Home / Romansa / Perempuan Terlarang / Bab 5 Pemuda Malu-malu Kucing

Share

Bab 5 Pemuda Malu-malu Kucing

Author: athena_vivian
last update Last Updated: 2021-07-18 00:46:12

Universitas Bulak Sumur, Yogyakarta

Dentingan jam di tangan Anya menunjukkan pukul 7 malam. Masih ramai, sih jalanan depan kampusnya yang berada di Bulak Sumur itu. Namun, suasana sepi dan suasana kampus yang mulai sepi membuat Anya bergidik merinding. "Duh, kemana sih tu orang!? Lama amat, ga tau apa gue udah capek dan ... hiiiyyyy." Anya melihat sekeliling kampus yang mulai sepi dari mahasiswa.

Anya yang menyelorohkan matanya ke kiri dan kanan, terkejut ketika ponselnya berdering dan bergetar di kantong jeans-nya. Secepat kilat, Anya merogoh kantongnya dan mengambil ponsel miliknya.

"Hah, baru diomong, dia telepon," ucap Anya mengangkat telepon dari sang kakak, Raquela Danisa Baskoro.

"Di mana? Aku udah nunggu sejam di sini!"

[Iya, maaf. Tadi nyiapin teh buat ayah dulu. Beliau udah pulang kerja.]

"Hah! Ya udah ... ya udah!! Cepetan deh Kakak ke sini! Serem tau ga, sih!"

[Hahaaha, iya adikku sayang.]

Danisa dan Anya sama-sama mematikan ponselnya. Langit Jogja semakin malam, udara pun semakin dingin. Meskipun agak jauh dari kata gunung, namun tetap saja udara gunung yang dingin menusuk hingga tulang. Anya yang memang tak tahan dengan udara dingin segera merapat ke dinding kampus bak cicak merayap di dinding. Semakin lama kampus semakin hening. Membuatnya semakin berpikir macam-macam.

"Anya?" suara seorang laki-laki dengan sangat jelas memanggilnya dari arah samping kiri Anya.

Tak langsung menoleh, karena lampu kampus yang ada di sebelah kiri Anya padam. Matanya dia pejamkan seraya komat-kamit membaca entah apa yang dia baca. Suara derap langkah kaki terdengar mantap menghampiri Anya! Seketika itu pula, keringat dinginnya langsung mengucur dan tangannya gemetar.

"Anya, ini aku. Diaz," ucap laki-laki itu sambil menepuk pelan bahu Anya.

Perlahan, Anya membuka matanya dan melihat seorang laki-laki tampan dan tinggi berdiri di depannya dan itu memang Diaz, pemuda kampung yang dikenal malu-malu terhadap perempuan.

"Elo eh, kamu!!" seru Anya tak kuasa menahan takut sekaligus malu.

"Kamu kenapa masih di sini? Kok ndak pulang?" tanya Diaz heran.

"Sapa juga yang masih betah di sini! Aku tadinya mau pulang, terus motorku kempes ... jadi, ya ..." Anya menunjukkan motor matic warna hitam dengan gambar salah satu kartun Jepang favoritnya.

"Walah, kebanan (ban bocor), tho ... lha, terus kamu kenapa ndak cari tukang tambal ban? 'Kan banyak tukang tambal ban di sekitar kampus, An." Sahut Diaz seraya memeriksa ban motor Anya dan mencari tahu penyebab ban temannya itu bocor.

"Males!!" sahut singkat Anya.

Diaz langsung melirik gadis itu dan hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"Kenapa senyum-senyum? Ada yang aneh ato lucu?" tanya sedikit sinis gadis tomboy itu sambil melihat ke arah Diaz. 

"Iya, lucu. Orang banyak tukang tambal ban, kamu malah ga mau ke sana. Kalo malas, kamu sampai kapan pun ga akan maju-maju, An." Celetuk Diaz masih memeriksa ban motor Anya.

"Hnnnn, mulai deh keluar wejangan (nasihatnya)!" balasnya dengan bibir yang sedikit dimajukan.

Diaz hanya tersenyum geli melihat tingkah laku Anya seperti anak kecil. Diam-diam, Anya tersenyum manis melihat dirinya dan Diaz bisa sedekat ini di bawah rintik hujan yang walaupun dingin tapi memberi kehangatan di hatinya. "Gue harap gue bisa terus kaya gini. Dekat dan semakin ...."

"Anya!!!" suara seorang wanita seraya melambai-lambaikan tangan ke arah parkiran sepeda motor dan membuyarkan lamunan indah Anya. 

"Hnnn, kenapa dia mesti dateng di saat Diaz lagi di sini, sih!? Bikin mood gue ancur!!" dengus Anya kesal.

"Anya," sesosok perempuan dengan rambut hitam sebahu menyambangi mereka berdua smbil membawa payung putih. "Maaf, ya, Kakak terlambat," tambah Danisa diikuti senyum gingsulnya dan surai hitam miliknya yang basah karena rintik hujan.

"Hnnn." balas Anya dengan wajah masam.

Diaz yang sedang berada di bawah dan memeriksa ban motor Anya, tampak konsen sehingga tak mengetahui kedatangan sang tetangga idaman. Anya yang sekilas melirik Diaz bergumam, "Bagus, Diaz ga tahu kalo Danisa di sini!" Dan dia mengajak Danisa pergi ke menjauh dari motornya.

"Lho, An. Kenapa kita malah menjauh dari motor kamu?" tanya Danisa bingung.

"Mmmm ... enggak apa-apa kok, Kak. Anya cuma lihat rambut Kak Danis basah, bukan? Nanti masuk angin lagi. Kan perjalanan ke kampus Anya dari rumah lumayan jauh," alasan Anya menarik sedikit kasar pergelangan tangan Danisa.

"Ouch, An, sakit. Kenapa Kakak ditarik-tarik, sih!" Danisa mulai kesal dengan sang adik.

"Udah, ayo Kak, cepet! Nanti hujannya tambah lebat." Belum sampai Anya membawa Danisa pergi menjauh, tiba-tiba Diaz berteriak ke arah Anya dan sedikit membuat Danisa terkejut 

"An ... An ... Anya! Mau ke mana kamu? Iki, lho banmu ternyata bocor kena paku. Aku udah raba-raba ternyata memang iyo, kena paku." Jelas Diaz netranya kemudian teralihkan ke arah Danisa yang berdiri di sebelah Anya.

"Aduhhhh, kenapa ni cowok mesti sekarang, sih sadarnyaaaa!!" kesal Anya dalam hati.

Danisa segera melepaskan genggaman tangan Anya di pergelangan tangan miliknya dan langsung menghampiri pemuda yang tadi bicara pada sang adik.

"Kamu, siapa?" tanya Danisa ramah.

"Ampuuuunnnnnn deh gue!!" kesal Anya melihat sikap sang kakak yang SKSD (sok kenal sok dekat) langsung menghampiri Diaz.

"Saya Diaz Asmadibrata, teman satu kampus Anya tapi beda jurusan." Balas Diaz sambil tersenyum ramah.

"Hai, aku Danisa, kakak Anya." Balasnya sambil tersenyum.

"Ehem, Az, ini ujan lho. Kamu ga pulang aja. Bukannya tadi kamu buru-buru?" sahut Anya ketus.

"Eh, e---enggak, kok. Aku lagi ga buru-buru. Sapa juga yang mau pulang cepet? Iki lho, motormu dandakke, sek (motornu benerin dulu ini)," celetuk Diaz sambil melirik Danisa.

Danisa hanya tersenyum geli melihat dua remaja yang sedang beranjak dewasa berperilaku seperti anak kecil.

"Tapi kami akan pulang. Di mana rumah kamu, Diaz?" tanya Danisa lagi.

"Itu, Kak, di ...."

"Kepo banget, sih Kakak! Udah, ah! Ayo pulang!" ajak Anya langsung menarik tangan Danisa paksa.

"E ...." teriak Danisa.

"Katanya suruh pulang cepet!? Giliran udah cepet, Kakak yang lambat kaya kura-kura!" kesal Anya.

Danisa hanya diam mendengar ocehan sang adik yang tak biasanya. Dirinya pun pasrah Anya menarik pergelangan tangannya kasar hingga sakit. Sementara itu, Diaz yang melihat sikap Anya terhadap sang kakak hanya bisa mengelus dada sembari berujar, "Apa seperti itu sikap seorang adik terhadap kakaknya, ya? Melasi tenan nasib e Danisa (kasian banget nasib Danisa)."

Membalikkan badan, Diaz melihat sepeda motor Anya yang masih terparkir di halaman kampus, "An ..." netra Diaz tak lagi dapat melihat Anya dan Danisa di sekitaran kampus. "Hah, ya sudahlah, mungkin besok akan diambil. Tapi ...." Tanpa sepengetahuan Anya, Diaz membawa sepeda motor milik temannya itu ke bengkel dekat kampus dan menambalnya.

Related chapters

  • Perempuan Terlarang   Bab 6 Cemburu!

    Kediaman Baskoro Atmodjoyo Brukk!! Anya langsung merebahakan tubuhnya begitu sampai di kamarnya. Ekspresi kekesalan pun masih tampak di wajahnya. Sambil membenamkan kepalanya di bantal dan mengepalkan tangannya kencang, ia kemudian bergumam, "Kenapa Danisa selalu bisa menarik perhatian daripada aku? Padahal dari fisik aku ak jauh beda dengannya! Dari kepintaran, aku lebih pintar dari Danisa ... tapi kenapa? Kenapa semua laki-laki seakan bertekuk lutut jika sudah bertemu dengannya?" Anya teriak di antara benaman bantalnya. "Adikmu ga makan apa, Dan?" tanya sang Ibu melihat Anya langsung masuk ke kamarnya. "Ndak tahu, Bu. Mungkin dia sudah lelah atau mau Danisa panggil Anya untuk makan?" "Ndak ... ndak usah. Yo wes kalo adikmu sudah lelah. Biarkan dia ist

    Last Updated : 2021-07-18
  • Perempuan Terlarang   Bab 7 Masa Lalu Danisa - 1

    Jakarta, 3 tahun yang lalu. Seorang wanita sedang duduk sendiri di bangku berwarna putih di sebuah taman berbunga. Wanita yang mengenakan gaun potongan A-line warna putih dengan rambut hitam sebahu tergerai itu tampak sedang memegang boneka teddy bear warna coklat yang ia pakaikan jas pengantin warna biru gelap. Sambil tersenyum, wanita cantik nan anggun itu membelai dengan lembut sang teddy bear dan berkata, "Jika sang waktu memang mengizinkan kau dan aku bersatu, maka aku pasti akan menjadi mempelai wanita yang paling bahagia di seluruh penjuru dunia. Dan hingga saat itu tiba, aku akan selalu berada di sisimu, menjadi dinding sandaran bagimu dan menjadi alas sebagai penghilang lelahmu." "Benarkah begitu? Apa kau akan menjadi dinding dan alasku bagiku jika aku merasa lelah dan letih?" Suara bariton berat dan dalam terdengar dari arah belakang sang wanita. Rasa dag dig dug seketika menggelayut di hatinya. Jantung berdebar dan gugup langsung menerpa sikap sang

    Last Updated : 2021-08-04
  • Perempuan Terlarang   Bab 8 Masa Lalu Danisa - 2

    'Ternyata namanya Dendi. Aku harus cari tahu siapa dia sebenarnya dan bagaimana dia.' **** Kediaman Suryaatmadja "Tuan sudah pulang, saya sudah siapkan makan malam untuk Tuan." Ucap seorang pria paruh baya memakai seragam butler berdiri dan menundukkan setengah badannya di hadapan Dendi. "Nanti saja, Paman Jhon. Aku sedang tak lapar." Sahut Dendi segera masuk ke ruang kerjanya. Dendi Suryaatmadja, pria berusia 33 tahun, mapan, tampan, pengusaha serta CEO sebuah perusahaan ekspor-impor, D&S yang telah berskala internasional. Pujaan para kaum hawa dan seringkali menjadi model dadakan untuk mempromosikan perusahaannya. Tak ada yang tak mengetahui latar belakang keluarga Suryaatmadja, keluarga super kaya dan berkuasa serta memiliki pengaruh besar tak hanya di bisnis, namun juga di pemerintahan. Lahir dari keluarga yang begitu fantastis tak langsung membuat Dendi serta merta menjadi sosok yang angkuh dan dingin. Sebaliknya, dia adalah pri

    Last Updated : 2021-08-05
  • Perempuan Terlarang   Bab 9 Hati yang Terkoyak

    Danisa tak sengaja mendengar ucapan sarkasme sang ayah mengenai Dendi. Ingin sekali batinnya menyeruak dan mulutnya teriak kencang, tapi tak bisa. Danisa adalah seorang wanita yang terlalu penurut kedua orangtuanya. Tak seperti sang adik, Anyelir Putri Baskoro yang tomboy, bebas dan urakan. Danisa adalah kura-kura dalam tempurung yang selalu menyembunyikan segala sesuatu dari semua orang. Bahkan hubungannya yang telah berjalan cukup lama dengan Dendi pun, disembunyikannya dari kedua orangtuanya. Dan kini, setelah kepergian dan ketiadaan kabar sang kekasih, Danisa benar-benar kehilangan sandaran dan seakan dinding kokoh yang selama ini dibangunnya runtuh dalam sekejap. Ucapan sang ayah tentu saja menyakiti hatinya, tapi apa yang bisa ia lakukan? Tak ada selain menangis! Itulah yang ia lakukan tiap malam hingga membuat kedua matanya bengkak dan sembab. Maksud hati ingin menahan suara isak, namun justru sang ibu mendengarnya ketika berjalan melewati kamar Danisa. Sang ibu pun l

    Last Updated : 2021-08-05
  • Perempuan Terlarang   Bab 1 Prolog

    "Keluar dari sini, sekarang! Aku tak ingin melihatmu apalagi anakmu ada di dalam rumah ini! Melihatnya saja sudah buatku jijik, apalagi jika aku harus menyentuhnya! Pergi!!" Suara hardikan keras keluar dari mulut seorang pria pada seorang wanita di atas kursi roda yang tengah menggendong bayi yang masih berwarna merah. Dengan menahan tangisnya, sang wanita yang tak lain adalah istri dari pria tersebut berkali-kali memohon dengan iba dan penuh harap agar sang suami mau menerima sang bayi yang tak berdosa dan tak mengerti apa pun juga. "Mas, aku mohon biar bagaimana pun juga, anak ini adalah darah dagingmu, bagaimana bisa Mas memperlakukan anak sendiri seperti ini?" lirih sang istri sambil memeluk sang buah hati yang tertidur pulas di atas pangkuannya. "Heh, perempuan pembawa sial! Asal kamu tahu, ya menyesal aku telah menikahkan kamu dan putraku satu-satunya! Dan asal kamu tahu, Farid ini adalah penerus perusahaan keluarga, jadi wajar jika ia merasa malu harus

    Last Updated : 2021-07-17
  • Perempuan Terlarang   Bab 2 Pemuda Kampung

    "Rambutnya hitam legam bak mutiara Tahiti, kulitnya sawo matang seakan siap dimakan, tubuhnya tinggi semampai bak model luar negeri, gayanya anggun bak putri keraton, wajahnya ayu ... seperti orang Jawa pada umumnya ....""Kamu itu sedang ngomongin sopo, tho? Kok aku ga mudeng (mengerti), yo?" tanya Diaz, salah satu pemuda tampan dusun tempatnya tinggal."Moso kamu ndak ngerti, Nyo. Kuwi, lho si ayu ...." ucapnya seraya malu-malu dan tersenyum."Ayu? Ayu sopo? Ayu Wandira?" sahut Sinyo, teman satu kampus Diaz dan pemuda yang katanya tampangnya ga kalah sama Nicholas Saputra."Hush! Ngawur ae, bukan Ayu Wandira. Kui, putri dari Bapak Baskoro, pengusaha pakan ternak pindahan seko Jakarta," terang Diaz sambil memajukan bibirnya."Oalah ... mbok ngomong ket mau. Aku yo ndak ngerti, tho. Nek kui ho oh. Pancen josss tenan. Ga ada yan

    Last Updated : 2021-07-18
  • Perempuan Terlarang   Bab 3 Keluarga Baskoro Atmodjoyo

    Bang!!! Sebuah bantingan pintu yang cukup keras terdengar hingga ke seluruh rumah bernuansa joglo di perumahan elit kabupaten Bantul. Rumah dengan warna khas joglo, yaitu coklat gelap namun dengan gaya dan sentuhan modern milik keluarga Baskoro Atmodjoyo tersebut adalah satu-satunya bangunan joglo terbesar di perumahan elit kota pelajar itu. Bunyi bantingan dari pintu kayu jati berukir khas Jawa itu membuat salah satu penghuni rumah joglo itu, Raquela Danisa Baskoro atau yang biasa disapa Danisa terkejut dan segera mendatangi asal muasal sumber suara. Wanita cantik berusia 28 tahun itu segera mengetahui asal suara bantingan kencang itu berasal dari kamar sang adik, Anyelir Putri Baskoro dan segera mengetuk pintu adik tercintanya itu. "Anya ... Anya ... ini Kakak. Kamu kenapa?" tanya dengan lembut Danisa sambil mengetuk pintu. Tak ada jawaban.

    Last Updated : 2021-07-18
  • Perempuan Terlarang   Bab 4 Hujan Pembawa Kenangan

    Sore itu, langit Jogja tampak muram. Tak mentari, hanya mega hitam yang nampak di nabastala. Danisa yang telah selesai mengajar terpaksa harus menghentikan sepeda moto matic-nya karena hujan yang tak kunjung reda dan bertambah deras. Danisa yang ketika itu sedang mampir untuk berbelanja bahan kain di seputaran Malioboro berteduh di salah satu toko baju yang mirip dengan butik. Danisa yang sedikit basah kuyup di baju lengan panjang berwarna biru dongker dan rok pendek selutut warna hitam serta alas kaki teplek (datar) berteduh di depan toko pakaian tersebut. Matanya menyeloroh seputar jalanan Malioboro yang biasanya ramai namun hari ini tampak lengang karena hujan yang cukup deras."Hufftt, seandainya saja aku nurut apa kata ibu, pasti ga akan kehujanan seperti sekarang," keluh Danisa tanpa sadar ada sepasang netra yang mengawasi dirinya. Netra coklat bak elang gunung Merapi itu tak pernah lepas dari siluet Danisa yang menepuk-nepuk seragam meng

    Last Updated : 2021-07-18

Latest chapter

  • Perempuan Terlarang   Bab 9 Hati yang Terkoyak

    Danisa tak sengaja mendengar ucapan sarkasme sang ayah mengenai Dendi. Ingin sekali batinnya menyeruak dan mulutnya teriak kencang, tapi tak bisa. Danisa adalah seorang wanita yang terlalu penurut kedua orangtuanya. Tak seperti sang adik, Anyelir Putri Baskoro yang tomboy, bebas dan urakan. Danisa adalah kura-kura dalam tempurung yang selalu menyembunyikan segala sesuatu dari semua orang. Bahkan hubungannya yang telah berjalan cukup lama dengan Dendi pun, disembunyikannya dari kedua orangtuanya. Dan kini, setelah kepergian dan ketiadaan kabar sang kekasih, Danisa benar-benar kehilangan sandaran dan seakan dinding kokoh yang selama ini dibangunnya runtuh dalam sekejap. Ucapan sang ayah tentu saja menyakiti hatinya, tapi apa yang bisa ia lakukan? Tak ada selain menangis! Itulah yang ia lakukan tiap malam hingga membuat kedua matanya bengkak dan sembab. Maksud hati ingin menahan suara isak, namun justru sang ibu mendengarnya ketika berjalan melewati kamar Danisa. Sang ibu pun l

  • Perempuan Terlarang   Bab 8 Masa Lalu Danisa - 2

    'Ternyata namanya Dendi. Aku harus cari tahu siapa dia sebenarnya dan bagaimana dia.' **** Kediaman Suryaatmadja "Tuan sudah pulang, saya sudah siapkan makan malam untuk Tuan." Ucap seorang pria paruh baya memakai seragam butler berdiri dan menundukkan setengah badannya di hadapan Dendi. "Nanti saja, Paman Jhon. Aku sedang tak lapar." Sahut Dendi segera masuk ke ruang kerjanya. Dendi Suryaatmadja, pria berusia 33 tahun, mapan, tampan, pengusaha serta CEO sebuah perusahaan ekspor-impor, D&S yang telah berskala internasional. Pujaan para kaum hawa dan seringkali menjadi model dadakan untuk mempromosikan perusahaannya. Tak ada yang tak mengetahui latar belakang keluarga Suryaatmadja, keluarga super kaya dan berkuasa serta memiliki pengaruh besar tak hanya di bisnis, namun juga di pemerintahan. Lahir dari keluarga yang begitu fantastis tak langsung membuat Dendi serta merta menjadi sosok yang angkuh dan dingin. Sebaliknya, dia adalah pri

  • Perempuan Terlarang   Bab 7 Masa Lalu Danisa - 1

    Jakarta, 3 tahun yang lalu. Seorang wanita sedang duduk sendiri di bangku berwarna putih di sebuah taman berbunga. Wanita yang mengenakan gaun potongan A-line warna putih dengan rambut hitam sebahu tergerai itu tampak sedang memegang boneka teddy bear warna coklat yang ia pakaikan jas pengantin warna biru gelap. Sambil tersenyum, wanita cantik nan anggun itu membelai dengan lembut sang teddy bear dan berkata, "Jika sang waktu memang mengizinkan kau dan aku bersatu, maka aku pasti akan menjadi mempelai wanita yang paling bahagia di seluruh penjuru dunia. Dan hingga saat itu tiba, aku akan selalu berada di sisimu, menjadi dinding sandaran bagimu dan menjadi alas sebagai penghilang lelahmu." "Benarkah begitu? Apa kau akan menjadi dinding dan alasku bagiku jika aku merasa lelah dan letih?" Suara bariton berat dan dalam terdengar dari arah belakang sang wanita. Rasa dag dig dug seketika menggelayut di hatinya. Jantung berdebar dan gugup langsung menerpa sikap sang

  • Perempuan Terlarang   Bab 6 Cemburu!

    Kediaman Baskoro Atmodjoyo Brukk!! Anya langsung merebahakan tubuhnya begitu sampai di kamarnya. Ekspresi kekesalan pun masih tampak di wajahnya. Sambil membenamkan kepalanya di bantal dan mengepalkan tangannya kencang, ia kemudian bergumam, "Kenapa Danisa selalu bisa menarik perhatian daripada aku? Padahal dari fisik aku ak jauh beda dengannya! Dari kepintaran, aku lebih pintar dari Danisa ... tapi kenapa? Kenapa semua laki-laki seakan bertekuk lutut jika sudah bertemu dengannya?" Anya teriak di antara benaman bantalnya. "Adikmu ga makan apa, Dan?" tanya sang Ibu melihat Anya langsung masuk ke kamarnya. "Ndak tahu, Bu. Mungkin dia sudah lelah atau mau Danisa panggil Anya untuk makan?" "Ndak ... ndak usah. Yo wes kalo adikmu sudah lelah. Biarkan dia ist

  • Perempuan Terlarang   Bab 5 Pemuda Malu-malu Kucing

    Universitas Bulak Sumur, YogyakartaDentingan jam di tangan Anya menunjukkan pukul 7 malam. Masih ramai, sih jalanan depan kampusnya yang berada di Bulak Sumur itu. Namun, suasana sepi dan suasana kampus yang mulai sepi membuat Anya bergidik merinding. "Duh, kemana sih tu orang!? Lama amat, ga tau apa gue udah capek dan ... hiiiyyyy." Anya melihat sekeliling kampus yang mulai sepi dari mahasiswa.Anya yang menyelorohkan matanya ke kiri dan kanan, terkejut ketika ponselnya berdering dan bergetar di kantong jeans-nya. Secepat kilat, Anya merogoh kantongnya dan mengambil ponsel miliknya."Hah, baru diomong, dia telepon," ucap Anya mengangkat telepon dari sang kakak, Raquela Danisa Baskoro."Di mana? Aku udah nunggu sejam di sini!"[Iya, maaf. Tadi nyiapin teh buat ayah dulu. Beliau udah pulang kerja.]

  • Perempuan Terlarang   Bab 4 Hujan Pembawa Kenangan

    Sore itu, langit Jogja tampak muram. Tak mentari, hanya mega hitam yang nampak di nabastala. Danisa yang telah selesai mengajar terpaksa harus menghentikan sepeda moto matic-nya karena hujan yang tak kunjung reda dan bertambah deras. Danisa yang ketika itu sedang mampir untuk berbelanja bahan kain di seputaran Malioboro berteduh di salah satu toko baju yang mirip dengan butik. Danisa yang sedikit basah kuyup di baju lengan panjang berwarna biru dongker dan rok pendek selutut warna hitam serta alas kaki teplek (datar) berteduh di depan toko pakaian tersebut. Matanya menyeloroh seputar jalanan Malioboro yang biasanya ramai namun hari ini tampak lengang karena hujan yang cukup deras."Hufftt, seandainya saja aku nurut apa kata ibu, pasti ga akan kehujanan seperti sekarang," keluh Danisa tanpa sadar ada sepasang netra yang mengawasi dirinya. Netra coklat bak elang gunung Merapi itu tak pernah lepas dari siluet Danisa yang menepuk-nepuk seragam meng

  • Perempuan Terlarang   Bab 3 Keluarga Baskoro Atmodjoyo

    Bang!!! Sebuah bantingan pintu yang cukup keras terdengar hingga ke seluruh rumah bernuansa joglo di perumahan elit kabupaten Bantul. Rumah dengan warna khas joglo, yaitu coklat gelap namun dengan gaya dan sentuhan modern milik keluarga Baskoro Atmodjoyo tersebut adalah satu-satunya bangunan joglo terbesar di perumahan elit kota pelajar itu. Bunyi bantingan dari pintu kayu jati berukir khas Jawa itu membuat salah satu penghuni rumah joglo itu, Raquela Danisa Baskoro atau yang biasa disapa Danisa terkejut dan segera mendatangi asal muasal sumber suara. Wanita cantik berusia 28 tahun itu segera mengetahui asal suara bantingan kencang itu berasal dari kamar sang adik, Anyelir Putri Baskoro dan segera mengetuk pintu adik tercintanya itu. "Anya ... Anya ... ini Kakak. Kamu kenapa?" tanya dengan lembut Danisa sambil mengetuk pintu. Tak ada jawaban.

  • Perempuan Terlarang   Bab 2 Pemuda Kampung

    "Rambutnya hitam legam bak mutiara Tahiti, kulitnya sawo matang seakan siap dimakan, tubuhnya tinggi semampai bak model luar negeri, gayanya anggun bak putri keraton, wajahnya ayu ... seperti orang Jawa pada umumnya ....""Kamu itu sedang ngomongin sopo, tho? Kok aku ga mudeng (mengerti), yo?" tanya Diaz, salah satu pemuda tampan dusun tempatnya tinggal."Moso kamu ndak ngerti, Nyo. Kuwi, lho si ayu ...." ucapnya seraya malu-malu dan tersenyum."Ayu? Ayu sopo? Ayu Wandira?" sahut Sinyo, teman satu kampus Diaz dan pemuda yang katanya tampangnya ga kalah sama Nicholas Saputra."Hush! Ngawur ae, bukan Ayu Wandira. Kui, putri dari Bapak Baskoro, pengusaha pakan ternak pindahan seko Jakarta," terang Diaz sambil memajukan bibirnya."Oalah ... mbok ngomong ket mau. Aku yo ndak ngerti, tho. Nek kui ho oh. Pancen josss tenan. Ga ada yan

  • Perempuan Terlarang   Bab 1 Prolog

    "Keluar dari sini, sekarang! Aku tak ingin melihatmu apalagi anakmu ada di dalam rumah ini! Melihatnya saja sudah buatku jijik, apalagi jika aku harus menyentuhnya! Pergi!!" Suara hardikan keras keluar dari mulut seorang pria pada seorang wanita di atas kursi roda yang tengah menggendong bayi yang masih berwarna merah. Dengan menahan tangisnya, sang wanita yang tak lain adalah istri dari pria tersebut berkali-kali memohon dengan iba dan penuh harap agar sang suami mau menerima sang bayi yang tak berdosa dan tak mengerti apa pun juga. "Mas, aku mohon biar bagaimana pun juga, anak ini adalah darah dagingmu, bagaimana bisa Mas memperlakukan anak sendiri seperti ini?" lirih sang istri sambil memeluk sang buah hati yang tertidur pulas di atas pangkuannya. "Heh, perempuan pembawa sial! Asal kamu tahu, ya menyesal aku telah menikahkan kamu dan putraku satu-satunya! Dan asal kamu tahu, Farid ini adalah penerus perusahaan keluarga, jadi wajar jika ia merasa malu harus

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status