Home / Romansa / Perangkap Cinta Sang Intelijen / Seseorang dari masa lalu

Share

Seseorang dari masa lalu

Neo hanya menatap punggung Tara yang menjauh, dia tidak menyangka jika bekas luka kecil yang ditanyakan kepada Tara membuat perempuan itu menjadi berang dan menakutkan. 

“Hei, tunggu Kurcaci Kecil!” seru Neo mengejar istrinya itu. Tara tetap melangkah cepat dan tidak ingin lagi disentuh oleh Neo.

‘Bahkan dia bertanya penyebab luka di lenganku, menyebalkan!’ gumam Tara dalam hatinya. Dia ingin istirahat saja dan menunggu waktu matahari tenggelam, dia ingin menyaksikan apakah sunset di sini juga indah seperti di tempat terkenal lainnya. Perempuan itu tidak memperdulikan lagi Neo yang memanggil dan mengejarnya. Tara membuka pintu cottage, menyimpan dompetnya kemudian mengambil tas perlengkapan kosmetiknya untuk mencuci mukanya. 

“Tara, aku akan keluar sebentar, kau bisa sendirian di sini?” tanya Neo sambil meninggikan suaranya, terdengar suara air mengalir dari kran. 

“Aku bukan anak kecil, kau pergi saja, aku akan baik-baik saja di sini!” seru Tara dari balik pintu. Tanpa menunggu waktu Neo pun segera meninggalkan kamar mereka untuk kembali melakukan penyelidikan. Tara yang tadinya hanya berniat mencuci muka memutuskan untuk berendam di bathup. Ada gejolak di dalam hatinya saat ini yang butuh untuk dipadamkan. 

“Kau pergi saja kemana kau suka Neo, toh ini bukan bulan madu namanya, ini hanya jalan-jalan berdua dengan orang yang sangat menyebalkan,” gerutu Tara yang mulai merendam tubuhnya. Aroma sabun serta lilin aroma terapi memang ampuh untuk membuatnya kembali tenang. Jantungnya sedari tadi meminta untuk ditenangkan karena tiba-tiba saja seseorang dari masa lalunya hadir dengan begitu mengejutkan. 

Satu jam yang lalu di restoran ketika Tara menyantap hidangan penutupnya…

“Hai Tara Amora, lama tidak berjumpa,” sapa suara laki-laki di depannya dengan menyebut nama lengkapnya. Tar mendongak dan nyaris tersedak ketika melihat Salim Zayn, teman di sekolah menengah umumnya dulu, yang menghilang begitu saja tanpa kabar, kini berdiri di hadapannya. 

“Salim? Salim Zayn?!” seru Tara dengan mata membulat tak percaya. Salim sudah jauh berubah, badannya dulu yang kurus kini lebih berisi, tegap dan terlihat dewasa. Dia memakai setelan jas setengah resmi berwarna abu-abu dan lelaki itu semakin … Tampan.

“Boleh aku duduk?” Salim menarik kursi dan duduk sambil memajukan bahunya, “udahan dong kagetnya, aku tadi malah sampai ragu untuk menyapa kamu, abisnya kamu udah berubah banget sekarang, jauh lebih cantik,” puji Salim yang membuat Tara tertawa. 

“Kau jahat, Salim, kau meninggalkan sekolah tanpa pamit, kau hilang tanpa kabar dan hampir sepuluh tahun kau muncul begitu saja di depanku,” ucap Tara setelah tawanya reda, kini tatapannya berubah menjadi sendu. Ditinggalkan oleh Salim seperti itu membuatnya merasa kosong dan hampa hingga bertahun lamanya. 

Aku pastinya berutang maaf yang sangat besar, aku tidak berniat seperti itu, maafkan aku, Tara Amora.” Salim menatapnya dalam, lalu melirik ke arah jemari Tara.

“Kau sudah menikah rupanya,” ujar Salim dengan sedikit kecewa.

“Iya, beberapa hari yang lalu, aku dan dia datang ke sini untuk berbulan madu. Pernikahan ini diatur oleh orangtuaku,” jawab Tara memaksakan senyumnya. 

“Woow … Selamat yaa, aku turut berbahagia untukmu, Tara.” Salim mengulurkan tangannya ingin menjabat tangan Tara. 

“Laki-laki yang menjadi suamimu adalah laki-laki yang sangat beruntung, sayang, aku terlambat beberapa hari untuk menjadi yang beruntung,” ucap Salim yang juga menyunggingkan senyum terpaksanya itu. 

“Kami belum mengenal dengan baik, kami hanya diberi waktu dua bulan saja untuk persiapan pernikahan.” Tara berkata jujur dan apa adanya kepada Salim.

“Semoga kau bahagia, Tara,” harap Salim kepada perempuan itu. 

“Ceritakan tentangmu, Salim, kemana saja kau selama ini, kenapa kamu bisa ada di sini sekarang? Takdir yang luar biasa bertemu lagi denganmu!” seru Tara dengan mata berbinar-binar. 

“Aku meneruskan usaha keluargaku dan aku di sini sedang melakukan negosiasi bisnis dengan salah satu calon klien kami. Aku sangat yakin akan mendapat keberuntungan hari ini setelah bertemu denganmu.” Salim dengan sangat meyakinkan melontarkan kalimat manis itu untuk Tara.

“Jelas sekali kau banyak berubah sekarang, sejak kapan Salim Zayn pandai merayu wanita?” Tara menundukkan bahunya agar bisa menatap Salim dari dekat. Salim tertawa lebar, tawa yang masih sama di mata Tara. Perempuan itu kembali menarik bahunya, mendadak dia merasakan hatinya hangat

“Di mana kamu menginap?” tanya Tara, sejenak dia mengingat Neo yang belum kembali juga. 

“Di hotel tak jauh dari cottage ini juga, klienku menginap di sini jadi aku yang kemari menemuinya. Oh ya, ini kartu namaku.” Salim menyodorkan selembar kartu nama berwarna putih. Tara mengambilnya dan menekan tombol di ponselnya untuk membuat panggilan nomer ponsel Salim. Ponsel Saim bergetar sesaat, dia mengambilnya dari balik saku dan melihat nomer panggilan tak terjawab.

“Itu nomerku ya, simpan baik-baik, aku tidak mau dengar alasan tak sengaja terhapus atau lupa kau simpan,” ujar Tara serius. 

“Tentu saja aku akan menyimpannya baik-baik, nomer ponsel keramat ini,” kelakar lelaki itu lagi, “maaf banget Tara, aku harus pergi sekarang, aku harus mengejar penerbanganku untuk kembali ke ibukota,” pamit Salim. Walaupun ada berat yang dirasakan Tara tetapi dia tetap menjabat tangan Salim.

“Kuharap kita bisa bertemu kembali,” kata Tara pelan.

“Jangan khawatir, kita akan sering bertemu setelah ini,” jawab Salim. Lelaki itu pun pergi sambil melambaikan tangannya, Tara melepas kepergian Salim dengan senyum terbaiknya. Hingga Salim menghilang senyum Tara pun menyurut, dia memegang dadanya yang sedari tadi terasa bertalu-talu. 

Tara pun sadar jika Neo masih saja belum kembali dari toilet, “Apa dia sedang sembelit hingga harus lama berada di toilet?” gumam Tara sedikit jengkel. Untuk menepis rasa jengkelnya kepada Neo dia pun melakukan beberapa swafoto dan diunggahnya di sosial medianya. Ponsel yang tengah di pegangnya di udara bergetar tanda sebuah pesan masuk di aplikasi obrolannya. 

[Tolong, jangan jatuh cinta dengan yang lain, aku masih belum terlalu terlambat, bukan?] Tara terhenyak membaca pesan dari Salim itu. 

‘Maksudnya apa? Kenapa Salim mengirimkan pesan seperti ini?’ bisik Tara dalam hatinya. Seketika dunia terasa gamang, pertemuan dengan Salim barusan menjungkirbalikkan segenap perasaan Tara dalam sekejap. 

Tara masih memandangi ponselnya, dia masih berada dalam bathup, pesan dari Salim sudah dibacanya ratusan kali. Dia bingung hendak membalasnya atau tidak, Tara mengerti jika kini dia sudah menikah tetapi tak ada cinta antara dirinya dengan Neo. Mereka hanya seperti sepasang musuh yang ditaruh dalam sangkar kecil yang sama. 

“Apakah selama ini salim mencintaiku? Apakah Salim ingin aku berpisah dengan Neo? Oooh tidaaaak … Apa Salim ingin menjadi seorang pebinor?!” seru Tara nyaris terlonjak kaget, bersamaan dengan Neo yang membuka pintu kamar mandi dan Tara benar-benar terkejut sekarang. 

Pluuug… Ponsel Tara tercebur di dalam bathup dan … “Aaaah … Tidaaak!” pekik Tara histeris. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status