Share

14. Seandainya

Author: Rumi Cr
last update Last Updated: 2023-07-13 17:12:50

Hari itu seperti biasanya, usai sarapan dengan keluarga, Ryan menuju ke ruang kerjanya. Bu Ilmi memberi isyarat Rani untuk mengikuti suaminya itu. Semalam mama dari Felliana itu telah berbicara kepada Rani untuk mengingatkan Ryan pada tanggungjawab dia di perusahaan dan sebagai kepala rumah tangga.

"Mas Ryan boleh aku bicara sebentar," pinta Rani menyeimbangkan langkah lebar suaminya menuju ruang kerja yang bersebelahan dengan kamar tamu, tempatnya beristirahat selama ini.

"Memang siapa yang melarangmu untuk berbicara," balas Ryan sinis melirik sembari tetap melangkah pintu ruang kerja.

"Aku ingin berbicara dengan Mas Ryan."

"Oiya. Mau bicara di kamar atau masuk ke dalam," balas Ryan melirik ke arah Rani yang berdiri di sebelahnya.

"Di ruang kerja, Mas Ryan saja."

Ryan membuka pintu, kemudian masuk ke dalam. Rani mengikuti masuk, setelah itu menutup pintu.

"Kunci saja sekalian."

"Enggak perlu. Cukup ditutup, orang akan mengetuk pintu jika mencari keberadaan kita berdua."

"Terserah kau
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
menjijikkan betul si ryan monyet ini. sok2an setia dan terpukul dg kematian istrinya. lebay dan menye2.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Perempuan Pilihan Istriku    15. Kita Pindah

    Rani memberanikan diri memasuki ruang kerja yang bersebelahan dengan kamarnya. Ia ingin menemui Ryan. Nampak pria itu fokus menatap layar laptop yang diletakkan di meja depannya dan sesekali melihat ponselnya. "Mungkin sebaiknya, hubungi Mama saja, supaya mampir dibelikan susu dan diapers untuk Fatih dan Fathiya," batin Rani bersuara.Sejak meninggalnya Liana, Ryan seperti trauma untuk belanja kebutuhan kedua anaknya di baby shop Queen. Semua kebutuhan kembar biasanya Bu Ilmi, Anida atau bahkan Umar yang diminta untuk membelanjakannya. Rani mengurungkan niatnya, berbalik dan hendak pergi, tapi suara Ryan menghentikan langkahnya."Ada apa, Ran?""Maaf, sepertinya saya mengganggu.""Dengan kau pergi, tanpa mengatakan sesuatu itu malah jadinya kamu menggangguku. Cepat, katakan! Ada perlu apa denganku.""Susu dan diapers Kembar mungkin hanya cukup sampai sore ini, Mas.""Ya tinggal pesan, biar diantar nanti."Rani terdiam, kalau bicara soal teknis seperti itu. Diapun bisa, masalahnya unt

    Last Updated : 2023-07-14
  • Perempuan Pilihan Istriku    16. Aku Mengalah

    "Ran," panggil Ryan membuat si empunya nama kaget dan menoleh."Iya, Mas." Rani bersiap menuangkan sop yang ia buat ke dalam wadah saat Ryan berdiri di sisi meja makan seraya menatapnya.Di tangan Ryan ada amplop yang kemudian dia taruh di meja depan Rani. "Gunakan uang ini untuk membayar belanjaan yang dipesan. Sepertinya, salah aku memberimu ATM kemarin. Karena kuperhatikan anak-anak tidak bisa lama kau tinggal pergi."Rani mengangguk. "Mas Ryan mau kusiapkan makan siang. Apa mau pesan makanan seperti kemarin.""Aku tidak suka sop.""Ya sudah, Mas Ryan pesan saja.""Apa kau tidak mau memasak untukku?""Saya tidak tahu selera Mas Ryan.""Kau bisa bertanya, kalau tidak tahu."Rani mengulas senyum tipis. Baginya lebih baik menghindari debat dengan pria di depannya. Fisiknya sudah lelah mengurus pekerjaan rumah, jadi lebih memilih menjaga kewarasan batinnya.Ryan berjalan memutar meja, mendekati Rani. Pria yang memakai kaos merah dan celana sebetis berwarna coklat itu meraih sendok, men

    Last Updated : 2023-07-14
  • Perempuan Pilihan Istriku    17. Saya Enggak Kenal

    Ryan memijit pelipisnya yang terasa begitu berat. Barusan ia menguyur kepala seluruh tubuhnya, untuk memadamkan hasrat yang hampir tak bisa dibendung.Ia memejamkan mata kuat-kuat. Ingin membuang jauh-jauh tentang kejadian tadi. Rani mengakui dirinya pengecut, tapi tidak terima dikatakan seorang pengkhianat. Karena sebelum ia melamar perempuan itu. Antara mereka berdua tidak ada komitmen untuk jalinan hubungan antara dua sejoli.Ryan berjalan menuju meja yang dipakai untuk menaruh berkas dan semua peralatan kerjanya. Ia tarik laci bagian atas, kembali dia ambil foto dirinya berempat dengan Radit, Rani, dan Pak Bagas. Meja kerjanya memang sengaja dibawa pindah, karena malas memindahkan barang yang ada di laci. Selain itu, meja itu ia membeli dengan desain sesuai dengan kebutuhannya sebagai seorang arsitek. "Pada akhirnya saya hanyalah perempuan yang akan Mas campakkan. Yang membedakannya adalah ...." Rani menarik napas, menyadari akan begitu sesak jika dia melanjutkan kata-katanya. "

    Last Updated : 2023-07-15
  • Perempuan Pilihan Istriku    18. Ingin Menyerah

    "Maaf, saya enggak kenal."Ucapan dan tatapan dingin Ryan bagai belati yang mengiris pedih hati Rani. Dia mengerjapkan mata, menahan genangan air yang mulai membendung di pelupuk mata. Diremasnya map di tangan dengan sedih.Ryan menatap tajam pada Hani."Kamu juga Hani, berapa kali saya bilang, kalau tidak ada kepentingan untuk a-- .""Ran ... kamu sudah sampai?" Tamara tiba-tiba muncul dari arah belakang. Berjalan dengan cepat-cepat hingga berdiri di sisi Rani."Maaf, aku yang salah Mas. Tadi, rencana habis laporan. Aku mau izin ke Bogor. Makanya langsung minta Rani kasih berkasnya ke Mas Ryan. Ya, udah ke ruanganku dulu, yuk," ajak Tamara merangkul bahu Rani.Beberapa eksekutif itu mulai meninggalkan lobi dan kembali berbincang satu sama lain setelah dirasa tidak terlalu penasaran lagi dengan kehadiran Rani.Tinggal Ryan yang membeku di tempat. Menatap Tamara yang merangkul bahu istrinya menuju ke lift.***Rr***"Raisa Maharani, apakah itu nama lengkapmu, Ran?" tanya Tamara begitu k

    Last Updated : 2023-07-16
  • Perempuan Pilihan Istriku    19. Rencana Ryan

    Pagi itu Ryan terlihat sudah sehat, duduk di meja makan menikmati sarapan paginya. Dirinya sarapan ditemani Mbak Ninik seperti hari sebelumnya."Yan, kapan kamu daftarkan pernikahan kalian?""Rencananya aku akan menikah lagi saja.""Hah! Apa, enggak salah dengar Mbak ini.""Maksudku, nikah ulang di KUA. Kemungkinan setelah lebaran. Pernikahan kami kemarin hanya Mama, Umar dan Leo saja yang tahu. Anida saja, enggak kami beritahu. Tamara kemarin menduga, tapi tepat dugaannya. Demikian juga Mbak Ninik 'kan, yang tahunya pernikahan kami karena berasumsi.""Tunggu, memang Rani belum ada tanda-tanda ...." Mbak Ninik melanjutkan ucapan dengan menggerakkan telapak tangan di depan perutnya.Bukannya menjawab, Ryan malah terkekeh. Mbak Ninik membulatkan matanya, atas prasangka sendiri."Pantesan dianya mau nyerah jadi istrimu. Cepat perbaiki sikapmu, Yan. Jangan sampai Kembar beradaptasi lagi dengan ibu tiri yang lain.""Memang aku ada tampang, suami enggak setia, Mbak? Selama masih ada Rani un

    Last Updated : 2023-07-17
  • Perempuan Pilihan Istriku    20. Bertemu Radit

    Ryan memelankan laju mobilnya, menurunkan kaca menyapa satpam yang berjaga di pos gerbang cluster Ganesha."Kenapa?" tanya Ryan kemudian karena dilihatnya Rani menghembuskan nafas beratnya. "Apakah kau tidak akan pernah siap menjadi istriku, Rani. Karena ada pria lain yang kau inginkan menjadi pendampingmu.""Siapa?" pancing Rani bertanya."Radit." Tepat di saat Ryan menyebutkan nama sahabatnya itu. Pandangan keduanya tertuju pada mobil putih yang terparkir di carport rumah Ryan.Rani amat mengenal siapa pemilik mobil itu. Mobil dengan logo rumah sakit Muslimat tempatnya bekerja sebagai perawat di sana."Mas Radit, kenapa bisa sampai kemari," gumam Rani seraya melirik Ryan yang mengernyit. Seolah penasaran dengan tamu yang bertandang ke rumah barunya.Ryan memarkirkan mobil putihnya tepat di sebelah mobil hitam yang terparkir di carport rumahnya."Masuklah dulu, lihat anak-anak ... aku turunkan belanja untuk dibawa ke dapur," pinta Ryan pada Rani karena pastinya anak-anak mencari mam

    Last Updated : 2023-07-18
  • Perempuan Pilihan Istriku    21. Tajdidun Nikah

    Ryan memeluk dengan begitu erat. Kedua tangan Rani hanya bisa terkulai bebas di samping badannya."Maafkan aku, Rani. Maaf, maaf, maaf ... untuk semua sikap kasarku selama ini. Aku suami yang sangat dzolim padamu. Radit sudah bercerita semuanya, aku yang salah karena menyimpulkan sendiri tanpa mencari tahu kebenarannya."Ungkapan maaf dari Ryan barusan bagaikan aliran air dingin membasahi dahaga seorang musafir. Begitu menyejukkan, hingga tanpa diminta tangis haru Rani membasahi kedua pipinya. Demikian juga Ryan, tangis sesal juga tak bisa ia bendung."Semoga aku tidak terlambat untuk meminta maaf padamu."Rani menggelengkan kepalanya. Mungkinkah doa-doa panjangnya telah dikabulkan oleh Yang Kuasa. Di saat ia hampir menyerah, Allah kirimkan Radit untuk membuka takbir salah paham Ryan selama lima tahun ini."Mas berangkat ke kantor dulu. Sekali lagi maaf, dan terima kasih sudah bersabar hingga detik ini, dengan segala kedzoliman yang mas lakukan padamu, Ran." Ryan mengurai pelukannya.

    Last Updated : 2023-07-19
  • Perempuan Pilihan Istriku    22. Aku Mencintaimu

    Bu Ilmi, Anida dan Wafa mendampingi Rani. Di belakang mereka ada Umar dan kedua orang tuanya. Mereka duduk berseberangan dengan keluarga besar dari Ryan.Dari keluarga Ryan. Ada Faiq berdampingan dengan Aisha. Tak ketinggalan sahabat dari Bu Ilmi yakni Bu Dewi, nenek Ryan yang ditemani oleh Tamara, Aida serta Syarifah mama mereka. Ryan sendiri diapit oleh Azzam, sepupunya dan Faiz. Papa dari Faiq, adik kandung ibu Ryan.Suasana mendadak hening saat Ryan kembali menjabat tangan Leo Bagaskara selaku wali dari Raisa Maharani, istrinya. Bedanya di samping Leo sekarang ada bapak penghulu yang menyertai prosesi ijab kabulnya kali ini.Akad nikah berjalan lancar. Ryan mengucapkan ijab kabul dengan sangat lantang dan tegas dalam satu kali tarikan. Semua orang berada di dalam masjid menyaksikan pernikahan Ryan dan Rani menyuarakan kata 'sah' tak kalah antusias dengan pria yang mengucap akad nikah itu. Setelahnya bapak penghulu memimpin doa untuk kebahagiaan kedua pempelai.Usai akad nikah di m

    Last Updated : 2023-07-20

Latest chapter

  • Perempuan Pilihan Istriku    Takdir Yang Tertulis (Ending)

    "Eh Paman, serius dengan perjodohan ini. Ntu sekalinya betulan ABG. Baru masuk kelas 12. Hari ini dilamar, baru nikahnya tahun depan gitu," ucap Anida melirik ke arah pamannya. "Mana, Paman tahu." Umar menatap lekat Denok yang berjalan di depan mereka.Setelah menaruh barang bawaan mereka. Anida menghampiri Denok meminta izin untuk ke belakang."Paman tungguin ya, sekalian ajak pedekate calon bibiku." Kerling Anida sebelum berlalu. Ingin rasanya Umar menjitak anak semata wayang kakaknya itu.Denok mengangguk sopan berjalan ke arah Umar. Gadis basa-basi menyapa sebelum berlalu meninggalkan kedua tamu."Maaf, saya tinggal masuk dulu ya, Mas. Mau bantu nyiapin makan siang." Pamit Denok ketika akan melewati Umar."Tunggu!" cegah Umar.Denok berhenti sekitar tiga langkah dari Umar."Iya, Mas."HuufftsUmar menghembuskan nafas, untuk mengurangi sesak di dadanya sedari tadi."Maaf sebelumnya, tapi saya harus mengatakan ini. Saya pribadi keberatan dengan perjodohan ini. Beberapa minggu yang

  • Perempuan Pilihan Istriku    32. Takdir Yang Tertulis (1)

    Peri menatap nanar map di atas meja tamu kediaman Umi Hanifah. Angan yang dia harapkan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang didengarnya barusan.Barusan Umi Hanifah menyampaikan, proses ta'aruf antara dirinya dan Umar ada kemungkinan tidak bisa dilanjutkan.Umar sebelum bertemu dengan Peri, telah bercerita semuanya dengan Ustad Mukhlis, alasan tidak dapat melanjutkan ta'aruf. Bahwa dia dijodohkan dengan anak sahabat bapaknya. Dirinya tidak dilibatkan, dengan kata lain dia tidak mengetahui perihal perjodohan ini."Maaf, tidak ada maksud saya mempermainkan perasaan anti, Ukh .... " ucap Umar sebelum beranjak meninggalkan ruang tamu kediaman ustadzah Hanifah."Tak mengapa, Akh ... semoga kita berdua dipertemukan dengan jodoh terbaik," balas Peri lirih. Umi Hanifah selaku murabbi Peri, sekaligus kepala sekolah TA Al Furqon itu mengelus punggung binaannya seraya memberi dukungan untuk sabar dan ikhlas."Aamiin."Dengan perasaan bersalah, Umar menatap getir ke arah perempuan yang ta

  • Perempuan Pilihan Istriku    31. Ta'aruf

    Tiga tahun kemudian "Papa, berangkat dulu ya, Farraz. Baik-baik sama Mama." Ryan menciumi wajah batita dalam gendongannya. Bocah yang sebentar lagi menjadi kakak itu, terkekeh geli dengan ulah papanya. Farraz Putra Edogawa, putra ketiga Ryan."Mas sudah bikinkan janji periksa untuk nanti sore. Semoga dedeknya enggak malu lagi, dilihat identitinya." Ryan beralih mencium kening Rani. Istrinya itu tersenyum seraya mengangsurkan tas kerja milik suaminya."Iya, Mas. Hati-hati bawa mobilnya, ya," balas Rani meraih tangan kanan suaminya untuk salim lantas diciumnya dengan takzim."Mas jadi pingin makan rujak, ya," ujar Ryan sembari mengecap dan mendesis mirip ekspresi orang makan rujak manis, asam, pedas.Rani tertawa geli melihat ekspresi suaminya. Diraihnya tubuh Farraz dari gendongan Ryan. Kemudian menggendong putranya itu, di sisi pinggang kanan."Assalamualaikum," sapa Tamara mengandeng bocah sepantaran Farraz. Disusul Radit dibelakang mereka berdua."Dari bangun Subuh tadi. Sudah heb

  • Perempuan Pilihan Istriku    30. Lembaran Baru

    "Sungguh aku iri padamu. Ingin aku menggantikan posisimu sekarang. Dan itu tidak akan terwujud kalau kau masih bernyawa, Rani."Setelah berkata demikian Lucia bangkit dari duduknya menerjang tubuh Rani. Hingga keduanya terjatuh ke karpet. Lucia berada di atas tubuh Rani."Kalau gagal membunuhmu dengan tangan orang lain. Mungkin sudah saatnya kau mati di tanganku sendiri." Lucia mencekik kuat leher Rani dengan kedua tangannya.Rani yang tidak menyangka akan diserang demikian. Napasnya tersenggal, lidahnya hampir terjulur.Hingga"Anak kurang ajar!" teriak seseorang yang membuat Lucia merenggangkan cekikannya.Kepala wanita itu dihantam sekuat tenaga oleh tas yang dibawa seseorang yang terlihat samar oleh penglihatan Rani. Namun, ia hafal suara sosok yang datang menyelamatkannya barusan."Kak Rani!" seru Aida panik. Sepupu Lucia itu menghampiri Rani yang terbaik berkali-kali dengan nafas terengah-engah."Nenek pastikan kali ini, kamu meringkuk dalam penjara, Lucia." Bu Dewi memukulkan t

  • Perempuan Pilihan Istriku    29. Benang Merah

    Hari ketiga dirawat di rumah sakit. Rani meminta Ryan untuk menguruskan kepulangan. Ia sudah merindukan kedua anak mereka."Mas tidak berani memutuskan sendiri. Kita tunggu apa kata dokter. Setelah itu pertimbangan dari mama Ilmi.""Kurasa aku sudah cukup istirahatnya, Mas. Di sini aku tak melakukan aktivitas apapun. Nanti Mas Ryan bantu aku ngomong sama Mama, ya."Rani merasa kesehatannya telah pulih, kondisi badannya kembali fit pasca keguguran. Di rumah sakit dirinya memang dia diperbolehkan beraktivitas berlebihan. Kondisinya pun terus mendapat pantauan langsung dari dokter kandungan."Mau ke rumah kita atau tetap ke rumah mama Ilmi?" tanya Ryan seraya membelai pipi wanitanya itu."Senyamannya Mas Ryan saja. Aku ikut.""Kalau pemeriksaan dokter menyatakan sudah pulih. Kita pulang ke rumah kita saja, ya.""Hu um." Rani mengangguk seraya tersenyum menatap pria di depannya itu."Sayang, Mas tanya sekali lagi. Benar, kamu tidak mau mengusut kasus ini. Atau sebenarnya kamu sudah tahu.

  • Perempuan Pilihan Istriku    28. Mengikhlaskan

    Laksman tidak membawa mobil ke area parkir klinik melainkan putar balik ke tempat dia berjumpa dengan Leo menggendong kakaknya tadi. Dia masih berharap apa yang didengar tadi tidaklah benar. Tanpa sengaja dia mendengar instruksi kakaknya dengan seseorang di telepon, yang mengarah pada tindakan kriminal.Saat pandangan Laksman menemukan sebuah gudang tua. Ia memelankan laju mobil Tamara hingga berhenti di samping Jeep milik kedua preman yang dihajar oleh Leo tadi.Laksman bergegas masuk ke dalam gudang, yang pintunya telah dirusak oleh Leo tadi. Begitu memasuki gudang, dia menghampiri dua preman yang masih tak bergerak. Keduanya tergeletak di lantai penuh dengan luka.Dengan langkah berhati-hati ia mendekati kedua preman itu. Ragu, apakah kedua preman dalam keadaan sadar atau pingsan, Laksman mengoyangkan salah satu kaki preman dengan kaki kanannya.Pemuda itu terjingkat, ketika terdengar dering ponsel dari saku celana preman sebelah kiri kakinya. Laksman bergegas mengambil ponsel itu,

  • Perempuan Pilihan Istriku    27. Tunas Yang Terenggut

    Rani terkesima begitu tiba di rumah Pak Faiz suasana sangat rame. Setelah sungkeman secara singkat tadi. Dirinya permisi membawa kembar ke taman belakang. Ditemani Aida menjaga Fathiya dan Fatih dirinya bisa bercengkrama dengan kerabat Ryan secara lebih dekat.Lucia dan ibunya hanya memperhatikan Rani dengan tatapan tak suka dari tempatnya menikmati hidangan yang ditata secara prasmanan itu. "Ma ... harusnya aku yang duduk disana. Disapa dan disambut ramah sebagai istri mas Ryan. Bukan perempuan itu. Beruntung sekali dirinya dipungut anak oleh Bu Ilmi. Jadi, bisa menggantikan posisi dokter Felliana menjadi ibu untuk anaknya mas Ryan.""Sudahlah, Lucia. Mama sadar sekarang, sesuatu yang dipaksakan itu ... tak akan pernah baik akhirnya. Benar kata nenekmu, kalau dasarnya jodoh. Mau dipisahkan kayak manapun. Akhirnya bersatu juga. Itu, yang bisa mama lihat dari Ryan dan Rani.Lihatlah kembar juga nyaman dengan perempuan itu. Dulu mungkin, Ryan ingin menikah dengan gadis yang dicintai. N

  • Perempuan Pilihan Istriku    26. Gemuruh

    Acara buka bersama dalam rangka tasyakuran atas penikahan Radit-Tamara berjalan lancar di kediaman keluarga Ardiansyah, Bogor. Acara yang dihadiri kerabat dan tetangga sekitar rumah itu, cukup meriah.Ketika acara berbuka telah usai. Pembawa acara mengarahkan tamu undangan untuk melaksanakan salat Tarawih di masjid komplek perumahan Seroja. Ada sebagian yang memilih langsung pulang ada yang melaksanakan salat Tarawih di sana.Setelah semua orang kembali ke rumah masing-masing, Radit pun mengajak Tamara masuk ke kamarnya."Tadi sebelum berangkat, Mas lihat rambutnya basah. Sudah suci rupanya." Radit hanya memastikan saja, padahal dia tadi melihat istrinya salat Maghrib juga ikutan jamaah Tarawih dengan rombongan keluarganya."Hmm ...."Tamara menjawab dengan gumaman. Radit tersenyum, langsung memeluk tubuh istrinya itu. "Ya, sudah. Mas siap-siap dulu ya, Sayang.""Siap-siap mau kemana?""Membawamu ke nirwana."Jawaban dari Radit tak urung membuat Tamara memutar bola matanya.Radit terk

  • Perempuan Pilihan Istriku    25. Endingnya Ikrar

    "Jam berapa, rombongan Radit datang, Kak?" tanya Bu Syarifah pada Tamara yang duduk dengan gelisah."Harusnya sudah sampai ini, Mam. Apa terjebak mancet, ya. Pesanku belum dibacanya juga," jawab Tamara dengan wajah gelisah. Wanita itu tampil sempurna dengan setelan kebaya berwarna pink rose. Senada dengan gamis yang dikenakan mama, Aida dan Aisha.Bu Syarifah menepuk pundak putri sulungnya. "Ya, sudah. Kayaknya terjebak macet, Sayang.""Semoga kalaupun iya, enggak lama terjebak macetnya. Papa juga kenapa pakai pasang tenda undang semua warga komplek, kalau mas Radit enggak jadi datang. Apa enggak malu, kitanya," sungut Tamara kemudian.Karena hampir setengah jam dari waktu yang diperkirakan kedatangan rombongan Radit. Sosok pria itu belum juga nampak."Astaghfirullahal'azim, Nak. Kok malah nyumpahin diri sendiri gitu, sih. Enggak baik itu. Mama yakin Radit bukan orang seperti itu. Papa menyiapkan ini semua karena sudah dibicarakan dengan Radit juga orang tuanya.""Ya, kalau enggak jad

DMCA.com Protection Status