Share

Bab 5. Bersua Kembali

Penulis: Rumi Cr
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-22 20:50:37

Rani baru selesai mandi pagi, bersiap membeli sarapan nasi uduk di warung depan. Saat sebuah mobil berhenti tepat di depan rumahnya. Nampak seorang berjaket hitam keluar dari pintu mobil bagian kemudi.

"Assalamualaikum." Umar mengucap salam, begitu dilihatnya Rani termanggu di samping motornya.

"Waalaikumsalam, sepagi ini sudah sampai kemari, Mas Umar." Rani menelisik penampilan Umar dari atas hingga ujung kaki.

"Kemarin saat dihubungi tante Ilmi. Kebetulan ada kegiatan di daerah Bogor. Makanya langsung kemari."

"Oh, begitu. Tapi, maaf saya tidak bisa mempersilakan masuk. Karena mau pergi beli sarapan."

"Sekalian kalau gitu, aku dibelikan. Belum kemasukan nasi dari semalam."

Rani menganggukan kepala. Kemudian menyalakan motor meninggalkan Umar sendirian di teras rumahnya.

Tak sampai sepuluh menit. Rani telah kembali dengan membawa bungkusan kresek berisi nasi uduk untuk sarapan keduanya.

Sejenak Umar memperhatikan sekeliling.

"Kamu sendirian?"

Rani mengangguk. "Ayo silakan sarapannya. Maaf hanya ada air mineral. Gulanya habis, belum sempat beli." Disodorkannya piring berisi bungkusan nasi uduk serta sendok makan ke arah Umar. 

"Lha kamu mau kemana, Ran?" tanya Umar saat dilihatnya Rani hendak masuk ke dalam.

"Mau sarapan jugalah," sahut Rani.

"Hah? Kamu makan di dalam, aku di sini."

Rani kembali mengangguk. "Iya, terus kenapa? Minta ditemani makannya?"

"Serius, aku harus jawab pertanyaanmu." Umar menghembuskan napas kasar seraya menyandarkan bahu pada kursi.

"Aku itu pingin makan cepat, Mas Umar. Karena sebentar lagi harus ke rumah sakit. Kasih surat cuti. Nah, kalau kita makan barengan yakin aku bakalan lama karena diselingi ngobrol. Aku masih ingat kebiasaan Mas Umar kalau makan itu lama, ya karena sambil ngobrol. Padahal itu lo, enggak baik."

"Oke. Ngikut aja, apa kata tuan rumah. Lima menit, kamu dah siap, ya."

"Siap. Siapa takut," ucap Rani sebelum masuk ke dalam rumahnya. 

Sebuah koper sudah dia siapkan di samping pintu masuk rumahnya. Dirinya tadi sebenarnya bersiap pergi ke rumah sakit dulu. Karena dikiranya setelah Dzuhur Umar datang menjemputnya.

🍓🍓🍓🍓

Umar memasukkan koper Rani di bangku belakang mobilnya. Setelah itu, dia bukakan pintu depan untuk perempuan di samping mobilnya itu. 

"Aku duduk di depan, Mas?"

"Woiya jelas. Memang aku sopirmu, Ran!" jawab Umar dengan nada ketus.

"Biasa aja, kali jawabnya, Mas Umar bin Khatab," jawab Rani cenggegesan.

Asli pria di sampingnya pingin banget menjitaknya. Kalau bukan demi tantenya. Sayang banget dia pergi tinggalkan hangout bareng teman-temannya.

Setelah Rani masuk, Umar berlari kecil mengitari mobilnya untuk masuk di belakang kemudi.

Hal yang mengagetkan Rani, saat Umar tiba-tiba mendekatkan tubuhnya. Langsung saja ia dorong dada pria itu hingga tubuhnya terhenyak ke daun kursi. Tidak sampai di situ, refleks jemari tangannya mencengkram leher Umar.

“Jangan macam-macam!” Rani memperingatkan sambil menatap wajah Umar dengan tajam.

“A ... aku hanya ingin memakaikanmu sabuk pengaman. Itu saja.”

Rani melepaskan cengkeramannya Umar bernapas lega. “Sadis amat. Memang kau pikir aku mau ngapain tadi?”

Rani diam saja, sibuk memakai sabuk pengaman. “Aku bisa sendiri. Ingat! Jangan ulangi hal seperti tadi, meskipun jujur aku tidak tahu pasti. Maksud Mas Umar tadi apa, maaf."

"It's okey! Aku juga minta maaf soal tadi," ucap Umar seraya tersenyum simpul. Niat hati ingin membuat lawan baper yang terjadi diluar prediksinya. 

🍓🍓🍓🍓

Dua jam kemudian. Mobil Umar sudah memasuki gerbang perumahan elit tempat tinggal Bu Ilmi sekeluarga.

Rani langsung disambut sendiri oleh Bu Ilmi. Dia ditempatkan di kamar tamu lantai bawah. 

"Terimakasih sudah datang ke rumah ini, Rani. Pasti Felliana sangat bahagia melihat kedatanganmu. Sudah setahun lebih kalian tidak bersua."

Bu Ilmi menuntun Rani ke ruang bermain anak-anak. "Kau bahkan belum pernah ketemu langsung dengan Ryan, suami Felliana yang sekarang. Mama ingat dulu, kamu tidak bisa menghadiri pesta pernikahan mereka. Empat tahun yang lalu. Lihatlah kedua ponakanmu itu, lucu sekali 'kan mereka berdua?"

"Iya, Ma. Lucu sekali mereka berdua." Tanpa sadar Rani mencium pipi Fathiya. Bayi itu mengarahkan tangan minta digendong olehnya. Wajah Fathiya merupakan duplikat dari papanya, Ryan Edogawa.

"Fathiya ini, dah kelihatan pemberani. Sama siapa saja, dia tidak nangis bahkan terkesan murah senyum. Beda dengan kakaknya Fatih. Kalau belum pernah ketemu, akan menangis dianya. Dan tidak mudah akrab juga. Tiap ketemu Umar pasti takut dianya. Tapi, sama kamu kok cuma dilihati dan bengong gitu, ya. Kayak ingin digendong juga."

"Oh, mau digendong tante juga, sini." Rani menunduk mengambil Fatih untuk digendong di pinggang kanannya. Karena Fathiya sudah nyaman berada di gendongan lengan kirinya.

"Oiya, bagaimana kabar Mama. Tadi mas Umar cerita, Mama sakit."

"Biasalah, Ran. Mama mengalami anemia. Sepertinya mama banyak yang dipikirkan akhir-akhir ini." Felliana menjawab pertanyaan Rani. Dia tiba-tiba muncul dari arah belakangnya.

"Memang Mama mikirin apa sih," goda Rani kemudian. "Orang tinggalnya ditemani anak dan juga banyak cucu gini. Kalau Mama tinggal sendirian. Barulah percaya, banyak pikiran."

"Entahlah, Ran. Kalau Mama sakit, kakak jadi merasa bersalah. Sepulang dari Bogor kemarin, sempat lemas gitu di jalan. Kayak mau pingsan, bilangnya Umar."

Felliana beralih memegang kedua bahu mamanya. "Menurut dokter Sonia tubuh Mama kekurangan sel darah merah yang sehat atau sel darah merahnya tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya, organ dalam tubuh tidak mendapat cukup oksigen dan tidak berfungsi secara normal. Kebetulan kakak, tadi malam baru sampai rumah. Tiga hari ada diklat di Bandung."

Rani hanya tersenyum tipis. Melihat wajah Felliana yang sumringah membuatnya berfikir, apakah benar yang dikatakan Bu Ilmi bahwa kakak angkatnya itu sedang sakit.

"Sudahlah. Yang penting Rani, sudah datang kemari. Kamu langsung mengajukan resign 'kan, Nak?" pertanyaan Bu Ilmi membuat Rani menghela napasnya.

Diturunkan Fathiya dan Fatih dari gendongannya. Kemudian memberikan pada kedua baby sitter yang menghampiri si kembar dengan masing-masing membawa botol susu di tangan kanan mereka.

"Rani hanya cuti seminggu, Tante," jawab Umar yang duduk di sofa belakang. Sedari tadi ia asyik dengan gawai di tangannya. 

"Benar begitu, Ran? Mama kira kamu datang kemari sudah resign. Toh, kampus Leo juga enggak seberapa jauh dari sini. Kalian bisa tinggal di sini." 

Rani mencoba tersenyum. Andai Bu Ilmi tahu kesulitan terbesar ia tinggal serumah dengannya adalah karena keberadaan menantunya. 

"Assalamualaikum," salam dari seorang dari arah ruang tamu. Suara yang masih dihafal hingga saat ini. Dan sosok itu, hanya beberapa langkah berada di belakangnya.

"Lho, Papa jam segini kok sudah pulang? Anida enggak telat kan, tadi." Felliana menghampiri Ryan.

"Iya. Habis ngantar Anida tadi, Papa langsung meeting diluar bareng Rayyan. Ini sengaja pulang untuk makan siang bareng Bunda," jawab Ryan menerima uluran tangan istrinya.

Ia kecup kening Felliana dengan lembut. "Siapa, Bund?" tanya Ryan seraya mengarahkan dagu pada Rani yang berdiri membelakangi dirinya.

"Oh, iya kalian belum pernah ketemu ya ... Dia Rani, adik angkat bunda. Dulu dialah yang merawat mama saat stroke."

Keterangan dari Felliana membuat Ryan mengangguk seraya menyipitkan matanya. "Rani ...." gumamnya. 

Seolah ada panggilan yang mengharuskan tubuh Rani berbalik 180°. Waktu seolah berhenti saat kedua bersitatap. Pandangan mata saling mengunci untuk beberapa saat.

"Mas Ryan. Akhirnya kita bersua, karena tidak ada lagi yang bisa kulakukan untuk menghindari pertemuan ini."

☘☘Next ....

Bab terkait

  • Perempuan Pilihan Istriku    6. Kenapa Harus Dia

    "Ran, kenalkan inilah papanya kembar." Felliana menarik lengan Ryan menghampiri dirinya yang mengerjap, seolah tersadar Rani hanya mengangguk mengulas senyum.Rani mengatupkan kedua tangan seraya tersenyum. Sedangkan Ryan hanya mengangguk dengan ekspresi datar. Pandangan mereka berempat tiba-tiba teralihkan dengan gelak tawa Fathiya merangkak ke arah papanya."Ulu, ulu anak papa memang ini ya," ucap Bu Ilmi diamini Felliana dan kedua baby sitter yang berada di ruangan itu. Umar beranjak dari sofa mendekati mereka. "Tante hari ini masak apa, kalau enak ... aku maulah makan siang di sini. Kalau enggak, izin bawa Rani makan siang di luar ya,"Melihat sekilas ekspresi Ryan saat berjumpa Rani. Takut menimbulkan canggung pada anak angkatnya, Bu Ilmi memperbolehkan Rani diajak makan siang di luar oleh keponakannya."Ya, udah bawa saja Rani makan di luar. Sekalian antar ke mini market membeli keperluan selama tinggal di sini.""Siap, Nyonya. Titah dilaksanakan!" Bu Ilmi mengantar keduanya s

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-05
  • Perempuan Pilihan Istriku    7. Menjauhlah

    "Bunda, berkas di map Papa ma- ... Kenapa, kau lancang masuk kamar kami. Hah!" bentak Ryan menunjuk ke arah Rani. "E ... ak- ... maaf," ucap Rani terbata karena dirinya pun terkejut tiba-tiba Ryan masuk dalam kamarnya.Bergegas dia taruh setumpuk pakaian yang dibawa ke atas ranjang. Lantas dia meninggalkan kamar Felliana. Syukur pintu tadi dia buka, jadi tidak akan timbul prasangka. "Ada apa, Pa. Kenapa marah-marah begitu. Rani tadi bantuin bunda angkat pakaian kita yang sudah disetrika mbak Nur." Felliana muncul dari balik pintu kamar mandi."Lain kali. Enggak usah suruh masuk kamar kita.""Papa kenapa, sih. Kok kayaknya benci banget sama Rani. Apa jangan-jangan, Papa sudah kenal ya, dengannya. Atau kalian mantan, ya," tebak Felliana bermaksud mengajak suaminya bergurau."Enggak lucu. Yaa Tuhan ... jangan berprasangka yang tidak-tidak. Mas 'kan, pernah bilang tidak pernah pacaran." Ryan memeluk tubuh istrinya."Asli. Papa lucu, deh. Sekarang, mudah emosi. Kek perempuan mau PMS saja

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-06
  • Perempuan Pilihan Istriku    8. Goresan Ryan

    Ryan meninggalkan Rani tanpa menoleh lagi. Bahkan sekedar basa-basi memberikan ongkos taksi pun tidak. Bersyukur Rani bawa tasnya tadi. Menghembuskan napas sesaat sebelum akhirnya berjalan menuju trotoar."Andai Mas Ryan tahu kebenarannya. Alasanku dulu menolaknya. Apakah sikapnya akan berubah padaku," batin Rani bersuara.Tetiba seolah tersadar dari lamunannya Rani menggelengkan kepalanya. Saat itulah beberapa langkah di depannya nampak Umar bersandar di pintu mobil seraya bersedekap memperhatikan dirinya."Sadar enggak, dari tadi kuperhatikan dirimu kayak orang stress tingkat dewa." Umar melompat kecil naik ke trotoar untuk menghadang Rani.Rani terkekeh mendengar ucapan Umar. Setidaknya hanya Ryan saja yang tidak menyukai kehadirannya di rumah Bu Ilmi. Namun demikian, Rani merasa tidak nyaman bila harus tinggal terlalu lama."Aku besok pulang, Mas Umar. Pamit sekalian mumpung kita ketemu di sini. Aku duluan, ya," ujar Rani melambai ke arah ojek online yang telah dipesannya. "Eh, t

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-07
  • Perempuan Pilihan Istriku    9. Kejujuran Rani

    Dalam hidup kita, pasti ada satu nama yang selalu terkenang. Bukan karena tak ingin melupakan, tetapi Tuhan memang menciptakan kenangan itu untuk menetap.Bahkan terkadang waktu tak mampu memainkan perannya, menghapus angan akan kenangan itu. Ingatan kita masih saja tetap segar tentangnya. Tentang semua kebaikannya.Tak dapat dipungkiri saat di ujung kenangan itu hadir. Si empunya kenangan akan menangis berharap semua kembali di waktu itu. Andaikan dulu berkata bersedia, akankah sekarang diri akan berbahagia. Hidup bersama dengannya, saling menjaga dan mencintai.Dan Rani berusaha mengikhlaskan semua itu. Berharap jika suatu waktu dipertemukan kembali dengan Ryan. Keduanya dalam keadaan hati yang terjaga dan baik-baik saja. "Ran, bisa kau jelaskan. Maksud tulisan mas Ryan ini." Untuk kedua kalinya Felliana menanyakan hal yang sama."Ada baiknya masa lalu tidak perlu untuk diungkit kembali. Toh, kita tidak mungkin kembali ke masa itu, Kak.""Masih tidak mau menjawab," pancing Felliana

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-10
  • Perempuan Pilihan Istriku    10. Berjanjilah

    Felliana mengelus lembut rambut sebahu putrinya. Pasmina yang dikenakan tadi tersampir di bahunya."Anida, Bunda paham mempertahankan juara itu, lebih sulit daripada meraihnya. Tapi, jangan terlalu memfosir dirimu. Pandai dalam akademik memang membanggakan, Nak. Tapi, Bunda akan lebih bahagia jika putri sulung ayah Aziz ini. Jadi putri yang sholehah, yang selalu dekat dengan Allah.Beragama itu nurut, enggak ada tapinya. Selagi termasuk dalam perintah Allah, itu wajib hukumnya, kita laksanakan. Kakak sebentar lagi sweet seventen. Bagi bunda, Anida sudah bisa menentukan mana yang baik dan buruk. Segera tutup aurat kakak. Ingat pesan bunda, perempuan dihormati karena bisa menjaga marwahnya.""Iya, Bunda. Anida nunggu hati mantep dulu, untuk pakai jilbab. Supaya tidak pakai-copot.""Lha kenapa harus begitu. Sudah tahu perintah, ya harus dilaksanakan 'kan. Salatnya jangan suka bolong. Besok Kak Rani sudah pulang. Enggak ada lagi yang ingatin terus untuk salat."Anida menatap manik mata bu

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-11
  • Perempuan Pilihan Istriku    11. Mengikhlaskan Bidadari

    "Yaa Allah ... Liana. Jangan sampai Engkau ambil istriku sekarang, Yaa Rabb. Hambamu belum siap." Bumi serasa bergetar bagi Ryan saat menyibak kerumunan. Nampak Felliana tergeletak dengan darah mengalir dari balik jilbabnya. Bersamaan itu datang ambulance. Bisa jadi pemilik baby shop yang menghubungi rumah sakit terdekat. Ryan segera ikut naik ke ambulance. Ambulance melaju cepat menuju RS.Pertamina yang paling dekat dengan lokasi kecelakaan. Ryan tiada berhenti berdoa seraya mencium kedua tangan istrinya.Sesampai di rumah sakit. Felliana segera ditangani rekannya di IGD. Tim medis bertindak sigap. Sedangkan Ryan menunggu di depan ruang IGD dengan kecemasan membuncah. Hingga ia tersadar, ponsel di sakunya bergetar. Panggilan dari Bu Ilmi nampak di sana.Dengan suara serak, Ryan mengabarkan apa yang terjadi kepada ibu mertuanya. Masih dengan tenaga yang tersisa ia bangkit menuju ke kursi pasien yang berjejer di samping pintu masuk IGD."Mungkin kita akan melakukan operasi untuk meng

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-11
  • Perempuan Pilihan Istriku    12. Berkabung

    Gundukan tanah merah di depan mereka menjadi saksi kesedihan anggota keluarga Felliana dan Ryan. Banyak rekan kerja dan sejawat Felliana yang hadir dalam pemakaman. Semua sedih, karena harus kehilangan rekan kerja sekaligus sahabat yang solid juga baik hati."Mengikhlaskan memang butuh waktu, Nak. Namun, janganlah sampai kau meratap. Kasihan Liana yang melihat keputusasaan kita yang ditinggalkannya. Ingatlah Fatih dan Fathiya sudah kehilangan bunda. Jangan sampai, merasa kehilangan kedua orangtuanya." Nasehat Bu Ilmi sembari menepuk bahu menantunya.Saat kita bilang 'aku ikhlas', penegasan kalimat itu bukan berarti rasa itu akan seketika muncul.Hal ini, hampir terjadi di semua orang. Apa lagi kehilangan seorang istri, itu yang dirasakan Ryan.Sedangkan Rani cukup tahu diri, akan posisinya di rumah Bu Ilmi. Kehadirannya tidak lebih sebagai pengasuh. Untuk kedua anak Felliana dan Ryan yang masih membutuhkan perhatian seorang ibu.Kecelakaan yang dialami oleh Felliana mengurungkan niatn

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-12
  • Perempuan Pilihan Istriku    13. Tamara Octavia

    "Tamara!"Seorang pria berseru memanggil Tamara. Kebetulan Tamara berjalan paling belakang saat keluar dari mobilnya tadi.Keluarganya ingin melihat kantor, karena Faiq diminta Pak Faiz untuk melihat keadaan perusahaan. Karena pemiliknya tidak pergi hampir dua bulan."Rayyan," gumam Tamara tersenyum senang. Namun, senyumnya memudar saat disadarinya ada sosok lain di belakang pria itu. "Aku sangat muak dengan kelakuanmu ini. Kuperingatkan, ini terakhir kali kau mengganggu hidupku. Apakah aku perlu adukan perbuatmu ini pada Pak Ryan. Supaya jelas, siapa yang bakal dipertahankan di perusahaannya ini. Aku atau kamu?" Berondong Rayyan sembari mengarahkan telunjuk pada Tamara.Bu Syarifah yang berjalan di depan Tamara. Beriringan dengan Aida, berbalik menghampiri mereka bertiga."Ada apa ini?" tanya Bu Syarifah menyela, berupaya menengahi Rayyan dan Tamara.Tamara tampak tak nyaman dengan pertanyaan mamanya. Apalagi diharapannya ada Faiq dan Aisha. Mau ditaruh mana mukanya, saat keluargan

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-13

Bab terbaru

  • Perempuan Pilihan Istriku    Takdir Yang Tertulis (Ending)

    "Eh Paman, serius dengan perjodohan ini. Ntu sekalinya betulan ABG. Baru masuk kelas 12. Hari ini dilamar, baru nikahnya tahun depan gitu," ucap Anida melirik ke arah pamannya. "Mana, Paman tahu." Umar menatap lekat Denok yang berjalan di depan mereka.Setelah menaruh barang bawaan mereka. Anida menghampiri Denok meminta izin untuk ke belakang."Paman tungguin ya, sekalian ajak pedekate calon bibiku." Kerling Anida sebelum berlalu. Ingin rasanya Umar menjitak anak semata wayang kakaknya itu.Denok mengangguk sopan berjalan ke arah Umar. Gadis basa-basi menyapa sebelum berlalu meninggalkan kedua tamu."Maaf, saya tinggal masuk dulu ya, Mas. Mau bantu nyiapin makan siang." Pamit Denok ketika akan melewati Umar."Tunggu!" cegah Umar.Denok berhenti sekitar tiga langkah dari Umar."Iya, Mas."HuufftsUmar menghembuskan nafas, untuk mengurangi sesak di dadanya sedari tadi."Maaf sebelumnya, tapi saya harus mengatakan ini. Saya pribadi keberatan dengan perjodohan ini. Beberapa minggu yang

  • Perempuan Pilihan Istriku    32. Takdir Yang Tertulis (1)

    Peri menatap nanar map di atas meja tamu kediaman Umi Hanifah. Angan yang dia harapkan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang didengarnya barusan.Barusan Umi Hanifah menyampaikan, proses ta'aruf antara dirinya dan Umar ada kemungkinan tidak bisa dilanjutkan.Umar sebelum bertemu dengan Peri, telah bercerita semuanya dengan Ustad Mukhlis, alasan tidak dapat melanjutkan ta'aruf. Bahwa dia dijodohkan dengan anak sahabat bapaknya. Dirinya tidak dilibatkan, dengan kata lain dia tidak mengetahui perihal perjodohan ini."Maaf, tidak ada maksud saya mempermainkan perasaan anti, Ukh .... " ucap Umar sebelum beranjak meninggalkan ruang tamu kediaman ustadzah Hanifah."Tak mengapa, Akh ... semoga kita berdua dipertemukan dengan jodoh terbaik," balas Peri lirih. Umi Hanifah selaku murabbi Peri, sekaligus kepala sekolah TA Al Furqon itu mengelus punggung binaannya seraya memberi dukungan untuk sabar dan ikhlas."Aamiin."Dengan perasaan bersalah, Umar menatap getir ke arah perempuan yang ta

  • Perempuan Pilihan Istriku    31. Ta'aruf

    Tiga tahun kemudian "Papa, berangkat dulu ya, Farraz. Baik-baik sama Mama." Ryan menciumi wajah batita dalam gendongannya. Bocah yang sebentar lagi menjadi kakak itu, terkekeh geli dengan ulah papanya. Farraz Putra Edogawa, putra ketiga Ryan."Mas sudah bikinkan janji periksa untuk nanti sore. Semoga dedeknya enggak malu lagi, dilihat identitinya." Ryan beralih mencium kening Rani. Istrinya itu tersenyum seraya mengangsurkan tas kerja milik suaminya."Iya, Mas. Hati-hati bawa mobilnya, ya," balas Rani meraih tangan kanan suaminya untuk salim lantas diciumnya dengan takzim."Mas jadi pingin makan rujak, ya," ujar Ryan sembari mengecap dan mendesis mirip ekspresi orang makan rujak manis, asam, pedas.Rani tertawa geli melihat ekspresi suaminya. Diraihnya tubuh Farraz dari gendongan Ryan. Kemudian menggendong putranya itu, di sisi pinggang kanan."Assalamualaikum," sapa Tamara mengandeng bocah sepantaran Farraz. Disusul Radit dibelakang mereka berdua."Dari bangun Subuh tadi. Sudah heb

  • Perempuan Pilihan Istriku    30. Lembaran Baru

    "Sungguh aku iri padamu. Ingin aku menggantikan posisimu sekarang. Dan itu tidak akan terwujud kalau kau masih bernyawa, Rani."Setelah berkata demikian Lucia bangkit dari duduknya menerjang tubuh Rani. Hingga keduanya terjatuh ke karpet. Lucia berada di atas tubuh Rani."Kalau gagal membunuhmu dengan tangan orang lain. Mungkin sudah saatnya kau mati di tanganku sendiri." Lucia mencekik kuat leher Rani dengan kedua tangannya.Rani yang tidak menyangka akan diserang demikian. Napasnya tersenggal, lidahnya hampir terjulur.Hingga"Anak kurang ajar!" teriak seseorang yang membuat Lucia merenggangkan cekikannya.Kepala wanita itu dihantam sekuat tenaga oleh tas yang dibawa seseorang yang terlihat samar oleh penglihatan Rani. Namun, ia hafal suara sosok yang datang menyelamatkannya barusan."Kak Rani!" seru Aida panik. Sepupu Lucia itu menghampiri Rani yang terbaik berkali-kali dengan nafas terengah-engah."Nenek pastikan kali ini, kamu meringkuk dalam penjara, Lucia." Bu Dewi memukulkan t

  • Perempuan Pilihan Istriku    29. Benang Merah

    Hari ketiga dirawat di rumah sakit. Rani meminta Ryan untuk menguruskan kepulangan. Ia sudah merindukan kedua anak mereka."Mas tidak berani memutuskan sendiri. Kita tunggu apa kata dokter. Setelah itu pertimbangan dari mama Ilmi.""Kurasa aku sudah cukup istirahatnya, Mas. Di sini aku tak melakukan aktivitas apapun. Nanti Mas Ryan bantu aku ngomong sama Mama, ya."Rani merasa kesehatannya telah pulih, kondisi badannya kembali fit pasca keguguran. Di rumah sakit dirinya memang dia diperbolehkan beraktivitas berlebihan. Kondisinya pun terus mendapat pantauan langsung dari dokter kandungan."Mau ke rumah kita atau tetap ke rumah mama Ilmi?" tanya Ryan seraya membelai pipi wanitanya itu."Senyamannya Mas Ryan saja. Aku ikut.""Kalau pemeriksaan dokter menyatakan sudah pulih. Kita pulang ke rumah kita saja, ya.""Hu um." Rani mengangguk seraya tersenyum menatap pria di depannya itu."Sayang, Mas tanya sekali lagi. Benar, kamu tidak mau mengusut kasus ini. Atau sebenarnya kamu sudah tahu.

  • Perempuan Pilihan Istriku    28. Mengikhlaskan

    Laksman tidak membawa mobil ke area parkir klinik melainkan putar balik ke tempat dia berjumpa dengan Leo menggendong kakaknya tadi. Dia masih berharap apa yang didengar tadi tidaklah benar. Tanpa sengaja dia mendengar instruksi kakaknya dengan seseorang di telepon, yang mengarah pada tindakan kriminal.Saat pandangan Laksman menemukan sebuah gudang tua. Ia memelankan laju mobil Tamara hingga berhenti di samping Jeep milik kedua preman yang dihajar oleh Leo tadi.Laksman bergegas masuk ke dalam gudang, yang pintunya telah dirusak oleh Leo tadi. Begitu memasuki gudang, dia menghampiri dua preman yang masih tak bergerak. Keduanya tergeletak di lantai penuh dengan luka.Dengan langkah berhati-hati ia mendekati kedua preman itu. Ragu, apakah kedua preman dalam keadaan sadar atau pingsan, Laksman mengoyangkan salah satu kaki preman dengan kaki kanannya.Pemuda itu terjingkat, ketika terdengar dering ponsel dari saku celana preman sebelah kiri kakinya. Laksman bergegas mengambil ponsel itu,

  • Perempuan Pilihan Istriku    27. Tunas Yang Terenggut

    Rani terkesima begitu tiba di rumah Pak Faiz suasana sangat rame. Setelah sungkeman secara singkat tadi. Dirinya permisi membawa kembar ke taman belakang. Ditemani Aida menjaga Fathiya dan Fatih dirinya bisa bercengkrama dengan kerabat Ryan secara lebih dekat.Lucia dan ibunya hanya memperhatikan Rani dengan tatapan tak suka dari tempatnya menikmati hidangan yang ditata secara prasmanan itu. "Ma ... harusnya aku yang duduk disana. Disapa dan disambut ramah sebagai istri mas Ryan. Bukan perempuan itu. Beruntung sekali dirinya dipungut anak oleh Bu Ilmi. Jadi, bisa menggantikan posisi dokter Felliana menjadi ibu untuk anaknya mas Ryan.""Sudahlah, Lucia. Mama sadar sekarang, sesuatu yang dipaksakan itu ... tak akan pernah baik akhirnya. Benar kata nenekmu, kalau dasarnya jodoh. Mau dipisahkan kayak manapun. Akhirnya bersatu juga. Itu, yang bisa mama lihat dari Ryan dan Rani.Lihatlah kembar juga nyaman dengan perempuan itu. Dulu mungkin, Ryan ingin menikah dengan gadis yang dicintai. N

  • Perempuan Pilihan Istriku    26. Gemuruh

    Acara buka bersama dalam rangka tasyakuran atas penikahan Radit-Tamara berjalan lancar di kediaman keluarga Ardiansyah, Bogor. Acara yang dihadiri kerabat dan tetangga sekitar rumah itu, cukup meriah.Ketika acara berbuka telah usai. Pembawa acara mengarahkan tamu undangan untuk melaksanakan salat Tarawih di masjid komplek perumahan Seroja. Ada sebagian yang memilih langsung pulang ada yang melaksanakan salat Tarawih di sana.Setelah semua orang kembali ke rumah masing-masing, Radit pun mengajak Tamara masuk ke kamarnya."Tadi sebelum berangkat, Mas lihat rambutnya basah. Sudah suci rupanya." Radit hanya memastikan saja, padahal dia tadi melihat istrinya salat Maghrib juga ikutan jamaah Tarawih dengan rombongan keluarganya."Hmm ...."Tamara menjawab dengan gumaman. Radit tersenyum, langsung memeluk tubuh istrinya itu. "Ya, sudah. Mas siap-siap dulu ya, Sayang.""Siap-siap mau kemana?""Membawamu ke nirwana."Jawaban dari Radit tak urung membuat Tamara memutar bola matanya.Radit terk

  • Perempuan Pilihan Istriku    25. Endingnya Ikrar

    "Jam berapa, rombongan Radit datang, Kak?" tanya Bu Syarifah pada Tamara yang duduk dengan gelisah."Harusnya sudah sampai ini, Mam. Apa terjebak mancet, ya. Pesanku belum dibacanya juga," jawab Tamara dengan wajah gelisah. Wanita itu tampil sempurna dengan setelan kebaya berwarna pink rose. Senada dengan gamis yang dikenakan mama, Aida dan Aisha.Bu Syarifah menepuk pundak putri sulungnya. "Ya, sudah. Kayaknya terjebak macet, Sayang.""Semoga kalaupun iya, enggak lama terjebak macetnya. Papa juga kenapa pakai pasang tenda undang semua warga komplek, kalau mas Radit enggak jadi datang. Apa enggak malu, kitanya," sungut Tamara kemudian.Karena hampir setengah jam dari waktu yang diperkirakan kedatangan rombongan Radit. Sosok pria itu belum juga nampak."Astaghfirullahal'azim, Nak. Kok malah nyumpahin diri sendiri gitu, sih. Enggak baik itu. Mama yakin Radit bukan orang seperti itu. Papa menyiapkan ini semua karena sudah dibicarakan dengan Radit juga orang tuanya.""Ya, kalau enggak jad

DMCA.com Protection Status