"Sudah-sudah jangan tertawa lagi. Sekarang bagian seriusnya. Bryan, nyalakan kameramu." Arjoona memberi perintah. Dari tertawa keras kini mereka dengan serius menyaksikan sebuah layar televisi yang dipakai Bryan menjadi mata dan telinga.
"Audionya sudah ku nyalakan. Shawn, apa kamu bisa mendengarku?" tanya Bryan mengetes alat komunikasi mereka.
"Yup. Aku berangkat sekarang!" jawab Shawn menghidupkan kamera di tubuhnya lalu mulai menyetir. Arjoona ikut menaikkan level suara agar semua orang di ruangan itu mendengar. Shawn kemudian berkendara 30 menit sebelum sampai di lingkungan tempat tinggal Malikha. Shawn terus melaporkan keberadaannya selama perjalanan sampai ia tiba di lingkungan rumah Malikha.
"Lakukan, Bryan!" perintah Arjoona. Bryan kemudian meretas dengan cepat jaringan TV kabel milik Malikha dan mematikan sinyalnya.
"Sekarang sudah mati!" lapor Bryan. Arjoona lalu mengangguk.
"Tunggu di tempatmu Shawn. Bersiaplah dalam 10 menit." Tak lama
Gara-gara hadiah dadakan hasil undian kupon yang tak pernah dibeli Malikha, ia terpaksa tak pergi bekerja. Tak hanya peralatan bayi, Malikha juga mendapat seluruh paket dan perawatan lengkap Ibu hamil. Dari pakaian, makanan, snack, susu, hingga sofa pijat dan toilet khusus."Apa yang sebenarnya terjadi?" Malikha jadi kebingungan karena rumahnya kini jadi setengah direnovasi karena dipasangi beberapa peralatan. Malikha jadi melihat tubuhnya yang belum membesar dan perutnya yang masih rata."Tapi kan aku belum hamil besar," keluh Malikha pada dirinya sendiri. Setelah seluruh orang pergi, Malikha masuk ke kamar bayi dan Aidan hanya bisa memperhatikan dari ujung pintu. Terlihat pnggung Malikha dari depan pintu kamar sedang memegang beberapa mainan yang penuh diisi dalam kamar."Apa mungkin mereka salah kirim? Tapi alamatnya ... bagaimana bisa sama?" Malikha masih bingung dan segera mengambil ponsel dan mengecek email. Ternyata benar, kupon itu bukan bohong. Tapi mas
"Apa yang kamu lakukan?" kali ini nada bicara Glenn lebih aneh. Lucy menoleh sejenak dan mendehem saja. Ia membawa nampan makanan ke meja makan dan meninggalkan Glenn yang hanya bisa menarik napas panjang dari hidungnya yang tengah pilek di dapur. Glenn terpaksa ikut berjalan ke meja makan tempat Lucy sudah menunggu dirinya."Aku tanya apa yang kamu lakukan!" Glenn mulai kesal meskipun ia duduk juga di kursi meja makan."Tidak ada," jawab Lucy santai lalu menyodorkan mangkuk bubur agar Glenn segera makan. Glenn jadi makin curiga, ia bahkan membaui bubur itu dan mengeryitkan kening."Kenapa? Kamu pikir aku akan meracunimu!" protes Lucy setengah menghardik."Wanita sepertimu bisa melakukan apa saja!" balas Glenn memicingkan mata dengan pandangan mencurigai dan langsung diberi pelototan mata oleh Lucy. Glenn hanya menyengir dan mulai memakan buburnya."Kamu tidak makan?" tanya Glenn. Lucy menggelengkan kepalanya."Aku tidak makan malam."
Aidan masih duduk di sisi ranjang Malikha memandanginya yang sedang tertidur. Ia tersenyum sesekali melihat raut wajah cantik itu. Ingin rasanya mengecup bibir mungil Malikha yang hampir menyentuh bantal tapi sekali lagi Aidan hanya bisa menahan keinginannya. Mata Aidan kemudian mencari-cari sebuah benda yang ingin ia dapatkan di kamar Malikha dari tadi.Aidan bangun dari posisi duduknya dan berjalan mencari ponsel. Di sudut sebuah meja, ponsel Malikha tergeletak di atasnya. Aidan mengambil ponsel tersebut lalu menoleh ke belakang sejenak melihat Malikha. Sambil tersenyum Aidan mematikan dan membongkar ponsel tersebut.Ia mengeluarkan sebuah chip kecil yang diberikan oleh Bryan sebagai alat pelacak, perekam dan pengalih transmisi. Dengan alat itu, Aidan bisa menguping seluruh pembicaraan Malikha. Ia bahkan bisa mengintip semua isi pesan, email dan informasi penting lainnya.Usai mencangkok dan memasang, Aidan menghidupkan kembali ponsel tersebut. Semuanya kembal
"Ada apa denganmu?" tanya Brandon heran. Rasa mual itu datang lagi."Oh shit!" umpat Aidan lalu berlari masuk ke kamar dan kamar mandi untuk memuntahkan semua isi dalam lambung."Aidan ...!" sahut Brandon setengah berteriak. Ia ikut berlari menyusul Aidan yang sedang berlutut di toilet dan muntah-muntah."Apa yang terjadi denganmu! Apa kamu sakit!" Brandon terdengar panik. Aidan yang masih muntah menggeleng. Brandon menekan flush lalu menuntun Aidan ke wastafel untuk membersihkan mulutnya.Sebelah tangan Brandon terus memijat pundak dan tekuk Aidan. Terlihat keringat dingin dan dari balik rambutnya dan Brandon pun menyekanya dengan tisu. Ia benar-benar cemas karena Aidan paling jarang sakit sebelumnya."Aku baik-baik saja, Dad," ujar Aidan sedikit terengah dan mengambil napasnya."Kamu muntah hebat seperti itu, apanya yang baik-baik saja!" bantah Brandon makin sengit."Ini hanya morning sickness, setiap hari aku mengalaminya." Brandon
BULAN KELIMASudah lebih dari seminggu, Aidan bisa keluar masuk rumah Malikha dengan leluasa. Karena kekhawatirannya pada kehamilan Malikha yang mulai membesar, ia bahkan nekat menyusup di tengah siang bolong. Kehamilannya baru 19 minggu dan Malikha sudah sering terlihat lelah. Aidan hanya bisa mengintip dari balik pintu atau dinding ataupun kamera tanpa bisa menghampiri. Ia selalu memastikan bahwa Malikha tak kekurangan apa pun atau terjadi hal yang tak diinginkan.Malikha pun sebenarnya mulai curiga. Ia selalu merasa seperti ada seseorang yang mengikutinya kemanapun ia pergi. Tapi begitu ia melihat di sekelilingnya tak ada siapapun, Malikha menepis lagi perasaan curiganya. Hingga saat ini, Aidan berhasil bersembunyi dengan baik tanpa diketahui oleh Malikha.Aidan selalu melindungi Malikha dimanapun ia berada. Malikha yang jadi lebih ceroboh saat sedang hamil besar mulai sering kehilangan konsentrasi. Jika bukan karena Aidan yang memindahkan beberapa barang yan
Keesokan harinya, Aidan seperti biasa telah berdiri di depan rumah Malikha menunggunya keluar dari rumah untuk pergi ke Pallisade. Tak lama kemudian, Bruce datang dengan mobilnya hendak menjemput Malikha.“Tikus sudah tiba!” ujar Aidan sambil menekan earbuds di telinga kanan. Ia langsung memberi laporan begitu melihat Bruce keluar dari mobilnya dan masuk ke rumah Malikha.“Kamu menamainya tikus! Aku pikir kita sepakat tak memakai nama hewan,” sahut Arjoona menjawab dari balik earbudsnya.“Aku berubah pikiran, tikus cocok untuknya!” jawab Aidan dingin. Terdengar Jayden tertawa keras dan sengaja menghidupkan speakernya lebih keras. Kini obrolan tak berguna para pria dewasa akan segera mengudara.“Oke, teman-teman. sasaran kita berubah dari Caldwell dan Malikha menjadi Tikus dan Putri Tidur,” tambah James ikut menimpali dan berusaha usil namun dengan suara yang terdengar serius. Misi mulai berubah jadi ajang ba
Badut itu lalu memberi sebuah balon pada Malikha lalu menunjuk pada perut hamilnya.“Untukku? Untuk bayiku?” tanya Malikha dan badut itu pun mengangguk sambil masih menggerak-gerakkan tubuhnya.“Terima kasih!” ujar Malikha dengan wajah semringah.Badut itu pun mengangguk. Tak lama ia pun seperti ingat sesuatu, badut itu berbalik lalu mengambil sebuah cotton candy dari si anjing temannya dan memberikannya pada Malikha. Malikha terperangah dengan wajah begitu semringah, badut baik hati itu memberikannya permen kapas yang sedang sangat ingin ia makan.“Wah, terima kasih!” sahut Malikha begitu senang. Senyum cantiknya terkembang pada badut yang baik hati tersebut. Badut itu pun segera pamit sambil memberi lambaian tangannya. Malikha ikut tersenyum dan melambaikan tangan. Tak lama Bruce pun kembali ikut membawa dua buah cotton candy. Wajahnya langsung berubah cemberut saat melihat Malikha bersama seorang badut yang memberiny
"Ah ... sial!" rutuk Bruce dari balik wastafel. Ia mencuci tangan sambil memegang lagi perut dengan sebelah tangannya."Oh, tidak!" Bruce terpaksa kembali toilet. Sementara di luar Jayden tersenyum menjaga pintu lalu menguncinya dari luar. Jayden bersandar di dinding luar dan melaporkan keadaannya."Restroom sudah terkunci!" lapor Jayden lalu melirik sekilas pada pintu kamar mandi di sebelahnya dan tersenyum.Sementara itu Malikha yang penasaran, melangkahkan kakinya ke arah bianglala yang sedang berputar itu. Bianglala itu sangat unik, ia memiliki dua roda yang membawa kereta gantung berputar berlawanan arah namun bersamaan. Selain bisa menampung lebih banyak penumpang, dari bianglala itu pengunjung bisa melihat pengunjung lain yang berada di salah satu sisinya secara bergantian.Pintu pembatas kemudian dibukakan oleh seorang pria berwajah Jepang berkulit putih dan memakai topi pet sebagai petugas wahana itu. Ia mempersilahkan Malikha masuk. Malikha yang
BEBERAPA TAHUN KEMUDIANPanggung yang cukup besar karena berada di tengah aula SMA Jersey Rey New York. Sorak-sorai seluruh siswa yang berdiri ikut mengangkat tangan dan bertepuk di atas kepala mereka saat gebukan drum Aldrich menggema memulai sebuah lagu. Dan suara Aldrich memulai lagu tersebut setelah gitar Ares dan piano milik Andrew mengiringinya."I don't even know how I can talk to you now, It's not you the you who talks to me anymore, And sure I know that sometimes it gets hard, But even with all my love, what we had you just gave it up!"Usai Aldrich, lalu Andrew adalah giliran kedua menyanyikan liriknya,"Thought we were meant to be, I thought that you belonged to me, I'll play the fool instead, Oh but then I know that this is the end!" mata Aldrich tak sengaja melirik pada satu orang gadis yang menjadi musuh abadinya, Chloe Harristian. Tak biasanya ia datang melihat pertunjukan bandnya The Skylar.Aldrich masih terus menggebuk drumnya dan
HUTAN TIJUANABryan, Mars, Aidan, Juan, Arya, Blake, Shawn, Erikkson, Han, Glenn, Earth, serta beberapa anggota Golden Dragon membentuh empat kelompok untuk melakukan pencarian terhadap pesawat James yang belum ditemukan. Bryan menerbangkan beberapa drone untuk mengawasi dari udara dan menentukan letak titik jatuh pesawat tersebut. Ia juga telah berkoordinasi dengan tim keamanan untuk saling memberi berita saat menemukan jejak apapun.Cukup lama mereka harus berputar-putar untuk bisa mencari jejak. Sampai salah satu drone milik Bryan kemudian mendeteksi ekor pesawat."Sebelah timur, 3 km lagi dari sini. Kita sudah agak dekat!" ujar Bryan memperlihatkan alatnya pada Aidan. Aidan mengangguk lalu memanggil kelompok yang lain agar mengikuti mereka.Bryan memimpin kelompok pencarian dan mulai memanggil nama James tak lama kemudian."JAMES ... DELILAH! JAMES! J!" tapi tak ada jawaban sama sekali sampai akhirnya Bryan melihat ekor pesawat yang tersangkut
BEBERAPA TAHUN KEMUDIANAidan tak berhenti tersengal saat ia keluar dari apartemen Arjoona. Ia harus menenangkan diri dengan bersandar dan memejamkan matanya. Ludahnya ia telan berkali-kali tapi masalahnya tenggorokannya begitu kering. Ia nyaris tak bisa bernapas.Di dalam, Aidan menahan mati-matian air matanya saat tahu jika pesawat James Belgenza mengalami kecelakaan di hutan Mexico. Ia hilang dan kabarnya tak ada yang selamat.“Aku harus tenang, aku harus tenang!” gumam Aidan pada dirinya sambil bersandar. Aidan memandang ke arah lobi apartemen mewah tersebut dan berjalan kembali separuh berlari ke arah mobilnya. Mobilnya datang diberikan oleh petugas parkir valet dan ia segera masuk ke dalamnya.Aidan harus cepat ke apartemen James untuk menjemput anak-anaknya. Selama perjalanan, ia kemudian menghubungi Glenn.“Di mana kamu?”“Aku sedang terjebak macet akan kembali ke Orcanza, Tuan!” jawab Gle
"Bersediakah kamu menikah denganku lagi, Malikha Swan?" tanya Aidan bergumam lembut. Malikha terus memandanginya dan Aidan pun tak melepaskannya sama sekali. Semua cinta rasanya berpendar di mata Aidan untuk Malikha. Cinta yang tak mungkin ditutupinya lagi. Malikha pun tersenyum dengan mata berkaca-kaca."Ya ... aku bersedia jadi istrimu, Aidan Caesar," jawab Malikha bergumam lembut pula. Malikha mendekat lebih dulu dan mencumbu Aidan dengan lembut. Aidan ikut membalas dan memperdalam pagutan bibirnya sambil memeluk Malikha lebih dekat dan erat. Pemandangan tengah kota dan taman New York dari atas menjadi saksi bersatunya cinta Aidan dan Malikha kembali."I do love you ... too much," bisik Aidan di sela bibirnya yang masih menempel pada Malikha. Malikha hanya melingkarkan kedua tangannya memeluk leher dan pundak Aidan."I love you too.""Benarkah? Kali ini kamu tidak berbohong kan!" goda Aidan tak melepaskan dirinya sama sekali. Malikha tergelak kecil dan
Malikha menaikkan pandangannya sambil berbaring menyamping pada Aidan yang baru saja menghubungi Glenn, asistennya. Ia tersenyum dan masih belum bicara. Malikha tampak tenang padahal ia baru saja disatroni perampok. Sementara Aidan sudah cemas setengah mati gara-gara kejadian itu. Ia bahkan belum membuka jasnya sama sekali dan terus berada di dekat Malikha yang tengah menjaga AldrichSetelah berpikir beberapa saat, Aidan akhirnya memutuskan untuk menelepon Arjoona melaporkan yang baru saja terjadi. Arjoona harus tahu setidaknya untuk mengantisipasi yang terjadi."Halo, Aidan.""Joona, rumah Malikha baru saja mengalami perampokan," ujar Aidan tanpa basa basi."APA! apa yang terjadi!" Arjoona sampai berteriak karena berita tersebut."Aku pergi keluar sebentar mengurus pekerjaan. Dua pria masuk lewat pintu depan dan membongkar semua laci. Mereka tidak mengambil apa pun, aku rasa ini bukan perampokan. Tapi apa yang mereka cari?" dengu
Malikha yang mendengar bunyi pintu berdecit mengira pelayan di rumahnya sudah tiba. Sambil tersenyum, ia kemudian berjalan hendak melihat dan menyapa. Dengan langkah agak cepat ia akan turun sampai akhirnya matanya membesar. Ia melihat dua orang pria bertopeng masuk lewat pintu depan.Mereka membawa senjata tajam dan sedang mengendap masuk lewat ruang tamu. Malikha yang hampir saja menuju tangga kemudian berbalik dan bersembunyi pada dinding di dekat tangga. Malikha benar-benar terkejut dan jantungnya berdegup kencang."Oh, tidak. Mereka bukan pelayan!" gumam Malikha pada dirinya sendiri. Malikha langsung mundur dan mencari tempat bersembunyi sambil bisa melihat apa yang sebenarnya tengah terjadi. Ia mengintip lagi dan melihat dua orang itu tengah membongkar laci dan lemari di lantai bawah. Malikha langsung berbalik dan mengendap separuh berlari masuk ke kamarnya. Satu orang pasti akan naik ke atas dan memeriksa.Dengan panik Malikha ingat jika ia meletakkan pon
Beberapa hari kemudian, keadaan Malikha tak juga kunjung membaik. Ia sudah diperbolehkan pulang karena luka operasinya semakin membaik tapi ia tak ingin berada di dekat bayinya sama sekali. Aidan otomatis harus pindah ke rumah Malikha karena ia tak mungkin bolak balik dari rumahnya meskipun jaraknya dekat.Aidan berubah menjadi seperti Ayah single yang merawat Aldrich sendirian. Ia otodidak belajar mengganti popok dan mengambil donor ASI dari istri Mars King, Vanylla King. Tak hanya Vanylla yang mendonorkan ASI-nya, Kiran Miller juga ikut memberikan ASI-nya.Saat malam hari, Aidan menggendong Aldrich memberinya botol ASI sampai ia tertidur sembari membacakan puisi atau mengumamkan sebuah lagu. Aldrich yang mengerti bahwa ia sementara hanya bisa bersama sang Ayah, tak banyak rewel. Ia bayi yang manis dan penurut."Cobalah untuk menggendongnya, Sayang," bujuk Aidan lembut sambil mencoba mendekatkan Aldrich pada Malikha. Malikha yang awalnya tersenyum jadi defensif
Sampai hari yang ditunggu-tunggu tiba adalah saat Malikha akan menyusui bayinya untuk yang pertama kali. Keadaan bayinya sudah semakin baik dan kembali sehat."Kamu sudah mendapatkan nama yang pas?" tanya Bryan pada Aidan saat menunggu bayi tersebut di bawa ke kamar Malikha. Aidan mengangguk tersenyum"Aldrich Tristan Caesar," jawab Aidan sambil tersenyum pada Bryan yang mengangguk ikut tersenyum.Saat mereka selesai bicara, kereta bayi kemudian terlihat sedang didorong menuju kamar Malikha dan Aidan pun mengikutinya. Di kamar Malikha, seluruh keluarga besar The Seven Wolves dan anak-anak mereka sudah menunggu."Mila kemari, Sayang. Coba lihat itu ... ada bayi!" ujar Bryan menggendong balitanya Mila yang terkekeh menggemaskan saat melihat salah satu "adiknya" yang baru lahir beberapa hari lalu. Kembarannya Izzy digendong oleh Nisa ikut mendekat melihat bayi Aldrich yang menyihir banyak orang dengan ketampanannya. Setelah bayi itu diletakkan di dekat tempa
Tak ada yang dirasakan Aidan saat ini kecuali rasa bahagia. Ia telah resmi menjadi seorang Ayah. Segala perjuangan dan rasa sakit akibat dendam dan perceraian yang terjadi pada pernikahannya, terbayar sudah. Aidan tak berhenti mengecup Malikha yang terlihat semakin mengantuk pasca bayi mereka lahir. Namun usai dibersihkan, bayi itu harus dipantau karena ia mulai membiru."Apa yang terjadi?" tanya Aidan setelah ia dikeluarkan dari ruang operasi."Bayinya sudah melewati waktunya lahir, dia harus masuk ruang ruang intensif untuk dimasukkan dalam inkubator. Aku tidak berharap dia sudah keracunan air ketuban, tapi aku benar-benar harus memantau keadaan putramu. Untuk saat ini, temani istrimu. Bayimu akan baik-baik saja," ujar salah satu Dokter Anak yang ikut dalam operasi tersebut."Lakukan apa pun untuk putraku, aku tidak mau terjadi sesuatu padanya!""Aku yakin kondisi ini hanya sementara, setelah dia pulih, aku sendiri yang akan memberikannya pada kalian."