“Dimana pakaian saya?” tanya Floryn berdiri di sudut ruangan, menjaga jarak sejauh mungkin dari Alfred Morgan.Alfred menunjuk satu set pakaian di atas ranjang. “Pakailah dulu itu.”“Saya mau pakaian yang saya gunakan semalam, saya tidak butuh pakaian baru,” jawab Floryn mempertagas ucapannya.Alfred berdecak pinggang menahan senyuman gelinya, dia sangat menikmati kewaspadaan Floryn. Ekspresinya yang takut terlihat lucu, terutama dengan sepasang matanya yang indah itu selalu berkilauan ketika panik. Sayang sekali, waktu mereka terbatas, tidak ada waktu untuk Alfred bermain-main.“Kau ingin menghabiskan pagi kita hanya untuk memperdebatkan pakaian?” tanya Alfred dengan serius. Floryn menelan salivanya dengan kesulitan, jika dipikir-pikir, sebaiknya dia berhenti bersikap keras kepala. Urusan pakaian yang dia pinjam dari Julliet akan menjadi urusan nanti, hal yang terpenting untuk Floryn saat ini adalah pergi secepatnya dari hotel dan pergi ke rumah dinas pertama Emier untuk mencari ke
Floryn mematung di tempat, dia selalu terkejut dengan keberanian Alfred Morgan yang bicara blak-blakan tentang perasaannya.Floryn tidak tahu harus mendefiniskan sikap blak-blakan Alfred adalah keberanian atau tidak tahu malu.“Apa perlu aku menggelar karpet merah agar kau mau berjalan dan duduk disini?” tanya Alfred menyentak keterdiaman Floryn.Ragu-ragu Floryn mendekat dan duduk, sepasang matanya yang hijau itu bergerak mengawasi Alfred yang membukakan tudung saji dan hingga memotongkan beberapa bagian makanan di piring sebelum mendorongnya untuk Floryn makan.Floryn menjilat bibirnya yang mendadak kering, ada debaran kencang di dalam dadanya melihat Alfred Morgan yang terbiasa hidup dilayani dari hal-hal yang paling dasar hingga bagian tersulitan. Kini, justru pria itu tengah memberikan pelayanan padanya.Sejujurnya, Floryn ingin meraguan perasaan Alfred padanya karena Floryn tahu, Alfred Morgan adalah pria bermulut pedas dan arogan. Floryn juga tahu diri, dia hanya manta narpid
Floryn meninggalkan kamar hotel seorang diri.Langkah kakinya gontai dan sorot matanya terlihat kosong karena pikirannya sedang berada di tempat.Perkataan Alfred terus terngiang didalam pikiran, semakin Floryn mengingatnya dia menjadi semakin ragu untuk menolak tawaran itu meski tahu hal buruk apa yang akan terjadi bila masuk ke dalam jerat pria berkuasa itu.Didunia ini tidak ada yang gratis, dan Floryn sadar betul mungkin hanya Alfred satu-satunya orang yang mau menawarkan kekuatan untuk membantunya.‘Haruskah aku mengorbankan kehormatanku untuk menghancurkan mereka ibu?’ batin Floryn bertanya-tanya.Floryn tidak rela, Issabel dan Emier hidup damai lebih lama lagi setelah membuat ibunya meninggal bunuh diri, dan Floryn tidak rela, Rachel semakin bersinar setelah memfitnahnya hingga mendekam di penjara.Tidak akan Floryn biarkan dirinya hancur untuk yang kedua kalinya sebelum melihat musuh-musuhnya bersujud menangis dalam penyesalan yang tidak akan pernah bisa perbaiki sedikitpun.L
Suara angin terdengar berhembus, membawa terbang daun-daun kering yang bertumpuk.Floryn berdiri di depan pagar, sudah lima menit lamanya dia di sana, tidak ada satu orangpun yang terlihat lewat.Dilihatnya, gembok yang mengikat pagar berkarat, Floryn tidak boleh merusaknya meski dia bisa menghancurkannya hanya satu dorongan kuat agar besi patah. Kedatangannya ke rumah ini boleh diketahui siapapun, terutama keluarga Emier.Sekali lagi Floryn melihat ke penjuru arah, memastikan jika tidak ada satu orangpun yang melihat. Floryn memutuskan memanjat pagar setinggi dada, mengabaikan sakit di tangannya yang terluka.Merah dari besi berkarat tertinggal di kain kasa yang membungkus tangannya. Rumput-rumput liar yang tumbuh tinggi menghalangi jalan setapak, pohon-pohon yang tumbuh di halaman rumah, kini semakin tinggi dan rimbun membawa aura yang tidak begitu menyenangkan.Floryn menarik napasnya dalam-dalam, sekuat tenaga dia mencoba untuk menenangkan diri. Floryn tidak boleh terjatuh ping
Gorden putih disibak, debu-debu yang menempel beterbangan, cahaya dari luar langsung menerani semua penjuru kamar.Floryn memejamkan matanya yang merah sembab, dia menghabiskan waktu setengah jamnya untuk menangis hingga puas, bergumul dengan kesedihan yang sulit untuk dia rangkai dalam kata sampai perasaannya kembali tenang.Floryn menarik napasnya dalam-dalam, menyadarkan dirinya sendiri bahwa segala kesulitan yang begitu melelahkan ini semua adalah sebuah permulaan, dia tidak boleh menyerah. Floryn tidak boleh berlarut-larut dan tenggelam dengan traumanya.Dalam satu gerakan kakinya memutar, kembali melihat kamarnya yang berantakan, perhatian Floryn langsung tertuju pada sebuah patung kayu yang diletakan di sisi dinding.Apakah handycamnya juga masih berada di sana?Floryn merangkak naik ke ranjang, dengan susah payah dia berusaha menjangkau patung kayu yang diletakan cukup tinggi. Dalam satu lompatan Floryn memutuskan menarik patung kayu itu hingga pengaitnya patah dari dinding
Hari telah berlalu dengan cepat, matahari sudah mulai bergerak turun menuju arah barat.Floryn melompat turun dari busway, membawa banyak barang-barang yang telah diambil dari rumah dinas Emier. Dipunggungnya dia membawa dua buah tas besar, sementara di tangannya di menarik sebuah koper besar.Dengan langkah terkopoh-kopoh dia berjalan memasuki sebuah gang, sesekali berhenti karena tangannya yang sakit.“Flo!”Wajah Floryn terangkat melihat Roan tengah berdiri dibawah tangga. Roan berlari tergesa menghampiri, kekhawatiran tergambar jelas diwajah pria itu melihat tubuh kecil Floryn dikelilingi oleh banyak beban yang harus dibawa.Roan merebut koper dan semua tas Floryn tanpa sisa. “Darimana kau mendapatkan barang-barang ini Flo? Harusnya kau menelponku jika butuh bantuan.”Floryn mengusap keningnya yang berpeluh keringat. “Mengapa kau ada di sini?” tanyanya mengalihkan pembicaraan tanpa jawaban.“Tadi aku mencarimu ke tempat kerja, paman Piper bilang kau diistirahatkan selama dua hari.
“Bisa kau cepat sedikit? Kenapa lelet sekali?” gerutu Alfred tidak sabaran.Ali melirik spion tengah, memperhatikan Alfred yang beberapa kali kedapatan mengubah posisi duduknya seperti tidak nyaman dengan wajah muram, berbanding balik dengan tapi pagi, berbinar penuh keceriaan layaknya anak kecil yang akan pergi ke taman dan menghabiskan waktunya dengan hal yang paling dia sukai.Apa yang sebenarnya sudah mengganggu pikiran tuan mudanya saat ini?Semenjak kembali bertemu dengan gadis mantan narapidana itu, Ali merasa ada sesuatu yang berubah pada Alfred. Alfred kehilangan fokusnya dan bertingkah lebih kekanak-kanakan dari biasanya.Ali merasa miris setiap kali teringat fakta bahwa Alfred mencintai perempuan yang salah. Entah akan seperti apa reaksi Nathalia dan Steve Morgan jika mereka tahu, alasan Alfred tidak pernah bisa menyukai Melisa karena sebenarnya, putra mereka tergila-gila pada mantan seorang narapidana.Sejujurnya, Ali sangat mendukung kebahagiaan Alfred, namun sepertiny
Suara riang tawa anak-anak terdengar, mereka berlarian membawa sepotong kue yang Floryn bagikan di hari ulang tahunya. Roan menyandarkan bahunya pada kursi, diam-diam memperhatikan dengan bibir mengulum senyuman.Keceriaan Floryn telah kembali setelah dia meninggalkan toko itu.Roan rindu sisi Floryn yang seperti ini, percaya diri saat berkomunikasi dengan orang asing, banyak tersenyum tanpa memikirkan banyak hal yang menjerat segala kebebasan jiwanya.Entah harus dengan cara apa Roan mengembalikan Floryn yang dulu.Roan tahu, ada banyak masalah yang harus diselesaikan. Roan ingin terus berada disisi Floryn sampai akhir menyadarkan gadis itu bahwa dia tidak sendirian dan didunia ini, dan masih ada orang yang akan selalu percaya bahwa dia bukanlah seorang penjahat.Floryn menyendok cake dipangkuannya, dengan tatapan polos tanpa dosa dia menyodorkannya kepada Roan.Tubuh Roan menegak. “Apa?” tanya Roan gugup.“Ini kue pertama yang aku dapatkan setelah lebih dari lima tahun lamanya, ak
Samantha menghisap cerutunya dalam-dalam, wanita itu segera duduk dikursinya menghadap Roan yang telah cukup lama menunggu diruangannya.“Ada apa? Tidak seperti biasanya kau datang ke rumah bordilku,” tanya Samantha dengan suara serak.“Bagaimana kabarmu Samantha?”“Seperti yang kau lihat, selalu berjalan biasa seperti ini.”Seperti apa yang Roan lakukan sebelumnya, dia mengeluarkan sebuah amplop dari jaketnya dan meletakannya di meja kerja Samantha. “Aku ingin menyampaikan titipan dari Flo.”Samantha sempat terdiam melihat amplop diatas mejanya, sampai akhirnya dia bertanya. “Titipan apa?”“Bukalah.”Samantha meninggalkan cerutunya di asbak dan mengambil amplop itu, mengeluarkan selembar cek berisi dua juta dollar.Samantha terperangah kaget sampai tangannya gemetar memegang uang sangat banyak. “Apa maksudnya ini? Jangan bermain-main denganku jika ini tentang uang,” bisik Samantha dengan suara bergetar.Tubuh Roan menegak. “Itu adalah uang hasil dari tuntutan Flo pada kepolisian. Fl
Kabar kematian Floryn tersebar luas kepada banyak orang, kasus pembunuhan dan scenario pembohongan besar yang telah dilakukan Rachel memantik banyak berhatian public untuk ikut turun tangan menuntut keadilan untuknya. Public menuntut untuk hukuman berat kepada Rachel karena dia bertanggung jawab penuh atas kematian Abra dan juga penyebab kematian Floryn. Kabar kematian Floryn akhirnya sampai ditelinga Rachel, alih-alih merasa senang orang yang paling dibencinya telah tiada, justru Rachel mulai dibayangi oleh ketakutan akan hukuman yang semakin berat harus dia jalani didepan mata. Selama dua bulan di dalam penjara, keadaan Rachel terlihat semakin mengkhawatirkan karena dia dikurung dalam ruang isolasi sendirian, dia mengalami delusi parah hingga harus mendapatkan obat penenang. Beberapa kali dia kedapatan hendak melakukan percobaan bunuh diri karena tidak kuat menghadapi tekanan yang begitu menyiksanya. Kenekatan Rachel yang mulai parah membuat kedua tangannya dan kakinya perlu
Semua orang berjalan di hamparan rumput yang hijau dan subur, melangkah di bawah sinar matahari sore yang mulai kekuningan, suara hembusan angin terdengar dikesunyian yang mencekam, daun-daun yang berguguran ketanah seperti tengah bercerita tentang apa yang kini tengah terjadi pada segerombolan kecil orang yang membawa jenazah Floryn menuju tempat peristirahatan terakhirnya.Orang-orang berpakaian putih membawa bunga mawar merah tidak menunjukan tanda-tanda sedang berduka meski pada kenyataannya, ada hujan air mata yang tidak bisa dihentikan seiring dengan langkah yang kian dekat pada tempat dimana Floryn akan dimakamkan.Emier membekap mulutnya dengan kuat, melangkah tertatih kehilangan banyak tenaganya. Dia sudah tidak mampu lagi menampung kesedihannya hari ini, jauh lebih baik jika Emier sakit karena sekarat dibandingkan harus sakit karena penyesalan atas kepergian putrinya.Bahu Emier gemetar, lelaki paruh baya itu membungkuk tidak mampu melanjutkan perjalananya yang tinggal sedik
Roan duduk sendirian di kamar tempat terakhir Floryn terbaring tadi malam, pria itu tengah menangis mengenakan pakaian putih yang beberapa jam lalu baru dibelinya. Suara rintihan pria itu terdengar, Roan tahu jika pada akhirnya ini semua akan terjadi, namun dia tidak pernah membayangkan jika rasa sakitnya sangat begitu menyiksa sampai membuatnya ingin berteriak sekencang mungkin.Roan tidak pernah menyangka jika perayaan kesembuhan yang telah Floryn ucapkan kepadanya beberapa jam lalu adalah sebuah perpisahan.Roan mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air mata, dengan langka gontainya pria itu berjalan melewati pintu, melihat Floryn yang terbaring dalam keadaan cantik dan tenang.Roan mendekat dengan putus asa, sebanyak apapun dia menangis, hal itu tidak mampu meradakan kesedihan dan sakit yang tengah bersarang didalam dadanya.Roan tahu, ini adalah jalan terbaik untuk Floryn. Tapi tidak untuk orang-orang disekitarnya yang kini harus belajar mengkihlaskan kepergiannya.Tangan Roan
Air mata Julliet terus berjatuhan membasahi punggung tangannya yang bersarung tangan. Dia dan Samantha tengah membantu mengenakan baju Floryn, memengakan sebuah gaun cantik yang telah Floryn beli dari toko satu jam sebelum kematiannya. “Aku tidak bisa melakukan ini Bibi,” isak Julliet mengusap wajahnya dengan kasar, dia sudah bertahan sekuat tenaga, namun setiap kali dia melihat wajah Floryn, tangisannya selalu terpecah.Julliet masih tidak menyangka jika Floryn akan berakhir seperti ini.Baru beberapa jam yang lalu mereka berbicara sambil menunggu pagi datang, Julliet masih bisa melihat senyumannya yang cantik, suara tawanya yang lembut, bahkan Julliet sempat menggoda Floryn bahwa dia akan mempersiapkan gaun pernikahan sederhananya dengan Alfred.Julliet sama sekali tidak pernah berbikir bahwa gaun yang dibeli Floryn akan digunakan untuk hari terakhirnya.Apakah ini alasan Floryn meminta Julliet untuk tinggal dirumah neneknya? Apakah ini maksud dari Floryn yang telah mengatakan bah
Langit yang cerah berkabut terhalang oleh air mata. “Roan cepatlah!” teriak Alfred memeluk erat Floryn dengan gemetar, memaksa Roan untuk berkendara lebih cepat meninggalkan toko Luwis.Pikiran Alfred berubah kacau, jantuntungnya berdegup begitu kencang merenggut sebagian kekuatannya karena ketakutannya akan keadaan Floryn semakin tidak baik.“Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang juga, aku mohon cepatlah!” pinta Alfred penuh permohonan.“Aku sudah berusaha secepat mungkin! Flo bertahanlah, kau akan baik-baik saja,” ucap Roan terdengar getir.Bulu mata Floryn bergerak pelan, kesadarannya yang terenggut telah kembali. Samar-samar Floryn melihat wajah Alfred yang kini tengah menangis, memeluk dalam pangkuan.Ada sakit yang cukup kuat disetiap denyut urat nadinya, kepala Floryn diletupi oleh sesuatu yang tidak dia mengerti. Jika ditanya apakah sakit? Sangat sakit, ini adalah sesuatu yang paling sakit diterima tubuhnya, namun Floryn tidak ingin meringis ataaupun menangis, dia ha
Pagi ini matahari cukup cerah dan hangat, mengurangi cuaca dingin dari musim gugur yang masih berlangsung.Floryn duduk disisi ranjang tengah diperiksa oleh dokter untuk memastikan keadaannya sebelum pergi keluar rumah.Ditengah ketenangannya, Floryn diam-diam memperhatikan Alfred yang tengah bersiap-siap. Pagi ini Floryn bisa mendengar suara rengekan Alfred kepada Ali karena tidak terbiasa menggunakan kamar mandi kecil, mendengar rengekannya karena tidak memiliki sarapan yang bergizi.Suara rengekan itu cukup menghibur Floryn yang berada di kamar, pasalnya Alfred tidak mengeluhkan apapun saat berada dihadapan Floryn, dia bersikap sebagai lelaki gantleman. Lucunya saat bersama Ali, Alfred akan mengeong seperti kucing rumahan.“Bagaimana keadaannya?” tanya Roan.“Keadaannya membaik, beliau bisa pergi,” jawab Edith tersenyum lembut menyembunyikan ada kegetiran dimatanya. “jangan lupa membawa kursi roda untuk berjaga-jaga.”Roan tersenyum penuh kelegaan, pria itu sempat mendekati Floryn
Malam yang dingin begitu sunyi, jam sudah menunjukan pukul dua malam dan semua orang tengah tertidur lelah mengistirahatkan diri ditenda-tenda yang sudah dibangun, tungku perapian dari arang dan kayu masih menyala menyebarkan kehangatan.Di dalam rumah, Floryn bergerak gelisah, seluruh tubuhnya kembali sakit dan sesak meski alat bantu pernapasan terpasang dihidungnya. Floryn diserang oleh mimpi aneh yang tidak jelas, sekuat tenaga dia berusaha untuk bangun dan sadar.Floryn tersentak membuka matanya seketika, bibirnya terbuka bernapas dengan kasar tidak beraturan, seluruh tubuhnya kembali tidak dapat digerakan, sekuat apapun Floryn berusaha, dia tidak dapat melakukannya bahkan sekadar untuk menggerakan jarinya.Semakin sering penyakit itu datang, semakin banyak kemampuan tubuh Floryn yang terenggut.Butuh waktu yang cukup lama untuk Floryn mendapatkan ketenangan, melihat keberadaan Alfred yang tengah tertidur duduk di kursi rotan. Sejak kemarin Alfred tidak mendapatkan waktu beristi
Roan berdiri di ambang pintu, memperhatikan Alfred yang masih tidak beranjak meninggalkan Floryn, pria itu tengah memijat tangan Floryn yang masih kesulitan untuk digerakan. Sejak kembali sadar, bahkan Floryn belum berbicara sepatah katapun.Tampaknya setelah ditinggalkan Floryn dimalam itu, Alfred mulai takut untuk meninggalkan Floryn dari jangkauan matanya.Roan mengetuk daun pintu sepelan mungkin. “Izinkan aku berbicara dengan Flo. Hanya berdua,” pinta Roan.Dengan berat hati Alfred beranjak pergi memberi ruang.Roan mendekat dengan penuh kehati-hatian, matanya bertemu dengan sepasang mata Floryn yang memandanginya dengan lekat tanpa berbicara sepatah katapun. Dokter bilang jika penyakit Floryn sudah mengganggu ingatannya, karena itulah kini Floryn pikiran Floryn sedang melayang tersesat.Roan tersenyum dan duduk bersimpuh di lantai agar bisa mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Floryn.“Flo,” panggil Roan.Bola mata Floryn bergerak kesisi melihat Roan melalui sudut matanya.“Apa s