Share

Perempuan Terlarang
Perempuan Terlarang
Author: athena_vivian

Bab 1 Prolog

Author: athena_vivian
last update Last Updated: 2021-07-17 22:06:33

"Keluar dari sini, sekarang! Aku tak ingin melihatmu apalagi anakmu ada di dalam rumah ini! Melihatnya saja sudah buatku jijik, apalagi jika aku harus menyentuhnya! Pergi!!"

Suara hardikan keras keluar dari mulut seorang pria pada seorang wanita di atas kursi roda yang tengah menggendong bayi yang masih berwarna merah. Dengan menahan tangisnya, sang wanita yang tak lain adalah istri dari pria tersebut berkali-kali memohon dengan iba dan penuh harap agar sang suami mau menerima sang bayi yang tak berdosa dan tak mengerti apa pun juga.

"Mas, aku mohon biar bagaimana pun juga, anak ini adalah darah dagingmu, bagaimana bisa Mas memperlakukan anak sendiri seperti ini?" lirih sang istri sambil memeluk sang buah hati yang tertidur pulas di atas pangkuannya.

"Heh, perempuan pembawa sial! Asal kamu tahu, ya menyesal aku telah menikahkan kamu dan putraku satu-satunya! Dan asal kamu tahu, Farid ini adalah penerus perusahaan keluarga, jadi wajar jika ia merasa malu harus memiliki istri yang cacat dan anak yang tak normal seperti anak pada umumnya!" hardik sang ibu mertua tak kalah kejamnya.

"Bu, saya mohon ... tak apa jika saya harus pergi dari rumah ini, tapi saya mohon ... tolong biarkan Alena tinggal dan dekat dengan ayahnya, saya mohon, Bu ..." wanita cantik yang duduk di atas kursi roda itu kembali meminta lirih pada sang mertua yang terlihat sangat emosi dan juga suami yang masih terkejut dengan bentuk fisik sang buah hati.

"Danisa, kupikir setelah menikah denganmu aku akan menjadi laki-laki seutuhnya! Laki-laki yang bisa membawa serta-merta istri dan anaknya kepada kerabat lainnya, membanggakan keluarga kecil mereka, tapi ternyata kau tak ubahnya perempuan pembawa sial bagi keluarga Khaidir! Aku benar-benar menyesal kenapa aku bisa jatuh hati padamu dan menolongmu kala itu! Harusnya kau kubiarkan mati kedinginan saat berteduh di depan etalase butikku!" kesal Farid, sang suami yang semakin tak terbendung emosinya.

"M--Mas, kenapa---kenapa kamu tega bicara begitu? Jadi sekarang, kamu baru menyesali semuanya? Setelah aku tak lagi sempurna secara fisik? Setelah kau tahu anak kita 'berbeda' dari anak-anak lainnya, baru kau berkata begitu?"

Danisa tiba-tiba memegang tangan sang suami dengan salah satu tangannya, "Apa yang kau lakukan! Lepas! Lepaskan aku, dasar perempuan gila!" hardik dan umpatnya seraya melepaskan genggaman tangan Danisa.

"Heh, lepaskan anakku, perempuan terlarang! Perempuan pembawa sial! Jangan sampai anakku tertular nasib sialmu! Sekarang cepat pergi dari sini! Bawa pergi juga anakmu! Aku tak 'kan pernah menganggap anak itu bagian dari keluarga Khaidir, sampai kapan pun!" 

Akhirnya, dengan berat hati, Danisa beserta sang buah hati tercinta pergi meninggalkan kediaman sang suami di tengah udara dingin dan malam yamg pekat. Seakan tahu apa yang sedang dirasakan oleh sang bunda, Alena, sang buah hati tercinta masih tampak terlelap tidur dalam dekapan hangat Danida fi atas kursi roda.

"Nduk, sabar ya, Sayang ... Bunda minta maaf karena kesalahan Bunda kamu harus menanggung akibatnya. Maafkan Bunda, ya, Sayang ...." Lirih suara dan pada akhirnya tangisnya pun pecah di antara malam yang dingin dan sunyi.

Tak memiliki tempat lain, Danisa akhirnya pulang menuju kediaman kedua orang tuanya, berharap ada api kehangatan bagi mereka berdua yang telah diusir dari kediaman dan kehidupan suami sekaligus ayah bagi buah hati mereka satu-satunya. Tanpa terasa, taksi yang membawa Danisa beserta sang buah hati berhenti di sebuah rumah bergaya joglo yang cukup besar dan megah. Rumah yang terkesan 'kuno' itu masih tampak terang di bagian dalam. Sang supir yang membantu Danisa turun dari mobilnya segera membunyikan bel pintu rumah kediaman Baskoro Atmodjoyo. Beberapa kali dentingan bel berbunyi, namun tak jua seseorang menyapa dan membukakan pintu pagar.

"Tidak apa-apa, Pak. Terima kasih, banyak atas bantuannya. Saya bisa sendiri, Pak." Ucap Danisa tersenyum ramah.

"Ndak apa-apa, Mbak. Saya kasihan melihat Mbak dan anaknya yang sepertinya sangat kelelahan. Biar saya coba sekali lagi, ya, Mbak." Sang supir taksi itu pun akhirnya membunyikan bel sekali lagi dan tiba-tiba ....

"Apa kamu ga tahu ini sudah jam berapa, hah!"

Teriakan suara yang cukup keras mengagetkan Danisa dan sang supir taksi yang langsung menyembunyikan tangannya di belakang badannya.

"A---anu, Pak ... minta maaf, bukan maksud Danisa untuk membuat gaduh," ucap Danisa menundukkan kepalanya dan mendekap erat sang buah hati.

"Maaf, Pak, sebelumnya. Saya hanya membantu Mbak ini untuk membunyikan bel karena sepertinya mereka berdua sangat kelelahan." Sang supir mencoba memberikan penjelasan pada sosok kepala keluarga Atmodjoyo.

Dengan lirikan tajam dan wajah yang tak bersahabat, Baskoro dengan dingin dan lantang berkata, "Lalu, apa masih belum selesai? Bukankah pintu sudah kubuka? Silakan pergi kalau begitu!" Ucap Baskoro seakan mengusir secara tak langsung sang supir taksi baik hati itu.

"Baik, Pak. Permisi. Mbak, permisi." Ucap sang supir tersenyum ramah.

"Terima kasih, Pak, sudah membantu saya." Balas Danisa tersenyum ramah.

Akhirnya, tak lama kemudian tinggalah Danisa dan sang ayah yang berdiri tegak layaknya sebuah benteng kokoh di tepi laut yang curam, dengan melipat kedua tangannya ke depan dada, sang ayah kemudian berkata, "Masih punya muka kau datang ke rumah ini? Mana suamimu?"

Danisa hanya menundukkan kepala sambil melihat Alena yang masih tertidur pulas di tengah udara malam yang dingin kota Jogja.

"Siapa, Pak yang datang malam-malam begini?" Sang bunda, Nyonya Baskoro Atmodjoyo segera menghampiri sang suami dan betapa terkejutna dia ketika mengetahui bahwa Danisa dan sang cucu tengah berada di luar rumah.

"Pak! Kenapa ndak disuruh masuk Danisa? Ini sudah malam dan udara sangat dingin. Mesakne bayinya," sang bunda kemudian segera bergegas menghampiri keduanya dan mendorong kursi roda yang diduduki oleh Danisa.

"Hanya malam ini mereka boleh berada di sini! Esok, mereka harus segera angkat kaki dari rumah ini!" Ucap Baskoro melirik tajam ke arah Danisa dan sang buah hati.

"Tapi, Pak ...."

"Terima kasih, Pak, Bapak masih mau berkenan menerima saya dan Alena di rumah ini," balas Danisa dengan suara lirih.

"Bapak hanya tak ingin dicap sebagai orang tua yang tak memiliki hati dan perasaan! Dan perlu kau ingat, Danisa, Bapak melakukan ini bukan demi kau atau anakmu!" Baskoro langsung membalikkan badannya dan berjalan kembali ke kamarnya.

Danisa berusaha tegar dan tersenyum mendengar pernyataan sang ayah. Dengan menahan tangis, Danisa memandang wajah sang bunda yang terlihat sedikit tirus. "Apa Ibu baik-baik saja? Kenapa sekarang Ibu terlihat kurus?" tangan Danisa mengusap wajah sang bunda 

"Ibu baik-baik saja, Nduk. Ayo, kita masuk dulu. Kasian anakmu, dia pasti kedinginan." Senyum sang bunda.

"Ibu buatkan teh hangat dengan lemon kesukaanmu dulu, ya, Dan." Sang bunda kemudian segera bergegas menuju dapur untuk membuatkan teh hangat kesukaan Danisa.

"Dia kembali! Ngapain, sih wanita pembawa sial itu datang lagi ke rumah ini! Bikin malu aja! Apa kata orang-orang coba kalo tahu muka anaknya itu kaya ....hiiyyyy!" dengus Anya yang mengintip Danisa di balik kamarnya.

"Danisa, ini tehmu, Nduk." 

"Matur nuwun, Bu. Maaf, Danisa sudah buat repot keluarga malam-malam begini," ucapnya sambil tersenyum.

"Kamu ngmgong apa, sih, Dan. Siapa yang direpotkan? Ibu ndak merasa direpotkan, justru Ibu---Ibu ...." Tanpa sadar, Danisa mendengar isak tangis suara sang bunda.

"I---Ibu? Kenapa menangis? Ada apa?" tanya Danisa terkejut dan sang bunda langsung memeluk Danisa erat.

"Maaf, maafkan Ibu, Sayang. Jika tahu keadaannya akan seperti ini, Ibu tak akan izinkan kamu menikah dengan pria dari keluarga Khaidir itu." Isak tangis sang bunda memecah kesunyian ruang keluarga Baskoro.

"Itu .... sudah takdir, Bu. Danisa tak menyalahkan Ibu, Bapak, atau siapapun di rumah ini. Danisa sudah siap, kok Bu atas segala konsekuensi yang harus Danisa jalani." Senyum sang putri.

Tak ada kata lain selain pelukan hangat dari seorang ibu yang berusaha menenangkan pikiran dan mental seorang anak yang tengah didera prahara dalam hidupnya. Danisa pun seolah tak bisa lagi menahan air matanya dan dalam sekejap, seluruh tembok pertahanannya pun runtuh di hadapan sang bunda.

"Maafkan Danisa yang belum bisa membahagiakan Bapak dan Ibu. Maafkan Danisa jika selama ini ...."

"Ssstt, sudah--sudah, Nduk. Yang berlalu biarlah berlalu, sekarang kamu sudah di rumah. Ingat, kamu saat ini bukanlah kamu yang dulu. Alena saat ini membutuhkanmu, kamu harus kuat, Dan." Peluk erat sang bunda.

"Istirahatlah, Nduk. Kamu pasti sangat lelah. Alena juga sangat lelap di kamarmu." tambah sang bunda tersenyum.

"Terima kasih, Bu sudah mau menampung Danisa dan Alena."

Sang bunda hanya mengangguk dan mengecup kening sang putri sulung sambil berurai air mata.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Chira
good ...... i like the cerita
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Perempuan Terlarang   Bab 2 Pemuda Kampung

    "Rambutnya hitam legam bak mutiara Tahiti, kulitnya sawo matang seakan siap dimakan, tubuhnya tinggi semampai bak model luar negeri, gayanya anggun bak putri keraton, wajahnya ayu ... seperti orang Jawa pada umumnya ....""Kamu itu sedang ngomongin sopo, tho? Kok aku ga mudeng (mengerti), yo?" tanya Diaz, salah satu pemuda tampan dusun tempatnya tinggal."Moso kamu ndak ngerti, Nyo. Kuwi, lho si ayu ...." ucapnya seraya malu-malu dan tersenyum."Ayu? Ayu sopo? Ayu Wandira?" sahut Sinyo, teman satu kampus Diaz dan pemuda yang katanya tampangnya ga kalah sama Nicholas Saputra."Hush! Ngawur ae, bukan Ayu Wandira. Kui, putri dari Bapak Baskoro, pengusaha pakan ternak pindahan seko Jakarta," terang Diaz sambil memajukan bibirnya."Oalah ... mbok ngomong ket mau. Aku yo ndak ngerti, tho. Nek kui ho oh. Pancen josss tenan. Ga ada yan

    Last Updated : 2021-07-18
  • Perempuan Terlarang   Bab 3 Keluarga Baskoro Atmodjoyo

    Bang!!! Sebuah bantingan pintu yang cukup keras terdengar hingga ke seluruh rumah bernuansa joglo di perumahan elit kabupaten Bantul. Rumah dengan warna khas joglo, yaitu coklat gelap namun dengan gaya dan sentuhan modern milik keluarga Baskoro Atmodjoyo tersebut adalah satu-satunya bangunan joglo terbesar di perumahan elit kota pelajar itu. Bunyi bantingan dari pintu kayu jati berukir khas Jawa itu membuat salah satu penghuni rumah joglo itu, Raquela Danisa Baskoro atau yang biasa disapa Danisa terkejut dan segera mendatangi asal muasal sumber suara. Wanita cantik berusia 28 tahun itu segera mengetahui asal suara bantingan kencang itu berasal dari kamar sang adik, Anyelir Putri Baskoro dan segera mengetuk pintu adik tercintanya itu. "Anya ... Anya ... ini Kakak. Kamu kenapa?" tanya dengan lembut Danisa sambil mengetuk pintu. Tak ada jawaban.

    Last Updated : 2021-07-18
  • Perempuan Terlarang   Bab 4 Hujan Pembawa Kenangan

    Sore itu, langit Jogja tampak muram. Tak mentari, hanya mega hitam yang nampak di nabastala. Danisa yang telah selesai mengajar terpaksa harus menghentikan sepeda moto matic-nya karena hujan yang tak kunjung reda dan bertambah deras. Danisa yang ketika itu sedang mampir untuk berbelanja bahan kain di seputaran Malioboro berteduh di salah satu toko baju yang mirip dengan butik. Danisa yang sedikit basah kuyup di baju lengan panjang berwarna biru dongker dan rok pendek selutut warna hitam serta alas kaki teplek (datar) berteduh di depan toko pakaian tersebut. Matanya menyeloroh seputar jalanan Malioboro yang biasanya ramai namun hari ini tampak lengang karena hujan yang cukup deras."Hufftt, seandainya saja aku nurut apa kata ibu, pasti ga akan kehujanan seperti sekarang," keluh Danisa tanpa sadar ada sepasang netra yang mengawasi dirinya. Netra coklat bak elang gunung Merapi itu tak pernah lepas dari siluet Danisa yang menepuk-nepuk seragam meng

    Last Updated : 2021-07-18
  • Perempuan Terlarang   Bab 5 Pemuda Malu-malu Kucing

    Universitas Bulak Sumur, YogyakartaDentingan jam di tangan Anya menunjukkan pukul 7 malam. Masih ramai, sih jalanan depan kampusnya yang berada di Bulak Sumur itu. Namun, suasana sepi dan suasana kampus yang mulai sepi membuat Anya bergidik merinding. "Duh, kemana sih tu orang!? Lama amat, ga tau apa gue udah capek dan ... hiiiyyyy." Anya melihat sekeliling kampus yang mulai sepi dari mahasiswa.Anya yang menyelorohkan matanya ke kiri dan kanan, terkejut ketika ponselnya berdering dan bergetar di kantong jeans-nya. Secepat kilat, Anya merogoh kantongnya dan mengambil ponsel miliknya."Hah, baru diomong, dia telepon," ucap Anya mengangkat telepon dari sang kakak, Raquela Danisa Baskoro."Di mana? Aku udah nunggu sejam di sini!"[Iya, maaf. Tadi nyiapin teh buat ayah dulu. Beliau udah pulang kerja.]

    Last Updated : 2021-07-18
  • Perempuan Terlarang   Bab 6 Cemburu!

    Kediaman Baskoro Atmodjoyo Brukk!! Anya langsung merebahakan tubuhnya begitu sampai di kamarnya. Ekspresi kekesalan pun masih tampak di wajahnya. Sambil membenamkan kepalanya di bantal dan mengepalkan tangannya kencang, ia kemudian bergumam, "Kenapa Danisa selalu bisa menarik perhatian daripada aku? Padahal dari fisik aku ak jauh beda dengannya! Dari kepintaran, aku lebih pintar dari Danisa ... tapi kenapa? Kenapa semua laki-laki seakan bertekuk lutut jika sudah bertemu dengannya?" Anya teriak di antara benaman bantalnya. "Adikmu ga makan apa, Dan?" tanya sang Ibu melihat Anya langsung masuk ke kamarnya. "Ndak tahu, Bu. Mungkin dia sudah lelah atau mau Danisa panggil Anya untuk makan?" "Ndak ... ndak usah. Yo wes kalo adikmu sudah lelah. Biarkan dia ist

    Last Updated : 2021-07-18
  • Perempuan Terlarang   Bab 7 Masa Lalu Danisa - 1

    Jakarta, 3 tahun yang lalu. Seorang wanita sedang duduk sendiri di bangku berwarna putih di sebuah taman berbunga. Wanita yang mengenakan gaun potongan A-line warna putih dengan rambut hitam sebahu tergerai itu tampak sedang memegang boneka teddy bear warna coklat yang ia pakaikan jas pengantin warna biru gelap. Sambil tersenyum, wanita cantik nan anggun itu membelai dengan lembut sang teddy bear dan berkata, "Jika sang waktu memang mengizinkan kau dan aku bersatu, maka aku pasti akan menjadi mempelai wanita yang paling bahagia di seluruh penjuru dunia. Dan hingga saat itu tiba, aku akan selalu berada di sisimu, menjadi dinding sandaran bagimu dan menjadi alas sebagai penghilang lelahmu." "Benarkah begitu? Apa kau akan menjadi dinding dan alasku bagiku jika aku merasa lelah dan letih?" Suara bariton berat dan dalam terdengar dari arah belakang sang wanita. Rasa dag dig dug seketika menggelayut di hatinya. Jantung berdebar dan gugup langsung menerpa sikap sang

    Last Updated : 2021-08-04
  • Perempuan Terlarang   Bab 8 Masa Lalu Danisa - 2

    'Ternyata namanya Dendi. Aku harus cari tahu siapa dia sebenarnya dan bagaimana dia.' **** Kediaman Suryaatmadja "Tuan sudah pulang, saya sudah siapkan makan malam untuk Tuan." Ucap seorang pria paruh baya memakai seragam butler berdiri dan menundukkan setengah badannya di hadapan Dendi. "Nanti saja, Paman Jhon. Aku sedang tak lapar." Sahut Dendi segera masuk ke ruang kerjanya. Dendi Suryaatmadja, pria berusia 33 tahun, mapan, tampan, pengusaha serta CEO sebuah perusahaan ekspor-impor, D&S yang telah berskala internasional. Pujaan para kaum hawa dan seringkali menjadi model dadakan untuk mempromosikan perusahaannya. Tak ada yang tak mengetahui latar belakang keluarga Suryaatmadja, keluarga super kaya dan berkuasa serta memiliki pengaruh besar tak hanya di bisnis, namun juga di pemerintahan. Lahir dari keluarga yang begitu fantastis tak langsung membuat Dendi serta merta menjadi sosok yang angkuh dan dingin. Sebaliknya, dia adalah pri

    Last Updated : 2021-08-05
  • Perempuan Terlarang   Bab 9 Hati yang Terkoyak

    Danisa tak sengaja mendengar ucapan sarkasme sang ayah mengenai Dendi. Ingin sekali batinnya menyeruak dan mulutnya teriak kencang, tapi tak bisa. Danisa adalah seorang wanita yang terlalu penurut kedua orangtuanya. Tak seperti sang adik, Anyelir Putri Baskoro yang tomboy, bebas dan urakan. Danisa adalah kura-kura dalam tempurung yang selalu menyembunyikan segala sesuatu dari semua orang. Bahkan hubungannya yang telah berjalan cukup lama dengan Dendi pun, disembunyikannya dari kedua orangtuanya. Dan kini, setelah kepergian dan ketiadaan kabar sang kekasih, Danisa benar-benar kehilangan sandaran dan seakan dinding kokoh yang selama ini dibangunnya runtuh dalam sekejap. Ucapan sang ayah tentu saja menyakiti hatinya, tapi apa yang bisa ia lakukan? Tak ada selain menangis! Itulah yang ia lakukan tiap malam hingga membuat kedua matanya bengkak dan sembab. Maksud hati ingin menahan suara isak, namun justru sang ibu mendengarnya ketika berjalan melewati kamar Danisa. Sang ibu pun l

    Last Updated : 2021-08-05

Latest chapter

  • Perempuan Terlarang   Bab 9 Hati yang Terkoyak

    Danisa tak sengaja mendengar ucapan sarkasme sang ayah mengenai Dendi. Ingin sekali batinnya menyeruak dan mulutnya teriak kencang, tapi tak bisa. Danisa adalah seorang wanita yang terlalu penurut kedua orangtuanya. Tak seperti sang adik, Anyelir Putri Baskoro yang tomboy, bebas dan urakan. Danisa adalah kura-kura dalam tempurung yang selalu menyembunyikan segala sesuatu dari semua orang. Bahkan hubungannya yang telah berjalan cukup lama dengan Dendi pun, disembunyikannya dari kedua orangtuanya. Dan kini, setelah kepergian dan ketiadaan kabar sang kekasih, Danisa benar-benar kehilangan sandaran dan seakan dinding kokoh yang selama ini dibangunnya runtuh dalam sekejap. Ucapan sang ayah tentu saja menyakiti hatinya, tapi apa yang bisa ia lakukan? Tak ada selain menangis! Itulah yang ia lakukan tiap malam hingga membuat kedua matanya bengkak dan sembab. Maksud hati ingin menahan suara isak, namun justru sang ibu mendengarnya ketika berjalan melewati kamar Danisa. Sang ibu pun l

  • Perempuan Terlarang   Bab 8 Masa Lalu Danisa - 2

    'Ternyata namanya Dendi. Aku harus cari tahu siapa dia sebenarnya dan bagaimana dia.' **** Kediaman Suryaatmadja "Tuan sudah pulang, saya sudah siapkan makan malam untuk Tuan." Ucap seorang pria paruh baya memakai seragam butler berdiri dan menundukkan setengah badannya di hadapan Dendi. "Nanti saja, Paman Jhon. Aku sedang tak lapar." Sahut Dendi segera masuk ke ruang kerjanya. Dendi Suryaatmadja, pria berusia 33 tahun, mapan, tampan, pengusaha serta CEO sebuah perusahaan ekspor-impor, D&S yang telah berskala internasional. Pujaan para kaum hawa dan seringkali menjadi model dadakan untuk mempromosikan perusahaannya. Tak ada yang tak mengetahui latar belakang keluarga Suryaatmadja, keluarga super kaya dan berkuasa serta memiliki pengaruh besar tak hanya di bisnis, namun juga di pemerintahan. Lahir dari keluarga yang begitu fantastis tak langsung membuat Dendi serta merta menjadi sosok yang angkuh dan dingin. Sebaliknya, dia adalah pri

  • Perempuan Terlarang   Bab 7 Masa Lalu Danisa - 1

    Jakarta, 3 tahun yang lalu. Seorang wanita sedang duduk sendiri di bangku berwarna putih di sebuah taman berbunga. Wanita yang mengenakan gaun potongan A-line warna putih dengan rambut hitam sebahu tergerai itu tampak sedang memegang boneka teddy bear warna coklat yang ia pakaikan jas pengantin warna biru gelap. Sambil tersenyum, wanita cantik nan anggun itu membelai dengan lembut sang teddy bear dan berkata, "Jika sang waktu memang mengizinkan kau dan aku bersatu, maka aku pasti akan menjadi mempelai wanita yang paling bahagia di seluruh penjuru dunia. Dan hingga saat itu tiba, aku akan selalu berada di sisimu, menjadi dinding sandaran bagimu dan menjadi alas sebagai penghilang lelahmu." "Benarkah begitu? Apa kau akan menjadi dinding dan alasku bagiku jika aku merasa lelah dan letih?" Suara bariton berat dan dalam terdengar dari arah belakang sang wanita. Rasa dag dig dug seketika menggelayut di hatinya. Jantung berdebar dan gugup langsung menerpa sikap sang

  • Perempuan Terlarang   Bab 6 Cemburu!

    Kediaman Baskoro Atmodjoyo Brukk!! Anya langsung merebahakan tubuhnya begitu sampai di kamarnya. Ekspresi kekesalan pun masih tampak di wajahnya. Sambil membenamkan kepalanya di bantal dan mengepalkan tangannya kencang, ia kemudian bergumam, "Kenapa Danisa selalu bisa menarik perhatian daripada aku? Padahal dari fisik aku ak jauh beda dengannya! Dari kepintaran, aku lebih pintar dari Danisa ... tapi kenapa? Kenapa semua laki-laki seakan bertekuk lutut jika sudah bertemu dengannya?" Anya teriak di antara benaman bantalnya. "Adikmu ga makan apa, Dan?" tanya sang Ibu melihat Anya langsung masuk ke kamarnya. "Ndak tahu, Bu. Mungkin dia sudah lelah atau mau Danisa panggil Anya untuk makan?" "Ndak ... ndak usah. Yo wes kalo adikmu sudah lelah. Biarkan dia ist

  • Perempuan Terlarang   Bab 5 Pemuda Malu-malu Kucing

    Universitas Bulak Sumur, YogyakartaDentingan jam di tangan Anya menunjukkan pukul 7 malam. Masih ramai, sih jalanan depan kampusnya yang berada di Bulak Sumur itu. Namun, suasana sepi dan suasana kampus yang mulai sepi membuat Anya bergidik merinding. "Duh, kemana sih tu orang!? Lama amat, ga tau apa gue udah capek dan ... hiiiyyyy." Anya melihat sekeliling kampus yang mulai sepi dari mahasiswa.Anya yang menyelorohkan matanya ke kiri dan kanan, terkejut ketika ponselnya berdering dan bergetar di kantong jeans-nya. Secepat kilat, Anya merogoh kantongnya dan mengambil ponsel miliknya."Hah, baru diomong, dia telepon," ucap Anya mengangkat telepon dari sang kakak, Raquela Danisa Baskoro."Di mana? Aku udah nunggu sejam di sini!"[Iya, maaf. Tadi nyiapin teh buat ayah dulu. Beliau udah pulang kerja.]

  • Perempuan Terlarang   Bab 4 Hujan Pembawa Kenangan

    Sore itu, langit Jogja tampak muram. Tak mentari, hanya mega hitam yang nampak di nabastala. Danisa yang telah selesai mengajar terpaksa harus menghentikan sepeda moto matic-nya karena hujan yang tak kunjung reda dan bertambah deras. Danisa yang ketika itu sedang mampir untuk berbelanja bahan kain di seputaran Malioboro berteduh di salah satu toko baju yang mirip dengan butik. Danisa yang sedikit basah kuyup di baju lengan panjang berwarna biru dongker dan rok pendek selutut warna hitam serta alas kaki teplek (datar) berteduh di depan toko pakaian tersebut. Matanya menyeloroh seputar jalanan Malioboro yang biasanya ramai namun hari ini tampak lengang karena hujan yang cukup deras."Hufftt, seandainya saja aku nurut apa kata ibu, pasti ga akan kehujanan seperti sekarang," keluh Danisa tanpa sadar ada sepasang netra yang mengawasi dirinya. Netra coklat bak elang gunung Merapi itu tak pernah lepas dari siluet Danisa yang menepuk-nepuk seragam meng

  • Perempuan Terlarang   Bab 3 Keluarga Baskoro Atmodjoyo

    Bang!!! Sebuah bantingan pintu yang cukup keras terdengar hingga ke seluruh rumah bernuansa joglo di perumahan elit kabupaten Bantul. Rumah dengan warna khas joglo, yaitu coklat gelap namun dengan gaya dan sentuhan modern milik keluarga Baskoro Atmodjoyo tersebut adalah satu-satunya bangunan joglo terbesar di perumahan elit kota pelajar itu. Bunyi bantingan dari pintu kayu jati berukir khas Jawa itu membuat salah satu penghuni rumah joglo itu, Raquela Danisa Baskoro atau yang biasa disapa Danisa terkejut dan segera mendatangi asal muasal sumber suara. Wanita cantik berusia 28 tahun itu segera mengetahui asal suara bantingan kencang itu berasal dari kamar sang adik, Anyelir Putri Baskoro dan segera mengetuk pintu adik tercintanya itu. "Anya ... Anya ... ini Kakak. Kamu kenapa?" tanya dengan lembut Danisa sambil mengetuk pintu. Tak ada jawaban.

  • Perempuan Terlarang   Bab 2 Pemuda Kampung

    "Rambutnya hitam legam bak mutiara Tahiti, kulitnya sawo matang seakan siap dimakan, tubuhnya tinggi semampai bak model luar negeri, gayanya anggun bak putri keraton, wajahnya ayu ... seperti orang Jawa pada umumnya ....""Kamu itu sedang ngomongin sopo, tho? Kok aku ga mudeng (mengerti), yo?" tanya Diaz, salah satu pemuda tampan dusun tempatnya tinggal."Moso kamu ndak ngerti, Nyo. Kuwi, lho si ayu ...." ucapnya seraya malu-malu dan tersenyum."Ayu? Ayu sopo? Ayu Wandira?" sahut Sinyo, teman satu kampus Diaz dan pemuda yang katanya tampangnya ga kalah sama Nicholas Saputra."Hush! Ngawur ae, bukan Ayu Wandira. Kui, putri dari Bapak Baskoro, pengusaha pakan ternak pindahan seko Jakarta," terang Diaz sambil memajukan bibirnya."Oalah ... mbok ngomong ket mau. Aku yo ndak ngerti, tho. Nek kui ho oh. Pancen josss tenan. Ga ada yan

  • Perempuan Terlarang   Bab 1 Prolog

    "Keluar dari sini, sekarang! Aku tak ingin melihatmu apalagi anakmu ada di dalam rumah ini! Melihatnya saja sudah buatku jijik, apalagi jika aku harus menyentuhnya! Pergi!!" Suara hardikan keras keluar dari mulut seorang pria pada seorang wanita di atas kursi roda yang tengah menggendong bayi yang masih berwarna merah. Dengan menahan tangisnya, sang wanita yang tak lain adalah istri dari pria tersebut berkali-kali memohon dengan iba dan penuh harap agar sang suami mau menerima sang bayi yang tak berdosa dan tak mengerti apa pun juga. "Mas, aku mohon biar bagaimana pun juga, anak ini adalah darah dagingmu, bagaimana bisa Mas memperlakukan anak sendiri seperti ini?" lirih sang istri sambil memeluk sang buah hati yang tertidur pulas di atas pangkuannya. "Heh, perempuan pembawa sial! Asal kamu tahu, ya menyesal aku telah menikahkan kamu dan putraku satu-satunya! Dan asal kamu tahu, Farid ini adalah penerus perusahaan keluarga, jadi wajar jika ia merasa malu harus

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status