Glenn kemudian membawa Lucy makan malam di sebuah restoran dan pub di Manhattan. Keduanya tak bicara apapun selain hanya duduk dan memesan makanan lalu mulai makan malam. Perasaan gugup terus melanda Lucy dan Glenn sebenarnya menyadarinya. Ia hanya mencoba bersikap biasa agar Lucy tak bersikap defensif.
"Apa kamu ... " Lucy berhenti dan tak jadi melanjutkan kalimatnya.
"Apa? Kamu mau tanya apa?" potong Glenn dan Lucy yang gugup malah mengigit bibir bawahnya.
"Apa kamu tahu ke mana Tuan Aidan pergi?" tanya Lucy mengalihkan pembicaraan dari maksud yang sebenarnya. Glenn mendengus dengan wajah kesal.
"Kamu benar-benar belum menyerah ya? Tuan Aidan sudah menolakmu ratusan kali. Jika pria yang menyukaimu melihatmu seperti ini, dia pasti akan kabur!" jawab Glenn menyindir lalu meminum air di dalam gelas. Bibir Lucy langsung mengerucut begitu mendengar jawaban sarkas itu.
"Apa salahku, dia kan sudah sendiri?" bantah Lucy membela dirinya.
"Kesalahan
"Oke, sekarang katakan apa rencanamu, Joona!" ujar Shawn kemudian menagih Arjoona. Arjoona menggesekkan kedua telapak tangannya dan mengajak teman-temannya mendekat. Aidan pun akhirnya ikut menggeser kursi dan berkumpul bersama keenam orang sahabatnya. Arjoona memberi petunjuk, gambaran dan rencana yang akan dilakukan oleh masing-masing anggota The Seven Wolves."Tapi Aidan, kamu harus siap dengan kemungkinan Malikha akan menolakmu pada akhirnya. Hanya yang harus kamu ingat, kamu adalah Ayah dari bayi yang dikandung Malikha, Bruce takkan bisa merebut tempat itu darimu, mengerti!" ujar Joona memberikan semangatnya pada Aidan. Aidan tersenyum dan mengangguk mantap."Baik, kita mulai rencananya besok. Pertama, membobol adalah tugasmu Bryan Alexander. Lakukan seperti yang aku katakan." Bryan memberikan jempolnya pada Arjoona dan menyengir lebar.Keesokan hari, Bryan dan seluruh anggota The Seven Wolves yang menginap di apartemen Aidan mulai menjalankan rencana Arjoo
"Sudah-sudah jangan tertawa lagi. Sekarang bagian seriusnya. Bryan, nyalakan kameramu." Arjoona memberi perintah. Dari tertawa keras kini mereka dengan serius menyaksikan sebuah layar televisi yang dipakai Bryan menjadi mata dan telinga."Audionya sudah ku nyalakan. Shawn, apa kamu bisa mendengarku?" tanya Bryan mengetes alat komunikasi mereka."Yup. Aku berangkat sekarang!" jawab Shawn menghidupkan kamera di tubuhnya lalu mulai menyetir. Arjoona ikut menaikkan level suara agar semua orang di ruangan itu mendengar. Shawn kemudian berkendara 30 menit sebelum sampai di lingkungan tempat tinggal Malikha. Shawn terus melaporkan keberadaannya selama perjalanan sampai ia tiba di lingkungan rumah Malikha."Lakukan, Bryan!" perintah Arjoona. Bryan kemudian meretas dengan cepat jaringan TV kabel milik Malikha dan mematikan sinyalnya."Sekarang sudah mati!" lapor Bryan. Arjoona lalu mengangguk."Tunggu di tempatmu Shawn. Bersiaplah dalam 10 menit." Tak lama
Gara-gara hadiah dadakan hasil undian kupon yang tak pernah dibeli Malikha, ia terpaksa tak pergi bekerja. Tak hanya peralatan bayi, Malikha juga mendapat seluruh paket dan perawatan lengkap Ibu hamil. Dari pakaian, makanan, snack, susu, hingga sofa pijat dan toilet khusus."Apa yang sebenarnya terjadi?" Malikha jadi kebingungan karena rumahnya kini jadi setengah direnovasi karena dipasangi beberapa peralatan. Malikha jadi melihat tubuhnya yang belum membesar dan perutnya yang masih rata."Tapi kan aku belum hamil besar," keluh Malikha pada dirinya sendiri. Setelah seluruh orang pergi, Malikha masuk ke kamar bayi dan Aidan hanya bisa memperhatikan dari ujung pintu. Terlihat pnggung Malikha dari depan pintu kamar sedang memegang beberapa mainan yang penuh diisi dalam kamar."Apa mungkin mereka salah kirim? Tapi alamatnya ... bagaimana bisa sama?" Malikha masih bingung dan segera mengambil ponsel dan mengecek email. Ternyata benar, kupon itu bukan bohong. Tapi mas
"Apa yang kamu lakukan?" kali ini nada bicara Glenn lebih aneh. Lucy menoleh sejenak dan mendehem saja. Ia membawa nampan makanan ke meja makan dan meninggalkan Glenn yang hanya bisa menarik napas panjang dari hidungnya yang tengah pilek di dapur. Glenn terpaksa ikut berjalan ke meja makan tempat Lucy sudah menunggu dirinya."Aku tanya apa yang kamu lakukan!" Glenn mulai kesal meskipun ia duduk juga di kursi meja makan."Tidak ada," jawab Lucy santai lalu menyodorkan mangkuk bubur agar Glenn segera makan. Glenn jadi makin curiga, ia bahkan membaui bubur itu dan mengeryitkan kening."Kenapa? Kamu pikir aku akan meracunimu!" protes Lucy setengah menghardik."Wanita sepertimu bisa melakukan apa saja!" balas Glenn memicingkan mata dengan pandangan mencurigai dan langsung diberi pelototan mata oleh Lucy. Glenn hanya menyengir dan mulai memakan buburnya."Kamu tidak makan?" tanya Glenn. Lucy menggelengkan kepalanya."Aku tidak makan malam."
Aidan masih duduk di sisi ranjang Malikha memandanginya yang sedang tertidur. Ia tersenyum sesekali melihat raut wajah cantik itu. Ingin rasanya mengecup bibir mungil Malikha yang hampir menyentuh bantal tapi sekali lagi Aidan hanya bisa menahan keinginannya. Mata Aidan kemudian mencari-cari sebuah benda yang ingin ia dapatkan di kamar Malikha dari tadi.Aidan bangun dari posisi duduknya dan berjalan mencari ponsel. Di sudut sebuah meja, ponsel Malikha tergeletak di atasnya. Aidan mengambil ponsel tersebut lalu menoleh ke belakang sejenak melihat Malikha. Sambil tersenyum Aidan mematikan dan membongkar ponsel tersebut.Ia mengeluarkan sebuah chip kecil yang diberikan oleh Bryan sebagai alat pelacak, perekam dan pengalih transmisi. Dengan alat itu, Aidan bisa menguping seluruh pembicaraan Malikha. Ia bahkan bisa mengintip semua isi pesan, email dan informasi penting lainnya.Usai mencangkok dan memasang, Aidan menghidupkan kembali ponsel tersebut. Semuanya kembal
"Ada apa denganmu?" tanya Brandon heran. Rasa mual itu datang lagi."Oh shit!" umpat Aidan lalu berlari masuk ke kamar dan kamar mandi untuk memuntahkan semua isi dalam lambung."Aidan ...!" sahut Brandon setengah berteriak. Ia ikut berlari menyusul Aidan yang sedang berlutut di toilet dan muntah-muntah."Apa yang terjadi denganmu! Apa kamu sakit!" Brandon terdengar panik. Aidan yang masih muntah menggeleng. Brandon menekan flush lalu menuntun Aidan ke wastafel untuk membersihkan mulutnya.Sebelah tangan Brandon terus memijat pundak dan tekuk Aidan. Terlihat keringat dingin dan dari balik rambutnya dan Brandon pun menyekanya dengan tisu. Ia benar-benar cemas karena Aidan paling jarang sakit sebelumnya."Aku baik-baik saja, Dad," ujar Aidan sedikit terengah dan mengambil napasnya."Kamu muntah hebat seperti itu, apanya yang baik-baik saja!" bantah Brandon makin sengit."Ini hanya morning sickness, setiap hari aku mengalaminya." Brandon
BULAN KELIMASudah lebih dari seminggu, Aidan bisa keluar masuk rumah Malikha dengan leluasa. Karena kekhawatirannya pada kehamilan Malikha yang mulai membesar, ia bahkan nekat menyusup di tengah siang bolong. Kehamilannya baru 19 minggu dan Malikha sudah sering terlihat lelah. Aidan hanya bisa mengintip dari balik pintu atau dinding ataupun kamera tanpa bisa menghampiri. Ia selalu memastikan bahwa Malikha tak kekurangan apa pun atau terjadi hal yang tak diinginkan.Malikha pun sebenarnya mulai curiga. Ia selalu merasa seperti ada seseorang yang mengikutinya kemanapun ia pergi. Tapi begitu ia melihat di sekelilingnya tak ada siapapun, Malikha menepis lagi perasaan curiganya. Hingga saat ini, Aidan berhasil bersembunyi dengan baik tanpa diketahui oleh Malikha.Aidan selalu melindungi Malikha dimanapun ia berada. Malikha yang jadi lebih ceroboh saat sedang hamil besar mulai sering kehilangan konsentrasi. Jika bukan karena Aidan yang memindahkan beberapa barang yan
Keesokan harinya, Aidan seperti biasa telah berdiri di depan rumah Malikha menunggunya keluar dari rumah untuk pergi ke Pallisade. Tak lama kemudian, Bruce datang dengan mobilnya hendak menjemput Malikha.“Tikus sudah tiba!” ujar Aidan sambil menekan earbuds di telinga kanan. Ia langsung memberi laporan begitu melihat Bruce keluar dari mobilnya dan masuk ke rumah Malikha.“Kamu menamainya tikus! Aku pikir kita sepakat tak memakai nama hewan,” sahut Arjoona menjawab dari balik earbudsnya.“Aku berubah pikiran, tikus cocok untuknya!” jawab Aidan dingin. Terdengar Jayden tertawa keras dan sengaja menghidupkan speakernya lebih keras. Kini obrolan tak berguna para pria dewasa akan segera mengudara.“Oke, teman-teman. sasaran kita berubah dari Caldwell dan Malikha menjadi Tikus dan Putri Tidur,” tambah James ikut menimpali dan berusaha usil namun dengan suara yang terdengar serius. Misi mulai berubah jadi ajang ba