PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 11)Pada pertemuan dengan KH. Bashori dan Basil hari itu, Hamizan sama sekali tidak diberi kesempatan untuk membicarakan perihal niatnya melamar Arumi. Bahkan di hampir setiap kesempatan, hanya menjadi bulan-bulanan keangkuhan orang tua tersebut, dengan menyanjung-nyanjung calon menantunya itu.Hamizan terpaksa kembali ke Jakarta tanpa hasil apa pun. Tidak sempat pula berpamitan dengan Arumi. Kecewa? Sudah tentu. Namun dengan kondisi tersebut, justru tidak mematahkan semangatnya untuk tetap mendapatkan restu serta menghalalkan hubungannya dengan sang kekasih.“ … Mohon maaf, Neng,” kata Hamizan melalui pesan suara pada nomor kontak Arumi, “aku belum bisa mewujudkan impian kita. Aku belum bisa mengambil hati Abah. Tapi Insyaa Allah, aku akan selalu berusaha semampu diri ini. Tetaplah mengucap doa di setiap sujud kita, Neng. Insyaa Allah, jalan terbaik pasti akan terbuka di suatu waktu. Insyaa Allah … Insyaa Allah … Insyaa All
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 12)Rencana perjodohan Arumi dan Basil Basyiruddin bukan hanya gertak biasa. Pihak KH. Bashori memajukan tanggal pernikahan anak perempuannya menjadi jauh lebih cepat. Hal itu, tentu saja membuat kekasih Hamizan tersebut semakin bersedih dan tidak memiliki cara lain, terkecuali …."Maasss ….," sebut Arumi merengek dalam tangis, melalui panggilan telepon pada Hamizan."Wa'alaikumsalaam, Neng," balas laki-laki itu, walaupun Arumi sampai lupa mengucapkan salam saat panggilan diterima. "Ada apa? Neng lagi nangis? Astaghfirullah." Terdengar suara kekasihnya itu bergetar khawatir."Abah, Mas. Abah …." Arumi masih belum kuat untuk berucap lebih banyak."I-iya. Ada apa lagi dengan Abah?" Kembali Hamizan bertanya risau. "Istighfar dulu Eneng-nya. Ayo, ucapkan istighfar," pintanya lagi mencoba menenangkan sang kekasih.Arumi menurut. Dia segera melafalkan kalimat istighfar beberapa kali hingga hatinya terasa sedikit lebih tenang. Sete
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 13)"Tidak, Arum. Kali ini, aku tidak bisa membantumu. Maafin Kakak ya, Dik," ucap Azizah saat diminta meminjaminya ponsel oleh Arumi. "Aku sudah berjanji pada Abi Zakir, selama urusanmu berkaitan dengan Hamizan, aku tidak mau membantu."Jawaban kakaknya tersebut membuat hati Arumi semakin merasa bersedih. Tidak ada lagi yang bisa diharapkan untuk menolongnya kini. Bahkan untuk sebuah ponsel untuk menghubungi sang kekasih.Arumi kian merana. Sendiri, kesepian, dan seakan-akan tidak lagi memiliki pegangan bagi hatinya yang tengah terkoyak-koyak. Semula berharap, sang kakak adalah benteng terakhir untuk mengadukan nasib, nyatanya kini tidak ubahnya seperti KH. Bashori."Kamu tahu, sejak menemanimu menjenguk Hamizan dulu, Abi Zakir sudah tidak lagi percaya padaku," ungkap Azizah sendu. "Terpaksa aku mengakui, kalau saat itu … bukan temanmu yang kita datangi di Jakarta, tapi Hamizan kekasihmu."— o0o —Ustaz Muzakir marah dan me
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 14)Pagi-pagi buta, Arumi pergi meninggalkan kompleks Pondok Pesantren Al Ardul Basyariyah di Kampung Sukamenak Desa Linggawangi - Leuwisari, Tasikmalaya. Tanpa berbekal apa pun, terkecuali sejumlah uang terbatas dan pakaian yang melekat di badan.Dari rumah, sengaja Arumi memilih jalan kecil untuk menghindari diri bertemu dengan warga sekitar. Menyusuri kebun dan pematang sawah, bergelap-gelapan, tanpa mengenal rasa takut. Hatinya sudah membulat, hari itu ingin meninggalkan keluarga guna menemui sang kekasih pujaan, Hamizan. Walaupun dia sendiri bingung dan tidak tahu, apa yang akan terjadi selanjutnya.Tiba di pinggiran jalan umum, Arumi menunggu seseorang yang lewat. Mungkin yang hendak ke pasar atau pergi ke kota membawa kendaraan pribadi. Lumayan, bisa untuk menghemat serta mempercepat perjalanan.Doa gadis itu pun, Alhamdulillah, terkabul, setelah beberapa waktu menanti-nanti di dalam kegelapan janari. Sebuah sepeda mo
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 15)Pada keesokan hari menjelang waktu zuhur, rombongan kendaraan KH. Bashori tiba di rumah Hamizan. Orang tua berjanggut putih memanjang itu langsung turun dari dalam mobil dan mencari-cari sosok anaknya, Arumi."Assalamu'alaikum! Mana anak saya?" tanya KH. Bashori begitu Hamizan muncul menyambut. "Kamu sembunyikan di mana Arumi?"Orang tua itu datang bersama beberapa orang anak santri muda serta dua petugas kepolisian yang berpakaian bebas."Wa'alaikumussalaam, Abah," balas anak muda tersebut seraya hendak bersalaman, tapi ditepiskan dengan kasar oleh KH. Bashori. "Masuklah dulu, Abah, Bapak-bapak, dan juga Adik-adik semua.""Tidak perlu! Saya datang ke sini hanya untuk menjemput anak saya!" timpal orang tua itu bernada keras dan sengit."I-iya, Abah. Arumi ada di dalam. Silakan masuk dulu," ajak Hamizan kembali dengan penuh hormat. "Biar nanti Arumi-nya sendiri yang akan menjelaskan.""Apalagi yang mesti dibicarakan? Suda
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 16)Hamizan memandangi kedua orang tua itu dengan tatapan lekat. Bi Inah dan Mang Karta. Mereka berdua adalah sosok yang selama ini mengabdi penuh pada keluarga anak muda tersebut, sejak Bapak Subagyo dan Ibu Sulasmini —dulu— masih hidup." … Silakan, Bibi dan Mamang tetap tinggal di sini, mengurus rumah ini dan meneruskan bekerja seperti biasa," ujar Hamizan dengan suara tercekat.Kedua orang tua itu melongo heran."Loh, memangnya Den Izan mau ke mana?" tanya Bi Inah terkejut. Dia merasa ada hal aneh terkait ucapan anak majikannya tersebut. "Aden mau pergi ke luar kota atau menjemput Neng Arum kembali?""Menjemput bagaimana, Dek?" Mang Karta menoleh ke arah istrinya. "Baru saja si Eneng pergi dengan bapaknya, kok dijemput lagi, sih?"Bi Inah menarik napas panjang, lalu melirik dan berkata pada Mang Karta, "Yaaa … siapa tahu, Den Izan mau menikahi Neng Arum dalam waktu dekat ini, Mas. Makanya, aku bilang begitu tadi."'Aamii
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 17)"Tidak ada jalan lain untuk mengatasi masalah ini, terkecuali … Arumi harus segera dinikahkan dengan Basil, Umi," kata KH. Bashori pada istrinya yang duduk di samping lelaki tersebut.Kedua orang tua itu tengah berbincang-bincang di ruang tengah, beberapa hari setelah Arumi melarikan diri ke Jakarta."Apa tidak ada jalan lain, Bah?" tanya Umi Afifah dengan wajah sendu, melirik sejenak pada suaminya. "Abah tahu sendiri sekarang, anak kita menentang perjodohannya dengan anak Kiai Anam itu. Umi takut, hal besar lainnya akan terjadi lagi pada Arum. Dia sanggup berbuat nekat, di luar dari apa yang tidak kita inginkan."Suaminya mendengkus, lalu menopang kepala yang tertunduk dengan kedua tangan. Kalut, sekaligus pusing atas kejadian yang telah berlalu sebelumnya. Bagaimana mungkin, anak bungsu perempuan mereka itu, telah berani meninggalkan rumah pada pagi-pagi buta, seorang diri pula. Demi menemui seorang lelaki yang —sama s
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 18)Genangan air mata Arumi menggenangi kelopak matanya yang terlihat sembap. Mengalir deras menghiasi pipi, mengilap bening bercampur dengan riasan bedak dan turut meleleh laksana banjir magma. Isak sendu pun sesekali menggema di antara suara besar KH. Bashori yang tengah melafalkan kalimat-kalimat mukadimah.Acara lamaran Basil Basyiruddin bin KH. Anam Al Fathoni terhadap Arumi Nasha Lazeta binti KH. Bashori pada hari Ahad itu, baru saja berlangsung. Hampir semua kepala tertunduk khidmat mendengarkan wejangan dari shahibul bait, serta di antaranya turut larut dalam kesedihan yang dirasakan oleh pihak perempuan. Tidak terkecuali Umi Afifah dan Azizah sendiri. Kedua perempuan ibu dan anak tersebut, sesekali melirik lirih pada Arumi dengan dera hati yang serupa."Kamu benar-benar sudah menghubungi Nak Izan 'kan, Izah?" tanya Umi Afifah setengah berbisik pada Azizah, sesaat sebelum acara dimulai di dalam kamar Arumi."Sudah, U