"Floryn Danika ini psikopat!"
"Benar! Bagaimana bisa anak berumur 15 tahun sepertinya, tak merasa bersalah setelah membunuh adik tirinya?""Meski tak ada hubungan darah, harusnya Floryn tak sekeji itu untuk meracuninya! Semoga, dia dapat hukuman seberat-beratnya!"
"Benar! Jangan lembek karena embel-embel masih di bawah umur. Kita harus kawal persidangan."
Bisikan di ruang persidangan terdengar terus-menerus. Tampak sekali, semua orang sangat menantikan keputusan akhir dari hakim hari ini.
Bahkan, kumpulan media dari berbagai stasiun TV juga berharap mendapat berita besar dari kasus Floryn yang merupakan calon atlet ice skating terbaik di negara ini dan juga anak dari salah satu petinggi kepolisian!
"Sidang akan dimulai kembali!"Bersamaan dengan ucapan Hakim Ketua, suasana pun kembali tenang, terutama saat Floryn Danika kembali hadir.
Penampilan gadis bermata hijau safir itu seketika mengalihkan perhatian.
Meski kesal, mereka mengakui bahwa Floryn begitu cantik. Sayangnya, dia jahat dan mampu memakan jiwa orang!
Maka dari itu, mereka menyebut Floryn sebagai Siren!Hanya saja amarah dan emosi membuat para hadirin tak sadar bahwa wajah Floryn kini sangat menderita, baik fisik maupun mental.
Wajah cantiknya kini memiliki cekungan tajam. Tubuhnya juga kurus kering sampai pembuluh darah dipunggung tangannya terlihat kontras karena kehilangan banyak berat badan.
Dalam waktu dua bulan ini, Floryn bahkan kedapatan pingsan beberapa kali karena tidak berhenti mendapatkan waktu istirahat dari tim interogasi.
Entah mengapa, gadis itu dipaksa untuk mengakui perbuatan yang tak pernah dilakukannya?
Tak hanya itu, jaksa penuntut umum dan pengacara pribadi ibu tirinya juga terus memframing dirinya seakan dialah yang meracuni adik tirinya dengan intensi membunuh.
Padahal, Floryn sudah mengatakan yang sejujurnya.
Mengapa dia harus berada di posisi ini semua?
Floryn merasa hidup di antara kematian. Setiap hari yang dia jalani seperti siksaan yang membuat dirinya nyaris bunuh diri.
“Nona Floryn, sebelum keputusan dibacakan, kami ingin bertanya sekali lagi. Apakah dalam perkara ini Anda merasa menyesal?” tanya hakim yang meminpin persidangan.Floryn bungkam, tidak menjawab.
Pertanyaan hakim jelas sudah memutuskan Floryn memang pelaku pembunuhan adiknya. Padahal, masa depan Florynlah yang hancur sejak fitnah keji itu dilayangkan padanya.“Nona Floryn, sekali lagi saya bertanya. Apakah Anda merasa menyesal?” ulang hakim dengan suara yang lebih keras penuh penegasan.
Kini wajah Floryn terangkat. Dalam satu tarikan napas panjangnya Floryn berkata, “Saya tidak pernah menyesal karena saya tidak pernah melakukannya.”Persidangan seketika riuh!
Orang-orang menahan umpatan mereka. “Silahkan berdiri nona Floryn,” perintah hakim.Dengan lemah, gadis cantik itu beranjak dari duduknya.
Ditatapnya sang hakim dengan tatapan kosong, menantikan hukuman apa yang akan dia dapatkan hari ini.
“Mengadili, menyatakan terdakwa atas nama Floryn Danika telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, dengan ini pengadilan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan penjara lima tahun.”Tok tok tok!Suara ketukan palu mengakhiri persidangan, disambut oleh riuh suara orang-orang yang bereaksi atas keputusan hakim.
Di sisi lain, kaki Floryn gemetar tidak bertenaga. Hatinya terkoyak hancur menghadapi kenyataan bahwa lima tahun ke depan, dirinya harus hidup di balik jeruji besi atas hal yang tak pernah dilakukannya.
Matanya berkabut, nyaris menangis. Namun, itu ditahannya. Bahkan, Floryn sampai menggigit bibirnya dengan keras agar isakannya tak terdengar.
Dia tak boleh lemah!
“Dia psikopat! Dia sangat menakutkan dan berbahaya! Lihatlah tidak ada penyesalan apapun didalam dirinya setelah membunuh adiknya sendiri. Mengapa harus lima tahun?”
Issabel, ibu tirinya berteriak histeris sembari menangis. Dia masih tidak terima dengan keputusan hakim.“Lima tahun tidak sebanding dengan kematian putraku! Seharusnya, dia dihukum seumur hidup atau mati, sama seperti putraku!”
Teriakan penuh amarah Issabel membuat orang-orang merapatkan barisan. Mereka menghalanginya agar tidak berlari ke arah Floryn.Sementara Rachel, putri pertama Issabel segera memeluk ibunya--tampak berusaha menenangkannya agar berhenti membuat keributan.
Suasana yang dramatis membuat Floryn mulai sulit menahan diri.
Bukankah harusnya dia adalah orang paling patut dikasihani hari ini?
Namun tanpa sengaja, pandangan mata Floryn langsung bertemu dengan Emier, ayah kandungnya, yang menatap tajam dirinya.
Deg!Pria itu jugalah yang telah melaporkan Floryn dan menjebloskannya ke dalam penjara tanpa mau mendengarkan sedikit pun permohonan Floryn.
Bahkan, Emier sampai mengeluarkan banyak uang untuk menyewa pengacara terbaik di negeri ini demi bisa membuat Floryn mendapatkan hukuman seberat mungkin.‘Aku sangat menyesal pernah memiliki seorang anak sepertimu! Kehadiranmu didunia ini adalah sebuah kesalahan terbesar yang pernah aku lakukan. Mulai detik ini, kau bukan putriku lagi,aku tidak sudi memiliki anak pembunuh! Silahkan hidup semaumu jika kau berhasil keluar dari penjara dan mendapatkan hukuman dari tindakan biadabmu itu’
Ucapnya saat itu kala mencoret Flory dari daftar keluarga. Hanya Kjanet, seorang pengacara publik yang berbaik hati ingin mendampinginyalah yang menguatkan Floryn. Meski akhirnya mereka kalah juga....Kjanet akhirnya beranjak dari duduknya. "Berdirilah, Flo!" ucapnya sembari tersenyum sedih.Wanita itu menyadari tak ada yang bersedia mendekatinya sekadar untuk memberinya semangat.
Padahal, di balik ketenangan Floryn saat ini, jiwanya sudah hancur sejak dibuang keluarganya.
Entah mengapa Kjanet yakin Floryn memang bukanlah pelakunya dan dia hanya jadi korban sebuah tuduhan.
Sayangnya, tak ada barang bukti yang bisa membebaskan Floryn. Terlebih, media dan netizen seakan sudah final dalam asumsi mereka.Di sisi lain, Floryn pun berdiri sembari berpegangan pada sisi kursi agar tidak terjatuh.Kjanet langsung memeluk Floryn dengan erat dan menepuk-nepuk bahunya. “Maaf aku tidak bisa menolongmu lebih banyak lagi. Meski ini sangat berat, kuharap kau tidak berputus asa dengan apa yang terjadi. Tetaplah semangat Flo, ini bukan akhir dari segalanya,” hiburnya.
Mata Floryn berkaca-kaca menahan kuat air matanya agar tidak terjatuh.
Perih di dada kian terasa menusuk, menyadari bahwa harapan Floryn akan kembali datang lima tahun lagi setelah dirinya bebas.
Dengan tangan gemetar Floryn membalas pelukan Kjanet, “Justru saya yang harus berterima kasih, Anda sudah berdiri sampai sejauh untuk menolong saya. Saya tidak akan pernah melupakan semua jasa Anda, Kjanet.”
“Jangan pernah menyerah Flo, di manapun posisimu saat ini. Ingatlah satu hal, setiap mahluk hidup yang masih bernapas dimuka bumi ini, mereka memiliki hak yang sama yaitu kesempatan memperbaiki diri dan keadaan.”“Terima kasih,” jawab Floryn dengan senyuman getirnya.Tiba-tiba, beberapa anggota kepolisian mendatangi Floryn.Mereka kembali memborgol kedua tangan dan kakinya lagi karena Floryn harus segera dibawa pergi keluar dari ruang persidangan.
Hanya saja, kala pintu besar di depan terbuka lebar, cahaya kamera yang berusaha mendapatkan potret wajahnya.
Gerombolan pertanyaan dari wartawan terdengar.Tubuh Floryn terhimpit dari segala sisi. Namun, dia masih mendengar caci mereka, bahkan sampai ke dalam sebuah mobil khusus yang sejak tadi menantinya.Untuk terakhir kalinya, dia memandangi Emier yang berada dalam ketegangan tengah memeluk Issabel yang masih menangis di depan ruangan persidangan.
Dan juga, Rachel.....
Sudut bibir anak pertama Isabel itu terangkat membentuk senyuman sinis. 'Rasakan itu!' ucapnya tanpa suara.
Rahang Floryn mengetat.
Air mata yang ditahannya sedari tadi akhirnya menetes. “Aku tahu, kau yang telah membunuhnya. Kaulah pelaku sebenarnya, Rachel.”
“Meski hari ini, aku tak bisa. Tapi, Tuhan akan membalas setiap detik penderitaan yang aku jalani mulai hari ini,” ucapnya sembari menatap langit yang tak akan dilihatnya 5 tahun ke depan.
Keinginan balas dendam membuat Floryn bertahan. Tak terasa, hari kebebasannya tiba. Hanya saja, tidak ada yang menyambut Floryn..... “Apa ibu dapat melihatku sekarang? Aku minta maaf karena tidak cukup menjadi anak yang kuat untuk membela diriku sendiri,” bisik Floryn dalam hati kala memandang pot kecil bunga baby breath yang diberikan almarhumah ibunya. Sayangnya, bunga itu mati bersamaan dengan putusan pengadilan lima tahun lalu.Floryn kini sudah 20 tahun. Namun, kebahagiaan anak muda tak ada di wajahnya. Setelah menjadi salah satu tahanan termuda dengan kasus berat, siksaan dari narapidana lain yang mendapatkan sogokan dari Issabel tak pernah berhenti. Untungnya dua tahun terakhir, Floryn mulai diterima. Dia pun berkebun dan merajut pakaian dengan upah tak seberapa. Meskipun begitu, berkat bekerja Floryn memiliki sedikit uang untuk bisa bertahan nanti.Hanya saja, Floryn sadar bahwa masyarakat pasti tak akan menerimanya dengan mudah. “Flo?!” panggil Julliet, seorang mantan t
Floryn tidak memiliki tempat untuk kembali atau bertanya. Terlebih, uang yang Floryn miliki tidaklah banyak.Jika dia menggunakannya untuk menyewa tempat tinggal, maka tidak ada jatah untuk makan.Tidak mungkin juga untuk Floryn mengandalkan makanan gratis. Pemerintahan negara Neydish memang menyediakan truk makanan gratis bagi tunawisma.Ada banyak rak-rak makanan gratis yang bisa diambil hanya dengan menukarnya menggunakan kartu identitas.Masalahnya, jatah makanan selalu dibatasi. Terlebih, Floryn juga tidak memiliki kartu identitas karena saat dia dipenjara, dia masih dibawah umur.Jujur, Floryn takut kelaparan. Lebih baik dia tidur kehujanan dibandingkan mati kelaparan."Hahahaha....."Suara tawa terdengar nyaring disudut tempat menarik Floryn untuk melihat.Ada sekumpulan gadis remaja yang berseragam sekolah tengah mengantri disebuah food truck sambil berbincang.Tampaknya mereka membicarakan sesuatu yang tampak menyenangkan.Pemandangan sederhana itu membuat pupil mata Floryn
“Tuan Muda,” sambut Piper membukakan pintu mobil untuk Alfred. Dengan sigap Piper membawakan koper Alfred dan topi pilotnya. “Saya senang Anda pulang ke rumah kali ini,” ucap Piper lagi dengan senyum sumringah. “Ibu ada di rumah?” tanya Alfred melangkah cepat melewati beberapa anak tangga menuju teras.Sementara itu, Piper terkopoh-kopoh mengangkat koper Alfred disetiap anak tangga yang akan dilewatinya.“Nyonya menginap di hotel sejak kemarin, jika beliau tahu Anda pulang, saya yakin beliau juga pasti pulang,” jawab Piper dengan napas tersenggal kehabisan napas.Alfred berbalik, sejenak dia menunggu Piper menyusul karena hal lain yang peril ditanyakan. “Apa ibu bertengkar lagi dengan ayah?”Piper berusaha untuk tersenyum formal, menyembuyikan perasaan tidak enak hatinya saat ini. Alfred memiliki seorang ibu yang berkepribadian cukup unik, dia akan selalu pergi kabur setiap kali bertengkar, namun dengan satu bujukan dia akan kembali pulang dengan sendirinya.“Ibu Anda hanya mengk
Melalui jendela yang terbuka, Floryn dapat melihat keberadaan Emier yang tengah duduk di kursi belakang.Deg!Gadis itu sontak menelan salivanya dengan kesulitan. Tangannya bahkan gemetar berkeringat dingin.Kesedihan, amarah, kebencian, dan kecewa bercampur menjadi satu melihat pria yang dulu pernah memberinya begitu banyak kasih sayang, dan pria yang sudah mengeluarkan Floryn dari daftar keluarga hingga berhasil mengurungnya dalam jeruji besi selama lima tahun lamanya.Rasanya seperti mimpi bisa kembali melihat sosok pria yang dulu sangat Floryn hormati dan dia banggakan, kini berubah menjadi orang yang sangat dibenci hingga tidak ada pintu maaf yang tersedia untuknya.“Tuan Emier ingin berbicara dengan Anda.”Tiba-tiba saja, seorang pria berpakaian sopir keluar dari mobil dan berlari menghampiri Floryn.Tangan Floryn sontak terkepal kuat. Untuk apa Emier ingin berbicara dengannya? Bukankah lima tahun yang lalu, saat Emier merobek kartu keluarga mereka, dia bilang dia tidak sudi
“Ikuti saja perintahku.”“Memangnya kau siapa hingga berani mengaturku?” tanya Floryn dengan dagu terangkat menunjukan keangkuhan.Floryn sudah tidak peduli dengan kesopanan, Emier tidak layak mendapatkannya!“Jika kau masih memiliki rasa malu, setidaknya tunjukan sedikit rasa penyesalanmu dengan pergi dan menyingkir dari pandangan keluarga baruku. Kehadiranmu yang menunjukan diri didepan kami hanya membuka luka lama dan membuat kami malu.”Pupil mata Floryn bergetar menahan tangisan, kepalan tangannya kian menguat meremas permukaan pakaiannya. “Mengapa aku harus malu? Aku tidak memiliki kesalahan apapun.”“Setelah dipenjara lima tahun, kau masih tidak mau mengakui kesalahanmu, siapa akan percaya?”“Yang jelas bukan polisi bodoh sepertimu,” jawab Floryn balas menghina ucapan Emier yang kini membelalakan mata."Kau....!"Namun, Emier menahan diri. “Cukup! Dengarkan saja perintahku dan pergilah dari kota ini!” Emier mengambil sebuah amplop cokelat dari balik jassnya dan melemparkannya k
Di sisi lain, Alfred memandang pemandangan di seberang jendela mobilnya, bingung.Ada keributan apa di depan restoran itu?“Kakak, aku mau permen kapas,” pinta Nara memukul-mukul jendela mobil dengan mata berbinar melihat toko yang menjajakan permen kapas kesukaannya. “Kakak, berhenti disini, aku mau permen kapas.”“Nanti kita akan membelinya Nara.”“Aku mau sekarang!” rengek Nara memukul lebih keras jendela mobil agar Alfred mengikuti keinginannya.Alfred memelankan laju mobilnya, sulit untuk mengalihkan perhatian Nara ketika dia menemukan sesuatu yang sangat disukainya, salah satunya permen kapas.Pagi ini, Alfred akan pergi ke hotel untuk menjemput ibunya agar pulang, kasihan Nara yang baru kehilangan perawat harus mengganggu aktifitas para pelayan di rumah.“Kakak,” rengekan Nara kian kuat, gadis kecil itu mulai menangis karena Alfred tidak kunjung menghentikan mobilnya dan pergi ke toko permen kapas yang dia inginkan.“Tunggu sebentar Nara, kakak harus putar balik dulu,” hibur Al
Refleks Alfred mendorong Nara agar bersembunyi di belakang tubuhnya. "Apa maumu?"Kerutan di kening Floyn kian jelas terlihat, gadis itu tidak memahami apa makna yang tersirat dari tatapan waspada dan pertanyaan aneh pria asing yang berdiri di hadapannya.Apakah pria itu tahu dia seorang mantan narapidana yang pernah menggemparkan seluruh negeri?Floryn berdeham tidak nyaman, dia mulai takut kebaikan yang dilakukan kepada Nara disalah artikan hanya karena dia mantan narapidana.“Apa tujuanmu?” tanya Alfred sekali mempertegas setiap kata yang diucap. “Apa maksudmu? Aku tidak mengerti mengapa kau berbicara seperti itu padaku, jaga saja adikmu dengan baik agar dia tidak terluka,” jawab Floryn enggan untuk memperpanjang percakapan.Bohong! Alfred tidak percaya, jika memang Floryn tidak memiliki tujuan apapun, tidak mungkin dia langsung bisa tahu bahwa Nara adiknya.“Urusanmu adalah denganku, jangan membawa adikku dalam hal ini,” tegas Alfred memperingatkan.Rahang Floryn mengetat menahan
Alfred memasuki lift, dia harus pergi ke salah satu lantai hotel tempat dimana ibunya tengah menginap.Hari ini, Alfred harus menjemput ibunya secara langsung karena nanti malam dia memiliki jadwal penerbangan.Alfred berencana akan melakukan liburan beberapa hari, namun pertemuannya dengan Floryn satu hari yang lalu berhasil membuat Alfred gelisah.Alfred tidak dapat mengungkapkan, apakah kegelisahan yang menggelayuti hatinya didasari oleh ketakutan Floryn akan balas dendam, atau justru rasa khawatir akan perubahan Floryn yang tampak menyedihkan.Alfred menghela napasnya dengan berat, terbayang wajah Floryn yang pucat dan memiliki cekungan, sepasang matanya yang hijau safir terlihat linglung, suaranya yang lembut masih terdengar sama seperti terakhir kali mereka bertemu.Sampai detik ini, Alfred masih bertanya-tanya mengapa Floryn berpura-pura tidak mengenalinya?Mustahil jika Floryn lupa, karena sampai sekarang Alfred masih mengingat jelas pertemuan pertama mereka.Senyuman cerah
Samantha menghisap cerutunya dalam-dalam, wanita itu segera duduk dikursinya menghadap Roan yang telah cukup lama menunggu diruangannya.“Ada apa? Tidak seperti biasanya kau datang ke rumah bordilku,” tanya Samantha dengan suara serak.“Bagaimana kabarmu Samantha?”“Seperti yang kau lihat, selalu berjalan biasa seperti ini.”Seperti apa yang Roan lakukan sebelumnya, dia mengeluarkan sebuah amplop dari jaketnya dan meletakannya di meja kerja Samantha. “Aku ingin menyampaikan titipan dari Flo.”Samantha sempat terdiam melihat amplop diatas mejanya, sampai akhirnya dia bertanya. “Titipan apa?”“Bukalah.”Samantha meninggalkan cerutunya di asbak dan mengambil amplop itu, mengeluarkan selembar cek berisi dua juta dollar.Samantha terperangah kaget sampai tangannya gemetar memegang uang sangat banyak. “Apa maksudnya ini? Jangan bermain-main denganku jika ini tentang uang,” bisik Samantha dengan suara bergetar.Tubuh Roan menegak. “Itu adalah uang hasil dari tuntutan Flo pada kepolisian. Fl
Kabar kematian Floryn tersebar luas kepada banyak orang, kasus pembunuhan dan scenario pembohongan besar yang telah dilakukan Rachel memantik banyak berhatian public untuk ikut turun tangan menuntut keadilan untuknya. Public menuntut untuk hukuman berat kepada Rachel karena dia bertanggung jawab penuh atas kematian Abra dan juga penyebab kematian Floryn. Kabar kematian Floryn akhirnya sampai ditelinga Rachel, alih-alih merasa senang orang yang paling dibencinya telah tiada, justru Rachel mulai dibayangi oleh ketakutan akan hukuman yang semakin berat harus dia jalani didepan mata. Selama dua bulan di dalam penjara, keadaan Rachel terlihat semakin mengkhawatirkan karena dia dikurung dalam ruang isolasi sendirian, dia mengalami delusi parah hingga harus mendapatkan obat penenang. Beberapa kali dia kedapatan hendak melakukan percobaan bunuh diri karena tidak kuat menghadapi tekanan yang begitu menyiksanya. Kenekatan Rachel yang mulai parah membuat kedua tangannya dan kakinya perlu
Semua orang berjalan di hamparan rumput yang hijau dan subur, melangkah di bawah sinar matahari sore yang mulai kekuningan, suara hembusan angin terdengar dikesunyian yang mencekam, daun-daun yang berguguran ketanah seperti tengah bercerita tentang apa yang kini tengah terjadi pada segerombolan kecil orang yang membawa jenazah Floryn menuju tempat peristirahatan terakhirnya.Orang-orang berpakaian putih membawa bunga mawar merah tidak menunjukan tanda-tanda sedang berduka meski pada kenyataannya, ada hujan air mata yang tidak bisa dihentikan seiring dengan langkah yang kian dekat pada tempat dimana Floryn akan dimakamkan.Emier membekap mulutnya dengan kuat, melangkah tertatih kehilangan banyak tenaganya. Dia sudah tidak mampu lagi menampung kesedihannya hari ini, jauh lebih baik jika Emier sakit karena sekarat dibandingkan harus sakit karena penyesalan atas kepergian putrinya.Bahu Emier gemetar, lelaki paruh baya itu membungkuk tidak mampu melanjutkan perjalananya yang tinggal sedik
Roan duduk sendirian di kamar tempat terakhir Floryn terbaring tadi malam, pria itu tengah menangis mengenakan pakaian putih yang beberapa jam lalu baru dibelinya. Suara rintihan pria itu terdengar, Roan tahu jika pada akhirnya ini semua akan terjadi, namun dia tidak pernah membayangkan jika rasa sakitnya sangat begitu menyiksa sampai membuatnya ingin berteriak sekencang mungkin.Roan tidak pernah menyangka jika perayaan kesembuhan yang telah Floryn ucapkan kepadanya beberapa jam lalu adalah sebuah perpisahan.Roan mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air mata, dengan langka gontainya pria itu berjalan melewati pintu, melihat Floryn yang terbaring dalam keadaan cantik dan tenang.Roan mendekat dengan putus asa, sebanyak apapun dia menangis, hal itu tidak mampu meradakan kesedihan dan sakit yang tengah bersarang didalam dadanya.Roan tahu, ini adalah jalan terbaik untuk Floryn. Tapi tidak untuk orang-orang disekitarnya yang kini harus belajar mengkihlaskan kepergiannya.Tangan Roan
Air mata Julliet terus berjatuhan membasahi punggung tangannya yang bersarung tangan. Dia dan Samantha tengah membantu mengenakan baju Floryn, memengakan sebuah gaun cantik yang telah Floryn beli dari toko satu jam sebelum kematiannya. “Aku tidak bisa melakukan ini Bibi,” isak Julliet mengusap wajahnya dengan kasar, dia sudah bertahan sekuat tenaga, namun setiap kali dia melihat wajah Floryn, tangisannya selalu terpecah.Julliet masih tidak menyangka jika Floryn akan berakhir seperti ini.Baru beberapa jam yang lalu mereka berbicara sambil menunggu pagi datang, Julliet masih bisa melihat senyumannya yang cantik, suara tawanya yang lembut, bahkan Julliet sempat menggoda Floryn bahwa dia akan mempersiapkan gaun pernikahan sederhananya dengan Alfred.Julliet sama sekali tidak pernah berbikir bahwa gaun yang dibeli Floryn akan digunakan untuk hari terakhirnya.Apakah ini alasan Floryn meminta Julliet untuk tinggal dirumah neneknya? Apakah ini maksud dari Floryn yang telah mengatakan bah
Langit yang cerah berkabut terhalang oleh air mata. “Roan cepatlah!” teriak Alfred memeluk erat Floryn dengan gemetar, memaksa Roan untuk berkendara lebih cepat meninggalkan toko Luwis.Pikiran Alfred berubah kacau, jantuntungnya berdegup begitu kencang merenggut sebagian kekuatannya karena ketakutannya akan keadaan Floryn semakin tidak baik.“Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang juga, aku mohon cepatlah!” pinta Alfred penuh permohonan.“Aku sudah berusaha secepat mungkin! Flo bertahanlah, kau akan baik-baik saja,” ucap Roan terdengar getir.Bulu mata Floryn bergerak pelan, kesadarannya yang terenggut telah kembali. Samar-samar Floryn melihat wajah Alfred yang kini tengah menangis, memeluk dalam pangkuan.Ada sakit yang cukup kuat disetiap denyut urat nadinya, kepala Floryn diletupi oleh sesuatu yang tidak dia mengerti. Jika ditanya apakah sakit? Sangat sakit, ini adalah sesuatu yang paling sakit diterima tubuhnya, namun Floryn tidak ingin meringis ataaupun menangis, dia ha
Pagi ini matahari cukup cerah dan hangat, mengurangi cuaca dingin dari musim gugur yang masih berlangsung.Floryn duduk disisi ranjang tengah diperiksa oleh dokter untuk memastikan keadaannya sebelum pergi keluar rumah.Ditengah ketenangannya, Floryn diam-diam memperhatikan Alfred yang tengah bersiap-siap. Pagi ini Floryn bisa mendengar suara rengekan Alfred kepada Ali karena tidak terbiasa menggunakan kamar mandi kecil, mendengar rengekannya karena tidak memiliki sarapan yang bergizi.Suara rengekan itu cukup menghibur Floryn yang berada di kamar, pasalnya Alfred tidak mengeluhkan apapun saat berada dihadapan Floryn, dia bersikap sebagai lelaki gantleman. Lucunya saat bersama Ali, Alfred akan mengeong seperti kucing rumahan.“Bagaimana keadaannya?” tanya Roan.“Keadaannya membaik, beliau bisa pergi,” jawab Edith tersenyum lembut menyembunyikan ada kegetiran dimatanya. “jangan lupa membawa kursi roda untuk berjaga-jaga.”Roan tersenyum penuh kelegaan, pria itu sempat mendekati Floryn
Malam yang dingin begitu sunyi, jam sudah menunjukan pukul dua malam dan semua orang tengah tertidur lelah mengistirahatkan diri ditenda-tenda yang sudah dibangun, tungku perapian dari arang dan kayu masih menyala menyebarkan kehangatan.Di dalam rumah, Floryn bergerak gelisah, seluruh tubuhnya kembali sakit dan sesak meski alat bantu pernapasan terpasang dihidungnya. Floryn diserang oleh mimpi aneh yang tidak jelas, sekuat tenaga dia berusaha untuk bangun dan sadar.Floryn tersentak membuka matanya seketika, bibirnya terbuka bernapas dengan kasar tidak beraturan, seluruh tubuhnya kembali tidak dapat digerakan, sekuat apapun Floryn berusaha, dia tidak dapat melakukannya bahkan sekadar untuk menggerakan jarinya.Semakin sering penyakit itu datang, semakin banyak kemampuan tubuh Floryn yang terenggut.Butuh waktu yang cukup lama untuk Floryn mendapatkan ketenangan, melihat keberadaan Alfred yang tengah tertidur duduk di kursi rotan. Sejak kemarin Alfred tidak mendapatkan waktu beristi
Roan berdiri di ambang pintu, memperhatikan Alfred yang masih tidak beranjak meninggalkan Floryn, pria itu tengah memijat tangan Floryn yang masih kesulitan untuk digerakan. Sejak kembali sadar, bahkan Floryn belum berbicara sepatah katapun.Tampaknya setelah ditinggalkan Floryn dimalam itu, Alfred mulai takut untuk meninggalkan Floryn dari jangkauan matanya.Roan mengetuk daun pintu sepelan mungkin. “Izinkan aku berbicara dengan Flo. Hanya berdua,” pinta Roan.Dengan berat hati Alfred beranjak pergi memberi ruang.Roan mendekat dengan penuh kehati-hatian, matanya bertemu dengan sepasang mata Floryn yang memandanginya dengan lekat tanpa berbicara sepatah katapun. Dokter bilang jika penyakit Floryn sudah mengganggu ingatannya, karena itulah kini Floryn pikiran Floryn sedang melayang tersesat.Roan tersenyum dan duduk bersimpuh di lantai agar bisa mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Floryn.“Flo,” panggil Roan.Bola mata Floryn bergerak kesisi melihat Roan melalui sudut matanya.“Apa s