"Hei, kita bertemu lagi," sapa Elisa pada Ben yang sedang menata rak tanaman herbal. Suasana dan penataan masih sama seperti saat pertama kali dirinya datang ke sini, hanya saja ada yang sedikit berbeda. Ada beberapa rak tambahan di dekat pintu masuk tadi, berisi ramuan-ramuan herbal yang tak diketahui apa fungsinya. "Hai, bagaimana kabarmu?" tanya Ben tanpa menatap ke arah gadis itu. Ia masih hafal dengan suara khas Elisa. "Baik, kau bagaimana?" tanya Elisa sambil menyandarkan kedua tangannya di atas meja. "Seperti yang kau lihat, aku selalu baik," ujar Ben, menghadap dan melihat Elisa. Ia sedikit terkesima ketika kembali memandang gadis itu. Ada perubahan yang ia rasakan pada tubuh Elisa. "Kau berubah, terlihat seperti," ucap Ben, menatap dirinya sambil berpikir, mengerutkan keningnya, "kau tambah cantik, kurasa," lanjutnya tersenyum pada Elisa. Elisa membalas senyuman Ben. Tidak hanya pria itu, dirinya pun juga merasakan perubahan pada tubuhnya. Seakan-akan dirinya menjadi lebi
"Kau harus mati sekarang!" teriak Valeri sambil mengangkat tangannya yang sudah mengeluarkan cakar panjang. Hampir saja cakar itu mengenai dada Elisa. Keberuntungan masih menyertainya. Tubuh Valeri tiba-tiba terhempas jauh, menabrak rak ramuan herbal dan membuatnya hancur, menjadikan tubuh Valeri basah karena ramuan yang tumpah.Elisa tercengang dengan apa yang terjadi. Dia tidak tahu bahwa Kiana bisa melakukan hal seperti itu."Ada apa di sini?" tanya Ben dengan amarah ketika melihat tokonya dalam keadaan berantakan. Dia melihat siapa yang berada di antara pecahan botol ramuan tersebut. Sambil berjalan, ia mendekati Valeri."Kau lagi," ujar Ben. "Aku sudah katakan jangan menghancurkan tokoku lagi," lanjutnya dengan marah.Ben tidak suka dengan wanita itu. Valeri mempunyai aura jahat menurutnya, yang bisa menghancurkan orang lain. Apalagi Valeri tidak bisa menghilangkan amarahnya, emosi wanita itu begitu cepat tersulut. Pantas saja raja dan ratu tidak menyukai Valeri, semua itu karena
"Kiana, Apa kau ingin segera pulang?" tanya Elsa, berhenti melangkah dan menghadap ke arah Kiana, gadis yang masih sibuk memperhatikan tanaman hidup di depannya."Emmm, sepertinya iya. Memangnya kau ingin pergi lagi?" tanya Kiana sambil terus memperhatikan tanaman yang belum diketahui namanya."Ya, aku ingin pergi ke suatu tempat. Apa kau ingin ikut?" tanya Elisa lagi."Sepertinya aku lelah, El. Aku ingin segera berada di kamar saja. Kau tidak masalah jika pergi sendirian?" tanya Kiana.Kini, gadis itu beralih memperhatikan Elisa, gadis yang begitu cantik di matanya. Tidak hanya itu, tapi juga di mata setiap makhluk yang melihatnya."Baiklah, kalau begitu kau segera kembali. Aku akan kembali secepatnya," ujar Elisa mendekati Kiana sambil tak lupa memberikan tanaman satunya lagi. Kiana mau tak mau menerima tanaman tersebut. Ia sedikit kesal melihat ke arah gadis yang hanya cengengesan itu. Wajah Elisa terlihat tak bersalah sama sekali."Aku titip tanaman itu, letakkan saja keduanya di
Dengan langkah tergesa-gesa, Elisa berjalan melewati para omega. Tanpa menoleh dan tersenyum, ia berjalan menuju kamar pribadinya. Sesampai di sana, Elisa langsung masuk dan menutup pintu keras-keras. Dia tidak peduli jika ada yang terkejut karena hal itu."Sialan, pria sialan! Seandainya saja aku mempunyai kekuatan, maka sejak lama sudah kubunuh pria itu!" kesal Elisa sambil membanting tubuhnya dan barang-barang yang dibawanya ke atas tempat tidur. Lelahnya hilang menjadi amarah. Dia tidak ingin beristirahat, tapi ingin sekali mencakar wajah pria yang selalu muncul dalam benaknya. Namun, sayangnya pikiran itu hanya sebatas angan saja. Dia tidak berani melakukannya sekarang."Pria sinting! Tunggu saja, aku akan membuat pria itu menyesal!" ujar Elisa sambil mengepalkan tangannya. Dia bergegas berdiri dan berjalan ke ujung ruangan. Memejamkan matanya sejenak dan merentangkan kedua tangan. Tak lama setelah itu, ada cahaya ungu transparan yang membentuk kotak, semakin besar hingga mencapa
Elisa bersiap-siap untuk keluar dari kamarnya. Dia telah mengenakan gaun yang indah dan tidak lupa membawa tas yang sudah disiapkan sejak tadi. Setelah itu, dia berjalan keluar dengan senyuman di wajahnya yang begitu bahagia. Senyuman itu selalu terukir di bibirnya. Pagi ini, dia akan bertemu dengan raja dan ratu. Dia ingin memberikan ramuan yang telah dia buat untuk mereka dan tidak sabar melihat hasilnya dalam waktu sebulan.Elisa berjalan dengan santai menyusuri lorong hingga menemukan sebuah pintu yang besar. Pintu itu terbuka saat itu juga, dan dia tersenyum saat memasuki ruangan tersebut. Di sana, raja dan ratu sedang duduk bercengkrama dengan Daren dan Valeri. Mereka tampak bahagia, terutama Valeri dan Daren. Namun, raja dan ratu nampaknya tidak begitu senang. Raut wajah ratu yang dibuat-buat senang terlihat jelas."El, masuklah!" teriak ratu dengan sumringah saat melihat Elisa.Elisa tersenyum dan menunduk hormat setelah berada di hadapan raja dan ratu. Keduanya juga tersenyum
"El, apakah kau bisa menjelaskannya?" tanya raja dengan suara dingin.Sementara Elisa masih memikirkan alasan yang tepat, dia menghembuskan napas sebelum berbicara. Dia pasrah jika semua orang tidak ingin percaya padanya."Maaf raja dan ratu, saya tidak mungkin memberikan racun ke dalam ramuan tersebut. Itu tidaklah benar," jawab Elisa sambil mulai membela dirinya.Namun, Daren melihat kau membawa pohon mandrake ke dalam istana, untuk apa? Apa kau ingin membuat racun pada semua keluarga di istana ini?" sarkas Valeri masih berusaha memojokkan gadis itu.Valeri tersenyum ketika melihat wajah tegang Elisa. Dia merasakan perubahan itu. Elisa terlihat ketakutan. Bagaimana tidak, jika seorang gadis lemah bisa mendapatkan tanaman tersebut. Itu adalah hal mustahil. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mendapatkannya."Benarkah El, kau mendapatkannya dari mana?" tanya raja lagi.Semua orang terkejut, termasuk Kiana dan ratu. Mereka menatap Elisa dengan tatapan yang tak bisa diartikan."Be
Dua gadis berjalan berdampingan, satu di antaranya terlihat tegang. Setiap orang yang melihat pasti tahu bahwa salah satu dari mereka sedang menahan amarah."Huh, suasana tadi begitu mencekam, El," ujar Kiana saat mereka berjalan melalui lorong menuju ruang ramuan.Elisa hanya diam. Dia masih kesal dengan kedua serigala di dalam sana. Dia bahkan berharap keduanya tewas dalam pertempuran."Apa aku boleh membunuh orang, Kia?" tanya Elisa, membuat Kiana berhenti seketika."Apa yang kamu katakan?" tanya Kiana, takut salah dengar."Apa aku bisa membunuh orang di sini?" tanya Elisa dengan dingin, menatap tajam."Kamu bercanda, kan?" kata Kiana."Tidak, aku tidak bercanda. Aku benar-benar ingin membunuh orang sekarang. Aku merasa amarahku sudah hampir meledak dari dalam tubuhku. Aku tidak bisa menahannya lagi. Bisakah kamu mencari mangsa untukku?" tanya Elisa sambil terus menatap Kiana."Kamu membuatku ketakutan, El, sadarlah," bisik Kiana.Elisa langsung tertawa terbahak-bahak, tak bisa men
"Apa kamu, Mister X?" tebak Elisa dengan ragu. Dia tidak tahu apakah tebakannya benar."Akhirnya kamu mengingatku," ujar pria itu dengan lega. Elisa memperhatikan gerakan pria yang masih makan buah berwarna merah. Dia tak bisa mengalihkan tatapannya. Dirinya takut jika pria itu melakukan hal yang aneh padanya."Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Elisa masih dengan tatapan tajam.Namun sang pria yang ditatap hanya bisa diam saja. Pria itu terus saja memakan buah dengan lahap dan tanpa rasa bersalah."Apa khasiat dari buah ini?" tanya Elisa yang akhirnya harus mengalah.Setelah itu, Mr. X menghentikan gerakannya. Dirinya bahkan diam menatap Elisa dan buah di tangannya bergantian."Kenapa? Apa kamu sudah memakan buah yang kuberikan padamu tadi?" tanyanya."Ya, dan aku merasakan hal aneh. Apa sebenarnya yang kamu lakukan padaku?" ujar Elisa lagi."Tidak ada, aku tak melakukan apapun." Pria itu berjalan menuju Elisa, membuatnya harus bergerak mundur. Meskipun pria itu tidak melakukan pe