Pagi ini, aku mengatakan kepada mas Reza ingin mengantar ibu ke apartemen Mardiah. Mas Reza tidak menjawab. Jadi, aku menyimpulkan jika dia ingin. Aku tidak tega melihat ibu mertuaku terus menangis dan memintaku untuk membawah dia bertemu dengan Hannah. “Gimana Bulan?” Bu Sandi menghampiriku. “Sepertinya mas Reza nggak mau, Bu.”“Kita ke sana aja, Bulan. Nggak apa-apa, ibu sudah rindu banget sama Hannah,” desak bu Sandi.“Iya,” jawabku seadanya.Saat sedang bersiap berangkat ke apartemen Mardiah. Ibu Fauzi kemudian datang. Dia tersenyum di depan gerbang dan memaksa bibi Niam untuk membukakan pintu untuknya. Ibu Niam berjalan ke teras rumah untuk membuka pintu. “Udah ada uangnya nggak, Bulan? 100 juta nggak apa-apa deh,” ucapnya dengan cepat. “Nggak ada Bu.”“Loh, kok nggak ada sih Bulan? Ibu minta tolong kok. Ibu akan kembalikan nanti. Tolonglah ibu, Bulan!” desaknya. Bibi Niam terlihat kesal. “Kalo mau minjam, nggak usah maksa, Bu! Non Bulan lagi kena musibah. Itu pun karena an
Aku mengirimkan pesan kepada mas Reza. Aku bertanya, apakah Hannah menyukai bonekanya atau tidak? Namun Mas Reza sama sekali tidak membalasnya. Aku mulai cemas. “Non Bulan.”“Ibu itu datang lagi, Non!”Bibi Niam berlari ke arahku. Aku sedang berada di dalam kamar. Merias wajahku untuk menyambut mas Reza. Akhir-akhir ini aku suka merias wajahku. Sejam lagi, dia akan pulang. Namun sampai sekarang, ponselku sama sekali tidak dibalasnya. “Non.” Deru napas bibi Niam berkejaran. Dia tampak kelelahan di depan pintu. Aku beranjak dari tempat duduk lalu bergegas menghampirinya. “Ibu Fauzi?” tanyaku. Bibi Niam mengangguk. “Ya Non, dia ada di depan.”“Katanya, mau bertemu non Bulan lagi. Apa kita panggil satpam kompleks aja yah?” tanya bibi Niam. Aku berjalan menuju pintu depan. Di sana, sudah ada ibu Fauzi beserta keranjang pasar miliknya. “Usir aja Non. Orang nggak tahu diri. Masa datang-datang pinjam uang 100 juta sih. Nggak mood banget, Non.“Aku berjalan menuju ibu Fauzi. Dia segera mem
Mardiah POV “Mommy, aku ingin bertemu dengan Ummi Bulan. Aku ingin bertemu dengan Ummi!” teriak Hannah. Teriakan itu selalu membuatku sakit kepala. “Hannah, sampai kapan kamu selalu mengatakan itu kepada Ummi. Ummi sangat bosan!” Aku menutup kedua telingaku saat mendengarkan Hannah terus menyebut nama Bulan. Hampir tiap hari dia menyebut nama wanita itu. “Mommy jahat!” Saat aku selesai membentaknya, Hannah akan menangis dan berlari menuju kamarnya. Sejak kapan Bulan mendidiknya seperti ini? Sekarang putriku menjadi gadis kecil yang nakal. Aku mengejarnya hingga ke kamar. Hannah bersembunyi di belakang pintu. Dia tidak ingin melihatku. Aku kesal dengan sikapnya yang seperti ini. “Hanna, keluar dulu. Mommy mau bicara. Mommy itu ibu kandung kamu. Mengapa sih harus mencari perempuan lain?” Hannah tidak menjawab. Terdengar suara tangisan di dalam kamarnya. Dia selalu melakukan hal itu jika aku memarahinya. Hannah menjadi gadis pembangkang di tangan Bulan. Aku benar-benar tidak
Mardiah POV 2 Pagi ini, Hannah sangat rewel. Semalam aku membentaknya sehingga pagi ini dia tidak ingin sarapan bersamaku. “Aku mau bertemu ummi Bulan. Mommy sangat jahat!” ucapnya. Bulan dan Bulan. Hampir tiap hari telingaku diisi dengan nama Bulan. “Ya, nanti kamu bertemu dengan ibu tirimu itu. Aneh saja kamu Hannah, apa bagusnya Bulan?” tanyaku. Hannah tidak menjawab. “Habiskan makanannya, kita akan jalan-jalan!” ucapku. Hannah menatapku dengan pandangan tajam. Aku ibu kandungnya. Aku yang melahirkan dia. Mengapa Hannah malah mencari Bulan? Setelah makan, aku membawah Hannah ke kamar untuk mandi dan berganti pakaian. Tidak lupa, aku menghubungi mas Reza. Aku bertanya kepadanya, kapan mas Reza ke sini lagi. Aku berharap, dia rutin untuk datang ke rumah. Jika Bulan cemburu, mereka akan bertengkar. Setidaknya, Bulan sakit kepala karena kehadiranku. Aku suka jika dia cemburu berat. “Mas?” Aku menghubungi mas Reza. “Hmm, ada apa?” jawabnya datar. Seperti biasa, dia sep
Bulan tampak ragu dengan ajakanku. Namun, aku yakin perlahan dia akan paham jika Hannah butuh kasih sayang dari keluarga utuh. Aku terus mengulang jika bayinya akan mendapatkan kasih sayang yang utuh dari mas Reza. Hannah, putriku hanya ingin waktu lebih lama bersama mas Reza sebelum bayinya lahir. Aku kembali ke rumah bersama suster dan Hannah. Di jalan, Hannah terus rewel. Dia tidak suka karena Bulan pergi begitu saja. “Mommy kok jahat sih?” ucapnya. Dia menatapku dengan tatapan dingin. “Mommy adalah mommy kandung kamu. Seharusnya kamu lebih bersikap sopan!” tegurku. Hannah menangis saat aku membentaknya. Dia tidak menatapku lagi. Aku semakin kesal dengan sikap nakalnya itu. Sesampai di rumah. Aku menghubungi mas Reza. Lagi-lagi, aku ingin mengajaknya bertemu. Aku sudah meminta Bulan untuk mengizinkan suaminya itu. “Mas,” ucapku dengan cepat saat telepon diangkat olehnya. “Ada apa lagi, Mar? Aku sibuk. Hannah kenapa lagi? Nakal samamu? Apa dia tidak ingin bersamamu? Seharu
Bulan POV Di rumah, aku harap-harap cemas menunggu kepulangan mas Reza. “Bulan, Reza udah pulang nggak?” Ibu Sandi berlari ke arah kamar dan bertanya mengenai mas Reza. Apa dia sudah pulang bersama Mardiah atau belum. Ibu Sandi akan marah jika putranya memilih menginap di apartemen wanita itu. Berkali-kali ibu Sandi mengatakan jika dia tidak suka jika mas Reza berdekatan dengan wanita siluman itu. Ya, ibu Sandi mengatakan jika Mardiah adalah wanita siluman yang harus dilenyapkan. “Belum bu, tapi katanya udah di jalan. Dia nggak nginap kok,” jawabku. “Syukurlah Bulan. Jangan sampai Reza terlena sama Mardiah. Ibu tahu, bagaimana perjuangan Reza untuk melupakan wanita iblis itu,” ucapnya. Ibu Sandi pergi. Dia berjalan menuju kamarnya. Aku menghela napas panjang. Meskipun ibu mertuaku sangat menyanyangiku dan mendukungku. Aku hanya takut jika mas Reza sama seperti mas Bayu. Mas Reza mengatakan jika dirinya berbeda dan aku berusaha menyakinkan diriku jika mas Reza dan mas Bayu
Pagi ini, aku menemani mas Reza menuju rumah sakit. Aku ingat tadi malam kami sedang merenguk madu bersama. Aku malu-malu memandangi wajahnya sekarang. Mas Reza tentu melakukannya dengan hati-hati karena aku lagi hamil. Setiap aku takut, mas Reza akan berusaha menyakinkanku. Seperti tadi malam, dia terus membisikan kata-kata cinta di telingaku sambil mencium bibirku. “Sebenarnya keluarga Zahrani ingin segera memasukan Bayu ke dalam penjara. Rupanya, keluarga Zahrani tidak tahu jika mas Bayu telah menikah dengan putrinya,” jelas mas Reza. Kami sedang berangkat ke rumah sakit. “Mas Bayu juga melakukan kekerasan fisik kepada Zahrani.” “Mas tahu dari mana?” tanyaku. “Mas Richard lagi memperdalam kasusnya, sayang.” Sesampai di rumah sakit, aku dan mas Reza segera ke ruang perawatan mas Bayu. Di depan pintu, ibu Fauzi terlihat. Dia tersenyum saat aku datang. “Bulan, pasti kamu nggak bisa meninggalkan Bayu selamanya. Kamu ingin melihatnya bukan?” Dia menghampiriku sambil mengeng
Di kampung, Retno menjadi guru TK. Dia berhenti kuliah saat semester dua karena kesulitan ekonomi. Mendengarkanku datang dari Jakarta, dia segera menemuiku. Ibu dan ayah punya rumah di Jakarta. Namun, setelah bercerai dengan mas Bayu, ibu dan ayah kembali ke Bandung untuk beristirahat. Mereka tidak ingin berurusan dengan ibu Fauzi. Karena selama ini, ibu Fauzi selalu menemui ayah dan berteriak di hadapan ayah. “Ada loh cerita-cerita di kampung tentang wanita yang jadi mantan istri tapi balik lagi ke suaminya. Nggak takut kamu, Bulan? Apalagi kalo kamu tinggal di kampung, jauh dari suami,” ucap Retno. Aku malas mendengarkannya. Ingin mengusir Retno, namun aku tidak tega. “Usst, nggak mungkin suamiku seperti itu. Dia beda sama mas Bayu. Nggak usah takut-takutin aku, Retno. Nggak efek!” cibirku. Retno menatapku. “Bulan, aku hanya nggak mau kamu jadi janda untuk kedua kalinya. Nggak enak banget sih,” gumamnya. Aku berjalan keluar dari dalam kamar. Retno mengikutiku. Ibu sedang meny