luar batas kemampuan umatnya,” ucap Sali.Dia memberikanku bunga. Angin lembut menyapu hijabku. Suasana sangat ramai karena ini adalah musim semi.“Aku yaki

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Tidak Ada Petunjuk

    Aku belum mendapatkan kabar dari mas Gani. Dan mas Reza belum membalas pesanku. Aku sangat bingung sekarang.“Bulan.”Aku terpaksa menceritakan masalahku kepada ibu Sandi dan ibu di kampung. Aku katakan kepadanya kalo mas Reza tiba-tiba hilang kontak.Ibu Sandi gugup dan ingin segera terbang ke Turkey. Tapi, aku mencoba menenangkannya. Ku katakan kepadanya untuk menunggu informasi dari mas Gani.Kita bisa saja panik, tapi lebih baik berpikir tenang.“Ibu yakin loh, ini ulah si Mardiah. Dia tuh ular! Ibu nggak pernah percaya dengan wanita ular itu. Nggak pernah percaya!”Ibu Sandi sudah mulai hilang kesabarannya.Aku tidak mengenal Mardiah, aku tidak mengenal bagaimana sifatnya. Tapi beberapa kali dia membohongiku, aku jadi paham bagaimana Mardiah berpikir.“Apa dia berusaha merebut mas Reza kembali?” Aku bertanya-tanya.Ibu Sandi terdiam beberapa saat.Ketakutanku tiba-tiba muncul kembali.“Dia wanita angkuh dan sulit di tebak, berulang kali aku katakan kepadamu, Bulan. Dia akan menga

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Mas Reza Hilang

    Aku tidak tahu apa maksud dari kedatangan Mardiah kembali. Dia sangat aneh.“Bulan, lebih baik telepon aja deh. Kan bisa tuh di telepon,” saran dari Yuni.Aku segera menghubungi nomor telepon yang tertera. Namun nihil, wanita itu sama sekali tidak mengangkat teleponnya. Sepertinya dia sengaja membuatku marah.Yuni menginap dua hari di rumah. Malam ini, aku sama sekali tidak bisa tidur. Saat aku mencoba untuk menutup mataku, tiba-tiba saja aku teringat mengenai Hannah.Apa mas Reza punya rencana khusus ke sana?Aku bertanya-tanya.Yuni mengatakan jika mas Reza tidak mungkin bertemu dengan Mardiah, namun beberapa menit kemudian, dia mengatakan jika gambar tangan yang berada di foto itu adalah milik Mas Reza.Sejujurnya, Yuni hanya sedang menenangkanku saja.Aku keluar dari dalam kamar. Aku terkejut melihat mertuaku, ibu sandi duduk di depan piano.Dia menyeka air matanya saat aku mendekat ke arahnya. Sepertinya dia sadar kalo aku memperhatikannya dari tadi.“Bulan, dari tadi yah?” tanya

DMCA.com Protection Status