Hal ini bermulai darinya, seperti kata pepatah ,apa yang kau tanam itulah yang kita tuai. Ketika seseorang ingin menikah atas dasar cinta, dia malah menikah karena ingin memperbaiki masa depan.
Sebenarnya tidak ada yang salah , dia memikirkan nasib masa depannya ke depan. Itu haknya, sudah yatim piatu, ditinggal sama keluarga satu-satunya dan diberi beban berat di punggungnya membuatnya dengan spontan menerima hal yang menguntungkan dirinya.
Tapi jika semakin kesini, kehidupannya malah menjadi gosip-gosip yang tidak sedap. Dia punya harga diri dan dia berhak membela dirinya ketika tertindas .
Mempunyai suami pengusaha terkenal mengharuskannya sebagai nyonya Smith untuk berpenampilan mahal dan mewah , namun kesederhanaannya malah menjadi gunjing-gunjing yang tak baik.
Dinilai tidak punya selera Fashion yang bagus hanya karena dia istri pengusaha dan bahkan mencela dirinya tidak bisa membuat suaminya berhenti akan kehidupan bebasnya. Memangnya apa salahnya , mereka menikah tanpa cinta dan Evander berhak melakukan apa yang dia mau, Namun makin ke sini kata-kata menyela itu semakin menusuk hatinya, dia tidak tahan dan ketika seseorang mencapai batas kesabaran , maka tidak ada hal yang bisa menghalanginya melakukan apapun yang dia mau untuk membela dirinya sendiri.
Meminta cerai bukan hal sulit lagipula sebagai istri pengusaha jika dia bercerai dia bisa mendapatkan kompensasi bukan ? dan itu sepertinya bagus buat tunjangan investasinya di masa depan.
Masa bodoh mereka tidak memiliki anak , menyentuh dirinyapun Evander rasanya mungkin jijik, Jadi ya biarlah.
Berjalan keluar dari ruangan Evander dengan langkah tegap percaya diri. Kali ini dia memang sengaja bercitra bagus untuk kali ini dia memakai outfit dress mewah dengan hils cantik untuk menunjang penampilannya, anggap saja sebagai kenang-kenangan saat masih menjadi Nyonya Smith yang Elegan dan mewah biar membungkam mulut-mulut para wanita yang suka bergosip tentangnya, Florence
melewati meja sekretaris dan menghampirinya."Halo," Sapa Florence."Boleh aku tau siapa namamu? " Bertanya formal kepada sekretaris suaminya itu , menanyakan hal yang seharusnya tidak perlu di pertanyakan. Dibaju mereka sudah tertara papan namanya , Ah sudahlah anggap saja basa-basi,Batin Florence.
"N-nama saya Margareth Lorena Mrs.Smith," Jawab sekretarisnya terbata-bata bahkan takut untuk melihat langsung ke mata Florence.
Florence mengangguk-ngangguk seraya memperhatikan lebih seksama,ingin menilai apa wanita ini memang tipe-tipe penggoda atau tidak. Percayalah penilaiannya meski hanya lewat tatapan mata akan selalu tepat dan benar."Kau punya kekasih atau suami ?"
"A-ah tidak keduanya, Mrs."
"Begini ... Kau perempuan Margareth , Setidaknya dongkakan dagumu. Pria didalam sana adalah seorang suami dari seorang wanita, ya terlepas dari mereka saling mencintai atau tidak, itu juga bukan wewenangmu. Suatu saat jika kau punya seorang suami, dan suamimu bercinta dengan orang lain, apa yang kamu rasakan ? .. Kau tau rasanya bukan?" Nasehat lembut Florence tapi dengan nada menyinggung, Meski pernyataannya seperti dia saling mencintai saja dengan suaminya .
"Sebaiknya perbaiki harga dirimu , bersikap elegant lah seperti perempuan semestinya. Kita wanita dan kita sangat menjunjung tinggi harga diri ,Okay!" Menepuk dua kali bahu Margareth dan pergi dari sana dengan balasan anggukan kaku Margareth.
***
Bunyi panggilan handphone membuatnya berhenti berjalan sekejab, walau hanya untuk mengambil handphone yang ada di tasnya dan lanjut berjalan lagi.
"Halo Vin , Ada apa ? " Tumben sahabatnya ini menelpon.
"Kamu dimana Flo? Aku mau bertemu ada yang ingin aku bicarain. Sekalian curhat , hehe."
"Aku ada di perjalanan dari Kantor Suamiku, ada apa memangnya ? Kamu ada masalah?"
"Ehm ,bukan masalah juga sih hanya .. uhm pokoknya kita ketemuan aja. Nanti aku bicarain disitu, Ngomong-ngomong tumben kamu ke kantor suamimu? "
"Mengantar surat perceraianku." Jawaban santai Florence membuat orang di seberang menjawab santai sampai di detik selanjutnya menyadari sesuatu dan pekikan itu spontan terkeluarkan.
"Oh Surat percera-WHAT? S-surat perceraian siapa Flo?" tanya Devina bahkan susah untuk berkata-kata.
"Berpikirlah Vina , untuk apa aku mengurus surat perceraiaan orang lain."
"OMG Flo, Akhirnya kau nekat juga? Sulit dipercaya, pokoknya kita harus ketemuan sekarang. Banyak yang harus kita bicarakan!"
"Huh ,yasudah. Kita bertemu di kafe biasa!" Mengeluh sesaat akan antusias sahabatnya itu dan juga menyetujui usulan sang sahabat.
"Okay ,kebetulan aku lagi ada di dekat situ. See you honey "
"See you."
Menutup telpon sembari bergegas ke arah tujuannya sekarang yaitu bertemu dengan sahabatnya.
***
Lima menit berlalu setelah Florence sampai ke tempat biasa dia dan sahabatnya bertemu. Soal Devina, dia adalah sosok yang sangat dia sayangi setelah kedua orang tuanya. Berteman semasa tingkat akhir sekolah membuat mereka menjalin tali persahabatan yang kokoh.
Devina Abimaya Gareta , teman yang selalu berada di sampingnya saat walau masa sulit sekalipun , meski tidak terlalu setia saat ada kala dia membutuhkan pertolongan. Devina bahkan tak akan segan membantunya membayarkan hutang-hutangnya dulu walau dengan dana yang seadanya.
"Flo , Astaga kangen banget. Udah 1 bulanan kita nggak ketemuan." Devina datang dengan hebohnya lansung memeluknya erat seakan ingin meremukan tubuhnya. Mungkin sudah terlalu rindu berat.
"Apa kabar?" Bertanya seraya melepaskan pelukannya. "Wuuu ,udah nyadar yah jadi Nyonya Smith itu ternyata memang harus Mewah gini? " Seru devina dengan nada menggoda dirinya. Apa-apaan sahabatnya ini.
"Ck, Baik. Kamu gimana? Bunda sama ayah sehat-sehat aja kan?" tanya balik Florence , sungguh dia juga rindu dengan orang tua Devina yang sudah dia anggap keluarganya sendiri sambil tidak menanggapi godaan sahabatnya itu.
Lagipula ini terakhir kali dia seperti ini dan dia akan menjadi wanita cantik dan sederhana lagi."Mereka baik kok. Kamu sih nggak pernah jengukin mereka lagi."
"Maaf Div, saat-saat ini suasana hatiku emang nggak bagus. Jadi ya gitu maunya nenangin diri sendiri aja dulu."
"Ck ,aplagi sih yang kamu pikirin?Sekarang kamu udah hidup enak Flo, nggak perlu susah-susah kayak dulu lagi. "
"Cih hidup enak, Yang ada aku makan hati tiap hari sama rumor-rumor nggak enak."
"Flo aku sahabatmu , kamu bisa berbagi denganku. Ingat? " Devina mengelus punggung tangan Florence dengan senyuman lembut mengingatkan dia tidak sendiri, dia punya tempat berbagi dan berlindung .
"Hm. Aku tahu."
"Aku memang ingin segerah berpisah dengannya Vin, aku muak. Dia yang berbuat dan semena-mena di luar sana malah aku yang di tuduh bukan-bukan."
"Lagipula dia tak akan peduli dengan perceraian kami, itu adalah hal yang paling dia inginkan sedari dulu, kami tidak perlu bertahan akan sesuatu yang tidak ada di antara kami. Cinta dan anak sangat luar dari jangkauan Evander dan aku tidak bisa hidup dengan pasangan seperti itu."
"Uh okay. Kurasa bukan pilihan yang buruk , Setidaknya itu membuatmu bisa menghidup udara segar dengan hubungan kalian yang sesak itu."
" Ya, Begitulah. Vin kata kamu ada yang mau kamu bicarain? Apa itu?"
"Ah bukan hal penting. Biasa urusan percintaan." Cekikikan dengan pernyataannya sambil membayangkan sesuatu yang indah.
"Kurasa kamu harus mulai serius Devina . Umur kita sudah pantas untuk menikah , bukan menjadi remaja yang baru puber gini." ujar Florence.
"Ehe iyaiya aku tau." balas Devina sambil mengibaskan tangannya santai.
Percakapan mereka terus berlanjut selayaknya sahabat yang saling melapas rindu dengan banyak bercerita bahkan sampai tidak menyadari kalau sudah mulai larut dan senja mulai menampakan diri.
"Vin udah mau malam, Pulang yuk. Keasikan banget sampai nggak nyadar kita udah 2 jam disini." Menyadari waktu berjalan seakan berlomba lari.
"Ahaha iya ya astaga. Kurasa kita bahkan hampir menghabiskan semua menu di kafe." tertawa geli, hampir tidak percaya mereka memesan hampir semua menu camilan kafe untuk menemani percakapan mereka.
"Yasudah. Kamu pulang bareng aku aja yah aku anterin."
" Yaudah ayo." Berjalan sambil berpegang tangan selayaknya lesbi yang saling mencintai padahal status persahabatan mereka yang membuat mereka saling menyanyangi satu sama lain layaknya saudara .
Tbc
Bunyi bel apartement berbunyi mengalihkan fokusnya, menggerutu sambil memakai bathrobe bertanya-tanya siapa yang mengganggu kedamaian kali ini . Ini waktunya semua orang beristirahat .Berpikir itu adalah sahabatnya , Florence kedepan dengan santai untuk membuka pintu apartemen tanpa mengetahui siapa sebenarnya yang ada dibalik pintu apartemennya tersebut.Saat membuka pintu, tangan dan matanya yang sedang terarah mengikat bathrobe itu teralihkan oleh sepatu pantofel yang dia lihat dari ujung lantai bawahnya yang berarti kali ini dia salah mengira, bukan sahabatnya yang datang namun seseorang yang ingin dia hindari setelah hari yang melelahkan ini ."Apa yang kau lakukan disini? " Bertanya setelah menyelesaikan ikatan bathrobenya. Mencoba tidak gugub . Tampilan pria itu sepertinya baru pulang dari kantornya,tapi bukannya ke rumahnya sendiri , malah ke apartemennya?"Apa yang kau tanyakan Florence, tentu saja aku di sini ini salah satu properti
Matahari di ufuk timur kini menampakan diri , disaat semua orang berbondong-bondong mulai aktivitas paginya,Wanita yang bernama lengkap Florence Atasya Smith saat itu , bahkan baru memulai membuka matanya yang terasa berat . Menggeliatkan badan ketika merasa ada beban di beberapa bagian tubuhnya . Tenang beberapa saat sebelum menyadari apa yang terjadi semalam.Dia tersadar kalau saat ini dia berada dalam pelukan lelaki brengsek yang masih berstatus suami nya sampai saat ini. Melepas kasar tangan yang membelit pinggangnya itu dan pergi begitu saja ke kamar mandi dengan langkah tertatih . Badannya terasa remuk seperti di timpal batu ber ton-ton, Sial . Dia tak ingin berlama-lama melihat wajah bajingan ini.Merenungkan banyak hal apa yang terjadi semalaman hingga dia bisa berakhir diranjang dengan pria itu . Bukan mencela keharusan yang harus di lakukan suami istri , hanya jika saja lelaki itu bisa pengertian sedikit mungkin dia bisa mentorelil hal yang ter
Pagi itu tiba-tiba Kakek Thomas atau masih pemilik sah Dari P.M Smith datang ke kantor , entah apa tujuannya. Pasalnya selama setahun belakangan ini kantor sudah berpindah pemimpin meski belum sepenuhnya menjadi pemilik pemimpin sekarang .Tujuan kakek Thomas saat ini hanya untuk bertemu dengan cucunya karena ingin membicarakan sesuatu . Semalam asisten Evander yaitu Benjamin tiba-tiba melapor padanyaTentang insiden dan kedatangan Florence ke kantor Evander mungkin tidak secara rinci tapi Sepertinya dia tahu tujuan Florence ke kantor suaminya untuk pertama kali.Mungkin kakek Thomas terlalu berharap pada cucunya itu. Kedatangan Florens padanya dan menolongnya waktu itu membuatnya berfikir wanita itu akan cocok bersama cucunya dengan begitu sifat cucunya mungkin akan bisa dikendalikan oleh seseorang yang memiliki sifat baik dan suka menolong itu.Meski belum mengenal terlalu lama Florence, tapi Kakak Thomas tahu Florence bukanlah wanita sembarangan sepert
Kedatangan kakeknya ke kantor membuatnya terkena beban pikiran sekarang. Sekretarisnya dipecat seenaknya dan kakeknya malah menugaskan Benjamin menjadi sekretaris penggantinya sementara .Memijat kepalanya sebentar untuk meredakan pusing nya , berkas-berkas di depannya kenapa lama sekali selesainya . Kurasa kakek memang niat menghukumku Ck, Batin Evander menjerit frustasi.Mencoba bersandar di kursi kebesarannya sambil menghitung menit waktu istirahatnya. Dia harus menyelesaikan secepatnya semua berkas-berkas ini .Melihat jam yang ada di dinding menunjukan waktu untuk makan siang , bahkan dia tidak menyadari kalau waktunya makan siang .Bunyi pintu terbuka dengan sendirinya mengalihkan atensinya . Benjamin masuk dengan sendirinya membuat Evander berdecak tak su
Dua insan yang saling berbagi cerita itu tampak hangat dan serasi jika di lihat dari banyak sepasang mata , termasuk mata dengan beriris abu-abu yang sedang memperhatikan kedua nya.Florence saat itu sedang tertawa akan lelucon yang dilontarkan Arga namun, pandangannya tiba-tiba teralihkan oleh pemilik sepasang mata yang menatap tajam tanpa arti yang jelas . Mulutnya yang saat itu terbuka kerena tertawa kini menutup spontan, mempertanyakan kedatangan Evander ke tempat ini . Karena sedari yang dia tahu , Evander takkan pernah menggunakan kakinya untuk pergi ke tempat cafe apalagi ramai seperti ini. Jadi untuk apa Evander di disini ? Apa karena ingin bertemu dengannya ?Ah bukan kurasa , bisa saja dia ingin sarapan siang .Eh , tapi kenapa tatapannya mengarah kesini ? Batin Florence , tidak terlalu ambil pusing tetapi tetap saja curiga.Ketukan sepatunya dari pemilik nama Evander itu bahkan membuatnya merinding .Pada akhirnya tujuannya memang ke sini
Suasana dalam tempat yang bernuansa monokrom itu kini hanya di isi dengan keheningan dan yang pasti itu terjadi di antara dua orang yang saling bertatapan sengit dengan jarak dua meter itu dari tempat mereka berada, si wanita yang sedang melayangkan tatapan kesal dan geramnya kepada sosok laki-laki yang sedang berdiri dan bersandar di meja kayu berkualitas tinggi itu tangan terlipat di dada dengan kedua kaki yang disilangkan menunjukkan keangkuhan dari laki-laki di depannya ini . Mungkin mereka tidak akan selesai untuk saling bertatapan sinis jika salah satu tidak ada yang berinisiatif berbicara dahulu. Oke florence menyerah, "Mengapa kau membawaku ke kantormu? Kita akan menyelesaikan semuanya di sana tadi, " ujar Florence meski harus sedikit meringankan ekspresi kesalnya kepada Evander dan yang di tanya malah diam beberapa saat dengan alis terangkat. "Aku tidak ingin ada yang mencampuri urusanku , apalagi sampai masalah perceraianku. " jawab Evander dengan d
Mobil mewah yang kini di kendarai oleh sang Pria kini hanya di isi kebisingan roda yang bergesekan dengan aspal meski hanya menciptakan suara stabil dan lembut. Dua orang di dalam itu bahkan tidak ada yang membuka mulut setelah kejadian beberapa saat lalu. Florence yang kini menumpu kan satu tangannya ke jendela mobil sembari menatap pohon-pohon jeruk yang tumbuh subur ketika mereka melewati jalanan. Memikirkan perihal tadi , sungguh sebenarnya dia malu dan bahkan rasanya ingin menangis. Dia yatim piatu dan tidak di cintai suaminya tetapi bukan berarti dia seorang jalang atau mainan seseorang. Alih-alih untuk membuka mulut ingin sekali membantah perkataan mereka , namun yang dilakukannya hanya bisa menunduk melihat warna lantai marmer sembari menahan sesak di dada. Sikap menentang yang biasa di keluarkan untuk menghadapi Evander bahkan lenyap dalam sekejap karena banyaknya sepasang mata yang menghujam dirinya. Meski dia sempat tertegun sebentar karena pembelaan Evand
Fajar menyingsing ketika sang surya memunculkan atensi, suara gebrakan tanda ada sesuatu yang jatuh mewarnai suasana kamar yang di isi oleh dua insan meski salah satu sudah berakhir di lantai. "Akh, Mengapa kau menendang ku , hah? " "S-seharusnya aku yang bertanya, mengapa bisa kau di kamarku." Florence yang saat itu masih syok langsung balik menanyai laki-laki di depannya. Memeriksa seluruh pakaiannya apakah sudah terlempar kesana kemari atau malah bergeser dari tempat seharusnya. Huh, dan untungnya masih tetap utuh. Batin Florence lega. "Kamarmu? " Memandang sekeliling berpura-pura bodoh , "Mengapa aku ada di kamarmu? " Bahkan pandangan matanya yang selalu berpendar acak menjadi bukti kuat kalau dia memang terlihat sekali hanya berpura-pura. Anak kecilpun pasti akan tetap menyadarinya. Memicingkan matanya kepada laki-laki di depannya yang sudah berdiri meski masih meringis kesakitan sambil mengelus bokong seksinya itu. Apa Evander berpura-pura
Dikamar temaram sarat akan nuansa kelakian disitu Florance terjebak selama 3 jam dengan perut kelaparan dengan stamina yang terkuras habis."Kau jahat! ..," ujar Florance dengan suara serak dengan badan miring di atas tempat tidur.Dia kelelahan setelah 3 jam lamanya Evander mengurung dan menggempurnya habis-habisan. Evander yang mendengar itu hanya bisa mengangkat alis sambil terkekeh pelan tanpa suara di samping Florance, dengan tubuh topless masih di bawa gelungan selimut yang sama."Mana ada ck," Evander menjawab sembari melihat pundak putih bersih Florance di bawah selimut yang sama dengannya, sementara badannya dia rebahkan di bad tempat tidur sembari mengecek laporan dari tab yang dia pegang sekarang, puas dengan menyalurkan nafsunya tapi dia tidak akan melupakan pekerjaannya.Sementara Florance hanya bisa membatin pilu sekaligus jengkel dengan calon mantan suaminya itu,Lagi dan lagi aku harus terjebak disituasi ini, jika begini terus yang ada aku bisa hamil dan malah tidak a
Disaat semua orang memulai aktifitasnya dengan lenggang, dua insan yang selalu terlibat percekokan itu malah terlibat dalam nuansa gairah yang mereka ciptakan.Evander tak akan lupa sarat muka yang penuh kecemasan akan hawa nafsu di wajah wanita yang dia pandangi beberapa saat lalu ketika masuk ke perpustakaan pribadinya. Bahkan dia juga tak akan lupa ketika adanya sengatan listrik tak kasat mata ketika bibir seindah buah plum itu menggigiti jari dengan setitik peluh yang menjulur turun dari leher jenjang itu yang terbiarkan terbuka.Goshh apa-apaan yang ku lihat ini.. Batin Evander berteriak frustasi dalam hati.Oh c'mon ini bahkan masih siang hari tapi dia harus mendapat godaan ini. Maka dengan bahasa tubuhnya yang bergerak sendiri Evander melangkah ke arah wanita itu tanpa memutuskan pandangannya. Dia akan mendapatkan yang dia mau, dengan bibir yang langsung menulusiri leher jenjang itu, Isyarat frustasi yang wanita itu keluarkan tak akan dia ladeni dengan mudahnya, salah wanita it
Fajar menyingsing ketika sang surya memunculkan atensi, suara gebrakan tanda ada sesuatu yang jatuh mewarnai suasana kamar yang di isi oleh dua insan meski salah satu sudah berakhir di lantai. "Akh, Mengapa kau menendang ku , hah? " "S-seharusnya aku yang bertanya, mengapa bisa kau di kamarku." Florence yang saat itu masih syok langsung balik menanyai laki-laki di depannya. Memeriksa seluruh pakaiannya apakah sudah terlempar kesana kemari atau malah bergeser dari tempat seharusnya. Huh, dan untungnya masih tetap utuh. Batin Florence lega. "Kamarmu? " Memandang sekeliling berpura-pura bodoh , "Mengapa aku ada di kamarmu? " Bahkan pandangan matanya yang selalu berpendar acak menjadi bukti kuat kalau dia memang terlihat sekali hanya berpura-pura. Anak kecilpun pasti akan tetap menyadarinya. Memicingkan matanya kepada laki-laki di depannya yang sudah berdiri meski masih meringis kesakitan sambil mengelus bokong seksinya itu. Apa Evander berpura-pura
Mobil mewah yang kini di kendarai oleh sang Pria kini hanya di isi kebisingan roda yang bergesekan dengan aspal meski hanya menciptakan suara stabil dan lembut. Dua orang di dalam itu bahkan tidak ada yang membuka mulut setelah kejadian beberapa saat lalu. Florence yang kini menumpu kan satu tangannya ke jendela mobil sembari menatap pohon-pohon jeruk yang tumbuh subur ketika mereka melewati jalanan. Memikirkan perihal tadi , sungguh sebenarnya dia malu dan bahkan rasanya ingin menangis. Dia yatim piatu dan tidak di cintai suaminya tetapi bukan berarti dia seorang jalang atau mainan seseorang. Alih-alih untuk membuka mulut ingin sekali membantah perkataan mereka , namun yang dilakukannya hanya bisa menunduk melihat warna lantai marmer sembari menahan sesak di dada. Sikap menentang yang biasa di keluarkan untuk menghadapi Evander bahkan lenyap dalam sekejap karena banyaknya sepasang mata yang menghujam dirinya. Meski dia sempat tertegun sebentar karena pembelaan Evand
Suasana dalam tempat yang bernuansa monokrom itu kini hanya di isi dengan keheningan dan yang pasti itu terjadi di antara dua orang yang saling bertatapan sengit dengan jarak dua meter itu dari tempat mereka berada, si wanita yang sedang melayangkan tatapan kesal dan geramnya kepada sosok laki-laki yang sedang berdiri dan bersandar di meja kayu berkualitas tinggi itu tangan terlipat di dada dengan kedua kaki yang disilangkan menunjukkan keangkuhan dari laki-laki di depannya ini . Mungkin mereka tidak akan selesai untuk saling bertatapan sinis jika salah satu tidak ada yang berinisiatif berbicara dahulu. Oke florence menyerah, "Mengapa kau membawaku ke kantormu? Kita akan menyelesaikan semuanya di sana tadi, " ujar Florence meski harus sedikit meringankan ekspresi kesalnya kepada Evander dan yang di tanya malah diam beberapa saat dengan alis terangkat. "Aku tidak ingin ada yang mencampuri urusanku , apalagi sampai masalah perceraianku. " jawab Evander dengan d
Dua insan yang saling berbagi cerita itu tampak hangat dan serasi jika di lihat dari banyak sepasang mata , termasuk mata dengan beriris abu-abu yang sedang memperhatikan kedua nya.Florence saat itu sedang tertawa akan lelucon yang dilontarkan Arga namun, pandangannya tiba-tiba teralihkan oleh pemilik sepasang mata yang menatap tajam tanpa arti yang jelas . Mulutnya yang saat itu terbuka kerena tertawa kini menutup spontan, mempertanyakan kedatangan Evander ke tempat ini . Karena sedari yang dia tahu , Evander takkan pernah menggunakan kakinya untuk pergi ke tempat cafe apalagi ramai seperti ini. Jadi untuk apa Evander di disini ? Apa karena ingin bertemu dengannya ?Ah bukan kurasa , bisa saja dia ingin sarapan siang .Eh , tapi kenapa tatapannya mengarah kesini ? Batin Florence , tidak terlalu ambil pusing tetapi tetap saja curiga.Ketukan sepatunya dari pemilik nama Evander itu bahkan membuatnya merinding .Pada akhirnya tujuannya memang ke sini
Kedatangan kakeknya ke kantor membuatnya terkena beban pikiran sekarang. Sekretarisnya dipecat seenaknya dan kakeknya malah menugaskan Benjamin menjadi sekretaris penggantinya sementara .Memijat kepalanya sebentar untuk meredakan pusing nya , berkas-berkas di depannya kenapa lama sekali selesainya . Kurasa kakek memang niat menghukumku Ck, Batin Evander menjerit frustasi.Mencoba bersandar di kursi kebesarannya sambil menghitung menit waktu istirahatnya. Dia harus menyelesaikan secepatnya semua berkas-berkas ini .Melihat jam yang ada di dinding menunjukan waktu untuk makan siang , bahkan dia tidak menyadari kalau waktunya makan siang .Bunyi pintu terbuka dengan sendirinya mengalihkan atensinya . Benjamin masuk dengan sendirinya membuat Evander berdecak tak su
Pagi itu tiba-tiba Kakek Thomas atau masih pemilik sah Dari P.M Smith datang ke kantor , entah apa tujuannya. Pasalnya selama setahun belakangan ini kantor sudah berpindah pemimpin meski belum sepenuhnya menjadi pemilik pemimpin sekarang .Tujuan kakek Thomas saat ini hanya untuk bertemu dengan cucunya karena ingin membicarakan sesuatu . Semalam asisten Evander yaitu Benjamin tiba-tiba melapor padanyaTentang insiden dan kedatangan Florence ke kantor Evander mungkin tidak secara rinci tapi Sepertinya dia tahu tujuan Florence ke kantor suaminya untuk pertama kali.Mungkin kakek Thomas terlalu berharap pada cucunya itu. Kedatangan Florens padanya dan menolongnya waktu itu membuatnya berfikir wanita itu akan cocok bersama cucunya dengan begitu sifat cucunya mungkin akan bisa dikendalikan oleh seseorang yang memiliki sifat baik dan suka menolong itu.Meski belum mengenal terlalu lama Florence, tapi Kakak Thomas tahu Florence bukanlah wanita sembarangan sepert
Matahari di ufuk timur kini menampakan diri , disaat semua orang berbondong-bondong mulai aktivitas paginya,Wanita yang bernama lengkap Florence Atasya Smith saat itu , bahkan baru memulai membuka matanya yang terasa berat . Menggeliatkan badan ketika merasa ada beban di beberapa bagian tubuhnya . Tenang beberapa saat sebelum menyadari apa yang terjadi semalam.Dia tersadar kalau saat ini dia berada dalam pelukan lelaki brengsek yang masih berstatus suami nya sampai saat ini. Melepas kasar tangan yang membelit pinggangnya itu dan pergi begitu saja ke kamar mandi dengan langkah tertatih . Badannya terasa remuk seperti di timpal batu ber ton-ton, Sial . Dia tak ingin berlama-lama melihat wajah bajingan ini.Merenungkan banyak hal apa yang terjadi semalaman hingga dia bisa berakhir diranjang dengan pria itu . Bukan mencela keharusan yang harus di lakukan suami istri , hanya jika saja lelaki itu bisa pengertian sedikit mungkin dia bisa mentorelil hal yang ter