Nara mengusap sudut matanya beberapa kali menahan tangisan yang semakin sulit untuk dia kendalikan setelah mendengar kata-kata buruk Melisa yang telah menghinanya. Nara datang ke lantai atas padahal hanya ingin menemui ibunya sekadar untuk mendapatkan pelukan agar suasana hatinya yang tengah bersedih bisa sedikit mereda, tapi kedatangan Melisa memperburuk kesedihannya.Nara berlari pergi memasuki ruangan kerja ibunya. “Ibu!” tangis Nara terpecah begitu tidak menemukan keberadaan Nathalia. “Ibu!” panggil Nara terisak kencang.“Nara, Sayang.” Nathalia berdiri di ambang pintu, Nara langsung berbalik dan berlari kedalam pelukan Nathalia.“Tenangkan dirimu Sayang, aturlah napas,” nasihat Nathalia menepuk nepuk bahu Nara dengan kesedihan yang begitu jelas dimatanya. Selepas kepergian Melisa, Nathalia sempat keluar untuk menyusul sekadar memberitahu jam pertemuan untuk disesuaikan dengan jadwal kepulangan Alfred.Nathalia sama sekali tidak berpikir jika dia mendengarkan obrolan antara Melis
Floryn menelan makanannya dengan kesulitan, dia ikut meninggalkan sendoknya di mangkuk dan menatap lekat Roan. Floryn cukup terkejut mendengar Roan membahas cinta Floryn padanya di masa lalu.Floryn tidak menyangkal, dulu dia selalu ingin membuat Roan terkesan padanya, berharap jika Roan akan selalu menjadi teman hidupnya.Bagi Floryn, Roan adalah lelaki yang sempurna, dia adalah pria yang manis, hangat, dan penuh kasih sayang.Floryn selalu ingin terlihat cantik saat berhadapannya, ada kebagiaan yang bermekaran didalam dada setiap kali mereka menghabiskan waktu bersama, tidak peduli apakah itu tangis dan tawa. Semua kenangan bersama Roan sangat indah dan berkesan.Setelah lima tahun berlalu, Roan tetaplah sama seperti dulu. Pria yang sempurna dimata Floryn.Floryn merasa sangat terhormat mendengar pengakuan Roan yang memilih tidak menjadi bulter, dan memilih menjadi polisi karena Floryn.Dulu, Floryn pernah memberikan secarik kertas pengakuan cinta pada Roan, namun Roan menolaknya da
Alfred menggenggam handponenya dengan kuat, duduk dalam ketegangan, perasaannya bercampur aduk antara gelisah dan takut. Alfred khawatir jika rekaman dari handycam yang terselamatkan tidak menghasilkan apapun dan membawa Floryn pada titik buntu yang tidak dapat membantunya.Dentingan pesan masuk terdengar menandakan Alvin telah mengirim dua rekaman masing-masing durasi mencapai dua jam. “Ali, menepi sebentar,” pinta Alfred dengan suara napas kasar.Ali melirik spion, tanpa bertanya dia segera menepikan mobilnya di depan pagar pembatas sungai Aldes. Dengan penuh pengertian, Ali segera keluar dari mobil dan menunggu di luar, memberi Alfred waktu untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.Ragu-ragu Alfred menggulir layar, membuka salah satu video. Rekaman itu diambil dari dapur yang mengarah pada pantry, meja makan hingga anak tangga menuju lantai dua.Alfred mempercepat rekaman, mencari moment dimana ada orang yang memasuki dapur setelah Floryn meninggalkan rekamannya.Dimulai dari Issab
Alfred menghentikan video rekaman yang berputar, pria itu menutup mulutnya dalam cengkraman tangan dan berpanas dengan berat kesulitan untuk mengendalikan diri, melihat kebenaran yang tidak terbantahkan.Kebenaran bahwa Floryn tidak bersalah..Kepala Alfred berdenyut sakit, mengerang dengan makian yang dia tunjukan kepada dirinya sendiri. “Bajingan, aku benar-benar bajingan! Aku pendosa!” maki Alfred meremas sisi kepalanya menyalurkan amarah.Alfred masih mengingat dengan jelas, pakaian yang Rachel kenakan dan pakaian yang digunakan lelaki itu.Keduanya sempat berada dalam rekaman cctv jalanan yang telah Alfred hancurkan.Rachel bersama lelaki tua itu sempat berkeliaran dan menghabiskan waktu di depan sebuah bar dekat stasiun sampai sebuah ambulance datang membawa mayat Abra. Kaduanya baru beranjak pergi setelah setengah jam menghabiskan waktu disana.Rasa sakit semakin kuat menyesaka dada, membawa Alfred keluar dari mobil.Alfred tidak tahan, menghadapi kenyataan bahwa dia tidak hany
Tangan Alfred terkepal kuat melihat langit yang gelap gulita. Dalam diamnya pria itu tidak pernah berhenti memaki dirinya sendiri, menyalahkan keputusannya yang pernah dia buat hingga menjerumuskan seorang gadis itu tidak bersalah ke dalam penjara.Andaipun dulu Alfred tidak bersedia menjadi saksi Floryn, namun tidak memusnahkan rekaman cctv jalanan dihari itu, mungkin kebenaran terungkap.Terutama pengakuan Rachel yang mengatakan jika dimalam itu dia pergi melihat universitas, nyatanya dia menghabiskan waktunya di sebuah bar dengan lelaki yang telah menghapus sidik jari di gelas.Ali yang tengah menyetir, beberapa kali melihat ke arah spion da memperhatikan kegelisahan Alfred yang tidak seperti biasanya. Tampaknya ada sesuatu yang telah mengganggu pikirannya setelah membuka handpone.“Tuan Muda, jika apa Anda memiliki masalah?” tanya Ali berhati-hati.“Aku juga tidak tahu,” jawab Alfred pelan. Alfred sangat bahagia dan bersyukur karena Floryn bisa membuktikan bahwa selama ini dia ti
Dingin jemari yang membelai pipi membangunkan Floryn dari tidur lelapnya yang baru terjadi beberapa menit. Dengan berat Floryn membuka matanya dan melihat keberadaan Alfred tengah duduk di sisi ranjang, terdiam menatapnya dengan senyuman lembut, berbanding balik dengan sepasang matanya yang menatap sendu.Floryn berkedip pelan, meraih tangan Alfred dan menggenggamnya.Ada kesenangan yang tidak Floryn mengerti saat melihat pria itu kembali berada di hadapannya. Floryn merasa lega dan aman.“Tidurlah lagi, kau pasti lelah. Nanti kita bicara,” ucap Alfred terdengar lembut, mengusap pipi Floryn dan mengecup keningnya sekilas.Mata Floryn bergerak pelan, melihat Alfred beranjak pergi ke kamar mandi. Floryn kembali memejamkan matanya, tertidur lelap, mengumpulkan lebih banyak kekuatan yang telah terkuras sepanjang hari hingga tengah malam. Hari ini masih sama seperti hari-hari sebelumnya, mencekam. Rachel masih mengirimkan penjahat untuk menghabisinya, bahkan hari ini dua penjahat yang d
Bayangan tubuh Alfred terlihat di permukaan kaca besar.Pria itu tengah duduk memakan sepiring masssaman curry seorang diri, sesekali wajahnya terangkat melihat kea rah tangga memastikan jika Floryn masih berada di kamarnya.Alfred tidak berani melihat reaksi Floryn ketika dia menonton semua rekamaannya, Alfred tidak ingin melihat duka dimatanya karena harus membuka luka lamanya kembali yang selama ini selalu berusaha dia lupakan.Suap demi suap makanan memasuki mulutnya, menyisakan noda di piring.Alfred beranjak dari tempat duduknya, mengambil mangkuk massaman curry dari dalam microwave untuk dia habiskan sendiri.Suara deringan telepon masuk terdengar di kesunyian, membawa Alfred mendekati meja dan melihat nama ibunya yang kini tertera di layar.Alfred menghela napasnya dengan berat, dengan terpaksa dia menerima panggilan ibunya didetik-detik terakhir sebelum panggilan berakhir.“Alfred Sayang, kenapa kau tidak pulang? Ibu menunggumu sejak tadi,” ucap Nathalia terdengar lebih lemb
Masih di dibawah dinginnya langit yang gelap, Floryn duduk meringkuk memeluk lututnya dengan erat.Suara isakan terdengar begitu menyakitkan disetiap tarikan napasnya.Apa yang terjadi malam ini masih seperti mimpi baginya. Bukti penting yang didapatkan jauh lebih baik dari apa yang Floryn harapkan.Floryn bersyukur, Tuhan masih menahan kematian yang pernah beberapa kali mencoba bunuh diri karena tidak kuat dengan penderitaan yang harus dilaluinya.Andai dia mati di dalam penjara, meninggalkan masalah yang seharusnya diselesaikan dengan jalan bunuh diri seperti ibunya. Mungkin, selamanya orang-orang akan membencinya dan menganggapnya sebagai seorang pembunuh, sementara Rachel dan Issabel akan menjadi pemenang, menjalani kehidupan dengan baik dalam kemakmuran tanpa merasa bersalah.Andai saja, dulu ketika di dalam penjara dan ketika depresi Floryn sudah mulai membaik, ada satu orang saja yang mau datang menjenguknya, mau mendengarkan cerita Floryn, mungkin kebenaran ini akan terungka