Alfred menghentikan video rekaman yang berputar, pria itu menutup mulutnya dalam cengkraman tangan dan berpanas dengan berat kesulitan untuk mengendalikan diri, melihat kebenaran yang tidak terbantahkan.Kebenaran bahwa Floryn tidak bersalah..Kepala Alfred berdenyut sakit, mengerang dengan makian yang dia tunjukan kepada dirinya sendiri. “Bajingan, aku benar-benar bajingan! Aku pendosa!” maki Alfred meremas sisi kepalanya menyalurkan amarah.Alfred masih mengingat dengan jelas, pakaian yang Rachel kenakan dan pakaian yang digunakan lelaki itu.Keduanya sempat berada dalam rekaman cctv jalanan yang telah Alfred hancurkan.Rachel bersama lelaki tua itu sempat berkeliaran dan menghabiskan waktu di depan sebuah bar dekat stasiun sampai sebuah ambulance datang membawa mayat Abra. Kaduanya baru beranjak pergi setelah setengah jam menghabiskan waktu disana.Rasa sakit semakin kuat menyesaka dada, membawa Alfred keluar dari mobil.Alfred tidak tahan, menghadapi kenyataan bahwa dia tidak hany
Tangan Alfred terkepal kuat melihat langit yang gelap gulita. Dalam diamnya pria itu tidak pernah berhenti memaki dirinya sendiri, menyalahkan keputusannya yang pernah dia buat hingga menjerumuskan seorang gadis itu tidak bersalah ke dalam penjara.Andaipun dulu Alfred tidak bersedia menjadi saksi Floryn, namun tidak memusnahkan rekaman cctv jalanan dihari itu, mungkin kebenaran terungkap.Terutama pengakuan Rachel yang mengatakan jika dimalam itu dia pergi melihat universitas, nyatanya dia menghabiskan waktunya di sebuah bar dengan lelaki yang telah menghapus sidik jari di gelas.Ali yang tengah menyetir, beberapa kali melihat ke arah spion da memperhatikan kegelisahan Alfred yang tidak seperti biasanya. Tampaknya ada sesuatu yang telah mengganggu pikirannya setelah membuka handpone.“Tuan Muda, jika apa Anda memiliki masalah?” tanya Ali berhati-hati.“Aku juga tidak tahu,” jawab Alfred pelan. Alfred sangat bahagia dan bersyukur karena Floryn bisa membuktikan bahwa selama ini dia ti
Dingin jemari yang membelai pipi membangunkan Floryn dari tidur lelapnya yang baru terjadi beberapa menit. Dengan berat Floryn membuka matanya dan melihat keberadaan Alfred tengah duduk di sisi ranjang, terdiam menatapnya dengan senyuman lembut, berbanding balik dengan sepasang matanya yang menatap sendu.Floryn berkedip pelan, meraih tangan Alfred dan menggenggamnya.Ada kesenangan yang tidak Floryn mengerti saat melihat pria itu kembali berada di hadapannya. Floryn merasa lega dan aman.“Tidurlah lagi, kau pasti lelah. Nanti kita bicara,” ucap Alfred terdengar lembut, mengusap pipi Floryn dan mengecup keningnya sekilas.Mata Floryn bergerak pelan, melihat Alfred beranjak pergi ke kamar mandi. Floryn kembali memejamkan matanya, tertidur lelap, mengumpulkan lebih banyak kekuatan yang telah terkuras sepanjang hari hingga tengah malam. Hari ini masih sama seperti hari-hari sebelumnya, mencekam. Rachel masih mengirimkan penjahat untuk menghabisinya, bahkan hari ini dua penjahat yang d
Bayangan tubuh Alfred terlihat di permukaan kaca besar.Pria itu tengah duduk memakan sepiring masssaman curry seorang diri, sesekali wajahnya terangkat melihat kea rah tangga memastikan jika Floryn masih berada di kamarnya.Alfred tidak berani melihat reaksi Floryn ketika dia menonton semua rekamaannya, Alfred tidak ingin melihat duka dimatanya karena harus membuka luka lamanya kembali yang selama ini selalu berusaha dia lupakan.Suap demi suap makanan memasuki mulutnya, menyisakan noda di piring.Alfred beranjak dari tempat duduknya, mengambil mangkuk massaman curry dari dalam microwave untuk dia habiskan sendiri.Suara deringan telepon masuk terdengar di kesunyian, membawa Alfred mendekati meja dan melihat nama ibunya yang kini tertera di layar.Alfred menghela napasnya dengan berat, dengan terpaksa dia menerima panggilan ibunya didetik-detik terakhir sebelum panggilan berakhir.“Alfred Sayang, kenapa kau tidak pulang? Ibu menunggumu sejak tadi,” ucap Nathalia terdengar lebih lemb
Masih di dibawah dinginnya langit yang gelap, Floryn duduk meringkuk memeluk lututnya dengan erat.Suara isakan terdengar begitu menyakitkan disetiap tarikan napasnya.Apa yang terjadi malam ini masih seperti mimpi baginya. Bukti penting yang didapatkan jauh lebih baik dari apa yang Floryn harapkan.Floryn bersyukur, Tuhan masih menahan kematian yang pernah beberapa kali mencoba bunuh diri karena tidak kuat dengan penderitaan yang harus dilaluinya.Andai dia mati di dalam penjara, meninggalkan masalah yang seharusnya diselesaikan dengan jalan bunuh diri seperti ibunya. Mungkin, selamanya orang-orang akan membencinya dan menganggapnya sebagai seorang pembunuh, sementara Rachel dan Issabel akan menjadi pemenang, menjalani kehidupan dengan baik dalam kemakmuran tanpa merasa bersalah.Andai saja, dulu ketika di dalam penjara dan ketika depresi Floryn sudah mulai membaik, ada satu orang saja yang mau datang menjenguknya, mau mendengarkan cerita Floryn, mungkin kebenaran ini akan terungka
“Kau akan pergi bekerja?” tanya Issabel melihat Rachel keluar dari kamarnya terlihat sudah rapi mengenakan make up yang lebih tebal dari biasanya untuk menutupi luka lebam yang masih yang masih tertinggal di wajahnya.“Mau bagaimana lagi, aku kan hanya memberi alasan sakit saja,” jawab Rachel menggantung, wanita itu mengedarkan pandangannya sampai akhirnya sebuah pertanyaan muncul, “apa ayah masih belum pulang juga?”“Aku juga sudah menantikan kepulangannya sejak semalam.”Sudah tiga malam lamanya Emier tidak menampakan diri, tepatnya sejak saat pertengkaran pagi itu di rumah sakit.Sejak pagi itu, Emier tidak muncul lagi muncul di rumah sakit maupun pulang ke rumah, Emier tidak dapat dihubungi. Issabel sempat datang ke kantornya berharap untuk bisa bertemu dan berbicara empat mata, namun tidak ada satupun yang dapat memberitahu keberadaannya.Rachel tahu jika kejadian dipagi itu telah sangat mengecewakan Emier. Tapi, tidak seperti biasanya Emier memilih menghindar dari masalah yan
Bugh!Rachel menutup mulutnya menahan teriakan melihat kini Nolan jatuh terjengkak ke lanai dan mengerang. Nolan tidak memiliki kesempatan untuk berdiri, Emier mendatanginya dan kembali menghajarnya bertubi-tubi dengan berbagai cara.Nolan tergeletak tidak dapat menahan dan melawan amarah Emier yang kini kesetanan menhajarnya hingga tangannya berdarah memiliki robekan.Issabel yang melihat kejadian mengerikan itu berteriak panik, wanita itu berlari terhuyung berusaha merelai. Nolan bisa meninggal jika tidak tidak dijauhkan dari Emier.“Cukup Emier! Apa yang kau lakukan!” teriak Issabel sekuat tenaga menarik mundur Emier agar tidak dapat menjangkau Nolan.Emier yang sudah kehilangan kendali tidak dapat membendung amarahnya lagi. Kepedihan yang dia terima atas pengkhianatan di rumah ini sudah sangat melukai dan menyayat hatinya.Semua pukulan yang dia layangkan tidak sebanding dengan penghianatan yang dilakukan Nolan.“Cukup Emier..” pinta Issabel sekali lagi penuh dengan permohonan. A
“Jawab saja pertanyaanku sialan! Anak siapa Erika? Apa dia anak lelaki bajingan ini?” teriak Emier mendesak.“Maafkan aku Emier,” lirih Issabel tidak mampu mengangkat wajahnya.Tenggorokan Emier mengering, udara yang masuk kedalam kerongkongan terasa begitu sakit hingga membuatnya kembali menangis kencang. “Pelacur sialan, mati saja kau!” teriak Emier menggema hingga urat-urat di lehernya bermunculan.“Tuan” rintih Nolan memanggil.“Diam!” teriak Emier langsung melepaskan satu tembakan tepat di kaki Nolan dan membuat lelaki itu berteriak mengerang kesakitan.Issabel menjerit ketakutan, wanita itu langsung memeluk Nolan, sementara para pekerja yang sejak tadi diam-diam melihat hanya bisa menahan napas mereka tidak dapat menghentikan apa yang terjadi.“Ayah, aku mohon tenanglah,” tangis Rachel penuh permohonan, Rachel tidak sanggup melihat kekacauan keluarganya lebih jauh lagi, ini terlalu menyakitkan untuknya.“Diam kau!” teriak Emier kian marah, ketenangan Rachel yang mendengar segala