"Ada apa denganmu?" tanya Brandon heran. Rasa mual itu datang lagi.
"Oh shit!" umpat Aidan lalu berlari masuk ke kamar dan kamar mandi untuk memuntahkan semua isi dalam lambung.
"Aidan ...!" sahut Brandon setengah berteriak. Ia ikut berlari menyusul Aidan yang sedang berlutut di toilet dan muntah-muntah.
"Apa yang terjadi denganmu! Apa kamu sakit!" Brandon terdengar panik. Aidan yang masih muntah menggeleng. Brandon menekan flush lalu menuntun Aidan ke wastafel untuk membersihkan mulutnya.
Sebelah tangan Brandon terus memijat pundak dan tekuk Aidan. Terlihat keringat dingin dan dari balik rambutnya dan Brandon pun menyekanya dengan tisu. Ia benar-benar cemas karena Aidan paling jarang sakit sebelumnya.
"Aku baik-baik saja, Dad," ujar Aidan sedikit terengah dan mengambil napasnya.
"Kamu muntah hebat seperti itu, apanya yang baik-baik saja!" bantah Brandon makin sengit.
"Ini hanya morning sickness, setiap hari aku mengalaminya." Brandon
BULAN KELIMASudah lebih dari seminggu, Aidan bisa keluar masuk rumah Malikha dengan leluasa. Karena kekhawatirannya pada kehamilan Malikha yang mulai membesar, ia bahkan nekat menyusup di tengah siang bolong. Kehamilannya baru 19 minggu dan Malikha sudah sering terlihat lelah. Aidan hanya bisa mengintip dari balik pintu atau dinding ataupun kamera tanpa bisa menghampiri. Ia selalu memastikan bahwa Malikha tak kekurangan apa pun atau terjadi hal yang tak diinginkan.Malikha pun sebenarnya mulai curiga. Ia selalu merasa seperti ada seseorang yang mengikutinya kemanapun ia pergi. Tapi begitu ia melihat di sekelilingnya tak ada siapapun, Malikha menepis lagi perasaan curiganya. Hingga saat ini, Aidan berhasil bersembunyi dengan baik tanpa diketahui oleh Malikha.Aidan selalu melindungi Malikha dimanapun ia berada. Malikha yang jadi lebih ceroboh saat sedang hamil besar mulai sering kehilangan konsentrasi. Jika bukan karena Aidan yang memindahkan beberapa barang yan
Keesokan harinya, Aidan seperti biasa telah berdiri di depan rumah Malikha menunggunya keluar dari rumah untuk pergi ke Pallisade. Tak lama kemudian, Bruce datang dengan mobilnya hendak menjemput Malikha.“Tikus sudah tiba!” ujar Aidan sambil menekan earbuds di telinga kanan. Ia langsung memberi laporan begitu melihat Bruce keluar dari mobilnya dan masuk ke rumah Malikha.“Kamu menamainya tikus! Aku pikir kita sepakat tak memakai nama hewan,” sahut Arjoona menjawab dari balik earbudsnya.“Aku berubah pikiran, tikus cocok untuknya!” jawab Aidan dingin. Terdengar Jayden tertawa keras dan sengaja menghidupkan speakernya lebih keras. Kini obrolan tak berguna para pria dewasa akan segera mengudara.“Oke, teman-teman. sasaran kita berubah dari Caldwell dan Malikha menjadi Tikus dan Putri Tidur,” tambah James ikut menimpali dan berusaha usil namun dengan suara yang terdengar serius. Misi mulai berubah jadi ajang ba
Badut itu lalu memberi sebuah balon pada Malikha lalu menunjuk pada perut hamilnya.“Untukku? Untuk bayiku?” tanya Malikha dan badut itu pun mengangguk sambil masih menggerak-gerakkan tubuhnya.“Terima kasih!” ujar Malikha dengan wajah semringah.Badut itu pun mengangguk. Tak lama ia pun seperti ingat sesuatu, badut itu berbalik lalu mengambil sebuah cotton candy dari si anjing temannya dan memberikannya pada Malikha. Malikha terperangah dengan wajah begitu semringah, badut baik hati itu memberikannya permen kapas yang sedang sangat ingin ia makan.“Wah, terima kasih!” sahut Malikha begitu senang. Senyum cantiknya terkembang pada badut yang baik hati tersebut. Badut itu pun segera pamit sambil memberi lambaian tangannya. Malikha ikut tersenyum dan melambaikan tangan. Tak lama Bruce pun kembali ikut membawa dua buah cotton candy. Wajahnya langsung berubah cemberut saat melihat Malikha bersama seorang badut yang memberiny
"Ah ... sial!" rutuk Bruce dari balik wastafel. Ia mencuci tangan sambil memegang lagi perut dengan sebelah tangannya."Oh, tidak!" Bruce terpaksa kembali toilet. Sementara di luar Jayden tersenyum menjaga pintu lalu menguncinya dari luar. Jayden bersandar di dinding luar dan melaporkan keadaannya."Restroom sudah terkunci!" lapor Jayden lalu melirik sekilas pada pintu kamar mandi di sebelahnya dan tersenyum.Sementara itu Malikha yang penasaran, melangkahkan kakinya ke arah bianglala yang sedang berputar itu. Bianglala itu sangat unik, ia memiliki dua roda yang membawa kereta gantung berputar berlawanan arah namun bersamaan. Selain bisa menampung lebih banyak penumpang, dari bianglala itu pengunjung bisa melihat pengunjung lain yang berada di salah satu sisinya secara bergantian.Pintu pembatas kemudian dibukakan oleh seorang pria berwajah Jepang berkulit putih dan memakai topi pet sebagai petugas wahana itu. Ia mempersilahkan Malikha masuk. Malikha yang
The Seven Wolves sedianya akan pulang menggunakan sebuah mobil SUV mewah dan satu sedan dipakai oleh Aidan. Kini Aidan memilih untuk berada satu mobil dengan seluruh teman-temannya kembali ke apartemen.Ia duduk di kursi tengah diapit Mars dan Jayden. Arjoona yang membawa mobil dan Shawn berada di sisi kanannya. Sedangkan Bryan berada sendiri di kursi paling belakang. Sepanjang perjalanan, Aidan hanya diam saja sampai ia akhirnya bicara."Aku akan ikut pulang bersama kalian ke New York!" ujar Aidan tiba-tiba. Semua menoleh termasuk Arjoona yang hampir kehilangan konsentrasi mengemudi karena kalimat Aidan."Kenapa?" Jayden adalah yang pertama bertanya. Shawn sudah melepaskan topi lalu mengurut keningnya."Untuk apa aku terus di sini?""Tapi bukannya kamu ingin menakhlukkan Malikha lagi!" protes Mars dengan nada mulai tinggi. Aidan menunduk dan menghela napas."Aku rasa aku terlalu memaksa. Mungkin benar dia tidak ingin bersamaku, untuk apa ak
MARKAS UTAMA GOLDEN DRAGONTak ada yang bisa dilakukan Aidan selama ia sendiri selain terus mengasah kemampuan menembaknya. Berbagai target, jarak dan tantangan ia coba satu persatu. Ketika teman-temannya beristirahat, ia memilih melanjutkan latihan. Selama hampir satu bulan berpisah lagi dengan Malikha, Aidan jadi semakin tenang. Ia tak pernah lagi marah dan lebih bisa mengendalikan diri.Ia bahkan tak lagi membentak atau memarahi Lucy. Aidan sudah bisa mengendalikan semuanya dengan baik. Mungkin karena rasa pasrah pada kenyataan yang tak berpihak yang membuatnya menjadi pria yang jauh berbeda."Waktunya istirahat, Tuan," tegur Glenn yang baru selesai berlatih bela diri menggunakan senjata tajam bersama Han Kazuya. Ia lalu duduk di sebelah Aidan dan menyeka keringatnya. Aidan lalu mengamankan senjatanya dan menoleh pada Glenn dengan kernyitan di dahinya."Mana pakaianmu?" tegur Aidan melihat Glenn hanya memakai celana panjang. Tubuhnya masih basah oleh k
BALWIN HILL, LA. KEDIAMAN MALIKHASejak Aidan sudah tak lagi berada di LA dan Malikha belum menyadarinya, ini sudah kali ketiga dalam satu minggu ini, Malikha memanggil Raphael ke rumahnya. Ia semakin gelisah belakangan ini karena terus memimpikan Aidan.Ia bahkan bermimpi bercumbu dan bercinta dengan Aidan di ranjangnya. Selain juga, Malikha kerap seperti terserang serangan kecemasan dan merasa tak aman sendirian. Padahal sebelumnya, ia merasa baik-baik saja."Sejak kapan kamu merasa gelisah seperti ini?" tanya Raphael setelah melewati beberapa sesi tanya jawab sebelumnya."Sudah dua bulan. Sejak bulan ke empat kehamilanku," jawab Malikha dengan nada cemas. Ia takut jika sesuatu bisa terjadi lagi karena mimpi-mimpinya.Raphael yang ikut membawa dokter kandungan bersamanya berdiskusi lagi tentang hasil yang diberikan dokter itu. Ia tampak berpikir sejenak dan meminta Malikha menceritakan seperti apa mimpinya.“Aku merasa dia datang dan
BULAN KE ENAMORCANZA, NEW YORKAidan kembali pada kebiasaan workaholic-nya seperti dulu. Usai kembali dari Los Angeles, Aidan lebih sering menghabiskan hari dan waktunya untuk bekerja dan bekerja. Yang berubah hanya warna rambut yang sudah menjadi coklat kehitaman dengan potongan yang lebih rapi.Aidan berubah jadi pria maskulin yang stylish dan tampan. Ia juga masih dingin dan misterius seperti biasa. Yang berbeda adalah ia masih memakai cincin kawinnya dan tidak lagi bermain-main dengan wanita maupun alkohol.Perubahan paling drastis adalah Aidan menghapus semua pertunjukan "redroom" di dalam klub dan kasinonya. Semua penari dan pole dancer diangkat menjadi pelayan dan pegawai biasa. Klub kini hanya mengundang DJ-DJ ternama tanpa pertunjukan penari-penari tanpa busana lagi.Dari balik railing lantai dua kasino miliknya, Aidan menyandarkan kedua sikunya mendengar penjelasan menajer pengelola tentang revenue dan perkembangan kasino serta klub pega