"El! Apa yang kau lakukan padaku?" teriaknya terkejut.Pagi ini, Kiana dibuat kesal oleh seseorang. Rasanya ia ingin sekali memukul kepala gadis yang sedang menertawainya.Dengan santainya gadis itu mengerjainya. Wajahnya begitu banyak coretan. Bahkan dirinya terkejut ketika melihat bayangan di kaca."El, kau apakan wajahku!" teriak Kiana pada temannya itu.Ia begitu murka dengan Elisa. Gadis itu benar-benar telah mengubah wajahnya seperti gembel sekarang. Warna hitam di bagian matanya membuat siapapun yang melihat akan tertawa. Belum lagi gambar kumis di atas bibirnya semakin menambah kengerian.Kiana berusaha menghapus lukisan tersebut. Namun, bukannya bersih, warna hitam itu semakin menyebar hingga hampir menutupi sebagian mukanya. Pada akhirnya, ia hanya pasrah saja. Elisa benar-benar keterlaluan kali ini."Kau marah?" tanya Elisa terkekeh.Sebenarnya ia tak perlu bertanya tentang itu. Dari raut wajah Kiana sudah mengatakannya tanpa bicara. Gadis itu begitu lucu. Meskipun kesal, t
Meskipun mereka berbaikan, Kiana masih merasakan kesal pada Lisa tentang keluhan gadis itu. Namun, keduanya masih berjalan bersama. Kiana mendorong pintu yang berdiri kokoh itu. Saat pintu terbuka, Elisa pun masuk ke dalam setelah Kiana."Wow, banyak sekali. Apa ini perpustakaan terbesar?" tanya Elisa.Ia kagum dengan pemandangan yang dilihatnya. Buku-buku berbaris dengan rapi, berdasarkan judul dan tema. Rak-rak tinggi menghiasi perpustakaan tersebut. Suasana di sana begitu damai dan tenang. Beberapa orang berjalan-lalu-lalang dan duduk dengan tenang sambil membaca buku yang mereka pilih."Itu dia," tunjuk Kiana pada rak-rak buku yang berjejer rapi di ujung tempat itu.Kiana langsung menarik tangan Elisa menuju salah satu rak bertuliskan tentang tanaman herbal. Elisa mengikuti ke mana tarikannya.Setelah sampai di depan rak, tangan Kiana melepas genggamannya. Gadis itu mulai mencari buku-buku yang diinginkan.Tidak hanya Kiana, tapi Elisa juga mulai mencari beberapa buku yang diingin
"Hei, kita bertemu lagi," sapa Elisa pada Ben yang sedang menata rak tanaman herbal. Suasana dan penataan masih sama seperti saat pertama kali dirinya datang ke sini, hanya saja ada yang sedikit berbeda. Ada beberapa rak tambahan di dekat pintu masuk tadi, berisi ramuan-ramuan herbal yang tak diketahui apa fungsinya. "Hai, bagaimana kabarmu?" tanya Ben tanpa menatap ke arah gadis itu. Ia masih hafal dengan suara khas Elisa. "Baik, kau bagaimana?" tanya Elisa sambil menyandarkan kedua tangannya di atas meja. "Seperti yang kau lihat, aku selalu baik," ujar Ben, menghadap dan melihat Elisa. Ia sedikit terkesima ketika kembali memandang gadis itu. Ada perubahan yang ia rasakan pada tubuh Elisa. "Kau berubah, terlihat seperti," ucap Ben, menatap dirinya sambil berpikir, mengerutkan keningnya, "kau tambah cantik, kurasa," lanjutnya tersenyum pada Elisa. Elisa membalas senyuman Ben. Tidak hanya pria itu, dirinya pun juga merasakan perubahan pada tubuhnya. Seakan-akan dirinya menjadi lebi
"Kau harus mati sekarang!" teriak Valeri sambil mengangkat tangannya yang sudah mengeluarkan cakar panjang. Hampir saja cakar itu mengenai dada Elisa. Keberuntungan masih menyertainya. Tubuh Valeri tiba-tiba terhempas jauh, menabrak rak ramuan herbal dan membuatnya hancur, menjadikan tubuh Valeri basah karena ramuan yang tumpah.Elisa tercengang dengan apa yang terjadi. Dia tidak tahu bahwa Kiana bisa melakukan hal seperti itu."Ada apa di sini?" tanya Ben dengan amarah ketika melihat tokonya dalam keadaan berantakan. Dia melihat siapa yang berada di antara pecahan botol ramuan tersebut. Sambil berjalan, ia mendekati Valeri."Kau lagi," ujar Ben. "Aku sudah katakan jangan menghancurkan tokoku lagi," lanjutnya dengan marah.Ben tidak suka dengan wanita itu. Valeri mempunyai aura jahat menurutnya, yang bisa menghancurkan orang lain. Apalagi Valeri tidak bisa menghilangkan amarahnya, emosi wanita itu begitu cepat tersulut. Pantas saja raja dan ratu tidak menyukai Valeri, semua itu karena
"Kiana, Apa kau ingin segera pulang?" tanya Elsa, berhenti melangkah dan menghadap ke arah Kiana, gadis yang masih sibuk memperhatikan tanaman hidup di depannya."Emmm, sepertinya iya. Memangnya kau ingin pergi lagi?" tanya Kiana sambil terus memperhatikan tanaman yang belum diketahui namanya."Ya, aku ingin pergi ke suatu tempat. Apa kau ingin ikut?" tanya Elisa lagi."Sepertinya aku lelah, El. Aku ingin segera berada di kamar saja. Kau tidak masalah jika pergi sendirian?" tanya Kiana.Kini, gadis itu beralih memperhatikan Elisa, gadis yang begitu cantik di matanya. Tidak hanya itu, tapi juga di mata setiap makhluk yang melihatnya."Baiklah, kalau begitu kau segera kembali. Aku akan kembali secepatnya," ujar Elisa mendekati Kiana sambil tak lupa memberikan tanaman satunya lagi. Kiana mau tak mau menerima tanaman tersebut. Ia sedikit kesal melihat ke arah gadis yang hanya cengengesan itu. Wajah Elisa terlihat tak bersalah sama sekali."Aku titip tanaman itu, letakkan saja keduanya di
Dengan langkah tergesa-gesa, Elisa berjalan melewati para omega. Tanpa menoleh dan tersenyum, ia berjalan menuju kamar pribadinya. Sesampai di sana, Elisa langsung masuk dan menutup pintu keras-keras. Dia tidak peduli jika ada yang terkejut karena hal itu."Sialan, pria sialan! Seandainya saja aku mempunyai kekuatan, maka sejak lama sudah kubunuh pria itu!" kesal Elisa sambil membanting tubuhnya dan barang-barang yang dibawanya ke atas tempat tidur. Lelahnya hilang menjadi amarah. Dia tidak ingin beristirahat, tapi ingin sekali mencakar wajah pria yang selalu muncul dalam benaknya. Namun, sayangnya pikiran itu hanya sebatas angan saja. Dia tidak berani melakukannya sekarang."Pria sinting! Tunggu saja, aku akan membuat pria itu menyesal!" ujar Elisa sambil mengepalkan tangannya. Dia bergegas berdiri dan berjalan ke ujung ruangan. Memejamkan matanya sejenak dan merentangkan kedua tangan. Tak lama setelah itu, ada cahaya ungu transparan yang membentuk kotak, semakin besar hingga mencapa
Elisa bersiap-siap untuk keluar dari kamarnya. Dia telah mengenakan gaun yang indah dan tidak lupa membawa tas yang sudah disiapkan sejak tadi. Setelah itu, dia berjalan keluar dengan senyuman di wajahnya yang begitu bahagia. Senyuman itu selalu terukir di bibirnya. Pagi ini, dia akan bertemu dengan raja dan ratu. Dia ingin memberikan ramuan yang telah dia buat untuk mereka dan tidak sabar melihat hasilnya dalam waktu sebulan.Elisa berjalan dengan santai menyusuri lorong hingga menemukan sebuah pintu yang besar. Pintu itu terbuka saat itu juga, dan dia tersenyum saat memasuki ruangan tersebut. Di sana, raja dan ratu sedang duduk bercengkrama dengan Daren dan Valeri. Mereka tampak bahagia, terutama Valeri dan Daren. Namun, raja dan ratu nampaknya tidak begitu senang. Raut wajah ratu yang dibuat-buat senang terlihat jelas."El, masuklah!" teriak ratu dengan sumringah saat melihat Elisa.Elisa tersenyum dan menunduk hormat setelah berada di hadapan raja dan ratu. Keduanya juga tersenyum
"El, apakah kau bisa menjelaskannya?" tanya raja dengan suara dingin.Sementara Elisa masih memikirkan alasan yang tepat, dia menghembuskan napas sebelum berbicara. Dia pasrah jika semua orang tidak ingin percaya padanya."Maaf raja dan ratu, saya tidak mungkin memberikan racun ke dalam ramuan tersebut. Itu tidaklah benar," jawab Elisa sambil mulai membela dirinya.Namun, Daren melihat kau membawa pohon mandrake ke dalam istana, untuk apa? Apa kau ingin membuat racun pada semua keluarga di istana ini?" sarkas Valeri masih berusaha memojokkan gadis itu.Valeri tersenyum ketika melihat wajah tegang Elisa. Dia merasakan perubahan itu. Elisa terlihat ketakutan. Bagaimana tidak, jika seorang gadis lemah bisa mendapatkan tanaman tersebut. Itu adalah hal mustahil. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mendapatkannya."Benarkah El, kau mendapatkannya dari mana?" tanya raja lagi.Semua orang terkejut, termasuk Kiana dan ratu. Mereka menatap Elisa dengan tatapan yang tak bisa diartikan."Be