Home / Romansa / Perempuan Bermahar Lima Miliar / Bagian (2) : Perselisihan Abah dan Umi

Share

Bagian (2) : Perselisihan Abah dan Umi

Author: David Khanz
last update Last Updated: 2023-06-21 22:02:05

PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIAR

Penulis : David Khanz

(Bagian 2)

Hamizan, Arumi, Bi Inah, dan Mang Karta, duduk berkumpul di atas sofa, melingkar di ruangan depan. Ditambah lagi dengan kehadiran dua orang lainnya, yaitu Pak RT beserta istrinya. Pihak laki-laki dan perempuan, sengaja memilih berada agak berjauhan, menyisakan celah tersendiri di antara dua kelompok tersebut. Sementara, keempat sosok tadi, baru saja menyantap makan malam bersama-sama sebelumnya.

“Baik …..” Hamizan memulai membuka suara sebagai pihak tuan rumah. Menatap lurus ke depan dan terkadang ke bawah, tanpa mau beradu tatap dengan Arumi. “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.”

Serempak, ucapan pembuka Hamizan baru saja tersebut, dijawab oleh kelima sosok yang hadir di sana secara berjamaah. 

Setelah menghaturkan terima kasih pada Pak RT dan istrinya, atas pemenuhan undangan kedatangan mereka ke rumah, Hamizan pun lanjut membuka pertemuan tersebut.

“Mang Karta, Bi Inah, Pak RT, serta Ibu RT ….,” ujar Hamizan kembali seraya menunjuk sosok tua, kedua asisten rumahnya, dan pihak ke-RT-an setempat menggunakan jari jempol, “ … sengaja, saya ikut sertakan di sini bersama-sama, tidak lain adalah … saya tunjuk, bertujuan untuk menjadi saksi.”

Pak RT dan istrinya mengangguk-angguk sambil —sesekali— melirik pada sosok Arumi yang duduk di samping Bi Inah.

“Malam ini, saya kedatangan tamu. Ini … namanya Neng Arumi,” imbuh kembali Hamizan, menunjuk sosok perempuan yang telah lama menjadi kekasihnya. “Jauh-jauh, datang dari Tasikmalaya ke Jakarta ini hanya seorang diri, Pak-Bu RT.”

“Masyaa Allah, jauh banget, Neng,” ujar Ibu RT terkejut. “Naik apa ke sini? Angkutan umum?” tanyanya lebih lanjut.

Arumi menjawab sambil menganggukkan kepala, “Muhun, Bu. Naik beus.”

(Iya, Bu. Naik bis.)

“Apa, Neng? Naik Zeus?” tanya Mang Karta kaget.

Serempak semua mata langsung terarah pada suami Bi Inah tersebut.

“Bukan Zeus, Mang, tapi beus. Bis, kalau istilah di kita mah.” Yang membantu menjawabkan adalah Hamizan.

“Oh, kirain saya … Zeus, Den,” timpal Mang Karta langsung memahami. Namun kini justri Hamizan yang balik merasa bingung dan lekas bertanya, “Zeus? Nama Dewa orang Yunani kuno?”

Menjawab lelaki tua tersebut, “Bukan, Den. Itu loh, yang suka dimainin sama orang-orang pake HP, tapi kudu depo dulu.”

Mendengar ucapan suaminya, Bi Inah pun langsung meradang. “Ih, Bapak!” serunya pada Mang Karta. “Orang Den Izan lagi ngomong serius, Bapak bercanda saja! Kebiasaan, tua-tua masih suka main slot-slotan terus! Malu-maluin saja!”

Seketika, Hamizan pun menoleh pada sosok tua lelaki di sampingnya tersebut. “Astaghfirullahal’adziim.”

“Tuh, bilangin sama suami saya, Den. Jangan main begituan terus, ‘gitu. Haram!” lanjut Bi Inah menyerocos pada Mang Karta.

Hamizan menarik napas dalam-dalam. Dia mencoba menenangkan perseteruan mendadak antara kedua sosok asisten rumahnya tersebut.

“I-iya … iya, nanti, Bi. Sekarang, kita lagi fokus membahas persoalan lain dan lebih penting. Jadi, Bibi tahan dulu, ya?,” ujar lelaki muda itu. Lalu menoleh pada Pak-Bu RT diiringi senyum-senyum kelu. “Maaf ya, Pak-Bu. He-he. Ada sedikit intermezo di sini. Haduuhhh.”

Untunglah, pihak ke-RT-an bisa memaklumi keadaan tersebut. “Tidak apa-apa, Pak Izan. Wajarlah, di usia seperti Pak Karta dan Bu Inah ini, memang lagi dalam masa lucu-lucunya, He-he,” kata Pak RT bermaksud mencairkan ketegangan yang terjadi sesaat itu.

Diam-diam, Pak Karta dan Bu Inah saling mencibir satu dengan lainnya.

“Silakan dilanjut lagi, Pak Izan.” Kali ini pihak Bu RT yang berkata, setelah terlebih dahulu melihat-lihat waktu yang ditunjukkan pada jam dinding. ‘Haduh, mudah-mudahan saja, acara pertemuan ini tidak bakalan lama. Soalnya, sekarang ‘kan, malem Jumat. Mana si Bapak sudah ngasih kode terus sama aku. Hi-hi,’ membatin istri Pak RT tersebut dan tanpa sadar diiringi senyum-senyum simpul.

Di antara keenam orang yang ada di ruangan itu, hanya Arumi sendiri yang tidak banyak bersikap. Sejak awal duduk, perempuan muda yang berusia 25 tahun tersebut, hanya menundukkan kepala, serta sesekali memperhatikan kuku jempol Bi Inah yang kèkèongeun atau paronikia alias cantengan.

Seketika itu pula, benak Arumi lantas teringat pada sosok ibunya, Umi Afifah. Bukan karena hal menjijikkan tadi. Lain dari itu adalah membayangkan perasaan orangtuanya kini, pasti tengah merasa khawatir, risau, maupun kalang kabut, bahwa dirinya telah kabur dari rumah.

Bukan tanpa sebab Arumi nekat melakukan hal demikian. Perempuan tersebut merasa, sudah tidak ada lagi pilihan lain yang bisa dilalakukan untuk menunjukkan ketidaksukaannya akan keputusan sang ayah, KH. Bashori, beberapa waktu sebelum hari itu.

Arumi menangis tersedu sedan di pelukan ibunya. 

“Tolonglah, Umi. Arum tidak mau dijodohkan. Arum ingin membina rumah tangga dengan laki-laki yang Arum sendiri cintai,” rengek perempuan muda tersebut di bawah tatapan garang ayahnya.

Dengan lembut, Umi Afifah mengusap kepala anaknya dan berkata pelan-pelan, “Iya, Nak. Umi paham sekali apa yang kamu pikirkan itu. Tapi, keputusan Abah untuk menikahkanmu dengan Ustaz Basil, adalah demi kebaikanmu juga.”

Arumi melepaskan pelukan dari tubuh ibunya, lalu berkata lantang, “Tidak! Ini bukan demi kebaikan Arum, tapi demi kepentingan Abah sendiri!”

Mendengar ucapan sang anak, sontak kelopak mata KH. Bashori menyorot galak. “Bukan hanya kepentingan Abah, tapi demi masa depan kamu sendiri, Arum! Ingat, Basil itu anak teman Abah sendiri. Sama-sama punya pesantren. Kelak kalau kamu menikah dengan anak KH. Anam, kehidupan beragamamu akan lebih terjamin. Ini perkara dunia-akhirat, Arum! Kamu harus sadar itu!” sentak laki-laki tua berusia 60’an tahun tersebut.

Bukannya tersadar dan menurut terdiam, malah Arumi semakin menggebu-gebu mengungkapkan keberatan atas rencana perjodohan dirinya dengan Ustaz Basil Basyiruddin tersebut.

“Bagaimana mungkin urusan akhirat bisa tercapai, Abah, sementara perkara di dunianya saja harus dijalani dengan ketidakikhlasan?” balas anak perempuan kedua KH. Bashori dan Umi Afifah itu, dengan sengit.

“Berarti kamu harus banyak-banyak bersyukur. Kuncinya ya itu, bersyukur. Bukan malah menuntut banyak,” kilah KH. Bashori semakin nyaring intonasi suaranya. “Contoh tuh, kakakmu sendiri. Azizah. Dia nurut sama Abah dan Umi. Makanya sekarang … lihat, rumah tangga Azizah baik-baik saja, bahagia, dan harmonis. Dulu pun mulanya sama seperti kamu, menolak Abah jodohkan dengan Ustaz Muzakir.”

Arumi menggeleng-geleng, merasa tidak setuju dengan pendapat ayahnya baru saja.

“Tidak, Bah. Yang Abah lihat sekarang sama Kak Azizah, itu hanya luarnya saja, Abah,” ungkap Arumi kembali diselingi sedu sedannya. “Abah sama sekali tidak tahu, bagaimana perasaan Kak Azizah selama ini. Atau jangan-jangan Abah-nya saja yang tidak mau memahami kondisi anak sendiri?”

“Arum! Jangan kurang ajar kamu sama orangtua!” bentak KH. Bashori seraya bangkit dari duduknya.

“Abah, istighfar, Abah,” pinta Umi Afifah buru-buru menengahi. “Pelan-pelan bicaranya. Jangan sampai terdengar sama Azizah dan Muzakir.”

Lelaki tua itu lekas duduk kembali sambil mengusap dada dan melafalkan kalimat ‘astaghfirullahal’adziim’.

“Umi juga yang selama ini mendidik Arum dengan cara seperti itu,” tuding KH. Bashori tiba-tiba terhadap istrinya. “Bicara dengan Arum itu tidak perlu lemah lembut, Umi. Dari kecil dia sudah keras kepala dan sering membangkang sama omongan Abah.”

“Loh, bukannya karena faktor keturunan dari Abah sendiri yang begitu?” balas Umi Afifah. “Abah sendiri ‘kan, orangnya keras, Bah.”

Mata tua yang sudah mulai tenang dan redup baru saja, kini kembali membelalak ngeri menatap wajah istrinya.

“Umi menuduh Abah? Kok, Abah yang disalahkan? Bukannya selama ini anak perempuan selalu dekat dengan ibunya? Ya, Umi sendiri!” ucap KH. Bashori berkilah. “Seorang ibu itu, madrasah bagi anak-anaknya, loh.”

“Terus Abah juga tidak punya kewajiban untuk mendidik dan membimbing Umi dan anak-anak? Begitu, Bah?” Umi Afifah kini yang mengotot.

Arum menutup telinga mendengar perdebatan kedua orangtuanya. Setelah itu, dia berlari dari sana. Menghindar dan masuk ke dalam kamar sendiri.

Di saat yang bersamaan, sepasang mata ikut memperhatikan perseteruan antara KH. Bashori dan Umi Afifah dari balik tirai ambang pintu. Sosok itu mengelus dada yang terasa nyeri, diiringi linangan air mata yang hangat menganak sungai di pipi.

BERSAMBUNG

Related chapters

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (3) : KH. Bashori Mengancam Hamizan

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz (Bagian 3)“Jadi bagaimana sekarang, Neng?” Tiba-tiba suara pertanyaan dari pihak Bu RT, membuyarkan lamunan Arumi tentang keluarganya di kampung.Sejenak perempuan itu terdiam dengan tatapan hampa. Lantas bertanya lirih pada sosok istri Pak RT tadi, “Bagaimana tentang apa, Bu?”Bu RT menoleh pada suaminya dan Hamizan. Dia bingung dengan sikap Arumi, apakah mesti mengulang kembali pembicaraan? Bahasan tentang obrolan bersama tadi, sebelumnya, atau bagaimana.Akhirnya Hamizan pun —terpaksa— mengambil alih dan angkat bicara untuk menjelaskan. “Eneng tidak ikut nyimak pembicaraan kita tadi ?” tanya lelaki tersebut dan langsung digelengi oleh Arumi. “Baiklah, jadi begini ….,” lanjut lelaki itu berkata, setelah mendengkus sebelumnya, “buat mencegah timbulnya fitnah, sebaiknya malam ini … Eneng ikut Pak RT dan Bu RT. Nginep di sana. Jangan di sini. Di rumah ini.”Arumi menunduk dan terdiam. Mendengar penjelasan yang dituturkan oleh kekas

    Last Updated : 2023-06-21
  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (4) : Arumi Mengajak Hamizan Kawin Lari

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz (Bagian 4)Usai melakukan obrolan jarak jauh melalui ponsel, Arumi menangis pilu di dalam pelukan Bi Inah dan ikut ditenangkan pula oleh Bu RT. Sementara Hamizan serta Pak RT sendiri, sibuk berbicara secara empat mata di ruangan lain.“Tidak perlu khawatir, Pak,” ujar Pak RT mencoba berbicara dengan nada santai. “Kalaupun benar keluarga si Eneng itu bakal datang bersama pihak kepolisian, dalam hal ini … Pak Izan sama sekali tidak bersalah. Pak Izan sudah melakukan hal yang benar dan saya … yang menjadi saksinya.”Hamizan tersenyum tipis, lantas lanjut menimpali, “Saya tahu, Pak. Saya sama sekali tidak merasa takut. Paling-paling, nanti polisi hanya akan minta keterangan dari saya. Maka dari itu, sengaja saya undang Bapak serta Ibu RT ke rumah, salah satunya … yaaa, buat beginilah. Menjadi salah satu saksi yang bisa membantu saya nanti.”Pak RT mengangguk-angguk sambil mempermainkan bibirnya menggunakan jari telunjuk. Sesekali lelak

    Last Updated : 2023-06-21
  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (5) : Perdebatan Umi Afifah dengan suaminya

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 5)Menengok beberapa tahun sebelumnya, Hamizan adalah seorang mahasiswa dari Jakarta yang melakukan PKL (Praktik Kerja Lapangan) di Tasikmalaya. Tepatnya Kampung Sukamenak, Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari. Selama berada di sana, anak muda tersebut menginap di sebuah Pondok Pesantren Al Ardul Basyariyah milik seorang tokoh terkenal. Di tempat itu pula, dia bertemu dan mengenal seorang santriwati bernama Arumi Nasha Lazeta. Sosok gadis terakhir ini, tidak lain adalah putri kedua dari pemilik pondok pesantren tersebut, yakni KH. Bashori dan Umi Afifah.Bilur-bilur cinta pun mulai tersemai di hati muda-mudi tersebut. Sebagai mahasiswa yang berkuliah di Fakultas Tarbiyah, tentu saja aktivitas Hamizan lebih banyak berbaur dengan para santri-santriwati di sana, termasuk dengan Arumi sendiri.Kedekatan kedua anak muda tersebut, rupanya tercium oleh KH. Bashori. Maka dengan sangat terpaksa, setelah pelaksanaan praktikum perkuli

    Last Updated : 2023-06-22
  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (6) : Perjodohan Basil dan Arumi

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 6)Rencana perjodohan Arumi memang bukan sebuah gertakan belaka. KH. Bashori membuktikan dengan mengundang seorang teman semasa mereka —sama-sama— mendalami ilmu agama di pondok pesantren dulu, yaitu KH. Anam Al Fathoni, berserta putranya, Basil Basyiruddin.“Bagaimana kabarmu sekarang, Nak Basil?” tanya KH. Bashori di tengah-tengah perbincangan di acara pertemuan antar keluarga mereka di lingkungan Pondok Pesantren Al Ardul Basyariyah. “Saya dengar, Nak Basil sudah dipercaya Abimu untuk mengelola pondok pesantren di sana. Betulkan itu, Nak?” Orang tua berjanggut putih memanjang tersebut hanya ingin sekadar berbasa-basi, sekaligus mengenal lebih jauh anak muda yang kelak akan menjadi menantunya tersebut.“Ah … alhamdulillah, Abah. Tapi, bukan sebagai pengelola utama. Hanya diperbantukan untuk mengurus pondok pesantren punya Abi itu, Abah,” jawab Basil seraya melirik ke arah ayahnya, KH. Anam.“Wah, berarti … ilmu agamamu sud

    Last Updated : 2023-06-22
  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (7) : Makna Tangisan Seorang Azizah

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 7)Arumi berlari sambil menangis, melewati sebuah ruangan, tempat dimana saat itu Azizah sedang mengawasi santriwati mengaji. Sontak perempuan yang merupakan kakak kandung dari gadis tersebut, menoleh dan memperhatikan adiknya hingga masuk ke dalam kamar.'Astaghfirullahal'adziim ….,' ucap Azizah di dalam hati, lantas benaknya pun diliputi tanda tanya. 'Ada apa dengan Arum, ya? Kulihat tadi, sepertinya dia menangis.'Dera dilema pun seketika menggayuti segenap dada. Azizah, istri dari Ustaz Muzakir, bingung untuk mengambil sikap. Tetap berada di sana atau menghampiri adik kandungnya?Sejenak perempuan beranak dua itu, memutar kepala ke arah sekumpulan santriwati di depannya. Mereka sedang fokus melaksanakan murajaah secara bersama-sama. Kemudian kembali menoleh ke kamar dimana Arumi tadi terlihat masuk."Anisa ….," panggil Azizah —akhirnya— pada salah seorang santriwati yang duduk paling dekat dengannya.Sosok yang dipanggil

    Last Updated : 2023-06-24
  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (8) : Arumi Menolak Perjodohan

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 8)Setelah keadaan hati kedua perempuan itu tenang, Azizah dan Arumi pun melanjutkan kembali percakapan mereka. Terjeda oleh luapan emosi, melalui ungkapan lirih dalam sebuah tangisan mengiris kalbu.“Entahlah, Kak. Aku merasa seperti sedang diperjual-belikan oleh Abah,” ucap Arumi di tengah-tengah perbincangan, disertai isak yang masih tersisa. “Abah menjodohkanku dengan anaknya Kiai Haji Anam itu, berdasarkan alasan tertentu, disamping karena beliau adalah sahabat Abah sewaktu mondok dulu.”Azizah menoleh dan memperhatikan adiknya dengan tatapan lekat. “Apa maksudmu berkata merasa diperjual-belikan itu, Dik? Kamu berpikir kalau Abah bermaksud menukarmu dengan Basil?”Arumi menarik napas panjang. Rasa kesal setelah acara pertemuan dua keluarga tadi, masih juga belum sirna, menyesak di dalam hatinya. Sebal pula dengan sikap serta perilaku Basil yang terus memandanginya, laksana seekor serigala sedang mengincar mangsa.Menja

    Last Updated : 2023-06-24
  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (9) : Rencana Hamizan menemui KH. Bashori

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 9)Upaya penolakan Arumi terhadap rencana perjodohannya dengan Basil Basyiruddin oleh KH. Bashori, tidak membuahkan hasil. Semakin melawan, kian kuat pula orang tua tersebut bersikeras untuk menyegerakan pernikahan anak perempuan bungsunya.Arumi putus asa dan mengadu pada ibunya, Umi Afifah. Namun wanita tua itu tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak berdaya menghadapi kekerasan sikap suaminya tersebut, terkecuali hanya bisa pasrah dan meminta Arumi untuk bersabar.Di tengah kekalutan yang sedang dirasakannya, gadis tersebut menghubungi Hamizan melalui ponsel. Meminta kejelasan akan status hubungan mereka selama ini.“Insyaa Allah … aku akan datang menemui Abah besok, Neng,” ucap lelaki muda itu berjanji. “Aku akan membicarakan tentang hubungan kita ini sama beliau. Insyaa Allah. Doakan saja.”Rencana kedatangan Hamizan untuk menemui KH. Bashori, sedikit mampu membuat Arumi tenang dan berharap banyak.“Tunaikan beberapa raka

    Last Updated : 2023-06-25
  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (10) : Pertemuan Hamizan dan Basil

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 10)Keesokan harinya, Hamizan menepati janji untuk menghadap ayah Arumi, KH. Bashori. Tiba agak agak siang, karena faktor perjalanan yang cukup jauh; Jakarta-Tasikmalaya. Di sana, dia disambut pula oleh seseorang yang sudah tiba terlebih dahulu, yakni Basil Basyiruddin.“Kenalkan, ini Nak Basil. Calon suami Arumi,” kata orang tua berjanggut putih memanjang tersebut pada Hamizan, seraya menunjuk anak sahabatnya, KH. Anam Al Fathoni.Hamizan pun tersenyum, berusaha tenang, lantas menyalaminya usai mengucap salam terlebih dahulu.“Calon suami Neng Arum?” tanya Hamizan pada Basil setelah dipersilakan duduk, agak menjauh dari posisi KH. Bashori dan Basil di sana.Yang menjawab, malah ayahnya sang kekasih. Ucap KH. Bashori diiringi senyuman penuh makna, “Benar, Anak Muda. Basil ini anaknya teman saya. Sudah lama —bertahun-tahun— dia mondok di banyak pondok pesantren dan sekarang dipercaya mengelola pondok pesantren milik ayahnya s

    Last Updated : 2023-06-25

Latest chapter

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (123) : Akhir Dari Sebuah Misteri (TAMAT)

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (123) Episode : Akhir Dari Sebuah MisteriBeberapa hari setelah Arumi melahirkan, Hamizan kedatangan seorang tamu spesial. Dia tiba di sana menjelang siang, bersama dua orang lelaki berbadan tegap, untuk menemui menantu Abah Bashori tersebut sambil membawa sesosok bayi mungil di dalam dekapan. Sosok khusus itu tidak lain adalah Pak Waluyo, bapak kandung Bella Aurora."Pak?" ucap Hamizan kaget bercampur heran. Seolah-olah tidak percaya melihat ketibaan orang tua tersebut di Tasikmalaya. Yang lebih menarik perhatian adalah tentang bayi mungil itu. 'Anak Bella-kah dia?' tanyanya seketika menduga-duga. "Silakan masuk, Pak."Hamizan menyalami ketiganya dan mengajak Pak Waluyo serta kedua orang itu tadi masuk ke dalam rumah."Ada apa ini, Pak? Bagaimana bisa tahu kalo saya ada di sini?" tanya Hamizan masih merasa heran dan bingung dengan kedatangan Pak Waluyo. Lanjut bert

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (122) : Arumi Melahirkan

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (122)Episode : Arumi MelahirkanBelum habis memikirkan kejadian misteri penabrakan tadi, tiba-tiba Arumi meringis kesakitan. Perempuan cantik berkulit putih bersih itu menyeringai sembari pegangi perut."M-maasss ….," lenguh Arumi memanggil suaminya.Hamizan menoleh dari arah pandangan pada sosok kendaraannya yang ditabrak tadi."Sayang? A-ada apa, Sayang?" tanya lelaki itu gelagapan. Dia memperhatikan raut wajah Arumi dan elusan di perut buncitnya. "Yaa Allah … k-kamu mau melahirkan?"Arumi menggelengkan kepala dengan bibir tidak berhenti mendesis. "Gak tahu, Mas. Perutku mules banget ini. Aduuhh … aashhh!" jawab Arumi kian menghebat serangan rasa sakit yang mendera perut. Seketika raut wajah perempuan itu berubah memucat disertai keringat mengilap di wajah."Yaa Allah ….!" seru Hamizan mulai panik dan segera memanggil Muzakir. "Kang, s-

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (121) : Arumi Terancam

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (121)Episode : Arumi TerancamHamizan tidak pernah tahu, ada persoalan apa di antara Bella dan Pak Waluyo. Sementara orang tua itu sendiri belum mau terbuka padanya.Timbul pertanyaan baru, jika saja benar seorang Bella telah berubah, lantas mengapa hubungan dengan bapaknya sendiri justru terkesan tidak harmonis? Bukankah sebelum itu mereka berdua terlihat akur. Setidaknya itulah yang dinilai di mata Hamizan. Namun suami Arumi tersebut tidak ingin mencampuri urusan internal keluarga Pak Waluyo. Terpenting sekarang, sikap Bella sendiri memang tidak seperti beberapa bulan sebelumnya.Baru saja babak kedamaian itu dirasakan oleh keluarga Hamizan, suatu ketika dia menerima sebuah panggilan telepon."Pak Waluyo ….," gumam Hamizan begitu memperhatikan nomor kontak yang tertera di layar. "Assalaamu'alaikum, Pak," ucapnya usai menekan ikon berwarna hijau."Wa'alaik

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (120) : Bella Berubah?

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (120)Episode : Bella Berubah?Semenjak pembicaraan mereka di pagi hari tersebut, sikap Bella terhadap Hamizan sedikit berubah. Tidak lagi mendayu-dayu sebagaimana biasa, tapi lebih lembut dan santun dalam bertutur kata serta sikap."Maaf, selama ini sikap aku mungkin gak berkenan buatmu, Hamizan. Saya sadari itu dan pastinya justru akan membuatmu makin merasa gak suka sama aku,'kan?" ucap Bella dengan suara datar. "Aku minta maaf. Itu semata karena aku terlalu menuruti kata hati. Terkadang, aku gak ngontrol tentang itu."Hamizan memang merasakan hal demikian, walaupun tidak sepenuhnya perempuan tersebut berubah drastis. Namun setidaknya, kini dia bisa sedikit bernapas lega dan tidak lagi harus didera ketakutan akan perilaku Bella yang sering terlewat batas.'Apakah benar Bella telah berubah? Apa karena ucapanku tempo hari itu?' Benak Hamizan pun dilanda tanda tanya

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (119) : Perlawanan Hamizan

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (119)Episode : Perlawanan HamizanSesuai perkiraan, ternyata memang benar adanya bahwa pada hari itu Azizah telah melahirkan seorang bayi mungil berjenis kelamin laki-laki."Maaf, Zakir gak sempet ngasih kabar ke rumah, Umi," kata Muzakir saat ditanyai oleh Umi Afifah. Dia ikut sibuk menemani dan mengurus kelahiran istrinya saat Arumi menelepon. "Baru mau dihubungi, eh … ternyata Umi sudah datang," lanjutnya kembali berkata sambil menatap Hamizan dan Arumi yang turut datang bersama-sama."Iya, gak apa-apa, Nak. Terpenting … Alhamdulillah … akhirnya Azizah sudah melahirkan dengan selamat," timpal Umi Afifah seraya tersenyum bahagia melihat cucu ketiganya.Sementara Azizah sendiri masih tergolek lemas di atas ranjang di samping Muzakir suaminya.Hamizan langsung mendekat dan memperhatikan bayi mungil yang sedang terbari

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (118) : Kecurigaan Seorang Istri

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (118)Episode : Kecurigaan Seorang IstriKini perasaan Hamizan sedikit agak lega setelah mencurahkan permasalahannya pada sang Mertua, Abah Bashori. Tidak lupa, dia juga menceritakan kepada orang tua tersebut bahwa khusus tentang kedua video yang dimaksud, belum akan diberitahukan kepada Arumi dengan alasan yang mendasari."Ya, Abah paham maksudmu, Nak. Tapi bukan berarti Abah mendukung usahamu itu," timpal Abah Bashori lebih lanjut. "Sebagai manusia, terkadang kita dituntut untuk gak terlalu jujur dalam bersikap. Abah ngerti kok, kamu ngelakuinnya karena satu sebab. Itu bagus. Hanya saja, suatu saat … kamu harus selalu terbuka pada keluargamu."Hamizan mengangguk pelan mendengarkan petuah mertuanya. "Satu hal lagi yang harus kamu tahu, Nak," imbuh kembali Abah Bashori, "Arumi itu … suka mencari-cari jalannya sendiri jika hendak mengetahui sesuatu. Dia anak pintar.

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (117) : Lelah Dalam Pasrah

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (117)Episode : Lelah Dalam PasrahTampak jelas sekali jika diperhatikan, sudut kamera yang bergerak-gerak mengambil gambar, itu—pasti—dilakukan oleh pihak orang ketiga. Tidak mungkin Bella melakukannya sendiri, karena posisi dia saat itu sedang (maaf) menindih tubuh Hamizan. Bahkan dengan sengaja mengarahkan mata lensa tepat pada pertautan area aurat inti mereka berdua.Hamizan langsung merasa syok. Tubuhnya gemetar dan langsung menutup layar ponsel.'Tidak mungkin, Yaa Allah. Ini tidak mungkin!' jerit lelaki tersebut pilu. Napasnya sampai terengah-engah sesak. Menyayangkan serta menyesali jika di antara dia dan perempuan tersebut, benar-benar telah terjadi perzinaan farji.Jadi benarkah akibat terjadinya aksi persebadanan tersebut, Bella mengalami kehamilan? Pikir Hamizan.'Dia benar-benar mengandung anakku ….,' membatin kembali suami Arumi tersebut.

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (116) : Teror Kedua

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (116)Episode : Teror Kedua"Kak Izah sudah harus tinggal di sini, Mas. Baru pembukaan tiga," kata Arumi begitu keluar dari ruang pemeriksaan, usai mengantar Azizah ke dalam. "Kita sendiri bagaimana sekarang? Apa ikut menunggu—""S-sebaiknya kita pulang saja sekarang, Dik," tukas Hamizan tampak gagap. Hal tersebut baru disadari oleh istrinya setelah posisi mereka berdua berhadap-hadapan.Sesaat Arumi mengamati raut wajah suaminya, di bawah terpaan cahaya lampu neon di ruang tunggu. Terlihat agak pucat dan tidak tenang berdiri menyandar di dinding."Kamu kenapa, Mas? Ada apa?" tanya perempuan itu ikut merasakan kekhawatiran atas sikap laki-laki yang teramat dia cintai tersebut. Sebentar Arumi menyapu pandangan ke sekeliling tempat. Tidak ada siapa pun terkecuali mereka berdua di sana. "Ada apa sih, Mas? Kamu melihat sesuatu?"Hamizan melirik, tapi hanya sesaa

  • Perempuan Bermahar Lima Miliar   Bagian (115) : Hubungan Hamizan dan Kiai Bashori Membaik

    PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (115)Episode : Hubungan Hamizan dan Kiai Bashori MembaikSelama berada di tengah-tengah keluarga Pondok Pesantren Al Ardul Basyariyah, sesekali Hamizan suka ikut terjun membimbing para santri. Hal tersebut sering diperhatikan oleh sang Mertua Kiai Haji Bashori, secara tidak sengaja pada awalnya. Sampai kemudian menyengaja mengintip serta mengawasi kegiatan menantunya itu. Bahkan pernah beberapa kali, suami dari Arumi tersebut didaulat untuk menjadi imam pada saat shalat Maghrib.Kiai Haji Bashori yang pada saat itu baru saja tiba dari bepergian di luar, sesaat terhenyak mendengar lantunan indah suara milik Hamizan membacakan kalam Ilahi.‘Masyaa Allah … sepertinya aku kenal sekali suara imam itu. Hamizan-kah?’ tanyanya di dalam hati. Sejenak laki-laki tua tersebut menajamkan telinga di antara barisan jamaah shalat. ‘Ah, benar … itu memang Hamizan menantuku.’Lantas

DMCA.com Protection Status