PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 15)Pada keesokan hari menjelang waktu zuhur, rombongan kendaraan KH. Bashori tiba di rumah Hamizan. Orang tua berjanggut putih memanjang itu langsung turun dari dalam mobil dan mencari-cari sosok anaknya, Arumi."Assalamu'alaikum! Mana anak saya?" tanya KH. Bashori begitu Hamizan muncul menyambut. "Kamu sembunyikan di mana Arumi?"Orang tua itu datang bersama beberapa orang anak santri muda serta dua petugas kepolisian yang berpakaian bebas."Wa'alaikumussalaam, Abah," balas anak muda tersebut seraya hendak bersalaman, tapi ditepiskan dengan kasar oleh KH. Bashori. "Masuklah dulu, Abah, Bapak-bapak, dan juga Adik-adik semua.""Tidak perlu! Saya datang ke sini hanya untuk menjemput anak saya!" timpal orang tua itu bernada keras dan sengit."I-iya, Abah. Arumi ada di dalam. Silakan masuk dulu," ajak Hamizan kembali dengan penuh hormat. "Biar nanti Arumi-nya sendiri yang akan menjelaskan.""Apalagi yang mesti dibicarakan? Suda
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 16)Hamizan memandangi kedua orang tua itu dengan tatapan lekat. Bi Inah dan Mang Karta. Mereka berdua adalah sosok yang selama ini mengabdi penuh pada keluarga anak muda tersebut, sejak Bapak Subagyo dan Ibu Sulasmini —dulu— masih hidup." … Silakan, Bibi dan Mamang tetap tinggal di sini, mengurus rumah ini dan meneruskan bekerja seperti biasa," ujar Hamizan dengan suara tercekat.Kedua orang tua itu melongo heran."Loh, memangnya Den Izan mau ke mana?" tanya Bi Inah terkejut. Dia merasa ada hal aneh terkait ucapan anak majikannya tersebut. "Aden mau pergi ke luar kota atau menjemput Neng Arum kembali?""Menjemput bagaimana, Dek?" Mang Karta menoleh ke arah istrinya. "Baru saja si Eneng pergi dengan bapaknya, kok dijemput lagi, sih?"Bi Inah menarik napas panjang, lalu melirik dan berkata pada Mang Karta, "Yaaa … siapa tahu, Den Izan mau menikahi Neng Arum dalam waktu dekat ini, Mas. Makanya, aku bilang begitu tadi."'Aamii
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 17)"Tidak ada jalan lain untuk mengatasi masalah ini, terkecuali … Arumi harus segera dinikahkan dengan Basil, Umi," kata KH. Bashori pada istrinya yang duduk di samping lelaki tersebut.Kedua orang tua itu tengah berbincang-bincang di ruang tengah, beberapa hari setelah Arumi melarikan diri ke Jakarta."Apa tidak ada jalan lain, Bah?" tanya Umi Afifah dengan wajah sendu, melirik sejenak pada suaminya. "Abah tahu sendiri sekarang, anak kita menentang perjodohannya dengan anak Kiai Anam itu. Umi takut, hal besar lainnya akan terjadi lagi pada Arum. Dia sanggup berbuat nekat, di luar dari apa yang tidak kita inginkan."Suaminya mendengkus, lalu menopang kepala yang tertunduk dengan kedua tangan. Kalut, sekaligus pusing atas kejadian yang telah berlalu sebelumnya. Bagaimana mungkin, anak bungsu perempuan mereka itu, telah berani meninggalkan rumah pada pagi-pagi buta, seorang diri pula. Demi menemui seorang lelaki yang —sama s
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 18)Genangan air mata Arumi menggenangi kelopak matanya yang terlihat sembap. Mengalir deras menghiasi pipi, mengilap bening bercampur dengan riasan bedak dan turut meleleh laksana banjir magma. Isak sendu pun sesekali menggema di antara suara besar KH. Bashori yang tengah melafalkan kalimat-kalimat mukadimah.Acara lamaran Basil Basyiruddin bin KH. Anam Al Fathoni terhadap Arumi Nasha Lazeta binti KH. Bashori pada hari Ahad itu, baru saja berlangsung. Hampir semua kepala tertunduk khidmat mendengarkan wejangan dari shahibul bait, serta di antaranya turut larut dalam kesedihan yang dirasakan oleh pihak perempuan. Tidak terkecuali Umi Afifah dan Azizah sendiri. Kedua perempuan ibu dan anak tersebut, sesekali melirik lirih pada Arumi dengan dera hati yang serupa."Kamu benar-benar sudah menghubungi Nak Izan 'kan, Izah?" tanya Umi Afifah setengah berbisik pada Azizah, sesaat sebelum acara dimulai di dalam kamar Arumi."Sudah, U
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 19)"Maka dengan ini, saya selaku wakil dari pihak keluarga perempuan, dengan ini menyatakan bahwa saudari Arumi Nasha Lazeta binti Bapak Kiai Haji Bashori, Insyaa Allah, akan menjadi calon istri dari …." Suara pemandu acara lamaran, tiba-tiba terhenti. Seiring dengan munculnya deru suara sebuah kendaraan datang dari arah halaman rumah.Jika saja Arumi tidak langsung bereaksi, mungkin pernyataan dari perwakilan pihak keluarganya tadi akan terus berlanjut."M-mas Izan!" seru gadis itu mengejutkan para tamu undangan, terlebih bagi ayahnya sendiri, KH. Bashori.Arumi lekas bangkit dari duduknya dan menatap lekat ke arah pintu depan. Umi Afifah dan Azizah pun turut berdiri di samping gadis tersebut."Arumi? Duduklah, Nak," pinta Umi Afifah kebingungan dan merasa tidak enak dengan tatapan semua orang yang berkumpul di ruangan tersebut."Umi, itu Mas Izan datang, Umi!" seru Arumi kembali sembari menunjuk-nunjuk ke arah halaman rum
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 20)Semua yang berada di tempat itu serempak terdiam. Tidak ada satu pun yang berani mengeluarkan suara. Bahkan untuk sekadar batuk saja, lebih memilih untuk pergi menjauh sebentar, lalu kembali usai tenggorokannya kembali mereda.KH. Anam menoleh pada putranya, Basil Basyiruddin, yang duduk di samping. Lalu menepuk lengan lelaki muda tersebut."Ada apa, Abi?" tanya Basil usai balik menatap ayahnya. Tampak sekali, raut wajah anak muda itu kuyu. Sorot matanya pun terpancar aura lesu."Sepertinya … kita harus membicarakan lagi perihal antum itu dengan Kiai Abas," kata KH. Anam mengawali pembicaraan."Tapinya … Abah Kiai 'kan, sedang sakit, Bi," balas Basil dengan suara pelan, lantas melirik pada sosok Hamizan yang berdiri tidak jauh dari tempat duduk mereka berdua. Kekasih Arumi itu tertunduk, tanpa mempedulikan orang-orang di sekeliling tempat tersebut. Hanya ada mereka bertiga, serta beberapa orang santri laki-laki.KH. Anam
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 21)“Astaghfirullahal’adziim … a-apa … eh, bicara apa aku barusan? Astaghfirullah … astaghfirullah ….” Berkali-kali Umi Afifah melafalkan istighfar dengan kedua telapak tangan menutupi mulut, dan mata terpejam rapat.‘Ya Allah, mengapa aku bisa selancang ini? Aku benar-benar tidak sadar. Ampuni aku, Gusti Nu Agung,’ imbuh wanita tersebut di dalam hati. ‘Bukankah orang bertanya padaku ini, salah satu istri dari Kiai Anam? Sekaligus, ibu tirinya Nak Basil sendiri.’Jika saja Umi Afifah merasa syok dengan keteledorannya tadi, lain hal dengan Hamizan. Lelaki ini berpikir bahwa ucapan ibu kekasihnya tersebut memang sebuah kejujuran yang pernah didengar sepanjang menjalin hubungan khusus dengan Arumi. Di sisi lain, justru menyayangkan, karena hal itu dilakukan tepat di dekat keluarga Basil sendiri. Terlebih, di belakang sana berdiri dua sosok terkait.Memperhatikan gelagat yang teramat tidak menyenangkan tersebut, buru-buru Kiai
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 22)" … Innalillāhi wainnailaihi rāji'uun," ucap Kiai Anam usai mendengarkan penuturan kisah hidup Hamizan. "Jadi Nak Hamizan ini tinggal sendiri di rumah?"Laki-laki muda itu tersenyum, lalu mengangguk pelan. Seolah sudah terbiasa dengan keadaan dirinya sekarang dan sudah merelakan kematian kedua orangtuanya sejak lama."Ada dua orang yang tinggal bersama saya, Pak Kiai. Mang Karta dan Bi Inah. Mereka berdua, sudah lama ikut dengan keluarga kami, sejak saya masih kecil dulu," jawab Hamizan."Masyā Allāh," gumam ayahnya Basil Basyiruddin tersebut. "Mohon maaf sekali ya, Nak Hamizan, saya banyak bertanya-tanya pada antum. Tapi … dengan begini, justru saya jadi tahu, siapa sebenarnya Nak Hamizan ini." Orang tua itu menatap kagum pada sosok Hamizan. "Jujur saja, tadi … saya sempat kaget dengan kedatangan Nak Hamizan ini. Tadinya saya pikir siapa, 'gitu? Bahkan, memperhatikan calon man … —tu—, eh, maksud saya … anak gadisnya Kia