Floryn tidak memiliki tempat untuk kembali atau bertanya. Terlebih, uang yang Floryn miliki tidaklah banyak.
Jika dia menggunakannya untuk menyewa tempat tinggal, maka tidak ada jatah untuk makan.Tidak mungkin juga untuk Floryn mengandalkan makanan gratis. Pemerintahan negara Neydish memang menyediakan truk makanan gratis bagi tunawisma.Ada banyak rak-rak makanan gratis yang bisa diambil hanya dengan menukarnya menggunakan kartu identitas.Masalahnya, jatah makanan selalu dibatasi. Terlebih, Floryn juga tidak memiliki kartu identitas karena saat dia dipenjara, dia masih dibawah umur.Jujur, Floryn takut kelaparan. Lebih baik dia tidur kehujanan dibandingkan mati kelaparan."Hahahaha....."Suara tawa terdengar nyaring disudut tempat menarik Floryn untuk melihat.Ada sekumpulan gadis remaja yang berseragam sekolah tengah mengantri disebuah food truck sambil berbincang.Tampaknya mereka membicarakan sesuatu yang tampak menyenangkan.Pemandangan sederhana itu membuat pupil mata Floryn bergetar.Andai saja, dulu Floryn tidak ikut pindah ke kota ini dan tetap tinggal di North Emit, mungkin Floryn akan menghadiri kelulusan sekolah menenengah atasnya.Dia bisa menari es skating dan mewujudkan mimpinya.Dengan kasar, Floryn menyingkirkan air mata yang sempat terjatuh membasahi pipinya. “Aku tidak akan pernah mati sebelum membalas penderitaan ini kepada kalian,” tekadnya.Kini, Floryn pun berjalan tanpa arah, meninggalkan keramaian kota menuju kompleks padat pinggiran ibukota.Gadis itu melihat beberapa gelandangan yang bersembunyi di sudut tempat untuk melindungi diri dari penertiban dinas sosial.Perut Floryn yang sakit karena lapar mendorong dirinya untuk pergi mencari tempat pembagian makanan gratis khusus tunawisma.Beberapa belokan jalan Floryn tempuh, beruntung dia akhirnya menemukan sebuah tenda besar tempat pembagian makanan gratis.Orang-orang tampak berbaris panjang mengantri menunggu bagian.Tanpa membuang waktu, Floryn memasuki salah satu barisan kosong dan berdiri ditempat paling belakang.Kehadiran Floryn yang masih muda jelas mencuri perhatian beberapa orang tua yang menjadi tunawisma.Terlebih, penampilan Floryn yang kurus kering menimbulkan spekulasi jika dia adalah remaja yang kecanduan obat dan minuman.Memang, ada banyak kasus remaja yang mengalami keterpurukan dan kabur dari tempat rehabilitasi, lalu berakhir menjadi gelandangan dan tidak mau kembali kepada orang tua mereka.“Aku baru melihatmu di sini,” ucap seorang wanita berpakaian lusuh dan kotor.Rambutnya yang pendek terlihat acak-acakan dan kotor.Beberapa orang yang tengah mengantri ikut melirik Floryn.Sementara itu, Floryn tersenyum samar. Sejak lima tahun lalu, dia sudah terbiasa dengan tatapan merendahkan dan tidak bersahabat dari orang-orang.Jadi, dia tak peduli lagi.“Saya baru pindah ke kota ini,” jawab Floryn tenang.“Di mana keluargamu?”“Ibu saya sudah meninggal dan saya tidak memiliki ayah,” jawab Floryn begitu tenang, tetapi berhasil membuat wanita asing itu berhenti bertanya karena tidak enak hati.Hanya saja, sebuah dorongan kasar dari arah belakang membuat Floryn terhuyung kehilangan keseimbangan.Bugh!Dengan mudahnya, gadis itu terjatuh ke aspal dan terduduk di sana.Floryn memeluk erat tasnya agar tidak lepas.Perlahan dia mengangkat wajahnya untuk melihat segerombolan preman jalanan yang menyerobot barisan Floryn. “Aku duluan, kau berdiri di belakang,” ucap seorang pria paruh baya yang mengambil alih barisan Floryn.Floryn sontak bangkit dan berdiri berhadapan dengan preman itu tanpa rasa terintimidasi.Lima tahun hidup didalam penjara dan bertemu dengan berbagai jenis penjahat melatih Floryn untuk tidak mengenal takut.“Saya yang sudah lebih dulu di sana,” tutur Floryn.“Memangnya kenapa jika kau lebih dulu disini?” tanya Preman itu bersedekap.Beberapa temannya bahkan ikut mendekat dan mengepung Floryn.“Kau gelandangan baru di sini, ya? Jika tidak ingin mendapatkan masalah, ikuti aturan disini! Kaupaham kan maksudku?” tanya seorang preman lainnya sambil menundorong kasar bahu Floryn hingga gadis itu mundur beberapa langkah.Semua orang yang mengantri membuang muka.Tampaknya, mereka tidak peduli dengan apa yang terjadi.Floryn sendiri akhirnya menyerah. Dia tidak mau membuat masalah. Jadi, dengan terpaksa, dia ke barisan paling belakang dan mengantri lebih lama.'Aku harus belajar terbiasa dengan kerasnya kehidupan di jalanan, sebisa mungkin harus menghindari masalah dengan siapapun,' batinnya dalam hati.Tak terasa, satu per satu orang berjalan meninggalkan barisan mereka setelah mendapatkan makanan.Sayangnya, kesialan harus Floryn hadapi setelah puluhan menit berdiri dan menunggu....."Mohon maaf, makanan sudah habis. Kami akan kembali lain waktu."Pengumuman itu jelas membuat Floryn dan beberapa orang lainnya menelan kekecewaan.Apa yang harus Floryn lakukan sekarang? Dia tidak dapat menahan rasa laparnya lebih lama lagi.Ditinggalkannya tempat itu dengan hati yang berat.Dia harus mencari makanan dan berharap ditempat lain ada makanan gratis lainnya yang tersisa untuknya!Gemerlap ibu kota Loor seolah mengejek Floryn yang bergumul dengan kesepian dan rasa lapar yang melilit perutnya.Tak kuat, Floryn bahkan berhenti melangkah setiap kali dia melihat kedai makanan di pinggiran jalan.Hanya saja, gadis itu selalu mengurungkan niatnya setiap kali berpikir untuk membeli makanan.Setiap sen uang yang dia kumpulkan selama di penjara, harus ditukar dengan seluruh tenaganya siang dan malam.Setahun sekali, Floryn hanya mendapatkan uang 300 dollar atau 7 dollar per minggu.Betapa sayangnya jika kini dia harus mengeluarkan 5 dollar sekali makan di pinggiran jalan?Jadi yang bisa Floryn lakukan hanyalah memeluk erat tasnya sembari kembali berjalan melewati keramaian.Untuk mengganjal rasa laparnya, dia kembali minum beberapa teguk air keran.***“Dia sudah bebas hari ini, saat aku datang ke penjara untuk menjemput, dia sudah pergi entah ke mana, aku kehilangan jejaknya.”Sebuah kabar telah diterima Alfred begitu dia selesai melakukan penerbangan dari Dubai ke kota Loor. Alfred meninggalkan rekan-rekan kerjanya dan pergi menuju sebuah café, dia butuh segelas kopi untuk bisa tetap terjaga karena harus menyetir.“Bagaimana dengan keluarganya?” tanya Alfred.“Sudah jelas keluarganya tidak mengakui keberadaan Floryn, dia dibuang sepenuhnya.”Alfred menghela napasnya dengan berat. “Itu artinya dia tidak memiliki tempat tujuan.”“Kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun Alfred. Floryn adalah tahanan yang memiliki IQ tertinggi, dia gadis yang cerdas, aku yakin dia mampu bagkit meski harus berjuang sendirian,” ucap Kjanet menghibur kekhawatiran Alfred.“Jika Bibi menemukan keberadaannya, beritahu aku,” pinta Alfred penuh permohonan.“Sebaiknya kau tidak perlu terlibat hal apapun lagi dengannya, kau juga tidak perlu bertanggung jawab untuk tempat tinggalnya. Orang tuamu pasti akan sangat marah jika tahu hal ini. Lagipula, aku yakin Floryn sudah melupakanmu.”Alfred memijat batang hidungnya dengan penuh tekanan, sulit untuk dia melupakannya terlepas apakah benar Floryn memang seorang penjahat atau bukan.“Baiklah Bibi, terima kasih telah mengabariku.”Alfred memutuskan sambungan teleponnya.Sejenak pria itu terdiam dan berhenti melangkah, pandangannya mengedar melihat suasana Loor Airport dengan hati yang berkecamuk.Lima tahun telah berlalu, tetapi sampai saat ini, tidak ada yang mengetahui jika Kjanet, pengacara yang sempat membantu Floryn, adalah bibi Alfred Morgan.Kjanet adalah utusan Alfred yang diminta secara rahasia untuk membantu kasus Floryn hingga sampai selesai.Ada sebuah alasan kuat mengapa Alfred berbuat sejauh ini untuk membantu Floryn hingga masih mengikuti kabarnya sampai gadis itu dibebaskan dari penjara.Floryn adalah seorang gadis yang tidak sengaja menolong Alfred dari perundungan di suatu sore sebelum kejadian kasus pembunuhan adik tirinya terjadi.Pertemuan tidak disengaja itu membuat mereka saling mengenal hanya sebatas nama, namun mampu menghabiskan sisa sore mereka bersama.Alfred terkesan dengan kecantikan dan keberaniannya, sehingga mereka sempat membuat janji untuk kembali bertemu di hari selanjutnya.Masalahnya, dia mendengar kematian adik tiri Floryn disebabkan oleh racun pupuk bunga yang sama persis dengan pemberian Alfred sebagai hadiah karena Floryn telah menolongnya.Alfred tidak tahu apakah Floryn benar-benar pembunuh atau bukan. Namun, kematian Abra yang disebabkan oleh pupuk bunga pemberian Alfred, jelas akan menyeret namanya.Jadi kala pria itu tahu bahwa Floryn sempat berusaha mencari dirinya untuk dijadikan saksi bahwa pupuk bunga yang telah tidak disengaja diminum Abra tidaklah dibeli Floryn–melainkan Alfred–dirinya dilanda ketakutan.Alfred terlahir dari kalangan keluarga yang terpandang dan sangat berpengaruh. Orang tuanya akan sangat marah besar jika mengetahui Alfred terlibat dengan sebuah hukum dan berteman dengan seorang kriminal.Hanya saja, terlepas apakah benar atau tidak Floryn membunuh adik tirinya, Alfred merasa bersalah karena pergi kabur begitu saja."Sejujurnya, kuharap bukan kau pelakunya." Pria tampan itu menyugar rambutnya kasar membuat beberapa wanita tanpa sadar, menoleh--terpesona.“Tuan Muda,” sambut Piper membukakan pintu mobil untuk Alfred. Dengan sigap Piper membawakan koper Alfred dan topi pilotnya. “Saya senang Anda pulang ke rumah kali ini,” ucap Piper lagi dengan senyum sumringah. “Ibu ada di rumah?” tanya Alfred melangkah cepat melewati beberapa anak tangga menuju teras.Sementara itu, Piper terkopoh-kopoh mengangkat koper Alfred disetiap anak tangga yang akan dilewatinya.“Nyonya menginap di hotel sejak kemarin, jika beliau tahu Anda pulang, saya yakin beliau juga pasti pulang,” jawab Piper dengan napas tersenggal kehabisan napas.Alfred berbalik, sejenak dia menunggu Piper menyusul karena hal lain yang peril ditanyakan. “Apa ibu bertengkar lagi dengan ayah?”Piper berusaha untuk tersenyum formal, menyembuyikan perasaan tidak enak hatinya saat ini. Alfred memiliki seorang ibu yang berkepribadian cukup unik, dia akan selalu pergi kabur setiap kali bertengkar, namun dengan satu bujukan dia akan kembali pulang dengan sendirinya.“Ibu Anda hanya mengk
Melalui jendela yang terbuka, Floryn dapat melihat keberadaan Emier yang tengah duduk di kursi belakang.Deg!Gadis itu sontak menelan salivanya dengan kesulitan. Tangannya bahkan gemetar berkeringat dingin.Kesedihan, amarah, kebencian, dan kecewa bercampur menjadi satu melihat pria yang dulu pernah memberinya begitu banyak kasih sayang, dan pria yang sudah mengeluarkan Floryn dari daftar keluarga hingga berhasil mengurungnya dalam jeruji besi selama lima tahun lamanya.Rasanya seperti mimpi bisa kembali melihat sosok pria yang dulu sangat Floryn hormati dan dia banggakan, kini berubah menjadi orang yang sangat dibenci hingga tidak ada pintu maaf yang tersedia untuknya.“Tuan Emier ingin berbicara dengan Anda.”Tiba-tiba saja, seorang pria berpakaian sopir keluar dari mobil dan berlari menghampiri Floryn.Tangan Floryn sontak terkepal kuat. Untuk apa Emier ingin berbicara dengannya? Bukankah lima tahun yang lalu, saat Emier merobek kartu keluarga mereka, dia bilang dia tidak sudi
“Ikuti saja perintahku.”“Memangnya kau siapa hingga berani mengaturku?” tanya Floryn dengan dagu terangkat menunjukan keangkuhan.Floryn sudah tidak peduli dengan kesopanan, Emier tidak layak mendapatkannya!“Jika kau masih memiliki rasa malu, setidaknya tunjukan sedikit rasa penyesalanmu dengan pergi dan menyingkir dari pandangan keluarga baruku. Kehadiranmu yang menunjukan diri didepan kami hanya membuka luka lama dan membuat kami malu.”Pupil mata Floryn bergetar menahan tangisan, kepalan tangannya kian menguat meremas permukaan pakaiannya. “Mengapa aku harus malu? Aku tidak memiliki kesalahan apapun.”“Setelah dipenjara lima tahun, kau masih tidak mau mengakui kesalahanmu, siapa akan percaya?”“Yang jelas bukan polisi bodoh sepertimu,” jawab Floryn balas menghina ucapan Emier yang kini membelalakan mata."Kau....!"Namun, Emier menahan diri. “Cukup! Dengarkan saja perintahku dan pergilah dari kota ini!” Emier mengambil sebuah amplop cokelat dari balik jassnya dan melemparkannya k
Di sisi lain, Alfred memandang pemandangan di seberang jendela mobilnya, bingung.Ada keributan apa di depan restoran itu?“Kakak, aku mau permen kapas,” pinta Nara memukul-mukul jendela mobil dengan mata berbinar melihat toko yang menjajakan permen kapas kesukaannya. “Kakak, berhenti disini, aku mau permen kapas.”“Nanti kita akan membelinya Nara.”“Aku mau sekarang!” rengek Nara memukul lebih keras jendela mobil agar Alfred mengikuti keinginannya.Alfred memelankan laju mobilnya, sulit untuk mengalihkan perhatian Nara ketika dia menemukan sesuatu yang sangat disukainya, salah satunya permen kapas.Pagi ini, Alfred akan pergi ke hotel untuk menjemput ibunya agar pulang, kasihan Nara yang baru kehilangan perawat harus mengganggu aktifitas para pelayan di rumah.“Kakak,” rengekan Nara kian kuat, gadis kecil itu mulai menangis karena Alfred tidak kunjung menghentikan mobilnya dan pergi ke toko permen kapas yang dia inginkan.“Tunggu sebentar Nara, kakak harus putar balik dulu,” hibur Al
Refleks Alfred mendorong Nara agar bersembunyi di belakang tubuhnya. "Apa maumu?"Kerutan di kening Floyn kian jelas terlihat, gadis itu tidak memahami apa makna yang tersirat dari tatapan waspada dan pertanyaan aneh pria asing yang berdiri di hadapannya.Apakah pria itu tahu dia seorang mantan narapidana yang pernah menggemparkan seluruh negeri?Floryn berdeham tidak nyaman, dia mulai takut kebaikan yang dilakukan kepada Nara disalah artikan hanya karena dia mantan narapidana.“Apa tujuanmu?” tanya Alfred sekali mempertegas setiap kata yang diucap. “Apa maksudmu? Aku tidak mengerti mengapa kau berbicara seperti itu padaku, jaga saja adikmu dengan baik agar dia tidak terluka,” jawab Floryn enggan untuk memperpanjang percakapan.Bohong! Alfred tidak percaya, jika memang Floryn tidak memiliki tujuan apapun, tidak mungkin dia langsung bisa tahu bahwa Nara adiknya.“Urusanmu adalah denganku, jangan membawa adikku dalam hal ini,” tegas Alfred memperingatkan.Rahang Floryn mengetat menahan
Alfred memasuki lift, dia harus pergi ke salah satu lantai hotel tempat dimana ibunya tengah menginap.Hari ini, Alfred harus menjemput ibunya secara langsung karena nanti malam dia memiliki jadwal penerbangan.Alfred berencana akan melakukan liburan beberapa hari, namun pertemuannya dengan Floryn satu hari yang lalu berhasil membuat Alfred gelisah.Alfred tidak dapat mengungkapkan, apakah kegelisahan yang menggelayuti hatinya didasari oleh ketakutan Floryn akan balas dendam, atau justru rasa khawatir akan perubahan Floryn yang tampak menyedihkan.Alfred menghela napasnya dengan berat, terbayang wajah Floryn yang pucat dan memiliki cekungan, sepasang matanya yang hijau safir terlihat linglung, suaranya yang lembut masih terdengar sama seperti terakhir kali mereka bertemu.Sampai detik ini, Alfred masih bertanya-tanya mengapa Floryn berpura-pura tidak mengenalinya?Mustahil jika Floryn lupa, karena sampai sekarang Alfred masih mengingat jelas pertemuan pertama mereka.Senyuman cerah
“Aku sudah jatuh cinta pada seseorang, jauh sebelum bertemu denganmu."Bak petir disiang bolong, Melisa terkejut dan tidak menyangka bahwa jawaban menyakitkan inilah yang akan diucapkan oleh Alfred.Ada sepercik kecemburuan yang tidak bisa Melisa kendalikan didalam hatinya saat dia memikirkan Alfred yang selama ini berusaha dia menangkan hatinya ternyata sudah dimiliki oleh wanita lain.Rahang Melisa mengetat, beberapa kali dia mengatur napasnya agar bisa tetap terlihat tenang. “Seperti apa perempuan yang sudah berhasil membuatmu jatuh cinta? Apa pekerjaannya? Apa dia dari keluarga yang hebat?”Alfred mengalihkan perhatiannya, memandangi langit malam melalui jendela besar kamar hotel. “Dia tidak sempurna sepertimu, dia hidup dikelilingi masalah dan banyak orang yang membencinya.”“Jangan bercanda Alfred!” Melisa marah, harga dirinya terinjak, bagaimana bisa dia dikalahkan oleh sorang perempuan yang tidak jelas?Alfred beranjak dari duduknya, pria itu terlampau tenang seakan tidak pedu
Floryn berdiri di depan sebuah rak makanan gratis, gadis itu tampak tersenyum dengan bibir yang pucat, matanya berbinar bahagia melihat deretan jenis makanan sehat yang bisa dia pilih.Tanpa membuang waktu Floryn memasukan kartu identitasnya dan memilih sepotong burrito dengan minuman susu kotak.Dengan harap-harap cemas Floryn menunggu makanannya keluar.“Ada apa ini? Apa mungkin mesinnya error?” tanya Floyn kebingungan karena makanan yang dipilihnya tidak keluar, sementara kartu identitasnya keluar sendiri.Floryn kembali mencoba dan berharap telah terjadi sebuah kesalahan, namun anehnya Floryn tetap tidak mendapatkan makanan di dalam rak kaca.“Permisi.”Floryn mundur memberi ruang pada seorang wanita paruh baya yang sama-sama akan mengambil makanan gratis di dalam rak.Diam-diam Floryn memperhatikan dan betapa terkejutnya dia begitu melihat wanita paruh baya itu mendapatkan makanan yang dia pilih tanpa mengalami kendala apapun.“Mengapa aku tidak bisa mendapatkannya?” bisik Floryn
Samantha menghisap cerutunya dalam-dalam, wanita itu segera duduk dikursinya menghadap Roan yang telah cukup lama menunggu diruangannya.“Ada apa? Tidak seperti biasanya kau datang ke rumah bordilku,” tanya Samantha dengan suara serak.“Bagaimana kabarmu Samantha?”“Seperti yang kau lihat, selalu berjalan biasa seperti ini.”Seperti apa yang Roan lakukan sebelumnya, dia mengeluarkan sebuah amplop dari jaketnya dan meletakannya di meja kerja Samantha. “Aku ingin menyampaikan titipan dari Flo.”Samantha sempat terdiam melihat amplop diatas mejanya, sampai akhirnya dia bertanya. “Titipan apa?”“Bukalah.”Samantha meninggalkan cerutunya di asbak dan mengambil amplop itu, mengeluarkan selembar cek berisi dua juta dollar.Samantha terperangah kaget sampai tangannya gemetar memegang uang sangat banyak. “Apa maksudnya ini? Jangan bermain-main denganku jika ini tentang uang,” bisik Samantha dengan suara bergetar.Tubuh Roan menegak. “Itu adalah uang hasil dari tuntutan Flo pada kepolisian. Fl
Kabar kematian Floryn tersebar luas kepada banyak orang, kasus pembunuhan dan scenario pembohongan besar yang telah dilakukan Rachel memantik banyak berhatian public untuk ikut turun tangan menuntut keadilan untuknya. Public menuntut untuk hukuman berat kepada Rachel karena dia bertanggung jawab penuh atas kematian Abra dan juga penyebab kematian Floryn. Kabar kematian Floryn akhirnya sampai ditelinga Rachel, alih-alih merasa senang orang yang paling dibencinya telah tiada, justru Rachel mulai dibayangi oleh ketakutan akan hukuman yang semakin berat harus dia jalani didepan mata. Selama dua bulan di dalam penjara, keadaan Rachel terlihat semakin mengkhawatirkan karena dia dikurung dalam ruang isolasi sendirian, dia mengalami delusi parah hingga harus mendapatkan obat penenang. Beberapa kali dia kedapatan hendak melakukan percobaan bunuh diri karena tidak kuat menghadapi tekanan yang begitu menyiksanya. Kenekatan Rachel yang mulai parah membuat kedua tangannya dan kakinya perlu
Semua orang berjalan di hamparan rumput yang hijau dan subur, melangkah di bawah sinar matahari sore yang mulai kekuningan, suara hembusan angin terdengar dikesunyian yang mencekam, daun-daun yang berguguran ketanah seperti tengah bercerita tentang apa yang kini tengah terjadi pada segerombolan kecil orang yang membawa jenazah Floryn menuju tempat peristirahatan terakhirnya.Orang-orang berpakaian putih membawa bunga mawar merah tidak menunjukan tanda-tanda sedang berduka meski pada kenyataannya, ada hujan air mata yang tidak bisa dihentikan seiring dengan langkah yang kian dekat pada tempat dimana Floryn akan dimakamkan.Emier membekap mulutnya dengan kuat, melangkah tertatih kehilangan banyak tenaganya. Dia sudah tidak mampu lagi menampung kesedihannya hari ini, jauh lebih baik jika Emier sakit karena sekarat dibandingkan harus sakit karena penyesalan atas kepergian putrinya.Bahu Emier gemetar, lelaki paruh baya itu membungkuk tidak mampu melanjutkan perjalananya yang tinggal sedik
Roan duduk sendirian di kamar tempat terakhir Floryn terbaring tadi malam, pria itu tengah menangis mengenakan pakaian putih yang beberapa jam lalu baru dibelinya. Suara rintihan pria itu terdengar, Roan tahu jika pada akhirnya ini semua akan terjadi, namun dia tidak pernah membayangkan jika rasa sakitnya sangat begitu menyiksa sampai membuatnya ingin berteriak sekencang mungkin.Roan tidak pernah menyangka jika perayaan kesembuhan yang telah Floryn ucapkan kepadanya beberapa jam lalu adalah sebuah perpisahan.Roan mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air mata, dengan langka gontainya pria itu berjalan melewati pintu, melihat Floryn yang terbaring dalam keadaan cantik dan tenang.Roan mendekat dengan putus asa, sebanyak apapun dia menangis, hal itu tidak mampu meradakan kesedihan dan sakit yang tengah bersarang didalam dadanya.Roan tahu, ini adalah jalan terbaik untuk Floryn. Tapi tidak untuk orang-orang disekitarnya yang kini harus belajar mengkihlaskan kepergiannya.Tangan Roan
Air mata Julliet terus berjatuhan membasahi punggung tangannya yang bersarung tangan. Dia dan Samantha tengah membantu mengenakan baju Floryn, memengakan sebuah gaun cantik yang telah Floryn beli dari toko satu jam sebelum kematiannya. “Aku tidak bisa melakukan ini Bibi,” isak Julliet mengusap wajahnya dengan kasar, dia sudah bertahan sekuat tenaga, namun setiap kali dia melihat wajah Floryn, tangisannya selalu terpecah.Julliet masih tidak menyangka jika Floryn akan berakhir seperti ini.Baru beberapa jam yang lalu mereka berbicara sambil menunggu pagi datang, Julliet masih bisa melihat senyumannya yang cantik, suara tawanya yang lembut, bahkan Julliet sempat menggoda Floryn bahwa dia akan mempersiapkan gaun pernikahan sederhananya dengan Alfred.Julliet sama sekali tidak pernah berbikir bahwa gaun yang dibeli Floryn akan digunakan untuk hari terakhirnya.Apakah ini alasan Floryn meminta Julliet untuk tinggal dirumah neneknya? Apakah ini maksud dari Floryn yang telah mengatakan bah
Langit yang cerah berkabut terhalang oleh air mata. “Roan cepatlah!” teriak Alfred memeluk erat Floryn dengan gemetar, memaksa Roan untuk berkendara lebih cepat meninggalkan toko Luwis.Pikiran Alfred berubah kacau, jantuntungnya berdegup begitu kencang merenggut sebagian kekuatannya karena ketakutannya akan keadaan Floryn semakin tidak baik.“Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang juga, aku mohon cepatlah!” pinta Alfred penuh permohonan.“Aku sudah berusaha secepat mungkin! Flo bertahanlah, kau akan baik-baik saja,” ucap Roan terdengar getir.Bulu mata Floryn bergerak pelan, kesadarannya yang terenggut telah kembali. Samar-samar Floryn melihat wajah Alfred yang kini tengah menangis, memeluk dalam pangkuan.Ada sakit yang cukup kuat disetiap denyut urat nadinya, kepala Floryn diletupi oleh sesuatu yang tidak dia mengerti. Jika ditanya apakah sakit? Sangat sakit, ini adalah sesuatu yang paling sakit diterima tubuhnya, namun Floryn tidak ingin meringis ataaupun menangis, dia ha
Pagi ini matahari cukup cerah dan hangat, mengurangi cuaca dingin dari musim gugur yang masih berlangsung.Floryn duduk disisi ranjang tengah diperiksa oleh dokter untuk memastikan keadaannya sebelum pergi keluar rumah.Ditengah ketenangannya, Floryn diam-diam memperhatikan Alfred yang tengah bersiap-siap. Pagi ini Floryn bisa mendengar suara rengekan Alfred kepada Ali karena tidak terbiasa menggunakan kamar mandi kecil, mendengar rengekannya karena tidak memiliki sarapan yang bergizi.Suara rengekan itu cukup menghibur Floryn yang berada di kamar, pasalnya Alfred tidak mengeluhkan apapun saat berada dihadapan Floryn, dia bersikap sebagai lelaki gantleman. Lucunya saat bersama Ali, Alfred akan mengeong seperti kucing rumahan.“Bagaimana keadaannya?” tanya Roan.“Keadaannya membaik, beliau bisa pergi,” jawab Edith tersenyum lembut menyembunyikan ada kegetiran dimatanya. “jangan lupa membawa kursi roda untuk berjaga-jaga.”Roan tersenyum penuh kelegaan, pria itu sempat mendekati Floryn
Malam yang dingin begitu sunyi, jam sudah menunjukan pukul dua malam dan semua orang tengah tertidur lelah mengistirahatkan diri ditenda-tenda yang sudah dibangun, tungku perapian dari arang dan kayu masih menyala menyebarkan kehangatan.Di dalam rumah, Floryn bergerak gelisah, seluruh tubuhnya kembali sakit dan sesak meski alat bantu pernapasan terpasang dihidungnya. Floryn diserang oleh mimpi aneh yang tidak jelas, sekuat tenaga dia berusaha untuk bangun dan sadar.Floryn tersentak membuka matanya seketika, bibirnya terbuka bernapas dengan kasar tidak beraturan, seluruh tubuhnya kembali tidak dapat digerakan, sekuat apapun Floryn berusaha, dia tidak dapat melakukannya bahkan sekadar untuk menggerakan jarinya.Semakin sering penyakit itu datang, semakin banyak kemampuan tubuh Floryn yang terenggut.Butuh waktu yang cukup lama untuk Floryn mendapatkan ketenangan, melihat keberadaan Alfred yang tengah tertidur duduk di kursi rotan. Sejak kemarin Alfred tidak mendapatkan waktu beristi
Roan berdiri di ambang pintu, memperhatikan Alfred yang masih tidak beranjak meninggalkan Floryn, pria itu tengah memijat tangan Floryn yang masih kesulitan untuk digerakan. Sejak kembali sadar, bahkan Floryn belum berbicara sepatah katapun.Tampaknya setelah ditinggalkan Floryn dimalam itu, Alfred mulai takut untuk meninggalkan Floryn dari jangkauan matanya.Roan mengetuk daun pintu sepelan mungkin. “Izinkan aku berbicara dengan Flo. Hanya berdua,” pinta Roan.Dengan berat hati Alfred beranjak pergi memberi ruang.Roan mendekat dengan penuh kehati-hatian, matanya bertemu dengan sepasang mata Floryn yang memandanginya dengan lekat tanpa berbicara sepatah katapun. Dokter bilang jika penyakit Floryn sudah mengganggu ingatannya, karena itulah kini Floryn pikiran Floryn sedang melayang tersesat.Roan tersenyum dan duduk bersimpuh di lantai agar bisa mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Floryn.“Flo,” panggil Roan.Bola mata Floryn bergerak kesisi melihat Roan melalui sudut matanya.“Apa s