Seorang pria memperhatikan gadis yang terbaring di atas ranjang besar. Tubuhnya terlihat lemah, dan bekas luka yang belum sembuh sepenuhnya masih terlihat. Dia merasa iba melihat keadaan buruk yang menimpa gadis itu. Elisa harus melewati berbagai bahaya untuk mencapai kebahagiaannya.Pria itu memperhatikan setiap bagian tubuh gadis tersebut, dan merasa sedih dengan ketidakadilan yang dialaminya. Dahulu, gadis itu juga diperlakukan dengan buruk dan direndahkan hanya karena menjadi seorang penyihir. Bahkan, dia dibunuh atas kesalahan yang tak pernah dilakukannya.Di dalam tas kecil gadis itu terdapat dua buah berwarna merah. Pria itu berharap Elisa bisa memakan buah-buah tersebut dan merasakan kenikmatannya. Itu dapat membantu membuka energinya yang terkunci. Meskipun tidak sepenuhnya, setidaknya buah-buah itu akan membantu sedikit demi sedikit."Tunggulah sebentar lagi, aku akan menjemputmu," ucap pria itu saat berada di hadapan gadis itu. Raut wajah Elisa terlihat lelah, dan kulitnya
"Sapa kau sebenarnya?" tanya Kiana tanpa mengurangi rasa waspadanya. Dirinya terus menggeram penuh amarah. Bentuk tubuh serigalanya memang kecil, tapi jangan meremehkan kekuatan serigala tersebut. Ia pernah mengalahkan dua puluh prajurit sekaligus.Sementara pria itu hanya berdiri santai dan menyilangkan kedua tangannya di perut. Ia menatap gadis yang ditaksir seumuran dengan Elisa. Gadis yang cantik dan anggun. Tentu saja, karena ia adalah putri dari raja dan ratu di pak terkuat itu. Namun, tetap kalah dengan Elisa. Gadis itu memang cantik, tapi tidak sesempurna gadis yang sedang berbaring di kamar itu. Mungkin pria lain akan langsung terpana pada kecantikan gadis yang sedang melototkan mata padanya, tapi tidak dengan dirinya. Ia malah tidak tertarik sama sekali. Jika bukan karena gadis itu teman Elisa, sudah sejak tadi ia ubah menjadi batu."Untuk apa kau tahu siapa aku?" tanya pria itu sambil terus menatapnya santai. Ia tidak suka ada orang lain yang mengetahui identitasnya. Selama
"Apa maksudmu berkata seperti itu? Apa ada pria yang masuk tanpa izin?" tanya Daren.Kiana menatap kakaknya sebelum mengatakan sesuatu. Ia ingin melihat ekspresi Daren saat ini. Ia tersenyum kecil ketika melihat wajah sang Alpha arogan tersebut. Mungkin ia tak salah melihat dan menilai. Kakaknya begitu khawatir. Terlihat jelas dari tatapan pria itu."Apa yang lucu? Kenapa kau tertawa?" tanya Daren, berubah menjadi kesal pada adiknya itu.Apa ada yang salah dengan dirinya? Mengapa Kiana senang menertawakan dirinya seperti itu? Apa ia seorang badut?"Kakak khawatir?" tanya Kiana, mencoba memperhatikan raut wajah Kakaknya sekali lagi. Benar saja, kali ini wajah Daren berubah menjadi salah tingkah. Bahkan pria itu membuang wajahnya ke arah lain, agar Kiana tak melihat. Namun, bukan Kiana jika tak tahu. Ia terkekeh ketika melihat semburat merah di pipi Kakaknya, meskipun hanya sedikit. Itu juga sudah menandakan jika Kakaknya mulai ada perasaan pada Elisa.Ia begitu senang melihatnya saat i
Elisa melihat tas milik Arya. Ada sesuatu di dalam tas tersebut. Dia menggapal dan merogoh ke dalam tas. Dua buah buah berwarna merah sudah berada di tangannya. Dia memperhatikan buah yang masih belum diketahui namanya itu. Rasa penasaran pun hadir seketika itu juga.Buah itu terlihat begitu segar. Begitu siap untuk dimakan. Seakan-akan mengatakan 'makan aku.' Elisa kembali memandangi buah tersebut. Setelahnya, ia mulai membuka mulut dan menggigit daging buah itu. Mengunyah dengan perlahan-lahan. Menikmati rasa manis dari daging buah tersebut.Tiba-tiba saja dirinya merasakan sesuatu yang aneh. Dia tak bisa menjelaskan apa itu. Namun, rasanya seperti ada kekuatan yang mengalir dalam tubuhnya. Elisa menatap buah merah itu dengan seksama. Dia memikirkan sesuatu yang mustahil. Meskipun begitu, ia masih ingat ucapan kedua burung yang ditemuinya saat berada di hutan hitam."Apa semuanya karena buah ini?" tanyanya pada diri sendiri. Dia kembali menggigit buah itu, hingga hanya tersisa seper
"El! Apa yang kau lakukan padaku?" teriaknya terkejut.Pagi ini, Kiana dibuat kesal oleh seseorang. Rasanya ia ingin sekali memukul kepala gadis yang sedang menertawainya.Dengan santainya gadis itu mengerjainya. Wajahnya begitu banyak coretan. Bahkan dirinya terkejut ketika melihat bayangan di kaca."El, kau apakan wajahku!" teriak Kiana pada temannya itu.Ia begitu murka dengan Elisa. Gadis itu benar-benar telah mengubah wajahnya seperti gembel sekarang. Warna hitam di bagian matanya membuat siapapun yang melihat akan tertawa. Belum lagi gambar kumis di atas bibirnya semakin menambah kengerian.Kiana berusaha menghapus lukisan tersebut. Namun, bukannya bersih, warna hitam itu semakin menyebar hingga hampir menutupi sebagian mukanya. Pada akhirnya, ia hanya pasrah saja. Elisa benar-benar keterlaluan kali ini."Kau marah?" tanya Elisa terkekeh.Sebenarnya ia tak perlu bertanya tentang itu. Dari raut wajah Kiana sudah mengatakannya tanpa bicara. Gadis itu begitu lucu. Meskipun kesal, t
Meskipun mereka berbaikan, Kiana masih merasakan kesal pada Lisa tentang keluhan gadis itu. Namun, keduanya masih berjalan bersama. Kiana mendorong pintu yang berdiri kokoh itu. Saat pintu terbuka, Elisa pun masuk ke dalam setelah Kiana."Wow, banyak sekali. Apa ini perpustakaan terbesar?" tanya Elisa.Ia kagum dengan pemandangan yang dilihatnya. Buku-buku berbaris dengan rapi, berdasarkan judul dan tema. Rak-rak tinggi menghiasi perpustakaan tersebut. Suasana di sana begitu damai dan tenang. Beberapa orang berjalan-lalu-lalang dan duduk dengan tenang sambil membaca buku yang mereka pilih."Itu dia," tunjuk Kiana pada rak-rak buku yang berjejer rapi di ujung tempat itu.Kiana langsung menarik tangan Elisa menuju salah satu rak bertuliskan tentang tanaman herbal. Elisa mengikuti ke mana tarikannya.Setelah sampai di depan rak, tangan Kiana melepas genggamannya. Gadis itu mulai mencari buku-buku yang diinginkan.Tidak hanya Kiana, tapi Elisa juga mulai mencari beberapa buku yang diingin
"Hei, kita bertemu lagi," sapa Elisa pada Ben yang sedang menata rak tanaman herbal. Suasana dan penataan masih sama seperti saat pertama kali dirinya datang ke sini, hanya saja ada yang sedikit berbeda. Ada beberapa rak tambahan di dekat pintu masuk tadi, berisi ramuan-ramuan herbal yang tak diketahui apa fungsinya. "Hai, bagaimana kabarmu?" tanya Ben tanpa menatap ke arah gadis itu. Ia masih hafal dengan suara khas Elisa. "Baik, kau bagaimana?" tanya Elisa sambil menyandarkan kedua tangannya di atas meja. "Seperti yang kau lihat, aku selalu baik," ujar Ben, menghadap dan melihat Elisa. Ia sedikit terkesima ketika kembali memandang gadis itu. Ada perubahan yang ia rasakan pada tubuh Elisa. "Kau berubah, terlihat seperti," ucap Ben, menatap dirinya sambil berpikir, mengerutkan keningnya, "kau tambah cantik, kurasa," lanjutnya tersenyum pada Elisa. Elisa membalas senyuman Ben. Tidak hanya pria itu, dirinya pun juga merasakan perubahan pada tubuhnya. Seakan-akan dirinya menjadi lebi
"Kau harus mati sekarang!" teriak Valeri sambil mengangkat tangannya yang sudah mengeluarkan cakar panjang. Hampir saja cakar itu mengenai dada Elisa. Keberuntungan masih menyertainya. Tubuh Valeri tiba-tiba terhempas jauh, menabrak rak ramuan herbal dan membuatnya hancur, menjadikan tubuh Valeri basah karena ramuan yang tumpah.Elisa tercengang dengan apa yang terjadi. Dia tidak tahu bahwa Kiana bisa melakukan hal seperti itu."Ada apa di sini?" tanya Ben dengan amarah ketika melihat tokonya dalam keadaan berantakan. Dia melihat siapa yang berada di antara pecahan botol ramuan tersebut. Sambil berjalan, ia mendekati Valeri."Kau lagi," ujar Ben. "Aku sudah katakan jangan menghancurkan tokoku lagi," lanjutnya dengan marah.Ben tidak suka dengan wanita itu. Valeri mempunyai aura jahat menurutnya, yang bisa menghancurkan orang lain. Apalagi Valeri tidak bisa menghilangkan amarahnya, emosi wanita itu begitu cepat tersulut. Pantas saja raja dan ratu tidak menyukai Valeri, semua itu karena