Beranda / Romansa / Perempuan Bermahar Lima Miliar / Bagian (1) : Arumi Melarikan Diri

Share

Perempuan Bermahar Lima Miliar
Perempuan Bermahar Lima Miliar
Penulis: David Khanz

Bagian (1) : Arumi Melarikan Diri

Penulis: David Khanz
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-21 22:00:36

PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIAR

Penulis : David Khanz

(Bagian 1)

Petang itu, Hamizan baru saja usai melaksanakan kewajiban ibadah salat Isya, tiba-tiba terdengar suara bel rumah berdentang. Lekas lelaki tersebut melipat sajadah dan bergegas keluar dari kamar.

Namun baru saja membuka pintu, Bi Inah pembantu di rumah itu, sudah mendahului menuju ruang depan. “Biar saya yang bukain, Den,” ujar wanita tua berusia sekitar 60’an tahun tersebut seraya menahan gerak langkah Hamizan.

“Oh, baiklah, Bi. Terima kasih, ya,” kata anak muda itu sembari melemparkan senyuman. “O, iya … Mang Karta di mana, Bi?” tanyanya lebih lanjut, tentang sosok lelaki yang merupakan suami dari Bu Inah tadi.

“Ada di belakang, Den. Nanti saya panggilkan setelah saya ke depan,” jawab Bi Inah disertai jari jempol menunjuk ke arah ruangan depan tadi. Maksudnya terlebih dahulu akan memeriksa siapa orang yang bertamu sepetang itu ke rumah, kemudian membantu memanggilkan suaminya.

“Ah, tidak usah, Bi,” timpal Hamizan dengan cepat. “Biar saya sendiri yang ke belakang. Bibi lihat saja dulu di depan, siapa yang datang itu. Oke?”

Bi Inah mengangguk hormat, lantas menjawab, “Baik, Den.”

Hamizan berbelok menuju arah belakang, ruangan dimana  tempat biasa Mang Karta dan Bi Inah berada pada waktu-waktu tersebut. Dia pikir, mungkin yang membunyikan bel di depan itu adalah petugas kurir atau seseorang yang tidak terlalu penting untuk ditemui.

“Ya, Allah … Neng Arum?” seru Bi Inah begitu membukakan pintu depan.

Sesosok perempuan muda berusia 25 tahun, tampak berdiri mematung di beranda rumah. Terlihat kedinginan dalam keadaan basah kuyup dan kedua tangan menyilang lipat di depan dada.

“B-bi ….,” sebut sosok yang dipanggil Arum tersebut menatap lekat pada Bi Inah. “M-mas Izan-nya a-ada, Bi?” imbuhnya bertanya dengan suara tergagap, kedinginan.

Sejenak wanita tua itu malah terdiam kaku. Terpana, karena entakkan rasa kaget, melihat sosok yang sudah begitu dia kenal sebelumnya.

“Ada, Neng, ada,” jawab Bi Inah lirih. “Ya, Allah … kenapa hujan-hujanan begini, Neng? Ayo, masuk,” ajak orang tua tersebut seraya hendak menggandeng lengan perempuan bernama Arum tadi, agar segera masuk ke dalam rumah.

“Tidak usah, Bi. Biar saya menunggu di luar saja,” balas Arum menolak ajakan pembantu rumah Hamizan itu.

Namun Bi Inah tetap bersikukuh memaksa. Apalagi melihat cuaca pada petang itu, masih turun rintik hujan semenjak sore tadi.

“Jangan, Neng. Ayo, masuk sekarang juga,” paksa orang tua tersebut sambil menarik-narik tangan tamu istimewa itu. “Kasihan sekali Neng ini sampai … Yaa Allah, basah kuyup begini. Ayo, ke dalam.”

Kali ini Arum terpaksa mengikuti ajakan Bi Inah. Melangkah memasuki rumah dengan langkah gontai dan tubuh menggigil kedinginan.

“Sudah, Bi. Saya nunggu Mas Izan di sini saja.” Arum berhenti berjalan secara tiba-tiba. Berdiri tepat membelakangi pintu depan yang masih terbuka lebar.

Bi Inah mendesah, lirih.

“Jangan, Neng. Ayo, ganti dulu pakaiannya,” kata wanita tua tersebut miris memperhatikan kondisi Arum yang tidak henti-hentinya menggigil. “Pakai saja dulu baju-baju saya buat sementara. Yang ini ….” Bi Inah menunjuk sekujur tubuh perempuan muda di hadapannya tersebut. “ … biar saya cuci dan keringin sekarang juga. Ya, Neng, ya?”

Arum menggeleng pelan. Menolak tawaran bantuan yang hendak diberikan oleh pembantu rumah Hamizan itu.

“Ya, Allah … Neng,” desah kembali Bi Inah semakin merasa kasihan melihat kondisi Arum. Sekujur badan, termasuk balutan kain jilbab yang menutupi kepala, basah kuyup terkena guyuran hujan.

Akhirnya, karena tidak kunjung mengikuti ajakan tadi, sosok wanita tua itu pun bermaksud mengambilkan seperangkat pakaian pengganti di kamar. Sekalian memanggilkan Hamizan yang mungkin saja saat itu sedang bersama Mang Karta, sang suami.

“Neng Arum tunggu di sini sebentar, ya?” pamit Bi Inah mewanti-wanti. Lalu menutup daun pintu, agar embusan kencang angin dari luar, tidak masuk dan menerpa tubuh tamunya tersebut. “Duduk saja dulu. Saya panggilkan dulu Den Izan-nya.”

Arum mengangguk, tapi masih juga bertahan untuk tetap berdiri di tempatnya tadi. Tidak memilih duduk-duduk, karena kondisi pakaiannya yang basah kuyup. Dia melihat-lihat sekeliling ruangan di sana, tampak begitu lega dan tertata rapi dengan berbagai perabotan indah serta mewah.

Benar saja sesuai dengan apa yang diperkirakan oleh Bi Inah sebelumnya, Hamizan sedang duduk-duduk bersama Mang Karta di kamar. Kedua lelaki berbeda usia tersebut, serempak menoleh begitu dirinya muncul di ambang pintu kamar.

“Den ….,” panggil Bi Inah dengan suara lirih.

“Siapa tadi tamunya, Bi?” tanya Hamizan disertai kening berkerut, saat melihat raut wajah sosok pembantunya itu tampak muram. 

Wanita tua tersebut tidak langsung menjawab. Tatap matanya, sejenak melirik pada sang suami, Mang Karta. Lantas beralih kembali pada Hamizan, sosok anak muda yang sudah bertahun-tahun bersama-sama, semenjak keluarga majikannya itu masih utuh, dulu.

Bi Inah pun menjawab usai menelan seteguk ludah, “Di depan ada Neng Arum, Den.”

Seketika, baik Hamizan maupun Mang Karta tersentak kaget.

“Apa? Astaghfirullahal’adziim!” seru anak muda tersebut terkaget-kaget, lalu sontak bangkit dari duduk santainya di atas karpet, diikuti oleh Mang Karta dengan kelopak mata membulat besar. “Kenapa datang semalam ini? Sama siapa, Bi?” imbuhnya kembali Hamizan bertanya. Seketika dia membayangkan satu sosok lain, selain Arum sendiri. “Apa Arum datang sama—”

Tukas Bi Inah singkat, tapi bersuara lirih dan perlahan, “Sendiri, Den.”

Kembali anak muda tersebut mengucap istighfar. Maka tanpa bertanya-tanya kembali, cepat-cepat dia keluar dari dalam kamar, bergegas menuju ruangan depan hendak menemui sosok Arum.

“Neng ….?” sebut Hamizan begitu tiba di ruangan, dimana Arum saat itu berada. Berdiri di belakang daun pintu dengan kedua tangan menyilang di depan dada. 

Arum menoleh lunglai dengan sorot mata sayu beradu tatap bersama sosok lelaki tersebut. “Mas Izan ….,” balas Arum kemudian.

“Astaghfirullahal’adziim. A-apa yang terjadi sama kamu, Neng?” tanya Hamizan bingung. 

Sesaat anak muda tersebut memperhatikan pakaian basah yang melekat di sekujur tubuh perempuan itu. Lalu memanggil-manggil Bi Inah.

Tidak berapa lama, sosok yang dipanggil pun muncul sambil membawakan seperangkat pakaian di tangan. Diikuti oleh suaminya, Mang Karta.

“Sudah saya siapin, Den,” kata Bi Inah dengan kedua tangan terangkat sebatas perut, memperlihatkan pakaian ganti miliknya, yang tadi sempat ditawarkan pada Arum. “Tadi sudah saya tawarin, tapi Neng Arum-nya menolak.”

“Ya, Allah ….,” desah Hamizan lirih. “Cepat, ganti dulu pakaianmu ya, Neng. Nanti masuk angin.”

Kali ini, Arum langsung mengiyakan. Tidak lagi bersikeras menolak, sebagaimana yang dilakukannya tadi terhadap Bi Inah.

“Mang ….!” panggil Hamizan pada Mang Karta yang terlihat ikut membalik badan mengikuti Bi Inah dan Arum. “Mau ke mana?”

Seketika, lelaki tua suaminya Bi Inah itu tersadar. Dia menepuk kening sendiri sambil terkekeh menyebalkan.

“Astaghfirullah! Lupa saya, Den. He-he,” ungkapnya seraya kembali memutar arah langkah mendekati Hamizan. “Maaf, Den. Beneran, saya lupa.”

Anak muda tersebut tersenyum miring, kecut. Lantas berkata, “Tolong, Mamang bilangin sama Bi Inah, siapin makan malam buat Arum ya, Mang.”

Mang Karta menjawab, “Baik, Den. Saya laksana—”

“Tapi jangan sekarang!” tukas Hamizan sembari menahan gerak langkah laki-laki tua tersebut yang dengan sigap, hendak bergegas menuju ruangan belakang. “Tunggu sampai Bi Inah, istri Mamang, beres mengurus Arum.”

“O, iya. Tentu saja, Den. He-he,” balas Mang Karta mengekeh sendiri. Memperlihatkan barisan giginya yang berwarna kecoklatan dan sebagian sudah pada tanggal.

“Satu lagi!” ujar Hamizan, lagi-lagi menarik siku Mang Karta yang bersiap-siap pergi. “Malam ini, Mamang tidur sendiri. Biar Bi Inah nemenin Arum di ruangan atas sana,” imbuh kembali anak muda tersebut seraya menunjuk loteng, lantai atas rumah itu yang terdapat beberapa ruangan lain, termasuk kamar tidur khusus tamu.

Usai mendengar perintah dari Hamizan, Mang Karta pun lantas tersenyum-senyum menggoda.

“Ciee … ciee … ciee ….,” ledek sosok suami Bi Inah itu. “Kenapa tidak diajak tidur bareng Aden Izan saja, Den? Apalagi hujan-hujan begini. Hi-hi. Pasti lebih—”

“Astaghfirullah! Dosa, Mang! Belum halal!” seru Hamizan terkaget-kaget.

“Eh, i-iya … astaghfirullahal’adziim! Maaf, Den. Saya khilaf ngomong,” ungkap Mang Karta langsung membekap mulut sendiri. “Haduh! Kenapa ini mulut tidak bisa dikondisikan, ya? Asal saja kalau bunyi!”

Hamizan memegangi kening sambil menggeleng-geleng miris. “Allahuakbar ….,” desahnya kemudian usai melirik pada Mang Karta.

BERSAMBUNG

Bab terkait

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (2) : Perselisihan Abah dan Umi

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 2)Hamizan, Arumi, Bi Inah, dan Mang Karta, duduk berkumpul di atas sofa, melingkar di ruangan depan. Ditambah lagi dengan kehadiran dua orang lainnya, yaitu Pak RT beserta istrinya. Pihak laki-laki dan perempuan, sengaja memilih berada agak berjauhan, menyisakan celah tersendiri di antara dua kelompok tersebut. Sementara, keempat sosok tadi, baru saja menyantap makan malam bersama-sama sebelumnya.“Baik …..” Hamizan memulai membuka suara sebagai pihak tuan rumah. Menatap lurus ke depan dan terkadang ke bawah, tanpa mau beradu tatap dengan Arumi. “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.”Serempak, ucapan pembuka Hamizan baru saja tersebut, dijawab oleh kelima sosok yang hadir di sana secara berjamaah. Setelah menghaturkan terima kasih pada Pak RT dan istrinya, atas pemenuhan undangan kedatangan mereka ke rumah, Hamizan pun lanjut membuka pertemuan tersebut.“Mang Karta, Bi Inah, Pak RT, serta Ibu RT ….,” ujar Hamizan

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-21
  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (3) : KH. Bashori Mengancam Hamizan

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz (Bagian 3)“Jadi bagaimana sekarang, Neng?” Tiba-tiba suara pertanyaan dari pihak Bu RT, membuyarkan lamunan Arumi tentang keluarganya di kampung.Sejenak perempuan itu terdiam dengan tatapan hampa. Lantas bertanya lirih pada sosok istri Pak RT tadi, “Bagaimana tentang apa, Bu?”Bu RT menoleh pada suaminya dan Hamizan. Dia bingung dengan sikap Arumi, apakah mesti mengulang kembali pembicaraan? Bahasan tentang obrolan bersama tadi, sebelumnya, atau bagaimana.Akhirnya Hamizan pun —terpaksa— mengambil alih dan angkat bicara untuk menjelaskan. “Eneng tidak ikut nyimak pembicaraan kita tadi ?” tanya lelaki tersebut dan langsung digelengi oleh Arumi. “Baiklah, jadi begini ….,” lanjut lelaki itu berkata, setelah mendengkus sebelumnya, “buat mencegah timbulnya fitnah, sebaiknya malam ini … Eneng ikut Pak RT dan Bu RT. Nginep di sana. Jangan di sini. Di rumah ini.”Arumi menunduk dan terdiam. Mendengar penjelasan yang dituturkan oleh kekas

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-21
  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (4) : Arumi Mengajak Hamizan Kawin Lari

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz (Bagian 4)Usai melakukan obrolan jarak jauh melalui ponsel, Arumi menangis pilu di dalam pelukan Bi Inah dan ikut ditenangkan pula oleh Bu RT. Sementara Hamizan serta Pak RT sendiri, sibuk berbicara secara empat mata di ruangan lain.“Tidak perlu khawatir, Pak,” ujar Pak RT mencoba berbicara dengan nada santai. “Kalaupun benar keluarga si Eneng itu bakal datang bersama pihak kepolisian, dalam hal ini … Pak Izan sama sekali tidak bersalah. Pak Izan sudah melakukan hal yang benar dan saya … yang menjadi saksinya.”Hamizan tersenyum tipis, lantas lanjut menimpali, “Saya tahu, Pak. Saya sama sekali tidak merasa takut. Paling-paling, nanti polisi hanya akan minta keterangan dari saya. Maka dari itu, sengaja saya undang Bapak serta Ibu RT ke rumah, salah satunya … yaaa, buat beginilah. Menjadi salah satu saksi yang bisa membantu saya nanti.”Pak RT mengangguk-angguk sambil mempermainkan bibirnya menggunakan jari telunjuk. Sesekali lelak

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-21
  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (5) : Perdebatan Umi Afifah dengan suaminya

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 5)Menengok beberapa tahun sebelumnya, Hamizan adalah seorang mahasiswa dari Jakarta yang melakukan PKL (Praktik Kerja Lapangan) di Tasikmalaya. Tepatnya Kampung Sukamenak, Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari. Selama berada di sana, anak muda tersebut menginap di sebuah Pondok Pesantren Al Ardul Basyariyah milik seorang tokoh terkenal. Di tempat itu pula, dia bertemu dan mengenal seorang santriwati bernama Arumi Nasha Lazeta. Sosok gadis terakhir ini, tidak lain adalah putri kedua dari pemilik pondok pesantren tersebut, yakni KH. Bashori dan Umi Afifah.Bilur-bilur cinta pun mulai tersemai di hati muda-mudi tersebut. Sebagai mahasiswa yang berkuliah di Fakultas Tarbiyah, tentu saja aktivitas Hamizan lebih banyak berbaur dengan para santri-santriwati di sana, termasuk dengan Arumi sendiri.Kedekatan kedua anak muda tersebut, rupanya tercium oleh KH. Bashori. Maka dengan sangat terpaksa, setelah pelaksanaan praktikum perkuli

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-22
  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (6) : Perjodohan Basil dan Arumi

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 6)Rencana perjodohan Arumi memang bukan sebuah gertakan belaka. KH. Bashori membuktikan dengan mengundang seorang teman semasa mereka —sama-sama— mendalami ilmu agama di pondok pesantren dulu, yaitu KH. Anam Al Fathoni, berserta putranya, Basil Basyiruddin.“Bagaimana kabarmu sekarang, Nak Basil?” tanya KH. Bashori di tengah-tengah perbincangan di acara pertemuan antar keluarga mereka di lingkungan Pondok Pesantren Al Ardul Basyariyah. “Saya dengar, Nak Basil sudah dipercaya Abimu untuk mengelola pondok pesantren di sana. Betulkan itu, Nak?” Orang tua berjanggut putih memanjang tersebut hanya ingin sekadar berbasa-basi, sekaligus mengenal lebih jauh anak muda yang kelak akan menjadi menantunya tersebut.“Ah … alhamdulillah, Abah. Tapi, bukan sebagai pengelola utama. Hanya diperbantukan untuk mengurus pondok pesantren punya Abi itu, Abah,” jawab Basil seraya melirik ke arah ayahnya, KH. Anam.“Wah, berarti … ilmu agamamu sud

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-22
  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (7) : Makna Tangisan Seorang Azizah

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 7)Arumi berlari sambil menangis, melewati sebuah ruangan, tempat dimana saat itu Azizah sedang mengawasi santriwati mengaji. Sontak perempuan yang merupakan kakak kandung dari gadis tersebut, menoleh dan memperhatikan adiknya hingga masuk ke dalam kamar.'Astaghfirullahal'adziim ….,' ucap Azizah di dalam hati, lantas benaknya pun diliputi tanda tanya. 'Ada apa dengan Arum, ya? Kulihat tadi, sepertinya dia menangis.'Dera dilema pun seketika menggayuti segenap dada. Azizah, istri dari Ustaz Muzakir, bingung untuk mengambil sikap. Tetap berada di sana atau menghampiri adik kandungnya?Sejenak perempuan beranak dua itu, memutar kepala ke arah sekumpulan santriwati di depannya. Mereka sedang fokus melaksanakan murajaah secara bersama-sama. Kemudian kembali menoleh ke kamar dimana Arumi tadi terlihat masuk."Anisa ….," panggil Azizah —akhirnya— pada salah seorang santriwati yang duduk paling dekat dengannya.Sosok yang dipanggil

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-24
  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (8) : Arumi Menolak Perjodohan

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 8)Setelah keadaan hati kedua perempuan itu tenang, Azizah dan Arumi pun melanjutkan kembali percakapan mereka. Terjeda oleh luapan emosi, melalui ungkapan lirih dalam sebuah tangisan mengiris kalbu.“Entahlah, Kak. Aku merasa seperti sedang diperjual-belikan oleh Abah,” ucap Arumi di tengah-tengah perbincangan, disertai isak yang masih tersisa. “Abah menjodohkanku dengan anaknya Kiai Haji Anam itu, berdasarkan alasan tertentu, disamping karena beliau adalah sahabat Abah sewaktu mondok dulu.”Azizah menoleh dan memperhatikan adiknya dengan tatapan lekat. “Apa maksudmu berkata merasa diperjual-belikan itu, Dik? Kamu berpikir kalau Abah bermaksud menukarmu dengan Basil?”Arumi menarik napas panjang. Rasa kesal setelah acara pertemuan dua keluarga tadi, masih juga belum sirna, menyesak di dalam hatinya. Sebal pula dengan sikap serta perilaku Basil yang terus memandanginya, laksana seekor serigala sedang mengincar mangsa.Menja

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-24
  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (9) : Rencana Hamizan menemui KH. Bashori

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 9)Upaya penolakan Arumi terhadap rencana perjodohannya dengan Basil Basyiruddin oleh KH. Bashori, tidak membuahkan hasil. Semakin melawan, kian kuat pula orang tua tersebut bersikeras untuk menyegerakan pernikahan anak perempuan bungsunya.Arumi putus asa dan mengadu pada ibunya, Umi Afifah. Namun wanita tua itu tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak berdaya menghadapi kekerasan sikap suaminya tersebut, terkecuali hanya bisa pasrah dan meminta Arumi untuk bersabar.Di tengah kekalutan yang sedang dirasakannya, gadis tersebut menghubungi Hamizan melalui ponsel. Meminta kejelasan akan status hubungan mereka selama ini.“Insyaa Allah … aku akan datang menemui Abah besok, Neng,” ucap lelaki muda itu berjanji. “Aku akan membicarakan tentang hubungan kita ini sama beliau. Insyaa Allah. Doakan saja.”Rencana kedatangan Hamizan untuk menemui KH. Bashori, sedikit mampu membuat Arumi tenang dan berharap banyak.“Tunaikan beberapa raka

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-25

Bab terbaru

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (123) : Akhir Dari Sebuah Misteri (TAMAT)

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (123) Episode : Akhir Dari Sebuah MisteriBeberapa hari setelah Arumi melahirkan, Hamizan kedatangan seorang tamu spesial. Dia tiba di sana menjelang siang, bersama dua orang lelaki berbadan tegap, untuk menemui menantu Abah Bashori tersebut sambil membawa sesosok bayi mungil di dalam dekapan. Sosok khusus itu tidak lain adalah Pak Waluyo, bapak kandung Bella Aurora."Pak?" ucap Hamizan kaget bercampur heran. Seolah-olah tidak percaya melihat ketibaan orang tua tersebut di Tasikmalaya. Yang lebih menarik perhatian adalah tentang bayi mungil itu. 'Anak Bella-kah dia?' tanyanya seketika menduga-duga. "Silakan masuk, Pak."Hamizan menyalami ketiganya dan mengajak Pak Waluyo serta kedua orang itu tadi masuk ke dalam rumah."Ada apa ini, Pak? Bagaimana bisa tahu kalo saya ada di sini?" tanya Hamizan masih merasa heran dan bingung dengan kedatangan Pak Waluyo. Lanjut bert

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (122) : Arumi Melahirkan

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (122)Episode : Arumi MelahirkanBelum habis memikirkan kejadian misteri penabrakan tadi, tiba-tiba Arumi meringis kesakitan. Perempuan cantik berkulit putih bersih itu menyeringai sembari pegangi perut."M-maasss ….," lenguh Arumi memanggil suaminya.Hamizan menoleh dari arah pandangan pada sosok kendaraannya yang ditabrak tadi."Sayang? A-ada apa, Sayang?" tanya lelaki itu gelagapan. Dia memperhatikan raut wajah Arumi dan elusan di perut buncitnya. "Yaa Allah … k-kamu mau melahirkan?"Arumi menggelengkan kepala dengan bibir tidak berhenti mendesis. "Gak tahu, Mas. Perutku mules banget ini. Aduuhh … aashhh!" jawab Arumi kian menghebat serangan rasa sakit yang mendera perut. Seketika raut wajah perempuan itu berubah memucat disertai keringat mengilap di wajah."Yaa Allah ….!" seru Hamizan mulai panik dan segera memanggil Muzakir. "Kang, s-

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (121) : Arumi Terancam

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (121)Episode : Arumi TerancamHamizan tidak pernah tahu, ada persoalan apa di antara Bella dan Pak Waluyo. Sementara orang tua itu sendiri belum mau terbuka padanya.Timbul pertanyaan baru, jika saja benar seorang Bella telah berubah, lantas mengapa hubungan dengan bapaknya sendiri justru terkesan tidak harmonis? Bukankah sebelum itu mereka berdua terlihat akur. Setidaknya itulah yang dinilai di mata Hamizan. Namun suami Arumi tersebut tidak ingin mencampuri urusan internal keluarga Pak Waluyo. Terpenting sekarang, sikap Bella sendiri memang tidak seperti beberapa bulan sebelumnya.Baru saja babak kedamaian itu dirasakan oleh keluarga Hamizan, suatu ketika dia menerima sebuah panggilan telepon."Pak Waluyo ….," gumam Hamizan begitu memperhatikan nomor kontak yang tertera di layar. "Assalaamu'alaikum, Pak," ucapnya usai menekan ikon berwarna hijau."Wa'alaik

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (120) : Bella Berubah?

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (120)Episode : Bella Berubah?Semenjak pembicaraan mereka di pagi hari tersebut, sikap Bella terhadap Hamizan sedikit berubah. Tidak lagi mendayu-dayu sebagaimana biasa, tapi lebih lembut dan santun dalam bertutur kata serta sikap."Maaf, selama ini sikap aku mungkin gak berkenan buatmu, Hamizan. Saya sadari itu dan pastinya justru akan membuatmu makin merasa gak suka sama aku,'kan?" ucap Bella dengan suara datar. "Aku minta maaf. Itu semata karena aku terlalu menuruti kata hati. Terkadang, aku gak ngontrol tentang itu."Hamizan memang merasakan hal demikian, walaupun tidak sepenuhnya perempuan tersebut berubah drastis. Namun setidaknya, kini dia bisa sedikit bernapas lega dan tidak lagi harus didera ketakutan akan perilaku Bella yang sering terlewat batas.'Apakah benar Bella telah berubah? Apa karena ucapanku tempo hari itu?' Benak Hamizan pun dilanda tanda tanya

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (119) : Perlawanan Hamizan

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (119)Episode : Perlawanan HamizanSesuai perkiraan, ternyata memang benar adanya bahwa pada hari itu Azizah telah melahirkan seorang bayi mungil berjenis kelamin laki-laki."Maaf, Zakir gak sempet ngasih kabar ke rumah, Umi," kata Muzakir saat ditanyai oleh Umi Afifah. Dia ikut sibuk menemani dan mengurus kelahiran istrinya saat Arumi menelepon. "Baru mau dihubungi, eh … ternyata Umi sudah datang," lanjutnya kembali berkata sambil menatap Hamizan dan Arumi yang turut datang bersama-sama."Iya, gak apa-apa, Nak. Terpenting … Alhamdulillah … akhirnya Azizah sudah melahirkan dengan selamat," timpal Umi Afifah seraya tersenyum bahagia melihat cucu ketiganya.Sementara Azizah sendiri masih tergolek lemas di atas ranjang di samping Muzakir suaminya.Hamizan langsung mendekat dan memperhatikan bayi mungil yang sedang terbari

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (118) : Kecurigaan Seorang Istri

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (118)Episode : Kecurigaan Seorang IstriKini perasaan Hamizan sedikit agak lega setelah mencurahkan permasalahannya pada sang Mertua, Abah Bashori. Tidak lupa, dia juga menceritakan kepada orang tua tersebut bahwa khusus tentang kedua video yang dimaksud, belum akan diberitahukan kepada Arumi dengan alasan yang mendasari."Ya, Abah paham maksudmu, Nak. Tapi bukan berarti Abah mendukung usahamu itu," timpal Abah Bashori lebih lanjut. "Sebagai manusia, terkadang kita dituntut untuk gak terlalu jujur dalam bersikap. Abah ngerti kok, kamu ngelakuinnya karena satu sebab. Itu bagus. Hanya saja, suatu saat … kamu harus selalu terbuka pada keluargamu."Hamizan mengangguk pelan mendengarkan petuah mertuanya. "Satu hal lagi yang harus kamu tahu, Nak," imbuh kembali Abah Bashori, "Arumi itu … suka mencari-cari jalannya sendiri jika hendak mengetahui sesuatu. Dia anak pintar.

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (117) : Lelah Dalam Pasrah

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (117)Episode : Lelah Dalam PasrahTampak jelas sekali jika diperhatikan, sudut kamera yang bergerak-gerak mengambil gambar, itu—pasti—dilakukan oleh pihak orang ketiga. Tidak mungkin Bella melakukannya sendiri, karena posisi dia saat itu sedang (maaf) menindih tubuh Hamizan. Bahkan dengan sengaja mengarahkan mata lensa tepat pada pertautan area aurat inti mereka berdua.Hamizan langsung merasa syok. Tubuhnya gemetar dan langsung menutup layar ponsel.'Tidak mungkin, Yaa Allah. Ini tidak mungkin!' jerit lelaki tersebut pilu. Napasnya sampai terengah-engah sesak. Menyayangkan serta menyesali jika di antara dia dan perempuan tersebut, benar-benar telah terjadi perzinaan farji.Jadi benarkah akibat terjadinya aksi persebadanan tersebut, Bella mengalami kehamilan? Pikir Hamizan.'Dia benar-benar mengandung anakku ….,' membatin kembali suami Arumi tersebut.

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (116) : Teror Kedua

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (116)Episode : Teror Kedua"Kak Izah sudah harus tinggal di sini, Mas. Baru pembukaan tiga," kata Arumi begitu keluar dari ruang pemeriksaan, usai mengantar Azizah ke dalam. "Kita sendiri bagaimana sekarang? Apa ikut menunggu—""S-sebaiknya kita pulang saja sekarang, Dik," tukas Hamizan tampak gagap. Hal tersebut baru disadari oleh istrinya setelah posisi mereka berdua berhadap-hadapan.Sesaat Arumi mengamati raut wajah suaminya, di bawah terpaan cahaya lampu neon di ruang tunggu. Terlihat agak pucat dan tidak tenang berdiri menyandar di dinding."Kamu kenapa, Mas? Ada apa?" tanya perempuan itu ikut merasakan kekhawatiran atas sikap laki-laki yang teramat dia cintai tersebut. Sebentar Arumi menyapu pandangan ke sekeliling tempat. Tidak ada siapa pun terkecuali mereka berdua di sana. "Ada apa sih, Mas? Kamu melihat sesuatu?"Hamizan melirik, tapi hanya sesaa

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (115) : Hubungan Hamizan dan Kiai Bashori Membaik

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (115)Episode : Hubungan Hamizan dan Kiai Bashori MembaikSelama berada di tengah-tengah keluarga Pondok Pesantren Al Ardul Basyariyah, sesekali Hamizan suka ikut terjun membimbing para santri. Hal tersebut sering diperhatikan oleh sang Mertua Kiai Haji Bashori, secara tidak sengaja pada awalnya. Sampai kemudian menyengaja mengintip serta mengawasi kegiatan menantunya itu. Bahkan pernah beberapa kali, suami dari Arumi tersebut didaulat untuk menjadi imam pada saat shalat Maghrib.Kiai Haji Bashori yang pada saat itu baru saja tiba dari bepergian di luar, sesaat terhenyak mendengar lantunan indah suara milik Hamizan membacakan kalam Ilahi.‘Masyaa Allah … sepertinya aku kenal sekali suara imam itu. Hamizan-kah?’ tanyanya di dalam hati. Sejenak laki-laki tua tersebut menajamkan telinga di antara barisan jamaah shalat. ‘Ah, benar … itu memang Hamizan menantuku.’Lantas

DMCA.com Protection Status