Share

Pinjam 100 Juta

Penulis: Anana-chan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Hari-hariku sangat sepi saat Hannah sudah pergi bersama Mardiah. Bukan hanya aku yang sedih namun ibu Sandi ikut sedih. Mertuaku itu selalu mengurung diri di dalam kamar.

Kata mas Reza, ibu tidak ingin makan karena memikirkan Hannah. Pagi ini, aku memberanikan diri berdiri di depan kamarnya. Dengan pelan, aku mengetuk pintu kamar ibu Sandi. Berharap dia segera keluar dan berbicara denganku.

“Ibu,” panggilku.

“Bulan, bujuk Reza agar dia membawah Hannah kembali ke rumah!” ucapnya dari dalam kamar.

“Iya Bu, tapi ibu makan dulu yah,” sahutku. Dia tidak menjawab.

“Bulan, biarkan saja. Nanti ibu keluar kok.” Mas Reza menghampiriku. Aku memandanginya dengan perasaan kalud. Aku bingung harus berbuat apa sekarang. Suara Hannah tidak terdengar lagi di rumah kami. Hanya gadis kecil itu yang membuat rumah ini terasa hidup.

“Apa Mardiah hanya membawah Hannah setahun, Mas? Aku cemas,” ucapku kepada mas Reza.

“Bulan, saat kita di Turkey. Dia hanya meminta itu. Jadi, mas setuju. Lebih baik kita
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Cerita Masa Lalu

    “Siapa sih itu, Non?”“Kok datang-datang langsung minta uang 100 juta sih?” Bibi Niam segera menghampiriku. Dia terkejut bukan main. “Dulu, di aitu mertua saya, Bibi Niam. Mantan suami saya lagi di rumah sakit. Dia terlibat penculikan.”“Seharusnya udah dipenjara dong, kok datang-datang mau minta uang 100 juta, nggak tahu malu aja!” protes bibi Niam. Aku tersenyum. “Ya, seharusnya putranya masuk penjara. Tapi karena lagi sakit, saya tidak taku prosedur selanjutnya, Bi.”“Saya istirahat dulu, Bi!” ucapku kepada bibi Niam. Aku segera berjalan menuju kamar. Rupanya mas Reza sudah menghubungiku sebanyak dua kali. Aku segera meneleponnya. “Mau makan siang apa? Kok nggak diangkat teleponnya sih sayang?” tanyanya. “Tadi ada ibu Fauzi, Mas.”“Ibu dari mas Bayu?” tanya mas Reza dengan cepat. Aku ragu-ragu untuk menjawab. “Bulan, lain kali kalo dia datang. Nggak usah ditemui. Mas sudah tahu tujuannya. Nggak usah ditemuin lagi yah, sayang.”“Iya mas,” jawabku. “Mas sebentar lagi sampai,” s

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Boneka Buat Hannah

    Pagi ini, aku mengatakan kepada mas Reza ingin mengantar ibu ke apartemen Mardiah. Mas Reza tidak menjawab. Jadi, aku menyimpulkan jika dia ingin. Aku tidak tega melihat ibu mertuaku terus menangis dan memintaku untuk membawah dia bertemu dengan Hannah. “Gimana Bulan?” Bu Sandi menghampiriku. “Sepertinya mas Reza nggak mau, Bu.”“Kita ke sana aja, Bulan. Nggak apa-apa, ibu sudah rindu banget sama Hannah,” desak bu Sandi.“Iya,” jawabku seadanya.Saat sedang bersiap berangkat ke apartemen Mardiah. Ibu Fauzi kemudian datang. Dia tersenyum di depan gerbang dan memaksa bibi Niam untuk membukakan pintu untuknya. Ibu Niam berjalan ke teras rumah untuk membuka pintu. “Udah ada uangnya nggak, Bulan? 100 juta nggak apa-apa deh,” ucapnya dengan cepat. “Nggak ada Bu.”“Loh, kok nggak ada sih Bulan? Ibu minta tolong kok. Ibu akan kembalikan nanti. Tolonglah ibu, Bulan!” desaknya. Bibi Niam terlihat kesal. “Kalo mau minjam, nggak usah maksa, Bu! Non Bulan lagi kena musibah. Itu pun karena an

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Ketakutan Itu Datang

    Aku mengirimkan pesan kepada mas Reza. Aku bertanya, apakah Hannah menyukai bonekanya atau tidak? Namun Mas Reza sama sekali tidak membalasnya. Aku mulai cemas. “Non Bulan.”“Ibu itu datang lagi, Non!”Bibi Niam berlari ke arahku. Aku sedang berada di dalam kamar. Merias wajahku untuk menyambut mas Reza. Akhir-akhir ini aku suka merias wajahku. Sejam lagi, dia akan pulang. Namun sampai sekarang, ponselku sama sekali tidak dibalasnya. “Non.” Deru napas bibi Niam berkejaran. Dia tampak kelelahan di depan pintu. Aku beranjak dari tempat duduk lalu bergegas menghampirinya. “Ibu Fauzi?” tanyaku. Bibi Niam mengangguk. “Ya Non, dia ada di depan.”“Katanya, mau bertemu non Bulan lagi. Apa kita panggil satpam kompleks aja yah?” tanya bibi Niam. Aku berjalan menuju pintu depan. Di sana, sudah ada ibu Fauzi beserta keranjang pasar miliknya. “Usir aja Non. Orang nggak tahu diri. Masa datang-datang pinjam uang 100 juta sih. Nggak mood banget, Non.“Aku berjalan menuju ibu Fauzi. Dia segera mem

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Mardiah POV 1

    Mardiah POV “Mommy, aku ingin bertemu dengan Ummi Bulan. Aku ingin bertemu dengan Ummi!” teriak Hannah. Teriakan itu selalu membuatku sakit kepala. “Hannah, sampai kapan kamu selalu mengatakan itu kepada Ummi. Ummi sangat bosan!” Aku menutup kedua telingaku saat mendengarkan Hannah terus menyebut nama Bulan. Hampir tiap hari dia menyebut nama wanita itu. “Mommy jahat!” Saat aku selesai membentaknya, Hannah akan menangis dan berlari menuju kamarnya. Sejak kapan Bulan mendidiknya seperti ini? Sekarang putriku menjadi gadis kecil yang nakal. Aku mengejarnya hingga ke kamar. Hannah bersembunyi di belakang pintu. Dia tidak ingin melihatku. Aku kesal dengan sikapnya yang seperti ini. “Hanna, keluar dulu. Mommy mau bicara. Mommy itu ibu kandung kamu. Mengapa sih harus mencari perempuan lain?” Hannah tidak menjawab. Terdengar suara tangisan di dalam kamarnya. Dia selalu melakukan hal itu jika aku memarahinya. Hannah menjadi gadis pembangkang di tangan Bulan. Aku benar-benar tidak

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Mardiah Pov 2

    Mardiah POV 2 Pagi ini, Hannah sangat rewel. Semalam aku membentaknya sehingga pagi ini dia tidak ingin sarapan bersamaku. “Aku mau bertemu ummi Bulan. Mommy sangat jahat!” ucapnya. Bulan dan Bulan. Hampir tiap hari telingaku diisi dengan nama Bulan. “Ya, nanti kamu bertemu dengan ibu tirimu itu. Aneh saja kamu Hannah, apa bagusnya Bulan?” tanyaku. Hannah tidak menjawab. “Habiskan makanannya, kita akan jalan-jalan!” ucapku. Hannah menatapku dengan pandangan tajam. Aku ibu kandungnya. Aku yang melahirkan dia. Mengapa Hannah malah mencari Bulan? Setelah makan, aku membawah Hannah ke kamar untuk mandi dan berganti pakaian. Tidak lupa, aku menghubungi mas Reza. Aku bertanya kepadanya, kapan mas Reza ke sini lagi. Aku berharap, dia rutin untuk datang ke rumah. Jika Bulan cemburu, mereka akan bertengkar. Setidaknya, Bulan sakit kepala karena kehadiranku. Aku suka jika dia cemburu berat. “Mas?” Aku menghubungi mas Reza. “Hmm, ada apa?” jawabnya datar. Seperti biasa, dia sep

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Mardiah POV 3

    Bulan tampak ragu dengan ajakanku. Namun, aku yakin perlahan dia akan paham jika Hannah butuh kasih sayang dari keluarga utuh. Aku terus mengulang jika bayinya akan mendapatkan kasih sayang yang utuh dari mas Reza. Hannah, putriku hanya ingin waktu lebih lama bersama mas Reza sebelum bayinya lahir. Aku kembali ke rumah bersama suster dan Hannah. Di jalan, Hannah terus rewel. Dia tidak suka karena Bulan pergi begitu saja. “Mommy kok jahat sih?” ucapnya. Dia menatapku dengan tatapan dingin. “Mommy adalah mommy kandung kamu. Seharusnya kamu lebih bersikap sopan!” tegurku. Hannah menangis saat aku membentaknya. Dia tidak menatapku lagi. Aku semakin kesal dengan sikap nakalnya itu. Sesampai di rumah. Aku menghubungi mas Reza. Lagi-lagi, aku ingin mengajaknya bertemu. Aku sudah meminta Bulan untuk mengizinkan suaminya itu. “Mas,” ucapku dengan cepat saat telepon diangkat olehnya. “Ada apa lagi, Mar? Aku sibuk. Hannah kenapa lagi? Nakal samamu? Apa dia tidak ingin bersamamu? Seharu

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Ketakutan

    Bulan POV Di rumah, aku harap-harap cemas menunggu kepulangan mas Reza. “Bulan, Reza udah pulang nggak?” Ibu Sandi berlari ke arah kamar dan bertanya mengenai mas Reza. Apa dia sudah pulang bersama Mardiah atau belum. Ibu Sandi akan marah jika putranya memilih menginap di apartemen wanita itu. Berkali-kali ibu Sandi mengatakan jika dia tidak suka jika mas Reza berdekatan dengan wanita siluman itu. Ya, ibu Sandi mengatakan jika Mardiah adalah wanita siluman yang harus dilenyapkan. “Belum bu, tapi katanya udah di jalan. Dia nggak nginap kok,” jawabku. “Syukurlah Bulan. Jangan sampai Reza terlena sama Mardiah. Ibu tahu, bagaimana perjuangan Reza untuk melupakan wanita iblis itu,” ucapnya. Ibu Sandi pergi. Dia berjalan menuju kamarnya. Aku menghela napas panjang. Meskipun ibu mertuaku sangat menyanyangiku dan mendukungku. Aku hanya takut jika mas Reza sama seperti mas Bayu. Mas Reza mengatakan jika dirinya berbeda dan aku berusaha menyakinkan diriku jika mas Reza dan mas Bayu

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Bertemu Mas Bayu

    Pagi ini, aku menemani mas Reza menuju rumah sakit. Aku ingat tadi malam kami sedang merenguk madu bersama. Aku malu-malu memandangi wajahnya sekarang. Mas Reza tentu melakukannya dengan hati-hati karena aku lagi hamil. Setiap aku takut, mas Reza akan berusaha menyakinkanku. Seperti tadi malam, dia terus membisikan kata-kata cinta di telingaku sambil mencium bibirku. “Sebenarnya keluarga Zahrani ingin segera memasukan Bayu ke dalam penjara. Rupanya, keluarga Zahrani tidak tahu jika mas Bayu telah menikah dengan putrinya,” jelas mas Reza. Kami sedang berangkat ke rumah sakit. “Mas Bayu juga melakukan kekerasan fisik kepada Zahrani.” “Mas tahu dari mana?” tanyaku. “Mas Richard lagi memperdalam kasusnya, sayang.” Sesampai di rumah sakit, aku dan mas Reza segera ke ruang perawatan mas Bayu. Di depan pintu, ibu Fauzi terlihat. Dia tersenyum saat aku datang. “Bulan, pasti kamu nggak bisa meninggalkan Bayu selamanya. Kamu ingin melihatnya bukan?” Dia menghampiriku sambil mengeng

Bab terbaru

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Akhir Kehidupan

    Sebulan lebih di Turkey untuk perawatan lanjutan, akhirnya kami diizinkan untuk pulang ke Indonesia. Alhamdulillah, Mas Reza sudah lebih baik. Mertuaku sudah pulang lebih dahulu dan kami akan menyusulnya dua hari lagi. Mas Reza menatapku dengan sangat lama. Suasana di taman terasa sejuk. Sejak tadi, kami duduk di taman berdua saja. “Bulan?” panggilnya. Tangan mas Reza bergerak dengan sangat lambat menyentuh pipiku. Aku tersenyum. Pandangan kami bertemu. “Kamu capek?” Suaranya hampir tidak terdengar. “Nggak sayang,” jawabku. Demi dia, aku tidak pernah merasakan capek sedikit pun. Mas Reza adalah suamiku, dia adalah harapanku. Aku tidak pernah lelah untuk merawatnya. Aku meletakkan secangkir air mineral di samping kursi roda miliknya. “Bulan, a-aku mau tinggal di Jerman selama setahun. Aku ingin menenangkan pikiranku dan beristirahat sejenak di sana, bagaimana?”Aku menganggukan kepala setuju. “Mau Mas,” seruku. Swiss adalah kota impian kami berdua. Pertama kali bertemu mas R

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Mas Reza Sudah Sadar

    Satu bulan berada di Turkey, tidak ada yang berubah. Aktivitas kami masih saja sama. Berada di rumah sakit dan berusaha untuk merawat mas Reza. Meskipun harapan itu semakin hari semakin redup dan sangat nyata. Dokter mengatakan kepadaku jika mas Reza kemungkinan tidak akan bangun lagi. Jika dilihat dari bulan pertama dia koma, kondisinya semakin menurun. Beruntung, Mas Reza kuat dan dia masih bertahan hingga dua bulan ini. Aku tidak bisa berbuat apapun kecuali berdoa untuknya.“Mas?” bisikku. “Bangun sayang, Bulan sebentar lagi lahiran. Masa mas nggak ada di sini.”Sama seperti hari-hari sebelumnya, mas Reza tidak meresponku. Aku hanya bisa menangis lagi dan lagi. Setelah puas berbicara dengannya, aku keluar dari ruangan. Ibu Sandi mengajakku makan siang di restoran samping rumah sakit. Hal ini menjadi aktivitas kami selama satu bulan ini. “Dua bulan lagi kamu lahiran. Apa sudah menyiapkan mentalnya?”Ibu Sandi menatapku. “Insyallah Bu!” jawabku. Untuk sementara ini, kami tin

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Berjuang Kembali 2

    “Bagaimana kalo mas Reza pada akhirnya tidak bisa bangun?”“Kamu bicara apa sih?” tegurku dengan cepat.Sali memberikanku satu buku dan dia mengajakku untuk jalan-jalan di sekitar masjid biru. Kami sedang duduk di pelantaran masjid. Aku memandangi wajahnya dengan terheran.“Kamu nggak lagi berdoa agar mas Reza nggak bangun kan?”Sali menepuk pundakku dengan lembut.“Kamu mikir apa sih Bulan? Nggak lah. Aku hanya nanya saja. Tadi aku dengar beberapa pembicaraan dari tim medis mas Reza. Ya, mereka kayak menyerah gitu. Aku nggak lagi nakut-nakutin mu loh.”Aku menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Empat bulan lagi aku akan melahirkan. Jika mas Reza belum sadarkan diri. Maka hariku akan sangat menyedihkan.Ibu Sandi berencana akan datang seminggu lagi. Dia ingin menemaniku di sini. Aku setuju, aku butuh dia. Lagi pula, jika dia berada di Turkey. Maka ibu Sandi bisa bertemu dengan Hannah. Dia akan bahagia.Kami berjalan keluar dari masjid.“Aku yakin, Mardiah sudah tidak peduli

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Perjuangan Kembali

    “Apa kamu merencanakan semua ini? Maksudku, mengapa menganti nama mas Reza sebagai Hufo?”Aku memberanikan diri bertanya. Mardiah mengambil lipstick merah dari dalam tasnya. Dia membenarkan lipstick di bibirnya yang berantakan. Mardiah lalu tersenyum ke arahku.Beberapa saat, dia mengambil ponselnya lagi. Sepertinya dia baru saja selesai memperbaiki nail artnya.Aku masih menunggu jawabannya.Dia terlihat sombong sekarang, seakan dia mampu untuk melukaiku. Tapi tidak, aku tidak akan membiarkan dia melukaiku seperti ini. Tidak, dia tidak akan bisa melakukannya!“Aku tidak merencanakan ini. Mas Reza sendiri yang ingin berlibur bertiga denganku. Yah, mungkin saja sebelum anakmu lahir,” ucapnya terasa ringan.Dia tampak tidak peduli dengan semua kekhawatiranku. Sama seperti yang dikatakan ibu Sandi. Mardiah licik. Dia sangat licik. Orang-orang tidak akan pernah tahu bagaimana sifatnya sebelum kita berbicara dengannya.Aku mengelus perutku dengan pelan.Mas Reza masih berada di ruang ICU,

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Alasan

    Aku memeluk tubuh mas Reza. Sali berusaha menahanku namun mas Gani berseru.“Biarkan saja!”Pandanganku mulai kabur. Aku sangat kelelahan. Dengan pelan, aku menyentuh tangan mas Reza. Beberapa alat medis memenuhi tubuhnyaApa? Apa yang sebenarnya terjadi kepadanya? Aku bertanya-tanya.“Bulan, hanya ada satu orang yang bisa berada di ruangan ini. Sebaiknya, kita keluar dulu. Aku akan menjelaskan kepadamu, apa yang sebenarnya terjadi,” ucap mas Gani.Aku menganggukan kepala mengikutinya.Aku segera keluar dari ruangan dibantu oleh Sali. Tubuhku lemas. Air mata terus terjatuh di pipiku.Kami menuju ruang tunggu khusus untuk keluarga pasien. Aisha dan mas Ahmad sudah duduk lebih dahulu. Saat aku berada di ruang itu, dokter masuk ke ruangan mas Reza.Sepertinya mereka ingin memeriksa keadaan mas Reza.“Gini,” ucap mas Gani memulai pembicaraan. Dia menarik napas dalam-dalam lalu memghembuskan dengan pelan.“Reza ditemukan oleh tim di rumah sakit ini. Sampai sekarang, orang-orang belum tahu

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Petunjuk

    Aku segera berlari ke arah gadis kecil itu. Aku yakin, Hannah melihatku tadi. Aku yakin, dia menungguku.“Hannah!”“Hannah!” teriakku.Beberapa orang memandangiku. Beberapa di antara mereka mengatakan kepadaku untuk berhati-hati.Aku terus memanggil nama Hannah. Gadis kecil itu di sini!“Bulan!”“Bulan!” teriak Sali dari belakang.Aku menoleh ke belakang. Rupanya Sali berlari ke arahku. Wajahnya mendadak panik. “Are you oke?” tanyanya. Dia memegang kedua tanganku dan menatapku dengan cemas.“Sali, aku melihat Hannah di sini. Tapi dia tiba-tiba menghilang. Aku tidak melihatnya lagi. Dimana dia? Kita harus mencarinya, Sali!” ucapku.Aku melepaskan gengaman tangan Sali dan berlari. Sali terus mengejarku dari belakang.“Bulan, stop. Kita akan mencari Hannah. Tapi hati-hati. Jangan berlari!” panggil Sali.Aku tidak bisa berdiam diri. Hannah di dekatku sekarang. Aku yakin, dia ingin menemuiku.Aku berdiri di sebuah danau yang dikelilingi bunga tulip. Aku memegang sebuah pagar kayu yang meng

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Mereka di Turkey

    Pagi hari, Sali dan Aisha mengajakku untuk menenangkan diri di taman. Hotel tempat kami tinggal berdekatan dengan masjid biru. Di sana, ada taman indah. Lebih tepatnya spot untuk menikmati teh. Lokasinya tidak begitu luas. Ada beberapa kursi dan meja berjejeran dan dipenuhi oleh orang-orang yang menginap di sekitar hotel.“Are you oke?” tanya Sali. Dia menatapku.Semalam, aku menangis. Aku tidak tahu kenapa aku tiba-tiba menangis sampai berteriak.Aisha dan Sali ketakutan melihatku. Aku tahu kalo aku sangat merepotkan. Bahkan sekarang, aku berniat untuk terus menangis saja.Apakah aku wanita pembawah sial, mengapa semua orang yang aku cintai pergi? Mengapa mereka meninggalkanku begitu saja.Hatiku sangat sakit dan aku rasanya tidak mampu lagi.“Kamu tahu Bulan, Allah itu maha adil. Dia tidak akan memberikan beban kepada umatnya di luar batas kemampuan umatnya,” ucap Sali.Dia memberikanku bunga. Angin lembut menyapu hijabku. Suasana sangat ramai karena ini adalah musim semi.“Aku yaki

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Tidak Ada Petunjuk

    Aku belum mendapatkan kabar dari mas Gani. Dan mas Reza belum membalas pesanku. Aku sangat bingung sekarang.“Bulan.”Aku terpaksa menceritakan masalahku kepada ibu Sandi dan ibu di kampung. Aku katakan kepadanya kalo mas Reza tiba-tiba hilang kontak.Ibu Sandi gugup dan ingin segera terbang ke Turkey. Tapi, aku mencoba menenangkannya. Ku katakan kepadanya untuk menunggu informasi dari mas Gani.Kita bisa saja panik, tapi lebih baik berpikir tenang.“Ibu yakin loh, ini ulah si Mardiah. Dia tuh ular! Ibu nggak pernah percaya dengan wanita ular itu. Nggak pernah percaya!”Ibu Sandi sudah mulai hilang kesabarannya.Aku tidak mengenal Mardiah, aku tidak mengenal bagaimana sifatnya. Tapi beberapa kali dia membohongiku, aku jadi paham bagaimana Mardiah berpikir.“Apa dia berusaha merebut mas Reza kembali?” Aku bertanya-tanya.Ibu Sandi terdiam beberapa saat.Ketakutanku tiba-tiba muncul kembali.“Dia wanita angkuh dan sulit di tebak, berulang kali aku katakan kepadamu, Bulan. Dia akan menga

  • Perempuan Yang Mencintai Suamiku   Mas Reza Hilang

    Aku tidak tahu apa maksud dari kedatangan Mardiah kembali. Dia sangat aneh.“Bulan, lebih baik telepon aja deh. Kan bisa tuh di telepon,” saran dari Yuni.Aku segera menghubungi nomor telepon yang tertera. Namun nihil, wanita itu sama sekali tidak mengangkat teleponnya. Sepertinya dia sengaja membuatku marah.Yuni menginap dua hari di rumah. Malam ini, aku sama sekali tidak bisa tidur. Saat aku mencoba untuk menutup mataku, tiba-tiba saja aku teringat mengenai Hannah.Apa mas Reza punya rencana khusus ke sana?Aku bertanya-tanya.Yuni mengatakan jika mas Reza tidak mungkin bertemu dengan Mardiah, namun beberapa menit kemudian, dia mengatakan jika gambar tangan yang berada di foto itu adalah milik Mas Reza.Sejujurnya, Yuni hanya sedang menenangkanku saja.Aku keluar dari dalam kamar. Aku terkejut melihat mertuaku, ibu sandi duduk di depan piano.Dia menyeka air matanya saat aku mendekat ke arahnya. Sepertinya dia sadar kalo aku memperhatikannya dari tadi.“Bulan, dari tadi yah?” tanya

DMCA.com Protection Status