“Ikuti saja perintahku.”
“Memangnya kau siapa hingga berani mengaturku?” tanya Floryn dengan dagu terangkat menunjukan keangkuhan.Floryn sudah tidak peduli dengan kesopanan, Emier tidak layak mendapatkannya!“Jika kau masih memiliki rasa malu, setidaknya tunjukan sedikit rasa penyesalanmu dengan pergi dan menyingkir dari pandangan keluarga baruku. Kehadiranmu yang menunjukan diri didepan kami hanya membuka luka lama dan membuat kami malu.”Pupil mata Floryn bergetar menahan tangisan, kepalan tangannya kian menguat meremas permukaan pakaiannya. “Mengapa aku harus malu? Aku tidak memiliki kesalahan apapun.”“Setelah dipenjara lima tahun, kau masih tidak mau mengakui kesalahanmu, siapa akan percaya?”“Yang jelas bukan polisi bodoh sepertimu,” jawab Floryn balas menghina ucapan Emier yang kini membelalakan mata."Kau....!"Namun, Emier menahan diri. “Cukup! Dengarkan saja perintahku dan pergilah dari kota ini!” Emier mengambil sebuah amplop cokelat dari balik jassnya dan melemparkannya ke meja. “Angkat kakimu dari kota ini atau kau akan menyesal.”Floryn tertunduk merasakan perih dan sakit kian kuat memenuhi dada, beberapa kali dia mengatur napasnya agar bisa memiliki keberanian berbicara dan tidak menunjukan air matanya atas penghinaan Emier.“Aku tidak mau pergi ke mana pun sebelum melihat keluargamu hancur berantakan dan sekarat dalam penderitaan,” bisik Floryn dengan suara bergetar.Brak!“Jaga ucapanmu!” Emier menatap tajam Floryn dengan penuh perhitungan. “Bagaimana bisa kau bersikap tidak tahu malu setelah semua kejahatan yang kau lakukan selama ini? Ambil uang itu dan pergilah! Jangan menunjukan diri dihadapan keluargaku lagi!”“Aku tidak mau.”“Apa kau mau dikucilkan oleh seluruh orang di ibukota?” ancam Emier.Floryn memberanikan diri untuk melihat wajah Emier, bola matanya bergerak melihat seragam yang dipakainya. “Apa layak, pria bajingan sepertimu mendapatkan kehormatan pangkat itu? Kau tidak layak menjadi seorang polisi.”“Atas dasar apa monster sepertimu berbicara sombong padaku?”“Kau tidak mampu membuka kasus keluargamu sendiri, bagaimana dengan kasus orang lain?” tanya Floryn seraya beranjak dari tempat duduknya “Manusia yang kau panggil monster ini memiliki gen darimu, jika aku monster, maka kau monster juga.”Floryn mengambil amplop uang dimeja dan melangkah pergi keluar restorant, sementara Emier masih duduk dalam ketegangan tampak terkejut dengan setiap jawaban berani Floryn yang tidak segan-segan menghinanya.“Setidaknya dia akan pergi dan berhenti mengotori pandanganku,” bisik Emier sedikit lega karena Floryn mengambil uangnya.Ketika berada di luar restorant, Floryn membuka amplop itu dan melihat segepok uang dalam jumlah besar.Dia menahan senyum.Sebuah ide terlintas di kepalanya.Floryn merangkak menaiki mobil Emier dan berdiri diatasnya sehingga menjadi perhatian banyak orang, termasuk Emier yang langsung dibuat berdiri dan melihat dibalik jendela.“Turunlah! Apa yang sedang Anda lakukan?” teriak Andy mencoba menarik kaki Floryn.Namun, gadis itu bertahan.Secara mendadak, dia mengeluarkan uang itu dari dalam amplop, lalu melemparkannya di udara hingga uang-uang itu berhamburan di jalan. Para pejalan kaki dan kendaraan berhenti sejenak begitu melihat hujan uang.“Ambilah jika kalian mau” kata Floryn berhasil memancing kerumunan keramaian orang.Floryn menengok ke belakang, melihat keberadaan Emier yang tampak sangat marah atas aksi tidak terduganya. Floryn mengambil uang itu bukan karena setuju untuk pergi meninggalkan ibu kota.Dia hanya ingin melegakan hatinya dengan membalas perlakuan Emier yang telah mempermalukannya.Di tengah-tengah keramaian yang terjadi, Floryn melompat turun dari atas mobil dan meninggalkan jejak debu di atas mobil itu......"Aku akan segera membalasmu dan keluargamu, Eimer," lirih Floryn penuh tekad.Mulai hari ini, hubungan ayah dan anak antara keduanya benar-benar terputus!Di sisi lain, Rachel sedang menghembuskan asap rokok di pinggiran jembatan.***Meski Eimer bilang tak akan menerima Floryn, tetapi hati Rachel tetap gelisah.Bagaimana jika Floryn menemuinya di tempat bekerja?Jari Rachel terlihat gemetar memegang sebatang rokok yang menyala,Dia terus memandang jam yang terpasang di pergelangan tangan.Rachel tengah menunggu seseorang untuk mencari tahu keberadaan Floryn dan seperti apa keadaannya sekarang.Tak lama, sebuah taksi berhenti dari kejauhan.Seorang pria keluar dari taksi itu dan berjalan kearah Rachel. “Ada apa memanggilku ke sini?” tanya Dany.Dia adalah paman Rachel, seorang pria yang selalu menerima pekerjaan kotor ditengah statusnya sebagai pengangguran.Beberapa kali, Rachel pernah membayar Dany untuk memberi pelajaran kepada teman kerjanya.Jadi, Rachel sangat yakin jika kali ini Dany juga bisa diandalkan sesuai dengan apa yang dia harapkan.“Aku butuh Paman,” jawab Rachel.Sudut bibir Dany terangkat membentuk seringai jahat. “Apa bayarannya sebanding?”Rachel merongoh sejumlah uang dari tasnya dan memberikannya kepada Dany. “Cari tahu keberadaan seseorang, beritahu aku juga keadaannya sekarang seperti apa.”Tanpa ragu Dany menerima uang itu dengan senyuman puasnya. “Siapa orang yang harus aku cari?”“Floryn, pagi tadi dia sudah bebas dari penjara, cari dia karena aku ingin memberinya pelajaran.”Di sisi lain, Alfred memandang pemandangan di seberang jendela mobilnya, bingung.Ada keributan apa di depan restoran itu?“Kakak, aku mau permen kapas,” pinta Nara memukul-mukul jendela mobil dengan mata berbinar melihat toko yang menjajakan permen kapas kesukaannya. “Kakak, berhenti disini, aku mau permen kapas.”“Nanti kita akan membelinya Nara.”“Aku mau sekarang!” rengek Nara memukul lebih keras jendela mobil agar Alfred mengikuti keinginannya.Alfred memelankan laju mobilnya, sulit untuk mengalihkan perhatian Nara ketika dia menemukan sesuatu yang sangat disukainya, salah satunya permen kapas.Pagi ini, Alfred akan pergi ke hotel untuk menjemput ibunya agar pulang, kasihan Nara yang baru kehilangan perawat harus mengganggu aktifitas para pelayan di rumah.“Kakak,” rengekan Nara kian kuat, gadis kecil itu mulai menangis karena Alfred tidak kunjung menghentikan mobilnya dan pergi ke toko permen kapas yang dia inginkan.“Tunggu sebentar Nara, kakak harus putar balik dulu,” hibur Al
Refleks Alfred mendorong Nara agar bersembunyi di belakang tubuhnya. "Apa maumu?"Kerutan di kening Floyn kian jelas terlihat, gadis itu tidak memahami apa makna yang tersirat dari tatapan waspada dan pertanyaan aneh pria asing yang berdiri di hadapannya.Apakah pria itu tahu dia seorang mantan narapidana yang pernah menggemparkan seluruh negeri?Floryn berdeham tidak nyaman, dia mulai takut kebaikan yang dilakukan kepada Nara disalah artikan hanya karena dia mantan narapidana.“Apa tujuanmu?” tanya Alfred sekali mempertegas setiap kata yang diucap. “Apa maksudmu? Aku tidak mengerti mengapa kau berbicara seperti itu padaku, jaga saja adikmu dengan baik agar dia tidak terluka,” jawab Floryn enggan untuk memperpanjang percakapan.Bohong! Alfred tidak percaya, jika memang Floryn tidak memiliki tujuan apapun, tidak mungkin dia langsung bisa tahu bahwa Nara adiknya.“Urusanmu adalah denganku, jangan membawa adikku dalam hal ini,” tegas Alfred memperingatkan.Rahang Floryn mengetat menahan
Alfred memasuki lift, dia harus pergi ke salah satu lantai hotel tempat dimana ibunya tengah menginap.Hari ini, Alfred harus menjemput ibunya secara langsung karena nanti malam dia memiliki jadwal penerbangan.Alfred berencana akan melakukan liburan beberapa hari, namun pertemuannya dengan Floryn satu hari yang lalu berhasil membuat Alfred gelisah.Alfred tidak dapat mengungkapkan, apakah kegelisahan yang menggelayuti hatinya didasari oleh ketakutan Floryn akan balas dendam, atau justru rasa khawatir akan perubahan Floryn yang tampak menyedihkan.Alfred menghela napasnya dengan berat, terbayang wajah Floryn yang pucat dan memiliki cekungan, sepasang matanya yang hijau safir terlihat linglung, suaranya yang lembut masih terdengar sama seperti terakhir kali mereka bertemu.Sampai detik ini, Alfred masih bertanya-tanya mengapa Floryn berpura-pura tidak mengenalinya?Mustahil jika Floryn lupa, karena sampai sekarang Alfred masih mengingat jelas pertemuan pertama mereka.Senyuman cerah
“Aku sudah jatuh cinta pada seseorang, jauh sebelum bertemu denganmu."Bak petir disiang bolong, Melisa terkejut dan tidak menyangka bahwa jawaban menyakitkan inilah yang akan diucapkan oleh Alfred.Ada sepercik kecemburuan yang tidak bisa Melisa kendalikan didalam hatinya saat dia memikirkan Alfred yang selama ini berusaha dia menangkan hatinya ternyata sudah dimiliki oleh wanita lain.Rahang Melisa mengetat, beberapa kali dia mengatur napasnya agar bisa tetap terlihat tenang. “Seperti apa perempuan yang sudah berhasil membuatmu jatuh cinta? Apa pekerjaannya? Apa dia dari keluarga yang hebat?”Alfred mengalihkan perhatiannya, memandangi langit malam melalui jendela besar kamar hotel. “Dia tidak sempurna sepertimu, dia hidup dikelilingi masalah dan banyak orang yang membencinya.”“Jangan bercanda Alfred!” Melisa marah, harga dirinya terinjak, bagaimana bisa dia dikalahkan oleh sorang perempuan yang tidak jelas?Alfred beranjak dari duduknya, pria itu terlampau tenang seakan tidak pedu
Floryn berdiri di depan sebuah rak makanan gratis, gadis itu tampak tersenyum dengan bibir yang pucat, matanya berbinar bahagia melihat deretan jenis makanan sehat yang bisa dia pilih.Tanpa membuang waktu Floryn memasukan kartu identitasnya dan memilih sepotong burrito dengan minuman susu kotak.Dengan harap-harap cemas Floryn menunggu makanannya keluar.“Ada apa ini? Apa mungkin mesinnya error?” tanya Floyn kebingungan karena makanan yang dipilihnya tidak keluar, sementara kartu identitasnya keluar sendiri.Floryn kembali mencoba dan berharap telah terjadi sebuah kesalahan, namun anehnya Floryn tetap tidak mendapatkan makanan di dalam rak kaca.“Permisi.”Floryn mundur memberi ruang pada seorang wanita paruh baya yang sama-sama akan mengambil makanan gratis di dalam rak.Diam-diam Floryn memperhatikan dan betapa terkejutnya dia begitu melihat wanita paruh baya itu mendapatkan makanan yang dia pilih tanpa mengalami kendala apapun.“Mengapa aku tidak bisa mendapatkannya?” bisik Floryn
Malam telah tiba, Floryn keluar dari tempat persembunyiannya, yaitu lorong tempat bermain taman kanak-kanak, disana dia menghabiskan waktunya untuk tidur karena malam ini Floryn akan pergi berkeliaran mencari makanan dan mengumpulkan sampah.Sepertinya dia bisa pergi mencari truk makanan gratis dan kali ini dia tidak boleh mengalah.Sempat dia membasuh wajah dan kembali minum beberapa teguk air keran untuk mengganjal perih diperut karena lapar.Seperti hari-hari sebelumnya, Floryn pergi ke belakang gang yang sepi dan minim cahaya. Floryn mempercepat langkahnya begitu sadar dia tidak melihat satu-pun gelandanganpun yang berkeliaran.Apakah mereka sudah lebih dulu mengantri untuk mendapatkan makanan gratis?“Sepertinya aku terlambat,” gerutu Floryn sambil berlari menuju tenda khusus pembagian makanan gratis.Langkah kaki Floryn memelan..Alih-alih mendekat, Floryn mengurungkan niatnya begitu menyadari bahwa tenda penyedia makanan gratis terlihat sepi dari biasanya, sampai-sampai Floryn
Sebuah dompet berada ditangan, dompet itu milik Dany yang sengaja dicuri.Didalam dompet terdapat beberapa lembar uang yang bisa Floryn gunakan untuk membeli pakaian bekas agar besok dia bisa mencari pekerjaan tanpa mendapatkan pengusiran, dia juga perlu menyamar agar tidak diseret dinas social.Floryn melempar dompet itu ke sungai bersama dengan handpone Dany untuk menghilangkan jejak.“Ampun! Lepaskan saya!” teriak seseorang dari suatu tempat.Refleks Floryn bersembunyi di sudut pagar, mengintip dua orang dinas social yang menyeret paksa seorang tunawisma menuju mobil yang mereka parkir jauh dari jalanan.“Saya tidak bersalah, saya tidak mengganggu siapapun, lepaskan saya!”“Tutup mulutmu!” Bugh!Tunawisma itu dipukuli dengan kasar hingga dia terkapar tindak berdaya dan digotong masuk ke dalam mobil. Tampaknya, pembersihan tunawisma diseluruh penjuru ibukota akan terus gencar dilakukan.Suasana menjadi mencekam dari biasanya, untuk orang-orang yang memiliki rumah dan pekerjaan mer
Alfred melihatnya tengah menangis dibawah pohon, gadis itu membiarkan air hujan membasahi seluruh tubuhnya yang kurus kering.Lampu-lampu jalanan dan bayang lampu kereta yang lewat menyinarinya.Degup jantung Alfred berdetak memacu tidak beraturan.Apa yang dia lihat saat ini kembali mengingatkan Alfred pada kejadian lima tahun yang lalu, tepatnya sebelum mereka berpisah dan membuat janji untuk kembali bertemu.Alfred pernah melihatnya dibawah bawah cahaya, namun tidak dalam situasi yang seperti sekarang.Dulu, Floryn bersinar seperti dandeliaon yang dilukis matahari sore, dia meninggalkan jejak yang begitu kuat dalam ingatan. Suaranya yang lembut seperti lelehan madu, senyuman manisnya yang cantik, matanya yang berbinar, hingga kibaran ujung gaunnya yang bergerak disetiap langkah yang dia ambil.Alfred mendefinisikan bahwa dia adalah gadis yang menarik.Alfred tidak pernah menyangka jika kini semuanya telah berubah.Floryn kehilangan cahayanya, gadis itu menjadi suatu objek yang sang
Samantha menghisap cerutunya dalam-dalam, wanita itu segera duduk dikursinya menghadap Roan yang telah cukup lama menunggu diruangannya.“Ada apa? Tidak seperti biasanya kau datang ke rumah bordilku,” tanya Samantha dengan suara serak.“Bagaimana kabarmu Samantha?”“Seperti yang kau lihat, selalu berjalan biasa seperti ini.”Seperti apa yang Roan lakukan sebelumnya, dia mengeluarkan sebuah amplop dari jaketnya dan meletakannya di meja kerja Samantha. “Aku ingin menyampaikan titipan dari Flo.”Samantha sempat terdiam melihat amplop diatas mejanya, sampai akhirnya dia bertanya. “Titipan apa?”“Bukalah.”Samantha meninggalkan cerutunya di asbak dan mengambil amplop itu, mengeluarkan selembar cek berisi dua juta dollar.Samantha terperangah kaget sampai tangannya gemetar memegang uang sangat banyak. “Apa maksudnya ini? Jangan bermain-main denganku jika ini tentang uang,” bisik Samantha dengan suara bergetar.Tubuh Roan menegak. “Itu adalah uang hasil dari tuntutan Flo pada kepolisian. Fl
Kabar kematian Floryn tersebar luas kepada banyak orang, kasus pembunuhan dan scenario pembohongan besar yang telah dilakukan Rachel memantik banyak berhatian public untuk ikut turun tangan menuntut keadilan untuknya. Public menuntut untuk hukuman berat kepada Rachel karena dia bertanggung jawab penuh atas kematian Abra dan juga penyebab kematian Floryn. Kabar kematian Floryn akhirnya sampai ditelinga Rachel, alih-alih merasa senang orang yang paling dibencinya telah tiada, justru Rachel mulai dibayangi oleh ketakutan akan hukuman yang semakin berat harus dia jalani didepan mata. Selama dua bulan di dalam penjara, keadaan Rachel terlihat semakin mengkhawatirkan karena dia dikurung dalam ruang isolasi sendirian, dia mengalami delusi parah hingga harus mendapatkan obat penenang. Beberapa kali dia kedapatan hendak melakukan percobaan bunuh diri karena tidak kuat menghadapi tekanan yang begitu menyiksanya. Kenekatan Rachel yang mulai parah membuat kedua tangannya dan kakinya perlu
Semua orang berjalan di hamparan rumput yang hijau dan subur, melangkah di bawah sinar matahari sore yang mulai kekuningan, suara hembusan angin terdengar dikesunyian yang mencekam, daun-daun yang berguguran ketanah seperti tengah bercerita tentang apa yang kini tengah terjadi pada segerombolan kecil orang yang membawa jenazah Floryn menuju tempat peristirahatan terakhirnya.Orang-orang berpakaian putih membawa bunga mawar merah tidak menunjukan tanda-tanda sedang berduka meski pada kenyataannya, ada hujan air mata yang tidak bisa dihentikan seiring dengan langkah yang kian dekat pada tempat dimana Floryn akan dimakamkan.Emier membekap mulutnya dengan kuat, melangkah tertatih kehilangan banyak tenaganya. Dia sudah tidak mampu lagi menampung kesedihannya hari ini, jauh lebih baik jika Emier sakit karena sekarat dibandingkan harus sakit karena penyesalan atas kepergian putrinya.Bahu Emier gemetar, lelaki paruh baya itu membungkuk tidak mampu melanjutkan perjalananya yang tinggal sedik
Roan duduk sendirian di kamar tempat terakhir Floryn terbaring tadi malam, pria itu tengah menangis mengenakan pakaian putih yang beberapa jam lalu baru dibelinya. Suara rintihan pria itu terdengar, Roan tahu jika pada akhirnya ini semua akan terjadi, namun dia tidak pernah membayangkan jika rasa sakitnya sangat begitu menyiksa sampai membuatnya ingin berteriak sekencang mungkin.Roan tidak pernah menyangka jika perayaan kesembuhan yang telah Floryn ucapkan kepadanya beberapa jam lalu adalah sebuah perpisahan.Roan mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air mata, dengan langka gontainya pria itu berjalan melewati pintu, melihat Floryn yang terbaring dalam keadaan cantik dan tenang.Roan mendekat dengan putus asa, sebanyak apapun dia menangis, hal itu tidak mampu meradakan kesedihan dan sakit yang tengah bersarang didalam dadanya.Roan tahu, ini adalah jalan terbaik untuk Floryn. Tapi tidak untuk orang-orang disekitarnya yang kini harus belajar mengkihlaskan kepergiannya.Tangan Roan
Air mata Julliet terus berjatuhan membasahi punggung tangannya yang bersarung tangan. Dia dan Samantha tengah membantu mengenakan baju Floryn, memengakan sebuah gaun cantik yang telah Floryn beli dari toko satu jam sebelum kematiannya. “Aku tidak bisa melakukan ini Bibi,” isak Julliet mengusap wajahnya dengan kasar, dia sudah bertahan sekuat tenaga, namun setiap kali dia melihat wajah Floryn, tangisannya selalu terpecah.Julliet masih tidak menyangka jika Floryn akan berakhir seperti ini.Baru beberapa jam yang lalu mereka berbicara sambil menunggu pagi datang, Julliet masih bisa melihat senyumannya yang cantik, suara tawanya yang lembut, bahkan Julliet sempat menggoda Floryn bahwa dia akan mempersiapkan gaun pernikahan sederhananya dengan Alfred.Julliet sama sekali tidak pernah berbikir bahwa gaun yang dibeli Floryn akan digunakan untuk hari terakhirnya.Apakah ini alasan Floryn meminta Julliet untuk tinggal dirumah neneknya? Apakah ini maksud dari Floryn yang telah mengatakan bah
Langit yang cerah berkabut terhalang oleh air mata. “Roan cepatlah!” teriak Alfred memeluk erat Floryn dengan gemetar, memaksa Roan untuk berkendara lebih cepat meninggalkan toko Luwis.Pikiran Alfred berubah kacau, jantuntungnya berdegup begitu kencang merenggut sebagian kekuatannya karena ketakutannya akan keadaan Floryn semakin tidak baik.“Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang juga, aku mohon cepatlah!” pinta Alfred penuh permohonan.“Aku sudah berusaha secepat mungkin! Flo bertahanlah, kau akan baik-baik saja,” ucap Roan terdengar getir.Bulu mata Floryn bergerak pelan, kesadarannya yang terenggut telah kembali. Samar-samar Floryn melihat wajah Alfred yang kini tengah menangis, memeluk dalam pangkuan.Ada sakit yang cukup kuat disetiap denyut urat nadinya, kepala Floryn diletupi oleh sesuatu yang tidak dia mengerti. Jika ditanya apakah sakit? Sangat sakit, ini adalah sesuatu yang paling sakit diterima tubuhnya, namun Floryn tidak ingin meringis ataaupun menangis, dia ha
Pagi ini matahari cukup cerah dan hangat, mengurangi cuaca dingin dari musim gugur yang masih berlangsung.Floryn duduk disisi ranjang tengah diperiksa oleh dokter untuk memastikan keadaannya sebelum pergi keluar rumah.Ditengah ketenangannya, Floryn diam-diam memperhatikan Alfred yang tengah bersiap-siap. Pagi ini Floryn bisa mendengar suara rengekan Alfred kepada Ali karena tidak terbiasa menggunakan kamar mandi kecil, mendengar rengekannya karena tidak memiliki sarapan yang bergizi.Suara rengekan itu cukup menghibur Floryn yang berada di kamar, pasalnya Alfred tidak mengeluhkan apapun saat berada dihadapan Floryn, dia bersikap sebagai lelaki gantleman. Lucunya saat bersama Ali, Alfred akan mengeong seperti kucing rumahan.“Bagaimana keadaannya?” tanya Roan.“Keadaannya membaik, beliau bisa pergi,” jawab Edith tersenyum lembut menyembunyikan ada kegetiran dimatanya. “jangan lupa membawa kursi roda untuk berjaga-jaga.”Roan tersenyum penuh kelegaan, pria itu sempat mendekati Floryn
Malam yang dingin begitu sunyi, jam sudah menunjukan pukul dua malam dan semua orang tengah tertidur lelah mengistirahatkan diri ditenda-tenda yang sudah dibangun, tungku perapian dari arang dan kayu masih menyala menyebarkan kehangatan.Di dalam rumah, Floryn bergerak gelisah, seluruh tubuhnya kembali sakit dan sesak meski alat bantu pernapasan terpasang dihidungnya. Floryn diserang oleh mimpi aneh yang tidak jelas, sekuat tenaga dia berusaha untuk bangun dan sadar.Floryn tersentak membuka matanya seketika, bibirnya terbuka bernapas dengan kasar tidak beraturan, seluruh tubuhnya kembali tidak dapat digerakan, sekuat apapun Floryn berusaha, dia tidak dapat melakukannya bahkan sekadar untuk menggerakan jarinya.Semakin sering penyakit itu datang, semakin banyak kemampuan tubuh Floryn yang terenggut.Butuh waktu yang cukup lama untuk Floryn mendapatkan ketenangan, melihat keberadaan Alfred yang tengah tertidur duduk di kursi rotan. Sejak kemarin Alfred tidak mendapatkan waktu beristi
Roan berdiri di ambang pintu, memperhatikan Alfred yang masih tidak beranjak meninggalkan Floryn, pria itu tengah memijat tangan Floryn yang masih kesulitan untuk digerakan. Sejak kembali sadar, bahkan Floryn belum berbicara sepatah katapun.Tampaknya setelah ditinggalkan Floryn dimalam itu, Alfred mulai takut untuk meninggalkan Floryn dari jangkauan matanya.Roan mengetuk daun pintu sepelan mungkin. “Izinkan aku berbicara dengan Flo. Hanya berdua,” pinta Roan.Dengan berat hati Alfred beranjak pergi memberi ruang.Roan mendekat dengan penuh kehati-hatian, matanya bertemu dengan sepasang mata Floryn yang memandanginya dengan lekat tanpa berbicara sepatah katapun. Dokter bilang jika penyakit Floryn sudah mengganggu ingatannya, karena itulah kini Floryn pikiran Floryn sedang melayang tersesat.Roan tersenyum dan duduk bersimpuh di lantai agar bisa mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Floryn.“Flo,” panggil Roan.Bola mata Floryn bergerak kesisi melihat Roan melalui sudut matanya.“Apa s