Tok tok tok!Melisa mengerang kesal mendengar suara pintu kamarnya yang sejak tadi terus diketuk. Melisa memijat batang hidungnya dengan kuat, kepalanya terasa sakit berdenyut setelah sepanjang hari ini menangis meratapi hubungannya dengan Alfred yang telah kandas begitu mudah.Melisa tidak ingin diganggu siapapun hari ini, dia tidak ingin menunjukan diri dihadapan orang-orang tentang seberapa parah dirinya kini tengah hancur karena patah hati.Melisa telah banyak berjuang selama tiga tahun lamanya untuk menjadi pasangan yang sempurna untuk Alfred, hingga semua orang mengakui bahwa Melisa adalah satu-satunya perempuan yang cocok untuk mendampingi Alfred.Melisa pikir, perjuangannya sejuah ini akan membuat Alfred luluh dan keluarga Morgan melihat kesungguhannya.Namun apa yang kini terjadi? Hubungannya dengan Alfred usai semudah membalikan telapak tangan, seakan semua perjuangan Melisa selama ini tidak ada artinya apa-apalagi. Bahkan Nathalia yang selama ini selalu mendukung Melisa unt
Floryn berjalan dengan ragu-ragu mengejar kepergian Nara yang berlarian memasuki sebuah toko mainan anak-anak. Dalam setiap langkahnya, sesekali Floryn melihat ke belakang memperhatikan wajah suram Alfred dengan bibir menekuk terlihat seperti sedang marah, pria itu berjalan dengan menghentak seperti anak pramuka yang melakukan gerak jalan.Floryn menggeleng, mengenyahkan seluruh perhatianya dan memfokuskan diri pada Nara.“Aku akan mengundang tiga orang teman saja, kita akan minum teh lalu berjalan-jalan ke bukit dengan naik sepeda, disana ada banyak kelinci, kita akan bermain di dekat perahu,” cerita Nara membolak-balik kertas undangan bersama beberapa pensil warna untuk dia gunakan menulis.Bibir Floryn memutar menahan senyuman, ada kesenangan didalam hatinya mengingat kini Nara sudah memiliki tiga orang teman yang sangat dekat dengannya. Mereka sering menghabiskan waktu untuk bermain saat istirahat telah tiba, Floryn juga cukup dekat dengan para pengasuh teman-teman Nara.Nara men
“Kenapa Ayah baru datang? Aku menunggu Ayah sejak tadi,” tangis Erika memanggil.Panggilan ‘ayah’ terasa sangat menyakitkan sampai menghunus dada, Emier sangat sakit memikirkan jika selama ini dia telah merawat dan mencintai anak dari Issabel dan sopir simpanannya.Sangat sakit memikirkan bahwa ternyata Emier tidak memiliki anak kandung.Kini sudah terjawab, mengapa selama ini Erika bisa begitu dekat dengan Nolan dan memiliki banyak kemiripin. Mereka berdua memiliki ikatan darah.Jika saja, Floryn tidak memberitahunya untuk melakukan tes DNA, mungkin Emier akan selamanya terus dibodohi sampai akhir hayatnya.Meskipun begitu, Emier akan pernah berterima kasih pada Floryn karena gadis itu sama saja dengan Issabel dan Rachel, suber aib dalam hidupnya.Emier memangku Erika yang kini tengah menangis, diam-diam Issabel bernapas dengan penuh kelegaan melihat sikap Emier yang masih lembut kepada Erika meski dia bukan putri kandungnya.Namun, tidak berselang lama setelah Erika berhenti menangi
Wajah Alfred memucat melihat kedatangan ayahnya yang kian mendekat tengah celingukan mencari sesuatu hingga membungkuk dengan mata memicing mengintip jendela mobilnya.Akan menjadi bencana besar jika Steve menyadari jika orang yang tengah berada di dalam mobil adalah Alfred bersama Floryn, apalagi kini posisi mereka berdua cukup intim. Akan sangat sulit memberi alasan mengelak jika nanti ketahuan.Tok tok tok!Steve mengetuk kaca jendela, berpikir jika seseorang yang berada di dalam mobil tersesat ataupun telah mengalami masalah.“Bagaimana ini? Bagaimana jika ketahuan?” bisik Floryn gemetar. “Kau hanya akan dipecat dan seluruh keturunan keluargamu akan diintimidasi,” jawab Alfred serius.Jawaban Alfred membuat Floryn semakin panik, refleks Floryn berguling ke sisi tidak mempedulikan ringisan sakitnya saat kepala dan siku tangannya terbentur sesuatu. Floryn bersembunyi meringkuk dibelakang kursi.Tok tok tok!Steve kembali mengetuk kaca mobil. Alfred bergerak gelagapan begitu Steve
Alfred terbaring miring mengusap punggung telanjang Floryn yang membelakanginya, tertidur lelap menjadikan lengan Alfred bantalan.Ujung telunjuk Alfred menekan hati-hati sepanjang garis tulangnya yang semakin terlihat menandakan jika Floryn kembali kehilangan berat badannya lagi akhir-akhir ini.Aneh, seharusnya Floryn semakin pulih. Apakah karena dia terlalu banyak bekerja dan tidak memiliki waktu berisirahat sehingga tubuhnya kembali mengalami penurunan?Dengan hati-hati Alfred bergeser semakin mendekatikan diri pada Floryn. Ternyata tidak cukup buruk berdesakan di atas ranjang kecil yang kerassetelah menghabiskan detik demi detik waktu mereka dengan bercinta.Alfred membungkuk mengecup bahu Floryn, “Apa kau marah?” bisik Alfred bertanya.Setengah jam yang lalu, ditengah sisa-sisa puncak kenikmatan yang telah didaki, Floryn meminta untuk pergi ke rumah bordil karena dia harus menari. Tetapi Alfred tidak mengizinkannya, justru dia mengikat kedua tangan Floryn, Alfred tidak dapat m
Erika menyandarkan kepalanya di dada Nolan, anak itu terlihat kebingungan untuk menjawab ajakan Nolan untuk tinggal berdua bersamanya, disisi lain Erika takut dengan Rachel dan Emier yang tiba-tiba memusuhinya. Satu-satunya orang yang tidak berubah bersikap baik kepada Erika hanya Nolan.Erika sangat lelah, sejak pagi ini dia terus menerus melihat keributan yang menakutkan. Apa mungkin bisa, Erika tinggal bersama Nolan dan Issabel bersama dengan Rachel?“Erika, bisakah kau menunggu di luar sebentar? Paman ingin berbicara dengan ibumu, nanti kita makan malam bersama,” bujuk Nolan berbicara lembut seraya mengusap rambut Erika.“Paman jangan lama-lama, aku sangat lapar,” bisik Erika menatap dengan mata berkaca-kaca, sejak pagi ini Erika belum memakan apapun selain sekotak susu pemberian perawat.Issabel terus menerus berteriak dan menangis sepanjang waktu, dia tidak memiliki waktu untuk memperhatikan makan Erika. Sementara Emier datang sebentar, apalagi Rachel tidak muncul sekalipun di
Hujan gerimis turun dibawah kegelepan malam, hangat dekapan tangan Alfred membelit tubuh. Floryn terbangun dari tidurnya karena sesak, dengan penuh kehati-hatian gadis itu bergerak sedikit demi sedikit, melepaskan diri dari pelukan Alfred.Bibir Floryn menekan menahan ringisan, pinggangnya terasa cukup sakit dan pegal, beruntung saja tidak sesakit saat pertama kali melakukannya.Dilihatnya jam kecil atas meja, kini menunjukan pukul Sepuluh malam.Tanpa sadar, Floryn telah terlambat dua jam dari jadwal pertunjukannya.Dia terlalu lelah sampai tidak sadarkan diri hingga melewatkan jadwal menarinya lagi malam ini. Floryn harus menghubungi Samantha dan meminta maaf kepadanya, Floryn sudah terlalu sering membolos dari pekerjaannya.Perlahan Floryn bergerak turun dari ranjang, memungut pakaiannya yang berserakan dan mengenakannya kembali. Sekilas dia melihat Alfred yang masih tertidur lelap dibawah selimut tipis miliknya.Suatu pemandangan yang tidak masuk akal melihat Alfred Morgan tertid
Semangkuk solyanka dan sepiring sarmi berada di meja. Alfred duduk menempatkan kedua tangannya di atas meja, tersenyum geli melihat Floryn tengah menahan cemberutan kesalnya.Saat Floryn baru selesai menghidangkan masakan yang telah dibuatnya, Ali datang hanya untuk mengantar beberapa set peralatan makanan.Tanpa bisa Floryn hentikan, semua makanan yang telah dia buat dipindahkan pada semua alat makan yang telah dibawa, Ali juga membawa paksa semua alat makan Floryn untuk dibuang dan menggantinya dengan satu alasan, Alfred alergi.Floryn merasa cukup terhina, disisi lain dia tidak memiliki kemampuan untuk menghentikan apa yang telah terjadi.Asap makanan yang masih hangat mengepul tercium terbawa udara dari jendela dibiarkan terbuka, gorden tipis bergerak melambai terbawa angin, menyaksikan Alfed dan Floryn yang kini tengah menikmati makan malam bersama.“Kau pandai memasak,” puji Alfred tersenyum dengan mata berbinar menikmati setiap suapan makanan yang masuk ke dalam mulut.Alfred t
Samantha menghisap cerutunya dalam-dalam, wanita itu segera duduk dikursinya menghadap Roan yang telah cukup lama menunggu diruangannya.“Ada apa? Tidak seperti biasanya kau datang ke rumah bordilku,” tanya Samantha dengan suara serak.“Bagaimana kabarmu Samantha?”“Seperti yang kau lihat, selalu berjalan biasa seperti ini.”Seperti apa yang Roan lakukan sebelumnya, dia mengeluarkan sebuah amplop dari jaketnya dan meletakannya di meja kerja Samantha. “Aku ingin menyampaikan titipan dari Flo.”Samantha sempat terdiam melihat amplop diatas mejanya, sampai akhirnya dia bertanya. “Titipan apa?”“Bukalah.”Samantha meninggalkan cerutunya di asbak dan mengambil amplop itu, mengeluarkan selembar cek berisi dua juta dollar.Samantha terperangah kaget sampai tangannya gemetar memegang uang sangat banyak. “Apa maksudnya ini? Jangan bermain-main denganku jika ini tentang uang,” bisik Samantha dengan suara bergetar.Tubuh Roan menegak. “Itu adalah uang hasil dari tuntutan Flo pada kepolisian. Fl
Kabar kematian Floryn tersebar luas kepada banyak orang, kasus pembunuhan dan scenario pembohongan besar yang telah dilakukan Rachel memantik banyak berhatian public untuk ikut turun tangan menuntut keadilan untuknya. Public menuntut untuk hukuman berat kepada Rachel karena dia bertanggung jawab penuh atas kematian Abra dan juga penyebab kematian Floryn. Kabar kematian Floryn akhirnya sampai ditelinga Rachel, alih-alih merasa senang orang yang paling dibencinya telah tiada, justru Rachel mulai dibayangi oleh ketakutan akan hukuman yang semakin berat harus dia jalani didepan mata. Selama dua bulan di dalam penjara, keadaan Rachel terlihat semakin mengkhawatirkan karena dia dikurung dalam ruang isolasi sendirian, dia mengalami delusi parah hingga harus mendapatkan obat penenang. Beberapa kali dia kedapatan hendak melakukan percobaan bunuh diri karena tidak kuat menghadapi tekanan yang begitu menyiksanya. Kenekatan Rachel yang mulai parah membuat kedua tangannya dan kakinya perlu
Semua orang berjalan di hamparan rumput yang hijau dan subur, melangkah di bawah sinar matahari sore yang mulai kekuningan, suara hembusan angin terdengar dikesunyian yang mencekam, daun-daun yang berguguran ketanah seperti tengah bercerita tentang apa yang kini tengah terjadi pada segerombolan kecil orang yang membawa jenazah Floryn menuju tempat peristirahatan terakhirnya.Orang-orang berpakaian putih membawa bunga mawar merah tidak menunjukan tanda-tanda sedang berduka meski pada kenyataannya, ada hujan air mata yang tidak bisa dihentikan seiring dengan langkah yang kian dekat pada tempat dimana Floryn akan dimakamkan.Emier membekap mulutnya dengan kuat, melangkah tertatih kehilangan banyak tenaganya. Dia sudah tidak mampu lagi menampung kesedihannya hari ini, jauh lebih baik jika Emier sakit karena sekarat dibandingkan harus sakit karena penyesalan atas kepergian putrinya.Bahu Emier gemetar, lelaki paruh baya itu membungkuk tidak mampu melanjutkan perjalananya yang tinggal sedik
Roan duduk sendirian di kamar tempat terakhir Floryn terbaring tadi malam, pria itu tengah menangis mengenakan pakaian putih yang beberapa jam lalu baru dibelinya. Suara rintihan pria itu terdengar, Roan tahu jika pada akhirnya ini semua akan terjadi, namun dia tidak pernah membayangkan jika rasa sakitnya sangat begitu menyiksa sampai membuatnya ingin berteriak sekencang mungkin.Roan tidak pernah menyangka jika perayaan kesembuhan yang telah Floryn ucapkan kepadanya beberapa jam lalu adalah sebuah perpisahan.Roan mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air mata, dengan langka gontainya pria itu berjalan melewati pintu, melihat Floryn yang terbaring dalam keadaan cantik dan tenang.Roan mendekat dengan putus asa, sebanyak apapun dia menangis, hal itu tidak mampu meradakan kesedihan dan sakit yang tengah bersarang didalam dadanya.Roan tahu, ini adalah jalan terbaik untuk Floryn. Tapi tidak untuk orang-orang disekitarnya yang kini harus belajar mengkihlaskan kepergiannya.Tangan Roan
Air mata Julliet terus berjatuhan membasahi punggung tangannya yang bersarung tangan. Dia dan Samantha tengah membantu mengenakan baju Floryn, memengakan sebuah gaun cantik yang telah Floryn beli dari toko satu jam sebelum kematiannya. “Aku tidak bisa melakukan ini Bibi,” isak Julliet mengusap wajahnya dengan kasar, dia sudah bertahan sekuat tenaga, namun setiap kali dia melihat wajah Floryn, tangisannya selalu terpecah.Julliet masih tidak menyangka jika Floryn akan berakhir seperti ini.Baru beberapa jam yang lalu mereka berbicara sambil menunggu pagi datang, Julliet masih bisa melihat senyumannya yang cantik, suara tawanya yang lembut, bahkan Julliet sempat menggoda Floryn bahwa dia akan mempersiapkan gaun pernikahan sederhananya dengan Alfred.Julliet sama sekali tidak pernah berbikir bahwa gaun yang dibeli Floryn akan digunakan untuk hari terakhirnya.Apakah ini alasan Floryn meminta Julliet untuk tinggal dirumah neneknya? Apakah ini maksud dari Floryn yang telah mengatakan bah
Langit yang cerah berkabut terhalang oleh air mata. “Roan cepatlah!” teriak Alfred memeluk erat Floryn dengan gemetar, memaksa Roan untuk berkendara lebih cepat meninggalkan toko Luwis.Pikiran Alfred berubah kacau, jantuntungnya berdegup begitu kencang merenggut sebagian kekuatannya karena ketakutannya akan keadaan Floryn semakin tidak baik.“Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang juga, aku mohon cepatlah!” pinta Alfred penuh permohonan.“Aku sudah berusaha secepat mungkin! Flo bertahanlah, kau akan baik-baik saja,” ucap Roan terdengar getir.Bulu mata Floryn bergerak pelan, kesadarannya yang terenggut telah kembali. Samar-samar Floryn melihat wajah Alfred yang kini tengah menangis, memeluk dalam pangkuan.Ada sakit yang cukup kuat disetiap denyut urat nadinya, kepala Floryn diletupi oleh sesuatu yang tidak dia mengerti. Jika ditanya apakah sakit? Sangat sakit, ini adalah sesuatu yang paling sakit diterima tubuhnya, namun Floryn tidak ingin meringis ataaupun menangis, dia ha
Pagi ini matahari cukup cerah dan hangat, mengurangi cuaca dingin dari musim gugur yang masih berlangsung.Floryn duduk disisi ranjang tengah diperiksa oleh dokter untuk memastikan keadaannya sebelum pergi keluar rumah.Ditengah ketenangannya, Floryn diam-diam memperhatikan Alfred yang tengah bersiap-siap. Pagi ini Floryn bisa mendengar suara rengekan Alfred kepada Ali karena tidak terbiasa menggunakan kamar mandi kecil, mendengar rengekannya karena tidak memiliki sarapan yang bergizi.Suara rengekan itu cukup menghibur Floryn yang berada di kamar, pasalnya Alfred tidak mengeluhkan apapun saat berada dihadapan Floryn, dia bersikap sebagai lelaki gantleman. Lucunya saat bersama Ali, Alfred akan mengeong seperti kucing rumahan.“Bagaimana keadaannya?” tanya Roan.“Keadaannya membaik, beliau bisa pergi,” jawab Edith tersenyum lembut menyembunyikan ada kegetiran dimatanya. “jangan lupa membawa kursi roda untuk berjaga-jaga.”Roan tersenyum penuh kelegaan, pria itu sempat mendekati Floryn
Malam yang dingin begitu sunyi, jam sudah menunjukan pukul dua malam dan semua orang tengah tertidur lelah mengistirahatkan diri ditenda-tenda yang sudah dibangun, tungku perapian dari arang dan kayu masih menyala menyebarkan kehangatan.Di dalam rumah, Floryn bergerak gelisah, seluruh tubuhnya kembali sakit dan sesak meski alat bantu pernapasan terpasang dihidungnya. Floryn diserang oleh mimpi aneh yang tidak jelas, sekuat tenaga dia berusaha untuk bangun dan sadar.Floryn tersentak membuka matanya seketika, bibirnya terbuka bernapas dengan kasar tidak beraturan, seluruh tubuhnya kembali tidak dapat digerakan, sekuat apapun Floryn berusaha, dia tidak dapat melakukannya bahkan sekadar untuk menggerakan jarinya.Semakin sering penyakit itu datang, semakin banyak kemampuan tubuh Floryn yang terenggut.Butuh waktu yang cukup lama untuk Floryn mendapatkan ketenangan, melihat keberadaan Alfred yang tengah tertidur duduk di kursi rotan. Sejak kemarin Alfred tidak mendapatkan waktu beristi
Roan berdiri di ambang pintu, memperhatikan Alfred yang masih tidak beranjak meninggalkan Floryn, pria itu tengah memijat tangan Floryn yang masih kesulitan untuk digerakan. Sejak kembali sadar, bahkan Floryn belum berbicara sepatah katapun.Tampaknya setelah ditinggalkan Floryn dimalam itu, Alfred mulai takut untuk meninggalkan Floryn dari jangkauan matanya.Roan mengetuk daun pintu sepelan mungkin. “Izinkan aku berbicara dengan Flo. Hanya berdua,” pinta Roan.Dengan berat hati Alfred beranjak pergi memberi ruang.Roan mendekat dengan penuh kehati-hatian, matanya bertemu dengan sepasang mata Floryn yang memandanginya dengan lekat tanpa berbicara sepatah katapun. Dokter bilang jika penyakit Floryn sudah mengganggu ingatannya, karena itulah kini Floryn pikiran Floryn sedang melayang tersesat.Roan tersenyum dan duduk bersimpuh di lantai agar bisa mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Floryn.“Flo,” panggil Roan.Bola mata Floryn bergerak kesisi melihat Roan melalui sudut matanya.“Apa s